Ayat

Terjemahan Per Kata
وَمَا
dan tidak
يُغۡنِي
mencukupi/berguna
عَنۡهُ
dari padanya/baginya
مَالُهُۥٓ
hartanya
إِذَا
apabila
تَرَدَّىٰٓ
ia telah binasa
وَمَا
dan tidak
يُغۡنِي
mencukupi/berguna
عَنۡهُ
dari padanya/baginya
مَالُهُۥٓ
hartanya
إِذَا
apabila
تَرَدَّىٰٓ
ia telah binasa
Terjemahan

Hartanya tidak bermanfaat baginya apabila dia telah binasa.
Tafsir

(Dan tiadalah) huruf Maa di sini bermakna Nafi yakni tidaklah (berguna bagi dirinya harta miliknya apabila ia telah terjerumus) ke dalam neraka.
Tafsir Surat Al-Lail: 12-21
Sesungguhnya kewajiban Kamilah memberi petunjuk, dan sesungguhnya kepunyaan Kamilah akhirat dan dunia. Maka Kami memperingatkan kamu dengan neraka yang menyala-nyala. Tidak ada yang masuk ke dalamnya kecuali orang yang paling celaka, yang mendustakan (kebenaran) dan berpaling (dari iman). Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya, padahal tidak ada seorangpun memberikan suatn nikmat kepadanya yang harus dibalasnya, tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridaan Tuhan Yang Mahatinggi.
Dan kelak dia benar-benar mendapat kepuasan. Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya kewajiban Kamilah memberi petunjuk. (Al-Lail: 12) Yakni menerangkan yang halal dan yang haram. Selain Qatadah mengatakan bahwa barang siapa yang menempuh jalan petunjuk, akan sampailah ia kepada Allah. Dan berpendapat demikian menjadikan ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dan hak bagi Allah (menerangkan) jalan yang lurus. (An-Nahl: 9) Artinya, jalan yang lurus itu akan menghantarkan kepada Allah.
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Firman Allah Swt: dan sesungguhnya kepunyaan Kamilah akhirat dan dunia. (Al-Lail: 13) Yaitu semuanya adalah milik Kami, dan Akulah yang mengatur pada keduanya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Maka Kami memperingatkan kamu dengan neraka yang menyala-nyala. (Al-Lail: 14) Mujahid mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah yang apinya bergejolak. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Samak ibnu Harb, bahwa ia pernah mendengar An-Nu'man ibnu Basyir mengatakan dalam khotbahnya, bahwa aku pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda dalam khotbahnya: Aku memperingatkan kalian dengan neraka! Yakni dengan suara yang lantang; sehingga andaikata seseorang berada di pasar, tentulah dia mendengar suara itu dari tempat dudukku sekarang ini.
An-Nu'man melanjutkan, bahwa sehingga selendang yang beliau kenakan di pundaknya terjatuh ke kakinya. ". Imam Ahmad mengatakan telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepadaku Syu'bah alias Abu Ishaq; ia pernah mendengar An-Nu'man ibnu Basyir berkata dalam khotbahnya, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: Sesungguhnya ahli neraka yang paling ringan siksaannya di hari kiamat ialah seorang lelaki yang diletakkan dua buah bara api neraka di kedua telapak kakinya, yang karenanya otaknya mendidih.
Imam Bukhari telah meriwayatkan hadits ini. Imam Muslim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, dari Al-A'masy, dari Abu Ishaq, dari An-Nu'man ibnu Basyir yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Sesungguhnya ahli neraka yang paling ringan siksanya ialah seseorang yang mengenakan dua terompah dan dua talinya dari api, yang karenanya ia mendidih sebagaimana panci berisi air mendidih. Seakan-akan bila dilihat tiada seorangpun yang lebih berat siksanya daripada dia, padahal sesungguhnya dia adalah ahli neraka yang paling ringan siksanya.
Firman Allah Swt: Tidak ada yang masuk ke dalamnya kecuali orang yang paling celaka. (Al-Lail: 15) Yaitu tiada yang dijerumuskan ke dalamnya sehingga diliputi oleh api neraka dari segala penjurunya kecuali hanya orang yang paling celaka. Kemudian dijelaskan oleh firman berikutnya: yang mendustakan. (Al-Lail: 16) Maksudnya, hatinya mendustakan hal tersebut. dan berpaling. (Al-Lail: 16) Yakni semua anggota tubuhnya tidak mau mengamalkannya. ". Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan Ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Sa'id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwaRasulullah ﷺ telah bersabda: Tiada yang masuk neraka selain orang yang celaka.
Ketika ditanyakan kepada beliau ﷺSiapakah orang yang celaka itu?" Maka beliau ﷺ menjawab: Orang yang tidak mau mengamalkan ketaatan kepada Allah dan tidak mau meninggalkan perbuatan durhaka kepada-Nya.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus dan Syuraih, keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Falih, dari Hilal ibnu Ali, dari ‘Atha’ ibnu Yasar, dari Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Semua umatku akan masuk surga di hari kiamat nanti, terkecuali orang yang membangkang. Ketika mereka bertanya, "Siapakah orang yang membangkang itu, wahai Rasulullah ﷺ?" Maka beliau ﷺ menjawab: Barang siapa yang taat kepadaku, niscaya masuk surga; dan barang siapa durhaka kepadaku, berarti dia membangkang.
Imam Bukhari meriwayatkan hadits ini dari Muhammad ibnu Sinan, dari Falih dengan sanad yang sama. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu. (Al-Lail: 17) Yakni kelak akan dijauhkan dari neraka orang yang bertakwa dan orang yang paling bertakwa, kemudian dijelaskan oleh firman berikutnya siapa yang dimaksud dengan orang yang bertakwa itu: (yaitu) yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya. (Al-Lail: 18) Yaitu membelanjakan hartanya untuk jalan ketaatan kepada Tuhannya, untuk mensucikan dirinya, hartanya dan segala apa yang dikaruniakan oleh Allah kepadanya berupa agama dan dunia.
padahal tidak ada seorangpun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya. (Al-Lail: 19) Maksudnya, pembelanjaan yang dikeluarkannya itu bukanlah untuk membalas jasa kebaikan yang pernah diberikan oleh orang lain kepadanya, melainkan dia mengeluarkannya hanya semata-mata. tetapi semata-mata karena mencari keridaan Tuhannya Yang Mahatinggi. (Al-Lail: 20) Yakni hanyalah semata-mata karena mengharapkan untuk dapat melihat Allah di negeri akhirat di dalam taman-taman surga. Lalu disebutkan dalam firman berikutnya: Dan kelak dia benar-benar mendapat kepuasan. (Al-Lail: 21) Artinya, orang yang menyandang sifat-sifat ini niscaya akan mendapat kepuasan.
Banyak kalangan ulama tafsir menyebutkan bahwa ayat-ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abu Bakar As-siddiq sehingga sebagian dari mereka ada yang meriwayatkannya sebagai suatu kesepakatan di kalangan ulama tafsir. Dan memang tidak diragukan lagi dia termasuk ke dalamnya. sebagaimana termasuk pula ke dalam pengertiannya seluruh umat ini bila ditinjau dari pengertian umumnya, mengingat lafaznya memakai lafal yang mengandung pengertian umum, yaitu firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu, (yaitu orang) yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkan dirinya, padahal tidak ada seorangpun memberikan suatu nikmat kepadanyayang harus dibalasnya. (Al-Lail: 17-19) Akan tetapi, Abu Bakar merupakan orang yang diprioritaskan dari kalangan umat ini, dan dia adalah pendahulu mereka dalam menyandang sifat-sifat ini dan sifat-sifat terpuji lainnya.
Dia adalah seorang yang berpredikat siddiq, bertakwa, mulia, lagi dermawan, banyak membelanjakan hartanya di jalan ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan menolong Rasul-Nya. Berapa banyak uang dinar dan dirham yang telah dibelanjakan Abu Bakar demi mengharapkan rida Tuhannya Yang Mahamulia, padahal tiada seorang pun yang berjasa baginya hingga perlu untuk ia balas jasanya itu dengan imbalan pemberian. Bahkan kemurahan dan kebaikannya juga menyentuh para pemimpin, dan orang-orang yang terhormat dari kalangan berbagai kabilah.
Karena itulah Urwah ibnu Mas'ud pemimpin Bani Saqif ketika terjadi Perjanjian Hudaibiyah mengatakan kepada Abu Bakar, "Ingatlah, demi Allah, seandainya saja aku tidak teringat akan jasamu padaku yang masih belum terbalaskan, tentulah aku akan meladenimu," tersebutlah bahwa Abu Bakar bersikap kasar terhadapnya dalam menyambutnya. Untuk itu apabila keadaan Abu Bakar sangat disegani di kalangan para penghulu orang Arab dan para pemimpinnya, maka terlebih lagi orang-orang yang selain mereka, lebih segan kepadanya karena kebaikan dan kedermawanannya.
Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya: Padahal tidak ada seorangpun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya, tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridaan Tuhannya Yang Mahatinggi. (Al-Lail: 19-20) Di dalam hadits sahihain disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Barang siapa yang membelanjakan sepasang barang dijalan Allah, maka para malaikat penjaga surga memanggilnya, "Wahai hamba Allah, inilah yang baik. Maka Abu bakar bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah merupakan suatu keharusan bagi seseorang (yang masuk surga) dipanggil dari pintunya, dan apakah ada seseorang yang dipanggil dari semua pintu surga (untuk memasukinya)?" Rasulullah ﷺ menjawab: Ya ada, dan aku berharap semoga engkau termasuk seseorang dari mereka (yang dipanggil masuk surga dari semua pintunya). Demikianlah akhir tafsir surat Al-Lail, segala puji bagi Allah atas semua karunia-Nya."
Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila dia telah binasa dalam kemurkaan Allah. Allah tidak membutuhkan harta sebanyak apa pun. Hanya iman dan ketaatan, bukan harta, yang menyelamatkan seseorang dari azab Allah. 12-13. Sesungguhnya Kamilah yang memberi petunjuk kepada manusia sesuai dengan kebijaksanaan Kami agar mereka berjalan pada jalan yang benar demi kebaikan mereka di dunia dan akhirat, dan sesungguhnya milik Kamilah kerajaan akhirat dan dunia. Kami yang mengatur urusan keduanya, sedangkan manusia tinggal menjalankan apa yang wajib baginya dan meninggalkan apa yang dilarang darinya.
Sebaliknya, ada manusia yang bertingkah laku sebaliknya. Ia bakhil, pelit, tidak mau menolong antar sesama, apalagi mengeluarkan kewajibannya yaitu zakat. Di samping itu, ia sudah merasa cukup segala-galanya. Oleh karena itu, ia merasa tidak memerlukan orang lain bahkan Allah. Akibatnya, ia sombong dan tidak mengakui nikmat-nikmat Allah yang telah ia terima dan tidak mengharapkan nikmat-nikmat itu. Akibatnya ia tidak mengindahkan aturan-aturan Allah. Orang itu akan dimudahkan Allah menuju kesulitan, baik kesulitan di dunia maupun di akhirat. Kesulitan di dunia misalnya kejatuhan, penyakit, kecelakaan, musibah, dan sebagainya. Kesulitan di akhirat adalah ketersiksaan yang puncaknya adalah neraka.
Manusia, bila sudah mati tanpa memiliki amal dan kemudian masuk neraka di akhirat, maka harta benda dan kekayaan mereka tidak berguna apa pun. Hal itu karena harta itu tidak akan bisa digunakan untuk menebus dosa-dosa mereka.
.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
SURAH AL-LAIL
(MALAM)
SURAH KE-92, 21 AYAT, DITURUNKAN DI MEKAH
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasih.
Ayat 1
“Demi malam, apabila telah kelam." (ayat 1)
Untuk menarik perhatian, bagaimana pentingnya malam bagi kehidupan manusia; untuk istirahat, untuk dzikir dan tafakur.
Ayat 2
“Demi siang, apabila tenang." (ayat 2)
Apabila malam telah habis, fajar mulai menyingsing, kemudian diiringi oleh terbitnya matahari, maka hari pun sianglah.
Ayat 3
“Demi yang telah menciptakan laki-laki dan perempuan." (ayat 3)
Pada mulanya sekali telah diciptakan Adam dan Hawa. Dari kedua laki-laki dan perempuan itulah berkembang manusia di permukaan jagad ini, menjadi bangsa-bangsa, suku bangsa, dan kaum-kaum.
Ayat 4
“Sesungguhnya usaha kamu itu bermacam-macam." (ayat 4)
Di waktu siang mereka berjalan, berusaha dan bekerja mengambil manfaat yang telah disediakan Allah. Usaha itu bermacam-macam menurut pembawaan, bakat dan menurut yang dipusakai dari lingkungan orang tua atau iklim tempat tinggal. Ada yang menjadi petani, menjadi saudagar, menjadi pelaksana pemerintahan dalam suatu masyarakat yang teratur, dan ada pula yang menjadi penjaga keamanan negara. Bermacam-macam, bersilang-siur mata usaha manusia. Semuanya penting, yang satu butuh kepada yang lain. Maka tidaklah ada pekerjaan atau usaha yang hina, bahkan semuanya mulia dan baik, asal dilaksanakan menurut garis-garis yang telah ditentukan Allah, yaitu mengambil yang manfaat dan menjauhi yang mudharat.
Usaha manusia di dalam hidup bermacam-macam, tidak sama. Tetapi meskipun usaha tidak sama, namun yang menjadi pokok utama ialah sikap hidup itu sendiri.
Ayat 5
“Adapun orang yang memberi dan bertakwa." (ayat 5)
Ayat 6
“Dan mengakui akan adanya kebaikan." (ayat 6)
Ayat 7
“Maka akan Kami mudahkan dia ke jalan yang mudah." (ayat 7)
Di dalam ketiga ayat ini bertemu tiga syarat yang harus kamu penuhi.
Pertama suka memberi kepada sesama manusia, suka berderma, menolong orang yang susah. Itu adalah tanda hati terbuka.
Kedua hendaklah takwa selalu kepada Allah, pelihara hubungan dengan-Nya pada malam dan pada siang.
Ketiga mengakui adanya nilai-nilai baik dalam dunia ini, yang terpuji oleh sesama manusia. Kalau ketiganya ini telah dipegang teguh, pemurah, takwa dan menjunjung tinggi kebaikan, diberilah jaminan atau janji oleh Allah.
Ayat 8
“Dan adapun siapa yang bakhil dan merasa segala cukup." (ayat 8)
Ayat 9
“Dan mendustakan adanya kebaikan." (ayat 9)
Ayat 10
“Maka akan Kami mudahkan dia ke jalan yang sukar." (ayat 10)
Artinya, setiap dicoba melangkah, hanyalah kesukaran jua yang bertemu, yaitu kesukaran kenaikan jiwa. Di sini terdapat pula tiga hal yang akan membawa celaka.
Pertama, Bakhil, yaitu tidak mau mengeluarkan harta benda untuk menolong orang yang patut ditolong. Tidak mau mempergunakan harta untuk berbuat amal jariah. Sebab hidupnya telah dipukau oleh harta itu sendiri.
Kedua, Merasa segala cukup kita pakai menjadi arti dari kalimat Istaghnaa. Yaitu orang-orang yang mengurung diri karena takut kenal.
Ketiga, yaitu: mendustakan adanya kebaikan. Dia tidak mempercayai bahwa di dunia ini ada nilai-nilai kebaikan.
Ayat 11
“Dan tidaklah hartanya akan dapat menolong dia, jika dia terjerumus." (ayat 11)
Hendak bangkit kembali dari dalam gelimangan dosa, atau kejatuhan marwah karena bakhil itu, tidaklah dapat ditebus dengan harta yang selama ini disimpan itu. Karena sudah terlambat. Pikir dahulu pendapatan, sesal kemudian tak ada lagi gunanya.