Ayat
Terjemahan Per Kata
وَكَيۡفَ
dan bagaimana
تَكۡفُرُونَ
kalian kafir
وَأَنتُمۡ
dan kalian
تُتۡلَىٰ
telah dibacakan
عَلَيۡكُمۡ
atas kalian
ءَايَٰتُ
ayat-ayat
ٱللَّهِ
Allah
وَفِيكُمۡ
dan di tengah-tengah kamu
رَسُولُهُۥۗ
RasulNya
وَمَن
dan barang siapa
يَعۡتَصِم
(dia) berpegang teguh
بِٱللَّهِ
dengan/kepada Allah
فَقَدۡ
maka sungguh
هُدِيَ
dia telah diberi petunjuk
إِلَىٰ
kepada
صِرَٰطٖ
jalan
مُّسۡتَقِيمٖ
yang lurus
وَكَيۡفَ
dan bagaimana
تَكۡفُرُونَ
kalian kafir
وَأَنتُمۡ
dan kalian
تُتۡلَىٰ
telah dibacakan
عَلَيۡكُمۡ
atas kalian
ءَايَٰتُ
ayat-ayat
ٱللَّهِ
Allah
وَفِيكُمۡ
dan di tengah-tengah kamu
رَسُولُهُۥۗ
RasulNya
وَمَن
dan barang siapa
يَعۡتَصِم
(dia) berpegang teguh
بِٱللَّهِ
dengan/kepada Allah
فَقَدۡ
maka sungguh
هُدِيَ
dia telah diberi petunjuk
إِلَىٰ
kepada
صِرَٰطٖ
jalan
مُّسۡتَقِيمٖ
yang lurus
Terjemahan
Bagaimana kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu dan Rasul-Nya (Nabi Muhammad) pun berada di tengah-tengah kamu? Siapa yang berpegang teguh pada (agama) Allah, sungguh dia telah diberi petunjuk ke jalan yang lurus.
Tafsir
(Betapa kamu menjadi kafir) pertanyaan sebagai celaan dan membangkitkan keheranan (padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepadamu dan rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu. Barang siapa yang berpegang teguh) atau mengikuti (agama Allah, maka sesungguhnya ia telah dibimbing ke jalan yang lurus.).
Tafsir Surat Ali-'Imran: 100-101
Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian mengikuti sebagian orang-orang yang diberi Al-Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kalian menjadi kafir sesudah kalian beriman.
Bagaimana mungkin kalian (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kalian, dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kalian? Barang siapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.
Ayat 100
Allah ﷻ memperingatkan hamba-hamba-Nya yang mukmin agar jangan sampai taat kepada kemauan segolongan Ahli Kitab yang selalu dengki terhadap kaum mukmin, karena kaum mukmin telah mendapat anugerah dari Allah berkat kemurahan-Nya, dan telah mengutus Rasul-Nya kepada mereka.
Dalam ayat yang lain disebutkan oleh firman-Nya: “Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kalian kepada kekafiran setelah kalian beriman, karena dengki (yang timbul) dari diri mereka sendiri.” (Al-Baqarah: 109) Sedangkan di dalam ayat ini disebutkan: “Jika kalian mengikuti sebagian dari orang-orang yang diberi Al-Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kalian menjadi kafir sesudah kalian beriman.” (Ali Imran: 100)
Ayat 101
Kemudian Allah ﷻ berfirman: “Bagaimana mungkin kalian (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kalian, dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kalian?” (Ali Imran: 101) Yakni kekafiran sangat jauh dari kalian dan semoga Allah menjauhkan kalian darinya. Karena sesungguhnya ayat-ayat Allah terus-menerus diturunkan kepada Rasul-Nya malam dan siang hari, sedangkan beliau ﷺ membacakannya kepada kalian dan menyampaikannya. Makna ayat ini sama dengan ayat lainnya, yaitu firman-Nya: “Dan mengapa kalian tidak beriman kepada Allah, padahal Rasul menyeru kalian supaya kalian beriman kepada Tuhan kalian. Dan sesungguhnya Dia telah mengambil perjanjian dengan kalian jika kalian memang beriman.” (Al-Hadid: 8)
Juga sama dengan makna yang terkandung di dalam sebuah hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda kepada para sahabatnya di suatu hari: "Orang mukmin manakah yang paling kalian kagumi keimanannya?" Mereka menjawab, "Para malaikat." Nabi ﷺ bersabda, "Mengapa mereka tidak beriman, padahal wahyu selalu diturunkan kepada mereka." Mereka berkata, "Kalau demikian, kamilah." Nabi ﷺ bersabda, "Mengapa kalian tidak beriman, padahal aku berada di antara kalian." Mereka bertanya, "Maka siapakah yang paling dikagumi keimanannya, kalau demikian?" Nabi ﷺ menjawab, "Suatu kaum yang datang sesudah kalian. Mereka menjumpai lembaran-lembaran (Al-Qur'an), lalu mereka beriman kepada apa yang terkandung di dalamnya." Kami mengetengahkan sanad hadits ini dan juga keterangan mengenainya pada permulaan syarah Imam Al-Bukhari.
Kemudian Allah ﷻ berfirman: “Barang siapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang benar.” (Ali Imran: 101) Yakni selain dari itu berpegang teguh kepada agama Allah dan bertawakal kepada-Nya merupakan sumber hidayah dan sekaligus sebagai penangkal dari kesesatan, sebagai sarana untuk mendapat bimbingan, beroleh jalan yang lurus, dan mencapai cita-cita yang didambakan.
Dan bagaimana kamu sampai menjadi murtad dan kembali kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu dan telah nyata kebenaran dakwah risalahnya' Maka berpegangteguhlah kepada agama Allah. Barang siapa berpegang teguh kepada agama Allah, maka sungguh, dia diberi petunjuk kepada jalan lebar dan mudah dilalui yang lurus, berupa keimanan yang kuat dan akan diberi kebahagiaan di dunia dan akhirat. Ayat ini mengisyaratkan bahwa orang yang beriman akan selalu mendapatkan cobaan. Walau begitu, barang siapa menjadikan agama Allah sebagai pegangan dan Allah sebagai tempat kembali serta memperbanyak ibadah, maka dia akan selamat dari cobaan tersebut
Supaya kamu memperoleh keimanan yang kuat dan tidak goyah ketika terjadi cobaan, maka wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya sesuai kebesaran, keagungan, dan kasih sayang-Nya kepada kamu. Bukti ketakwaan tersebut adalah menaati Allah dan tidak sekalipun durhaka, mengingat-Nya dan tidak sesaat pun melupakan-Nya, serta mensyukuri nikmat-Nya tanpa sekalipun dan sekecil apa pun mengingkarinya sampai batas akhir kemampuan kamu, dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim, berserah diri kepada Allah dengan tetap memeluk agama yang diridai, yaitu Islam. Karena tidak seorang pun mengetahui kapan datangnya kematian, maka berusahalah sekuat tenaga untuk selalu berada di jalan Allah, karena Allah akan menganugerahi hamba sesuai usaha yang dilakukannya.
Mengapa kaum Muslimin mengingkari Allah dan mengikuti Ahli Kitab, padahal mereka telah mendengar ayat-ayat Allah yang dibacakan kepada mereka dan ayat-ayat itu adalah sumber petunjuk yang mengandung segala macam kebaikan dan selalu menganjurkan agar memelihara keimanan sedang Rasulullah sendiri masih berada di tengan-tengah mereka sebagai lambang kebenaran, kebajikan dan persaudaraan.
Maka pantaskah orang mukmin yang telah diberi anugerah oleh Allah sedemikian besar mengikuti segolongan orang yang sudah nyata sesat sebelumnya dan menyesatkan orang banyak dari jalan yang lurus? Karena itu hendaklah seorang mukmin berpegang teguh kepada ajaran Allah dan Rasul-Nya. Dengan demikian akan terpeliharalah mereka dan selalu berada dalam lingkungan hidayah-Nya, tidak akan sesat untuk selama-lamanya dan tidak akan merasa takut.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
MENGETUK HATI NURANI AHLUL KITAB
Ayat 98
“Katakanlah! Wahai Ahlul Kitab! Mengapa kamu tidak percaya kepada ayat-ayat Allah itu, padahal Allah menyaksikan apa-apa yang kamu kerjakan?"
Di dalam ayat ini kita melihat Allah memberikan satu macam tuntunan dakwah kepada Rasul, yaitu mengetuk hati atau menyadarkan pihak lawan, supaya mereka jangan mendustai hati nurani sendiri. Karena hati nurani itu kalau dibebaskan dari hawa nafsu, tidak lain, dia pasti akan mengatakan bahwa yang benar itu tetaplah benar. Hati nurani tidak pernah berbohong. Maka, Nabi disuruh menanyakan kepada Ahlul Kitab.
Di dalam ayat ini yang dimaksud Ahlul Kitab ialah pemuka-pemuka Yahudi di Madinah ataupun utusan-utusan Nasrani dari Najran itu. Mengapa mereka masih juga belum mau percaya kepada ayat-ayat Allah itu? Seum-pama telah disebutkan di atas tadi, bukti-bukti telah banyak menunjukkan bahwa Ibrahim sebagai nenek moyang segala keturunan Semiet (bangsa keturunan Sam) yang mendirikan Ka'bah; tandanya masih dapat dilihat, satu di antaranya ialah Maqam Ibrahim, Kamu tidak dapat lagi memungkiri kebenaran itu. Dan kamu pun tidak akan dapat memungkiri bahwa kedatangan Rasulullah ﷺ adalah penyambung ajaran Ibrahim, sedang ajaran Ibrahim yang sejati tentang tauhid terdapat pula dalam kitab-kitabmu sendiri. Mengapa kamu masih berkeras kepala juga mempertahankan pendirian yang salah? Padahal apa yang kamu perbuat dan apa yang kamu kerjakan senantiasa tidak terlepas dari tilikan Allah,
Di kalangan orang-orang Yahudi dan Nasrani itu pasti ada orang-orang yang halus perasaannya. Teguran kepada mereka secara lunak lembut lebih berkesan dalam jiwa mereka daripada teguran kasar. Mereka selama ini mengakui lebih tinggi daripada orang Arab ja-hiliyyah, karena mereka keturunan Ahli Kitab, Mereka mempunyai Taurat, Zabur, dan Injil.
Di dalam Taurat, Zabur, dan Injil itu pasti terdapat kebenaran, tidak ada kebohongan. Sekarang hati mereka diketuk dengan terlebih dahulu mengakui bahwa memang mereka kaum yang menerima kitab. Sekarang telah bertemu tanda-tanda bahwa memang Ka'bah adalah rumah pertama untuk menyembah Allah Yang Maha Esa. Pendirinya memang Nabi Ibrahim dan tanda-tanda dalam kitabmu sendiri pun mengakui hai itu. Maka, kalau kamu ingin menegakkan kebenaran, apalagi yang menghalangimu mengakuinya?
Kemudian, datang lagi tempelak (celaan/ teguran untuk menunjukkan kebenaran, peny.) selanjutnya,
Ayat 99
“Katakanlah: Wahai Ahlul Kitab! Mengapa kamu palingkan orang-orang yang beriman dari jalan Allah, karena keinginan kamu agar dia bengkok? Padahal kamu menyaksikan.'"
Mengapa kamu securang itu? Mengapa kamu tidak jujur, padahal kamu orang yang keturunan kitab? Dalam kitab-kitab yang kamu pegang itu, tersebutlah hikmat dan ajaran budi yang tinggi, sepatutnya kamu peganglah isi kitab itu. Dan kalau dia kamu pegang, niscaya tidaklah ada alasan bagi kamu menolak seruan Muhammad.
Namun sekarang, usahkan mengakui kebenaran itu, bahkan kamu sanggah. Bukan saja kamu sanggah, bahkan kamu halang-halangi orang lain yang mau percaya kepadanya. Untuk itu kamu telah berbuat perbuatan yang salah sekali. Jalan yang lurus kamu bengkokkan, maksud yang baik kamu salah artikan, fitnah yang dusta kamu karang-karangkan. Padahal kamu menyaksikan sendiri bahwa seruan Muhammad itu tidak ada yang menyalahi isi kitab yang kamu pegang itu. Sama berisi tauhid ajaran Ibrahim!
“Dan tidaklah Allah lengah dari apa yang kamu kerjakan."
Allah tidak melengahkan perbuatanmu itu. Allah mengetahui dari mana sebabnya, yaitu dengki, karena Nabi timbul dari kalangan Arab, atau karena pantang kelintasan, sebab selama ini kamu merasa bahwa kamulah yang paling tinggi. Dengki dan sombong yang menjadi pangkalnya.
Menurut satu riwayat yang dibawakan oleh al-Fariyabi dan Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas, sebab timbulnya ayat ini ialah kekacauan yang ditimbulkan oleh orang-orang Yahudi di Madinah di antara orang-orang yang telah beriman. Dijelaskan pula oleh riwayat ibnu Ishaq dan Abu Syekh bahwa orang Yahudi dengki dan benci melihatoleh karena dua suku. Aus dan Khazraj, sejak menerima ajaran Nabi Muhammad ﷺ telah hidup sangat damai dan berkasih sayang. Maka, ada seorang Yahudi tua benci benar melihat itu, namanya Syaas bin Qais. Sedang orang-orang Aus dan Khazraj itu duduk bersama dalam suasana gembira dan bersatu, Syaas datang masuk ke majelis mereka. Dengan amat pintarnya, dibukanyalah kembali hal yang lama-lama, yaitu Aus dan Khazraj pernah berperang sesama sendiri atau perang kabilah yang mereka namai Perang Ba'ats. Mula-mula masih bercerita, lama-lama bongkar-membongkar siapa yang kalah dan siapa yang menang, sampai bertengkar dan nyaris berkelahi. Si Syaas tersenyum-senyum sebab maksudnya berhasil. Syukurlah lekas Rasulullah ﷺ mengetahui hal ini. Beliau segera datang ke tempat mereka.
Setelah Rasulullah ﷺ kelihatan, mereka pun terdiam semua, perkelahian tidak terjadi. Maka, beliau berilah mereka nasihat sebaik-baiknya dan beliau mendamaikan mereka. Mereka pun insaflah dan menyesali kebodohan mereka serta memperbarui kembali ketaatan mereka kepada Rasulullah ﷺ. Kemudian, datanglah ayat ini menyesali kelakuan yang rendah Syaas bin Qais itu dan juga teman-temannya dari Ahlul Kitab yang lain, yang usahkan beriman kepada Muhammad ﷺ, bahkan mereka mengacaukan kaum Muslimin, membengkokkan jalan mereka yang lurus, membangkit-bangkitkan kembali permusuhan jahiliyyah yang telah ditinggalkan.
Menurut riwayat yang lain yang lebih panjang, dalam Peperangan Ba'ats zaman jahiliyyah yang dibangkit-bangkitkan oleh Syaas bin Qais itu telah terjadi pertumpahan darah hebat antara Aus dengan Khazraj, dengan kemenangan Aus. Beberapa orang dari pihak Khazraj demikian naik darahnya sehingga diajaknya kalangan Aus mengulang perang itu kembali ketika itu juga. Beberapa orang Aus telah berkumpul mencari sesama Aus dan orang Khazraj begitu pula. Tiba-tiba ha! ini diketahui Rasul, segera beliau datang diiringkan oleh beberapa orang Muhajirin. Melihat beliau datang semua terdiam. Setelah tenang, berpidatolah beliau di hadapan mereka: “Ma'asyiral Muslimin! Allah, Allah! Mengapa kamu bangkit-bangkit kembali dakwa jahiliyyah? Padahal aku masih ada di tengah-tengah kamu? Sesudah Allah memberi kamu hidayah dengan Islam? Sesudah kamu di-muliakan-Nya dengan Islam dan dipotong akar-akar jahiliyyah itu? Sesudah kamu dicabutkan dari kekafiran? Sesudah kamu dipersatukan? Lalu kamu hendak kembali jadi kafir?"
Mendengar perkataan Rasulullah itu, sadarlah kaum itu akan diri, insaflah mereka bahwa setan telah mengacaukan mereka dan mereka telah ditipu oleh musuh mereka, Yahudi itu. Maka, senjata-senjata yang telah mereka siapkan, mereka lemparkan, mereka menangis lalu berpeluk-pelukan satu sama lain, Aus dan Khazraj. Kemudian, mereka tinggalkan tempat itu, mereka ikut Rasulullah meninggalkan tempat itu dengan patuh dan taat. Maka, dipadamkan oleh Allah api jahiliyyah yang telah dikobarkan oleh setan dan oleh Syaas bin Qais, Yahudi itu.
Berkata Ibnu Jarir dalam tafsirnya, “Maka turunlah ayat ini. Wahai Ahlul Kitab! Mengapa kamu palingkan dari jalan Allah orang-orang yang telah beriman (sampai ujung ayat ini), sebagai teguran kepada si Syaas bin Qais pengacau itu." Dan terhadap kepada Aus bin Qaizhij dan Jabbar bin Shakhr, kedua pemuka Aus dan Khazraj yang telah gelap mata itu beserta kaum mereka masing-masing turun pulalah ayat berikutnya yang demikian bunyinya,
Ayat 100
“Wahai orang-orang yang beriman! Jikalau kamu ikuti (kehendak) segolongan dari orang-orang yang keturunan Ahlul Kitab itu, niscaya mereka akan mengembalikan kamu jadi kafir, sesudah kamu beriman."
Jika kita renungi ayat ini dan ayat yang sebelumnya, dapatlah kita melihat wibawa dan kekuasaan Rasulullah ﷺ di Madinah waktu itu. Baik kaum Yahudi yang keturunan kitab itu, atau kaum Muslimin yang telah beriman kepada ajaran Muhammad ﷺ, keduanya adalah rakyat beliau. Yang pertama diberinya nasihat bahwa tidaklah baik memungkiri kebenaran, sebab kebenaran itu ada dalam hati sendiri, dan tidaklah baik mengacaukan, menghasut, dan memfitnah terhadap kaum Muslimin. Sebab, agama mereka sendiri tidaklah pernah diganggu oleh kaum Muslimin setelah demikian lamanya bergaul dalam Madinah. Perbuatan demikian adalah melanggar inti sari perintah agama mereka sendiri. Kalau mereka tilik di dalam kitab Taurat yang mereka pegang, di sana terdapatlah beberapa janji di antara Bani Israil dengan Allah, agar bersikap kasih sayang antara sesama manusia.
Setelah itu Nabi Muhammad ﷺ menyampaikan pula peringatannya kepada kaum yang telah beriman, supaya mereka selalu berhati-hati, siap dan waspada, jangan sampai kehendak sebagian daripada Ahlul Kitab itu kamu turuti. Bujuk rayu mereka jangan didengarkan. Karena maksud mereka tidak lain ialah supaya kamu jadi kafir kembali. Supaya kamu kembali ke dalam hidup jahiliyyah; bermusuh-musuhan antara kamu, berperang antara kabilah dengan kabilah. Kembali dari terang-benderang iman kepada gelap gulita kufur. Dan kalau itu kejadian, kamu akan lemah kembali sesudah kuat. Setelah kamu lemah kembali, Yahudilah yang akan menguasai kamu.
Dalam zaman modern kita ini, selalu kita mendengar apa yang dinamai provokasi atau intimidasi dan ketika kitab tafsir ini diselesaikan, timbul lagi kata lain yang disebut gerpol atau gerilya politik. Pihak musuh berusaha membuat berbagai hasut fitnah supaya persatuan yang kompak dan teguh menjadi pecah belah, di antara satu golongan dan golongan yang lain tidak ada percaya-memercayai lagi. Demikianlah pula yang dibuat oleh Yahudi di Madinah terhadap kaum beriman yang telah bersatu-padu. Bersatu-padu antara Muhajirin dan Anshar. Bersatu-padu antara Aus dan Khazraj. Bersatu-padu antara kabilah dengan kabilah. Yahudi insaf bahwa kalau persatuan ini terus, mereka tidak akan naik lagi. Satu kekuatan baru telah tumbuh di bawah pimpinan Muhammad ﷺ. Sebab itu, mereka selalu akan berusaha memecahkan persatuan itu.
Maka datang lanjutan ayat lagi, memberi kesadaran kepada orang beriman,
Ayat 101
“Dan bagaimana kamu akan kufur, padahal telah dibacakan kepada kamu ayat-ayat Allah"
Pangkal ayat ini adalah guna menimbulkan harga diri tiap-tiap Mukmin. Bahwasanya bukan orang-orang semacam mereka yang dapat dihasut fitnah oleh Ahlul Kitab yang dari golongan yang tidak jujur itu. Orang-orang yang telah selalu mendengar ayat Allah, yaitu Al-Qur'an yang datang dari Allah, dibawa oleh Jibril kepada Rasul, langsung diajarkan pula kepada mereka, tidaklah akan mudah dihasut-hasut oleh orang lain. Dengan datangnya ayat-ayat Allah dan ayat itu telah dibacakan kepada mereka, kedudukan mereka sudah lain dari dahulu. Mereka telah dituntun oleh Allah sendiri. Dan kalau selama ini Ahlul Kitab membanggakan diri karena mereka ada kitab, maka sekarang pun mereka telah mempunyai kitab pula, isi ayat-ayat AL-Qur'an itu telah menasikhkan ayat-ayat kitab yang dahulu; “Dan di antara kamu ada Rasul-Nya." Artinya, bahwa kamu ada berpemimpin, yaitu Rasul sendiri. Kalau ada suatu hal yang musykil, janganiah kamu mengambil tindakan sendiri-sendiri, melainkan nantikan keterangan dan pimpinan dari beliau. Adapun Ahlul Kitab itu bukan pemimpinmu. Kalau ada bujuk rayu mereka kepada kamu, pasti ada tersimpan di dalamnya satu maksud yang jahat. Maka, dengan kesadaran, bahwa kamu telah selalu mendengar ayat dibacakan dan dipimpin langsung pula oleh Rasul, kamu akan selamat. Sebab, ayat-ayat Allah dan Rasul adalah pedoman hidupmu.
“Dan banangsiapa yang berpegang teguh kepada Allah, maka sesungguhnya telah dibeii petunjuk dia kepada jalan yang Iwius."
Ayat-ayat yang dibacakan adalah datang dari Allah, dan Rasul yang ada di antara kamu, ialah utusan Allah. Jika keduanya ini kamu pegang teguh, berarti kamu telah berpegang pada Allah sendiri. Bila kamu telah berpegang teguh kepada Allah, kamu tidak akan tersesat lagi. Dan jalan Allah adalah jalan yang lurus. Allah akan memberimu petunjuk dengan ayat-ayat yang dibaca itu dan Rasul yang diutus itu, sehingga jalanmu tidak akan terpesong kepada kesesatan.
Ayat 102
“Wahai orang-orang yang beriman! Takwalah kamu dengan Allah sebenar-benar takwa."
Ayat-ayat sudah dibacakan kepada kamu dan Rasul pun ada hidup di antara kamu dan kamu pun telah beriman, telah percaya bahwa Allah itu memang ada. Dialah yang memberikan nikmat kurnia kepada kamu. Oleh sebab itu, janganlah kamu cukupkan kepada Allah itu hanya sekadar tahu dan percaya akan ada-Nya. Hendaklah lebih dari itu; yaitu terasa hubungan yang erat dengan Dia. Erat, seerat-eratnya, sehingga Allah jangan hanya semata-mata terpikir oleh otak, melainkan terasa dalam jiwa. Jangan sampai terputus hubungan dengan Dia, melainkan dipelihara terus-menerus.
Itulah yang dinamai takwa.
Dengan takwa, maka iman yang telah ada itu dipupuk. Kepercayaan akan adanya Allah lalu membentuk hidup pribadi; sebagaimana yang terlebih dahulu di dalam ayat 79 dalam surah ini juga, kamu menjadi rabbani, menjadi keluarga Allah.
Orang yang memegang takwa dengan sebenar-benar takwa, terpeliharalah tujuan hidupnya. Sebab, arti takwa itu sendiri ialah pemeliharaan.
“Dan janganlah kamu mati, melainkan dalam keadaan Muslimin."
Pegang teguh takwa itu sampai mati dan mati tetap dalam Islam. Sekali telah datang ke dunia, maka jiwa telah terisi dengan kepercayaan kepada Allah dan berbakti (takwa) kepada Allah. Dengan demikian jiwa menjadi kebal dan besar. Apabila pendirian hidup dan pandangan hidup ini telah dibentuk dalam jiwa, kamu tidak akan dapat dipermain-mainkan orang lagi. Tempatmu berlindung hanya Allah, pedoman hidupmu adalah Ai-Qur'an, pemimpin yang sejati hanya Muhammad ﷺ. Walaupun seluruh dunia menantangmu, membujuk rayumu, mencoba mengutak-atikkan kamu, mereka pasti akan gagal.
Ayat 103
“Dan berpegang teguhlah kamu sekalian pada … Allah."
Apa yang disebut sebagai tali Allah sudah terang pada ayat di atas tadi, ialah ayat Allah yang dibacakan kepada kamu, tegasnya Al-Qur'an. Berjalin berkelindan dengan Rasul yang ada di antara kamu. Yaitu Sunnahnya dan contoh bimbingan yang diberikannya. Di ayat ini ditegaskan, bahwa berpegang pada tali Allah itu ialah “kamu sekalian." Artinya telah bersatu padu. Karena kalau pegangan semuanya sudah satu, maka dirimu yang terpecah-belah itu sendirinya pun menjadi satu. Lalu dikuatkan lagi dengan lanjutan ayat, “Dan janganlah kamu bercerai-berai."
Di sini tampak pentingnya jamaah. Berpegang pada tali Allah sendiri-sendiri tidaklah ada faedahnya. Kalau tidak ada persatuan antara satu dengan yang lain. Di sinilah kepentingan kesatuan komando, kesatuan pimpinan. Pimpinan tertinggi ialah Rasul ﷺ Dengan ajaran yang demikian, kebanggaan kabilah tidak ada lagi. Tidak ada kemuliaan Arab atas Ajam, atau kulit putih atas kulit hitam, sebab ayat yang terdahulu telah menyebutkan kepastian takwa. Maka, yang lebih mulia di sisi Allah ialah siapa yang lebih takwa kepada-Nya.
Dengan sebab persamaan karena takwa ini, timbullah kekuatan yang besar dan barulah keadaan dan mulialah tujuan. Lalu datang lanjutan ayat, “Dan ingatlah olehmu nikmat Allah atas kamu; seketika kamu sedang ber-musuh-musuhan telah dijinakkan-Nya antara hati kamu masing-masing." Itulah satu nikmat paling besar. Sebab, perpecahan, permusuhan, dan berbenci-bencian adalah sengketa dan kutuk yang sangat menghabiskan tenaga jiwa. Sebelum datang ajaran Nabi Muhammad ﷺ, suku dan suku berkelahi. Antara Aus dan Khazraj di Madinah; antara Bani Abdi Manaf dan Bani Hasyim di Mekah; antara orang kota dan orang gunung dan padang pasir, semuanya itu bermusuhan, berbenci-bencian, berlomba memperebutkan kebanggaan dan kemegahan duniawi yang tidak berarti.
Sekarang setelah ajaran Allah datang dengan perantaraan Rasul, timbullah nikmat persatuan antara kamu “Sehingga dengan nikmat Allah kamu menjadi bersaudara" Apakah nikmat yang paling besar daripada persau-daraan sesudah permusuhan? Itulah nikmat yang lebih besar daripada emas dan perak. Sebab, nikmat persaudaraan adalah nikmat dalam jiwa. Dengan persaudaraan yang berat dapat sama dipikul, yang ringan dapat sama dijinjing. “Padahal kamu dahulu telah di pinggir lubang neraka" Artinya, neraka perpecahan, neraka kutuk-mengutuk, benci-membenci, sampai berperang bunuh-membunuh. Timbul dendam suku, sakit hati kabilah. Yang satu ingin memusnahkan yang lain. Berkali-kali terjadi peperangan dalam zaman jahiliyyah dan kalau berkelanjutan, kamu akan musnah karena berkelahi sesama sendiri.
“Namun, kamu telah diselamatkan-Nya daripadanya." Dibangkitkan Allah kamu dari dalam neraka jiwa itu, ditariknya tangan kamu, sehingga tidak jadi jatuh, yaitu dengan kedatangan Nabi Muhammad ﷺ. Maka, sekarang dengan kedatangan Nabi Muhammad ini, jahiliyyah tidak ada lagi; yang ada sekarang ialah Islamiyah. Permusuhan karena suku tidak ada lagi; yang ada sekarang hanyalah persatuan karena iman. Dan kalau berperang bukan lagi sesama umat yang beriman, melainkan berperang terhadap orang-orang yang memusuhi Allah. Akhirnya, Allah berfirman di ujung ayat,
“Demikianlah Allah menyatakan tanda-tanda-Nya kepada kamu, supaya kamu mendapat petunjuk."
Maka semua anjuran yang tersebut di atas itu disebutkan sebagai tanda-tanda (ayat-ayat) atau kesaksian tentang kekuasaan Allah, tentang peraturan dan Sunnah Allah di dalam alam ini. Bahwasanya persatuan dari manusia yang sepaham bisa menimbulkan kekuatan yang besar, ke dalam pribadi Allah.
Maulana Muhammad Iqbal pernah mengemukakan kesan filsafat tentang pembangunan pribadi insani masing-masing. Setiap orang mengisi pribadinya dengan takwa. Lalu setiap orang yang bertakwa itu meleburkan dirinya kepada pribadi yang besar, ke dalam pribadi Allah. Antara satu pribadi dengan pribadi yang lain tergabung jadi satu, karena kesatuan kepercayaan dan mereka pun jadi satu tujuan dalam kesatuan arah tujuan, yaitu Allah.
Di dunia mereka beroleh bahagia dengan kemenangan, sehingga dapat melaksanakan tugas suci, yaitu menjadi Khalifatullah di muka bumi. Maka, tercapailah maksud itu, sehingga pernahlah satu ketika kekuasaan Islam sebagai umat tauhid itu, sebelah kakinya menancap di Delhi Industan dan sebelah kakinya lagi menancap di Andalusia, Semenanjung Iberia. Dan ini pun akan tercapai kembali bila kita kembali kepada ajaran-ajaran ayat ini. in syaa Allah.