Ayat
Terjemahan Per Kata
مَٰلِكِ
Penguasa
يَوۡمِ
hari
ٱلدِّينِ
pembalasan
مَٰلِكِ
Penguasa
يَوۡمِ
hari
ٱلدِّينِ
pembalasan
Terjemahan
Pemilik hari Pembalasan.
Tafsir
(Yang menguasai hari pembalasan) di hari kiamat kelak. Lafal 'yaumuddiin' disebutkan secara khusus, karena di hari itu tiada seorang pun yang mempunyai kekuasaan, kecuali hanya Allah Taala semata, sesuai dengan firman Allah Taala yang menyatakan, "Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini (hari kiamat)? Kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan." (Q.S. Al-Mukmin 16) Bagi orang yang membacanya 'maaliki' maknanya menjadi "Dia Yang memiliki semua perkara di hari kiamat". Atau Dia adalah Zat yang memiliki sifat ini secara kekal, perihalnya sama dengan sifat-sifat-Nya yang lain, yaitu seperti 'ghaafiruz dzanbi' (Yang mengampuni dosa-dosa). Dengan demikian maka lafal 'maaliki yaumiddiin' ini sah menjadi sifat bagi Allah, karena sudah ma`rifah (dikenal).
Tafsir Surat Al-Fatihah: 4
Yang Menguasai hari pembalasan.
Sebagian ulama qiraah membacanya "maliki yaumiddin", sedangkan sebagian lain membacanya "maaliki yaumiddin", kedua-duanya shahih lagi mutawatir di kalangan As-Sab'ah. Lafal maliki dengan huruf lam di-kasrah-kan, ada yang membacanya malki dan maliki. Sedangkan menurut bacaan Nafi', harakat kasrah huruf kaf dibaca isyba' hingga menjadi malaki yaumiddin. Kedua bacaan tersebut (malaki dan maliki) masing-masing mempunyai pendukungnya tersendiri ditinjau dari segi maknanya; kedua bacaan tersebut shahih lagi baik.
Sedangkan Az-Zamakhsyari lebih menguatkan bacaan maliki, mengingat bacaan inilah yang dipakai oleh ulama kedua Kota Suci (Mekah dan Madinah), dan karena firman-Nya: “Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini?” (Al-Mu’min: 16). “Dan benarlah perkataan-Nya dan kepunyaan-Nya-lah segala kekuasaan.” (Al-An'am: 73).
Telah diriwayatkan dari Abu Hanifah bahwa ia membaca “malaka yaumiddin” atas dasar anggapan fiil, fail, dan maf’ul, tetapi pendapat ini menyendiri lagi aneh sekali. Sehubungan dengan bacaan tersebut Abu Bakar ibnu Abu Dawud meriwayatkan sehubungan dengan keganjilan qiraat ini, dia mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Abdur Rahman Al-Azdi, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab ibnu Addi ibnul Fadl, dari Abul Mutarrif, dari Ibnu Syihab yang mendengar hadits bahwa Rasulullah ﷺ, Abu Bakar, Umar, dan Usman serta Mu'awiyah dan anaknya yaitu Yazid ibnu Mu'awiyah membaca “maaliki yaumiddin.”
Ibnu Syihab mengatakan bahwa orang yang mula-mula membaca maliki adalah Marwan (Ibnul Hakam). Menurut kami, Marwan mengetahui keshahihan apa yang ia baca, sedangkan hal ini tidak diketahui oleh Ibnu Syihab. Telah diriwayatkan sebuah hadis melalui berbagai jalur periwayatan yang diketengahkan oleh Ibnu Mardawaih, bahwa Rasulullah ﷺ membacanya “maliki yaumiddin.” Lafal malik diambil dari kata al-milku, seperti makna yang terkandung di dalam firman-Nya: “Sesungguhnya Kami memiliki bumi dan semua yang ada di atasnya, dan hanya kepada Kami-lah mereka dikembalikan” (Maryam: 40). Katakanlah, "Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia, Pemilik manusia” (An-Nas: 1-2).
Sedangkan kalau maliki diambil dari kata al-mulku, sebagaimana pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya: “Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini? Hanya kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan” (Al-Mumin: 16). “Benarlah perkataan-Nya dan kepunyaan-Nya-lah segala kekuasaan” (Al-An'am: 73). “Kerajaan yang benar pada hari itu adalah kepunyaan Tuhan Yang Maha Pemurah. Dan adalah (hari itu) suatu hari yang penuh dengan kesukaran bagi orang-orang kafir” (Al-Furqan: 26).
Pengkhususan sebutan al-mulku (kerajaan) dengan yaumiddin (hari pembalasan) tidak bertentangan dengan makna lainnya, mengingat dalam pembahasan sebelumnya telah diterangkan bahwa Allah adalah Tuhan semesta alam, yang pengertiannya umum, mencakup di dunia dan akhirat. Di-mudaf-kan kepada lafal yaumiddin karena tiada seorang pun pada hari itu yang mendakwakan sesuatu dan tiada seorang pun yang dapat angkat bicara kecuali dengan seizin Allah ﷻ, sebagaimana dinyatakan di dalam firman-Nya: “Pada hari ketika ruh dan malaikat berdiri bersaf-saf, mereka tidak berkata-kata kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan Yang Maha Pemurah; dan dia mengucapkan perkataan yang benar” (An-Naba': 38). “Dan merendahlah semua suara kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu tidak mendengar kecuali bisikan saja” (Thaha: 108). “Di kala datang hari itu, tidak ada seorang pun yang berbicara, melainkan dengan izin-Nya; maka di antara mereka ada yang celaka dan ada yang berbahagia” (Hud: 105).
Dahhak mengatakan dari Ibnu Abbas, bahwa maliki yaumiddin artinya tiada seorang pun bersama-Nya yang memiliki kekuasaan seperti halnya di saat mereka (raja-raja) masih hidup di dunia pada hari pembalasan tersebut.
Ibnu Abbas mengatakan, yaumiddin adalah hari semua makhluk menjalani hisab, yaitu hari kiamat; Allah membalas mereka sesuai dengan amal perbuatannya masing-masing. Jika amal perbuatannya baik, balasannya baik; dan jika amal perbuatannya buruk, maka balasannya pun buruk, kecuali orang yang mendapat ampunan dari Allah ﷻ. Hal yang sama dikatakan pula oleh selain Ibnu Abbas dari kalangan para sahabat, para tabi'in, dan ulama Salaf; hal ini sudah jelas. Ibnu Jarir meriwayatkan dari sebagian mereka bahwa tafsir dari firman-Nya, "Maliki yaumiddin," ialah "Allah Maha Kuasa untuk mengadakannya."
Tetapi Ibnu Jarir sendiri menilai pendapat ini dha’if (lemah). Bagaimanapun juga, pada lahiriahnya tidak ada pertentangan antara pendapat ini dengan pendapat lain yang telah disebutkan terdahulu. Masing-masing orang yang berpendapat demikian dan yang sebelumnya mengakui kebenaran pendapat lainnya serta tidak mengingkari kebenarannya, hanya saja konteks ayat lebih sesuai bila diartikan dengan makna pertama di atas tadi dibandingkan dengan pendapat yang sekarang ini, sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya: “Kerajaan yang benar pada hari itu adalah kepunyaan Tuhan Yang Maha Pemurah. Dan adalah (hari itu) suatu hari yang penuh dengan kesukaran bagi orang-orang kafir” (Al-Furqan: 26).
Sedangkan pendapat kedua pengertiannya mirip dengan makna yang terkandung di dalam firman-Nya: Pada hari Dia mengatakan, "Jadilah!, maka terjadilah” (Al-An'am: 73). Pada hakikatnya raja yang sesungguhnya adalah Allah ﷻ, seperti yang dinyatakan di dalam firman-Nya: “Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Raja Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera” (Al-Hasyr: 23). Di dalam hadits Shahihain disebutkan melalui Abu Hurairah secara marfu: “Nama yang paling buruk di sisi Allah adalah seorang yang menamakan dirinya dengan panggilan Malikil Amlak (raja diraja), padahal tiada raja selain Allah.”
Di dalam kitab Shahihain disebutkan pula bahwa Rasulullah ﷺ bersabda Allah menggenggam bumi dan melipat langit dengan tangan kanan-Nya, kemudian berfirman, "Aku-lah Raja. Sekarang mana raja-raja bumi, mana orang-orang yang diktator, mana orang-orang yang angkuh?" Di dalam Al-Qur'an disebutkan melalui firman-Nya: “Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini? Hanya kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan” (Al-Mu’min: 16).
Adapun mengenai nama lainnya di dunia ini dengan memakai sebutan malik, yang dimaksud adalah "nama majaz.” Bukan nama dalam arti yang sesungguhnya, sebagaimana yang dimaksud di dalam firman-Nya: “Sesungguhnya Allah telah mengangkat Talut menjadi raja kalian” (Al-Baqarah: 247). “Karena di hadapan mereka ada seorang raja” (Al-Kahfi: 79). “Ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antara kalian, dan dijadikan-Nya kalian sebagai raja-raja (orang-orang yang merdeka)” (Al-Maidah: 20). Di dalam sebuah hadits Shahihain disebutkan: “Seperti raja-raja yang berada di atas dipan-dipannya (singgasana).”
Ad-din artinya "pembalasan dan hisab", sebagaimana yang disebut di dalam firman lain, yaitu: “Di hari itu Allah akan memberi mereka balasan yang setimpal menurut semestinya” (An-Nur: 25). “Apakah sungguh kita benar-benar (akan dibangkitkan untuk) diberi pembalasan?” (Ash-Shaffat: 53). Makna yang dimaksud ialah mendapat balasan yang setimpal dan dihisab.
Di dalam sebuah hadis disebutkan: Orang yang pandai adalah orang yang melakukan perhitungan terhadap dirinya sendiri dan beramal untuk bekal sesudah mati. Makna yang dimaksud ialah "hisablah dirimu sendiri", sebagaimana yang dikatakan Khalifah Umar, yaitu: "Hisablah diri kalian sendiri sebelum dihisab dan timbanglah amal perbuatan kalian sebelum ditimbang, dan bersiap-siaplah (berbekallah) untuk menghadapi peradilan yang paling besar di hadapan Tuhan yang jelas, tidak samar bagi-Nya semua amal perbuatan kalian," seperti yang dinyatakan di dalam Firman-Nya: “Pada hari itu kalian dihadapkan (kepada Tuhan kalian). Tiada sesuatu pun dari keadaan kalian yang tersembunyi (bagi-Nya)” (Al-Haqqah: 18).
Dialah satu-satunya Pemilik hari Pembalasan dan perhitungan atas segala perbuatan, yaitu hari kiamat. Kepemilikan-Nya pada hari itu bersifat mutlak dan tidak disekutui oleh suatu apa pun.
Sesudah Allah menyebutkan beberapa sifat-Nya, yaitu: Tuhan seluruh alam, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, maka diiringi-Nya dengan menyebutkan satu sifat-Nya lagi, yaitu “menguasai hari pembalasan”. Penyebutan ayat ini dimaksudkan agar kekuasaan Allah atas alam ini tak terhenti sampai di dunia ini saja, tetapi terus berkelanjutan sampai hari akhir.
Ada dua macam bacaan berkenaan dengan Mālik. Pertama, dengan meman-jangkan mā, dan kedua dengan memendekkannya. Menurut bacaan yang perta-ma, Mālik artinya “Yang memiliki” (Yang empunya). Sedang menurut bacaan yang kedua, artinya “Raja”. Kedua bacaan itu benar.
Baik menurut bacaan yang pertama ataupun bacaan yang kedua, dapat dipa-hami dari kata itu arti “berkuasa” dan bertindak dengan sepenuhnya. Sebab itulah diterjemahkan dengan “Yang menguasai”. “Yaum” artinya hari, tetapi yang dimaksud di sini ialah waktu secara mutlak.
Ad-dīn banyak artinya, di antaranya: (1) perhitungan, (2) ganjaran, pembalas-an, (3) patuh, (4) menundukkan, dan (5) syariat, agama. Yang selaras di sini ialah dengan arti “pembalasan”. Jadi, Māliki yaumiddīn maksudnya “Allah itulah yang berkuasa dan yang dapat bertindak dengan sepenuhnya terhadap semua makhluk-Nya pada hari pembalasan.”
Sebetulnya pada hari kemudian itu banyak hal yang terjadi, yaitu Kiamat, kebangkitan, berkumpul, perhitungan, pembalasan, tetapi pembalasan sajalah yang disebut oleh Allah di sini, karena itulah yang terpenting. Yang lain dari itu, umpamanya kiamat, kebangkitan dan seterusnya, merupakan pendahuluan dari pembalasan, apalagi untuk targīb dan tarhīb (menggalakkan dan menakut-nakuti), penyebutan “hari pembalasan” itu lebih tepat.
Hari Akhirat Menurut Pendapat Akal (Filsafat)
Kepercayaan tentang adanya hari akhirat, yang di hari itu akan diadakan perhitungan terhadap perbuatan manusia pada masa hidupnya dan diadakan pembalasan yang setimpal, adalah suatu kepercayaan yang sesuai dengan akal. Sebab itu adanya hidup yang lain, sesudah hidup di dunia ini, bukan saja ditetapkan oleh agama, tetapi juga ditunjukkan oleh akal.
Seseorang yang mau berpikir tentu akan merasa bahwa hidup di dunia ini belumlah sempurna, perlu disambung dengan hidup yang lain. Alangkah banyaknya orang yang teraniaya hidup di dunia ini telah pulang ke rahmatullah sebelum mendapat keadilan. Alangkah banyaknya orang yang berjasa kecil atau besar, belum mendapat penghargaan atas jasanya. Alangkah banyaknya orang yang telah berusaha, memeras keringat, membanting tulang, tetapi belum sempat lagi merasakan buah usahanya itu. Sebaliknya, alangkah banyaknya penjahat, penganiaya, pembuat onar, yang tak dapat dijangkau oleh pengadilan di dunia ini. Lebih-lebih kalau yang melakukan kejahatan atau aniaya itu orang yang berkuasa sebagai raja, pembesar dan lain-lain. Maka biarpun kejahatan dan aniaya itu telah merantai bangsa seluruhnya, tidaklah akan digugat orang, malah dia tetap dipuja dan dihormati. Maka, dimanakah akan didapat keadilan itu, seandainya nanti tidak ada mahkamah yang lebih tinggi, Mahkamah Allah di hari kemudian?
Sebab itu, para pemikir dari zaman dahulu telah ada yang sampai kepada kepercayaan tentang adanya hari akhirat itu, semata-mata dengan jalan berpikir, antara lain Pitagoras. Filsuf ini berpendapat bahwa hidup di dunia ini merupakan bekal hidup yang abadi di akhirat kelak. Sebab itu sejak dari dunia hendaklah orang bersedia untuk hidup yang abadi. Sokrates, Plato dan Aristoteles berpendapat, “Jiwa yang baik akan merasakan kenikmatan dan kelezatan di akhirat, tetapi bukan kelezatan kebendaan, karena kelezatan kebendaan itu terbatas dan mendatangkan bosan dan jemu. Hanya kelezatan rohani, yang betapa pun banyak dan lamanya, tidak menyebabkan bosan dan jemu.”
Kepercayaan Masyarakat Arab
Sebelum Islam tentang Hari Akhirat
Di antara masyarakat Arab sebelum Islam terdapat beberapa pemikir dan pujangga yang telah mempercayai adanya hari kemudian, seperti Zuhair bin Abi Sulma yang meninggal dunia setahun sebelum Nabi Muhammad ﷺ diutus Allah sebagai rasul.
Ada pula di antara mereka yang tidak mempercayai adanya hari kemudian. Dengarlah apa yang dikatakan oleh salah seorang penyair mereka: “Hidup, sesudah itu mati, sesudah itu dibangkitkan lagi, itulah cerita dongeng, hai fulan.” Karena itu, datanglah agama Islam, membawa kepastian tentang adanya hari kemudian. Pada hari itu akan dihisab semua perbuatan yang telah dikerjakan manusia selama hidupnya, besar atau kecil. Allah berfirman:
فَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَّرَهٗۚ ٧ وَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَّرَهٗ ࣖ ٨ (الزلزلة)
(7) Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya, (8) dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. (az-Zalzalah/99: 7-8)
Tidak sedikit ayat di dalam Al-Qur’an yang menjelaskan bahwa di antara mereka memang banyak yang tidak percaya adanya hari akhirat; hidup hanya di dunia, setelah itu selesai (al-An‘ām/6: 29 ; al-Mu’minūn/23: 37). Mereka berkata, bila seorang bapak mati, maka lahir anak, bila suatu bangsa punah, maka datang bangsa lain. Mereka tidak percaya, bahwa sesudah mati manusia masih akan hidup kembali (Hūd/11: 7; al-Isrā’/17: 49) dan banyak lagi ayat senada yang menggambarkan pendirian demikian. Di dalam sejarah pemikiran tercatat bahwa sejak dahulu kala banyak anggapan yang demikian itu.
Qalqoum : Artinya adalah satu, mirip dengan Farhinufarahin, ?raja? dalam firman-Nya: Malik dan al-Din (4), Qara?asim, al-Kisa?i, Ya?qub, Aqooq, dan Qal?im.
Dikatakan : [5] [sebagai] dan waspadalah dan waspadalah, dan artinya adalah Tuhan,
Dia mampu menemukan objek dari tidak ada menjadi ada, dan tidak seorang pun kecuali Tuhan yang dapat melakukannya . [6] Penguasa Dar dan Pemiliknya, dan dikatakan: Pemilik
Dan burung dan binatang, dan raja tidak mengatakan hal-hal ini, dan karena dia bukan pemilik [7] dari semua dan lebih luas, karena dikatakan: pemilik budak ?pemilik?: Abu Ubaidah berkata
Tidak ada apa-apa selain dia yang memilikinya, dan Anda mungkin memiliki sesuatu dan dia tidak memilikinya .
Dan orang-orang berkata : Kerajaan saya adalah prioritas saya, karena setiap raja adalah raja, dan tidak ada raja yang menjadi raja, dan karena menurut sisa Al-Qur'an, itu seperti firman-Nya: Maha Suci Dia, bagi Allah adalah tempat.
Al-Abbas, Muqatil dan As-Suddi mengatakan: Mereka adalah dua raja dan agama [Al-Nas: 2] (dan raja rakyat) [Al-Hashr: 32] dan Raja Suci [Al-Mu' minun: 611].
Dan dia berkata [8] [artinya perhitungan yang lurus [Al-Rum: 03] Al-Mujahid berkata: Dan agama: perhitungan.
Dan pahala jatuh pada keduanya, baik dan buruk, seperti yang dikatakan : saat Anda dikutuk. [9] [Akun] Qatada: Agama
Pada hari ketika hanya agama yang bermanfaat, dan Qaliman bin Riab berkata : Agama adalah penindasan, dia berkata: Aku mengalahkannya [01] Muhammad Banka?b Al-Qarzi berkata: Malik
Jadi, dikatakan : ketaatan, yaitu: hari ketaatan, dan domain dari hari, mengingat Anda
Pemilik perintah Tuhan, Tuhan Yang Maha Esa berfirman :
Al-Nafhar :], dan dia berkata: Dan yang memerintah adalah Allah [Gafir: 61], dan dia berkata: Untuk otoritas raja, orang fasik:
. [ 91
Amr ibn al-Aas, dan paviliun bangunan .
__________
. ? Obaid? (1) dalam publikasi
( 2 ) Telah jatuh dari cetakan .
( 3 ) Riwayat Sa`id ibn al-Musayyib dan setelahnya diterima dari Ahli Kitab tanpa dalil .
( 4 ) Al-Fustat: komunitas orang Koura (yaitu kota) - dan bendera Mesir kuno yang dibangun oleh Amr ibn al-Aas, paviliun bangunan .
( 5 ) Telah jatuh dari cetakan .
. Dan Malik ( 6) Zayd dalam naskah
[.....] . " Budak" (7) dalam publikasi
( 8 ) Itu jatuh dari cetakan .
. ? Hukuman? (9) dalam publikasi
. ? Malik? (01) dalam publikasi
701 Shamela.org- Surat Al-Fatihah 1 4
[5 (: Ayat 1) Surat Al-Fatihah] 4.4
[6 (: ayat 1) Surat Al-Fatihah] 5.4
Dengan martabat nama, dan juga, Anda akan menjadi seseorang, dan Anda tidak akan sama.
Sebelum merupakan konsonan pada [1] [Ta?a al-Khattab atau Fatouha] apakah huruf tersebut sukun atau vokal, kecuali huruf pertama diberi tekanan, monoun, minus, atau
Wanita : non-homoseksual, dia tidak setuju dengan itu dan kombinasi bergerak dalam kemunduran besar, dan Hamzah setuju dengannya dalam kemunduran bergerak, mengatakannya [Baytah 2 ]
[Al-Dhariyat:1] (Dan oleh orang-orang yang bertaubat, ingatlah) 1 [Al-Saffat: 1.3] (Dan as-Safaat yang berjajar) (1) Maka teguran demi teguran (2) Kemudian selanjutnya adalah dzikir (3 ) [18
Dalam penggabungan yang kecil, yaitu penggabungan konsonan pada vokal ], dan ta?a kemudian digabung menjadi huruf, dan Hamzah setuju dengan riwayat Raja dan Khalaf dan al-Kisa?i.
Kecuali raa di lam dan ayah di gym, serta irama hamza al dal di sin, sada dan zay, dan assonance [3].
Untuk pembaca lainnya, hanya ada beberapa huruf .
Dikatakan : [5] [sebagai] dan waspadalah dan waspadalah, dan artinya adalah Tuhan,
Dia mampu menemukan objek dari tidak ada menjadi ada, dan tidak seorang pun kecuali Tuhan yang dapat melakukannya . [6] Penguasa Dar dan Pemiliknya, dan dikatakan: Pemilik
Dan burung dan binatang, dan raja tidak mengatakan hal-hal ini, dan karena dia bukan pemilik [7] dari semua dan lebih luas, karena dikatakan: pemilik budak ?pemilik?: Abu Ubaidah berkata
Tidak ada apa-apa selain dia yang memilikinya, dan Anda mungkin memiliki sesuatu dan dia tidak memilikinya .
Dan orang-orang berkata : Kerajaan saya adalah prioritas saya, karena setiap raja adalah raja, dan tidak ada raja yang menjadi raja, dan karena menurut sisa Al-Qur'an, itu seperti firman-Nya: Maha Suci Dia, bagi Allah adalah tempat.
Al-Abbas, Muqatil dan As-Suddi mengatakan: Mereka adalah dua raja dan agama [Al-Nas: 2] (dan raja rakyat) [Al-Hashr: 32] dan Raja Suci [Al-Mu' minun: 611].
Dan dia berkata [8] [artinya perhitungan yang lurus [Al-Rum: 03] Al-Mujahid berkata: Dan agama: perhitungan.
Dan pahala jatuh pada keduanya, baik dan buruk, seperti yang dikatakan : saat Anda dikutuk. [9] [Akun] Qatada: Agama
Pada hari ketika hanya agama yang bermanfaat, dan Qaliman bin Riab berkata : Agama adalah penindasan, dia berkata: Aku mengalahkannya [01] Muhammad Banka?b Al-Qarzi berkata: Malik
Jadi, dikatakan : ketaatan, yaitu: hari ketaatan, dan domain dari hari, mengingat Anda
Pemilik perintah Tuhan, Tuhan Yang Maha Esa berfirman :
Al-Nafhar :], dan dia berkata: Dan yang memerintah adalah Allah [Gafir: 61], dan dia berkata: Untuk otoritas raja, orang fasik:
. [ 91
Amr ibn al-Aas, dan paviliun bangunan .
__________
. ? Obaid? (1) dalam publikasi
( 2 ) Telah jatuh dari cetakan .
( 3 ) Riwayat Sa`id ibn al-Musayyib dan setelahnya diterima dari Ahli Kitab tanpa dalil .
( 4 ) Al-Fustat: komunitas orang Koura (yaitu kota) - dan bendera Mesir kuno yang dibangun oleh Amr ibn al-Aas, paviliun bangunan .
( 5 ) Telah jatuh dari cetakan .
. Dan Malik ( 6) Zayd dalam naskah
[.....] . " Budak" (7) dalam publikasi
( 8 ) Itu jatuh dari cetakan .
. ? Hukuman? (9) dalam publikasi
. ? Malik? (01) dalam publikasi
701 Shamela.org- Surat Al-Fatihah 1 4
[5 (: Ayat 1) Surat Al-Fatihah] 4.4
[6 (: ayat 1) Surat Al-Fatihah] 5.4
Dengan martabat nama, dan juga, Anda akan menjadi seseorang, dan Anda tidak akan sama.
Sebelum merupakan konsonan pada [1] [Ta?a al-Khattab atau Fatouha] apakah huruf tersebut sukun atau vokal, kecuali huruf pertama diberi tekanan, monoun, minus, atau
Wanita : non-homoseksual, dia tidak setuju dengan itu dan kombinasi bergerak dalam kemunduran besar, dan Hamzah setuju dengannya dalam kemunduran bergerak, mengatakannya [Baytah 2 ]
[Al-Dhariyat:1] (Dan oleh orang-orang yang bertaubat, ingatlah) 1 [Al-Saffat: 1.3] (Dan as-Safaat yang berjajar) (1) Maka teguran demi teguran (2) Kemudian selanjutnya adalah dzikir (3 ) [18
Dalam penggabungan yang kecil, yaitu penggabungan konsonan pada vokal ], dan ta?a kemudian digabung menjadi huruf, dan Hamzah setuju dengan riwayat Raja dan Khalaf dan al-Kisa?i.
Kecuali raa di lam dan ayah di gym, serta irama hamza al dal di sin, sada dan zay, dan assonance [3].
Untuk pembaca lainnya, hanya ada beberapa huruf .
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Tafsir Surat Al-Fatihah: 4
Ayat 4
“Yang menguasai Hari Pembalasan."
Kita artikan yang menguasai, apabila maliki kita baca dengan memanjangkan maa pada Maliki. Dan, kita artikan “Yang Empunya Hari Pembalasan" kalau kita baca hanya maliki saja dengan tidak memanjangkan maa.
Di sini, dapatlah kita memahamkan betapa arti ad-din. Kita hanya biasa memberi arti addin dengan agama. Padahal, ia pun berarti pembalasan. Memang menurut Islam, segala gerak-gerik hidup kita yang kita laksanakan tidaklah lepas dari lingkungan agama, dan tidak lepas dari salah satu hukum yang lima: wajib, sunnah, haram, makruh, dan jaiz. Dan, semuanya kelak akan diperhitungkan di hadapan hadirat Allah di akhirat; baik akan diberi pembalasan yang baik, buruk akan diberi pembalasan yang buruk. Dan, yang memberikan itu adalah Allah sendiri, dengan jalan yang seadil-adilnya.
Apabila kita telah membaca sampai di sini, timbullah perimbangan perasaan dalam kalbu kita, jika tadi seluruh jiwa kita telah diliputi oleh rasa rahmat, pancaran Rahman dan Rahim Allah, ia harus dibatasi dengan keinsafan bahwa betapapun Rahman dan Rahim-Nya, tetapi Dia adil jua. Rahman dan Rahim tidaklah lengkap kalau tidak disempurnakan dengan adil. Memang, ada manusia yang karena amat mendalam rasa rahmat dalam dirinya dan meresap ke dalam jiwanya kasih sayang yang balas-berbalas, memberi dan menerima dengan Allah, lalu dia beribadah kepada Allah dan berbuat bakti. Akan tetapi, ada juga manusia yang tidak menghargai dan tidak me-medulikan Rahman dan Rahim Allah; jiwanya diselimuti oleh rasa benci, dengki, khizit, dan khianat. Tidak ada rasa syukur, tidak ada terima kasih. Jahatnya lebih banyak dari baiknya. Kadang-kadang pandai dia menyem-bunyikan keadaan yang sebenarnya. Sampai dia mati, keadaan tetap demikian. Tentu ini pasti mendapat pembalasan.
Di dunia ini yang ada hanya penilaian, tetapi tidak ada pembalasan manusia. Banyak manusia tercengang melihat orang yang zalim dan curang, tetapi oleh karena “pandainya" main, tidak berkesan meskipun orang tahu juga. Dan, banyak pula orang yang jujur, berbuat baik, tetapi penghargaan tidak ada. Atau, sengaja tidak dihargai karena pertarungan-pertarungan politik.
Di dunia ini, tidak ada pembalasan yang sebenarnya dan di sini tidak ada perhitungan yang adil.
Maka, apabila Ar-Rahman dan Ar-Rahim telah disambungkan dengan Maalikiyaumiddiin, barulah seimbang pengabdian dan pemujaan kita kepada Allah. Hidup tidak berhenti hingga kini saja, akan ada sambungannya lagi, yaitu Hari Pembalasan, Hari Agama yang sebenarnya. Kita memuji Allah Pemelihara seluruh alam dan pendidiknya, kita memuji-Nya karena Rahman dan Rahim-Nya dan kita pun memuji-Nya karena buruk dan baik yang kita kerjakan di dunia ini tidak terbuang percuma, melainkan akan diperhitungkan dan dibalasi dengan adil di akhirat
Kita mengharapkan kasih sayang dan ke-murahan-Nya, dan kita pun takut akan pem-balasan-Nya. Jiwa kita terombang di antara khauf, artinya takut, dan raja', artinya harap.