Ayat
Terjemahan Per Kata
فَسَنُيَسِّرُهُۥ
maka Kami akan memudahkan
لِلۡعُسۡرَىٰ
pada yang sukar
فَسَنُيَسِّرُهُۥ
maka Kami akan memudahkan
لِلۡعُسۡرَىٰ
pada yang sukar
Terjemahan
Kami akan memudahkannya menuju jalan kesengsaraan.
Tafsir
(Maka kelak Kami akan menyiapkan baginya) menyediakan baginya (tempat yang sukar) yaitu neraka.
Tafsir Surat Al-Lail: 1-11
Demi malam apabila menutupi (cahaya siang), dan siang apabila terang benderang, dan penciptaan laki-laki dan perempuan, sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda. Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan)yang sukar. Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Al-Mugirah, dari Ibrahim, dari Alqamah, bahwa ia datang ke negeri Syam, lalu masuk masjid Dimasyq (Damaskus) dan mengerjakan shalat dua rakaat di dalamnya, lalu mengucapkan doa berikut: "Ya Allah, berilah aku rezeki teman duduk yang saleh." Lalu duduklah ia bergabung ke dalam majelis Abu Darda, maka Abu Darda bertanya kepadanya, "Dari manakah engkau berasal?" Alqamah menjawab, "Dari Kufah." Abu Darda bertanya, bahwa bagaimanakah engkau mendengar bacaan Ibnu Ummi Abdin (maksudnya Abdullah ibnu Mas'ud) terhadap firman Allah Swt: Demi malam apabila menutupi (cahaya siang), dan siang apabila terang benderang, dan penciptaan laki-laki dan perempuan. (Al-Lail: 1-3) Maka Alqamah membacakannya dengan bacaan berikut: dan (demi) laki-laki dan perempuan. (Al-Lail: 3) Tanpa memakai wama khalaqa, sehingga bacaannya menjadi waz zakari wal un'sa.
Maka Abu Darda menjawab, bahwa sesungguhnya ia pernah mendengar bacaan itu dari Rasulullah ﷺ, tetapi mereka masih tetap meragukan bacaan itu. Kemudian Abu Darda berkata, "Bukankah di kalangan kalian terdapat orang yang mempunyai jamaah yang sangat besar dan pemegang rahasia yang tiada seorang pun mengetahuinya selain dia, dan yang dilindungi dari godaan setan melalui lisan Nabi Muhammad ﷺ?" Imam Bukhari meriwayatkan hadits sehubungan tafsir ayat ini dan juga Imam Muslim melalui jalur Al-A'masy, dari Ibrahim yang mengatakan bahwa murid-murid Abdullah ibnu Mas'ud datang kepada Abu Darda, mereka mencarinya dan akhirnya menemukannya.
Maka Abu Darda bertanya kepada mereka, "Siapakah di antara kalian yang pandai membaca Al-Qur'an menurut qiraat Abdullah?" Mereka menjawab, "Kami semuanya." Abu Darda bertanya, "Siapakah di antara kalian yang paling hafal?" Mereka menunjuk ke arah Alqamah. Maka Abu Darda bertanya, bahwa bagaimanakah engkau dengar dia membaca firman-Nya: Demi malam apabila menutupi (cahaya siang). (Al-Lail: 1) Maka Alqamah menjawab, bahwa terusannya (sesudah ayat berikutnya) ialah: dan (demi) laki-Laki danperempuan. (Al-Lail: 3) Abu Darda pun berkata, "Demi Allah, aku pernah mendengar bacaan itu dari Rasulullah ﷺ, dan beliau tidak menghendaki aku membacanya dengan bacaan: 'dan penciptaan laki-laki dan perempuan.
' (Al-Lail: 3) oleh karena itu demi Allah, aku tidak mau menuruti kemauan mereka.Demikian teks hadits menurut Imam Bukhari. Dan demikianlah ayat ini dibaca oleh Ibnu Mas'ud dan Abu Darda; dan Abu Darda sendiri telah me-rafa'-kannya, yakni telah mendengarnya langsung dari Rasulullah ﷺ Adapun menurut pendapat jumhur ulama, maka mereka membacanya sebagaimana yang termaktub di dalam mushaf usmani, yaitu mushaf induk yang telah disebarkan ke berbagai negeri Islam di masa itu, yaitu: dan penciptaan laki-laki dan perempuan. (Al-Lail: 3) Allah subhanahu wa ta’ala bersumpah melalui firman-Nya: Demi malam apabila menutupi (cahaya siang). (Al-Lail: 1) Yakni apabila malam hari menyelimuti semua makhluk dengan kegelapannya. dan siang apabila terang benderang. (Al-Lail: 2) Yaitu terang benderang berkat cahayanya.
dan penciptaan laki-laki dan perempuan. (Al-Lail: 3) Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: dan Kami jadikan kamu berpasang-pasangan. (An-Naba': 8) Dan firman-Nya: Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan. (Adz-Dzariyat: 49) Mengingat sumpah yang dikemukakan dengan menyebut nama berbagai hal yang berlawanan, maka subjek sumpahnya pun demikian pula. Untuk itulah maka disebutkan dalam firman-Nya: sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda. (Al-Lail: 4) Maksudnya, amal perbuatan yang dilakukan oleh hamba-hamba-Nya berlawanan pula dan beraneka ragam; maka ada yang berbuat baik dan ada yang berbuat buruk.
Dalam firman berikutnya disebutkan: Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa. (Al-Lail: 5) Yakni mengeluarkan apa yang diperintahkan untuk dikeluarkan dan ia bertakwa kepada Allah dalam semua urusannya. dan membenarkan adanya pahala yang terbaik. (Al-Lail: 6) Yaitu percaya adanya balasan amal perbuatan, menurut Qatadah. Dan Khasif mengatakan percaya dengan adanya pahala. Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Abu Saleh, dan Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan membenarkan adanya pahala yang terbaik. (Al-Lail: 6) Yakni percaya dengan adanya penggantian.
Abu Abdur Rahman As-Sulami dan Adh-Dhahhak telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan membenarkan (kalimah) yang terbaik. (Al-Lail: 6) Yaitu "Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah", karena kalimah yang terbaik adalah kalimat ini. Dan menurut riwayat Lain dari Ikrimah disebutkan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan membenarkan pahala yang terbaik. (Al-Lail: 6) Yakni apa yang telah diberikan oleh Allah kepadanya berupa berbagai macam nikmat. Dan menurut riwayat lain dari Zaid ibnu Aslam, disebutkan sehubungan dengan firman-Nya: dan membenarkan adanya pahala yang terbaik. (Al-Lail: 6) Yaitu shalat, zakat, dan puasa; di lain waktu Zaid ibnu Aslam mengatakan dan sedekah (zakat) fitrah.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Dzar'ah, telah menceritakan kepada kami Safwan ibnu Saleh Ad-Dimasyqi, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Zuhair ibnu Muhammad, telah menceritakan kepadaku seseorang yang mendengar Abul Aliyah Ar-Rabbani menceritakan hadits berikut dari Ubay ibnu Ka'b yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang makna Al-Husna ini, maka beliau ﷺ menjawab: Al-Husna ialah surga. Firman Allah subhanahu wa ta’ala Maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. (Al-Lail: 7) Menurut Ibnu Abbas, makna yang dimaksud ialah kebaikan. Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah surga. Sebagian ulama Salaf mengatakan, termasuk pahala kebaikan ialah mengerjakan kebaikan lagi sesudahnya, dan termasuk balasan keburukan ialah mengerjakan keburukan lagi sesudahnya.
Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: Dan adapun orang-orang yang bakhil. (Al-Lail: 8) Maksudnya kikir dengan apa yang ada pada sisi (milik)nya. dan merasa dirinya cukup. (Al-Lail: 8) Ikrimah telah mengatakan dari Ibnu Abbas, bahwa makna ayat ialah kikir dengan hartanya dan merasa dirinya telah cukup, tidak memerlukan Allah subhanahu wa ta’ala Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. dan mendustakan pahala yang terbaik. (Al-Lail: 9) Yakni adanya balasan pahala di negeri akhirat. maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar. (A 1-Lail: 10) Yaitu untuk menuju ke jalan keburukan, sebagaimana pengertian yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati danpenglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al-Qur'an) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat. (Al-An'am: 110) Dan ayat-ayat lain yang semakna cukup banyak yang semuanya menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala membalas orang yang berniat untuk mengerjakan kebaikan dengan memberinya kekuatan untuk mengerjakannya, dan barang siapa yang berniat akan melakukan keburukan, Allah akan menghinakannya; dan semuanya itu berdasarkan takdir yang telah ditetapkan.
Juga hadits-hadits yang menunjukkan kepada pengertian ini banyak, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits yang diceritakan oleh Abu Bakar As-Siddiq Imam Ahmad mengatakan: telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Iyasy, telah menceritakan kepadaku Al-Attaf ibnu Khalid, telah menceritakan kepadaku seorang lelaki dari penduduk Basrah, dari Talhah ibnu Abdullah ibnu Abdur Rahman ibnu Abu Bakar As-siddiq, dari ayahnya yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar ayahnya bercerita bahwa ayahnya pernah mendengar Abu Bakar r.a bercerita bahwa ia bertanya kepada Rasulullah ﷺWahai Rasulullah, apakah kita beramal berdasarkan ketetapan yang telah diputuskan ataukah berdasarkan suatu urusan yang baru dimulai?" Rasulullah ﷺ menjawab: Tidak demikian, sebenarnya kita beramal berdasarkan apa yang telah dirampungkan keputusan (takdir)nya.
Abu Bakar bertanya, "Lalu untuk apakah beramal itu, wahai Rasulullah?" Rasulullah ﷺ menjawab: Setiap orang dimudahkan untuk melakukan apa (bakat) yang dia diciptakan untuknya. Riwayat Ali ibnu Abu Thalib
Imam Bukhari mengatakan telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Al-A'masy, dari Sa'id ibnu Ubaidah, dari Abu Abdur Rahman As-Sulami, dari Ali ibnu Abu Thalib yang mengatakan, bahwa ketika kami sedang bersama Rasulullah ﷺ di Baqi'ul Garqad saat mengebumikan jenazah, maka beliau ﷺ bersabda: Tiada seorang pun dari kalian melainkan telah ditetapkan kedudukannya di surga dan kedudukannya di neraka. Maka para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah itu berarti kita bertawakal saja?" Rasulullah ﷺ bersabda: Berbuatlah, maka tiap-tiap orang itu dimudahkan untuk mengerjakan apa yang dia diciptakan untuknya. Kemudian Rasulullah ﷺ membaca firman-Nya: Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. (Al-Lail: 5-7) Sampai dengan firman-Nya: (jalan) yang sukar. (Al-Lail: 10) Hal yang sama telah diriwayatkan melalui jalur Syu'bah dan Waki', dari AL-A'masy dengan lafal yang semisal.
Kemudian Imam Bukhari meriwayatkannya dari Usman ibnu Syaibah, dari Jarir, dari Mansur, dari Sa'id ibnu Ubaidah, dari Abu Abdur Rahman, dari Ali ibnu Abu Thalib yang telah mengatakan bahwa: ketika kami sedang mengebumikan jenazah di Baqi'ul Garqad, maka datanglah Rasulullah ﷺ, lalu beliau duduk dan kami pun duduk pula di sekitarnya, sedangkan di tangan beliau terdapat sebuah tongkat kecil, lalu ia mengetukkan tongkatnya dan bersabda, "Tiada seorang pun dari kami atau tiada suatu diri pun yang bernyawa, melainkan telah dipastikan kedudukannya dari surga dan nerakanya, atau terkecuali telah tercatat apakah dia orang yang celaka ataukah orang yang berbahagia." Maka ada seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, bolehkah kita menyerahkan diri kita kepada apa yang telah ditetapkan dan kita meninggalkan amal (berusaha)? Mengingat siapa di antara kita yang telah ditakdirkan termasuk orang-orang yang berbahagia, dia pasti akan menjadi golongan orang-orang yang berbahagia.
Dan siapapun dari kita yang telah ditakdirkan menjadi orang-orang yang celaka, maka pastilah dia termasuk orang-orang yang celaka?" Maka Rasulullah ﷺ menjawab: Adapun orang yang telah ditakdirkan termasuk orang-orang yang berbahagia, maka dimudahkan bagi mereka untuk mengamalkan perbuatan orang-orang yang berbahagia. Dan adapun orang yang telah ditakdirkan termasuk orang-orang yang celaka, maka dimudahkan bagi mereka melakukan perbuatan orang-orang yang celaka. Kemudian beliau ﷺ membaca firman-Nya: Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik, maka Kami akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan)yang sukar. (Al-Lail: 5-10) Jamaah lainnya telah mengetengahkan hadits ini melalui berbagai jalur dari Sa'id ibnu Ubaidah dengan sanad yang sama.
Riwayat Abdullah ibnu Umar. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari ‘Ashim ibnu Ubaidillah yang mengatakan bahwa ia telah mendengar Salim ibnu Abdullah menceritakan hadits berikut dari Ibnu Umar menceritakan bahwa Umar pernah bertanya kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah menurut engkau tentang apa yang kita amalkan. Apakah itu merupakan ketentuan takdir yang telah dirampungkan ketetapannya ataukah sebagai suatu hal yang permulaan atau baru dibuat?" Rasulullah ﷺ menjawab: Kita beramal menurut ketetapan yang telah dirampungkan, maka beramallah engkau, wahai Ibnul Khattab, karena sesungguhnya tiap orang itu dimudahkan.
Adapun orang yang telah ditakdirkan termasuk orang-orang yang berbahagia, maka sesungguhnya dia akan mengerjakan amal perbuatan orang-orang yang berbahagia. Dan adapun orang yang telah ditakdirkan termasuk orang-orang yang celaka, maka dia akan mengerjakan perbuatan orang-orang celaka. Imam At-Tirmidzi meriwayatkan hadits ini di dalam Bab "Takdir," dari Bandar, dari ibnu Mahdi dengan sanad yang sama, dan Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini kalau tidak hasan berarti shahih.
Hadits lain melalui riwayat Jabir. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Amr ibnul Haris, dari AbuzZubair, dari Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah kita beramal berdasarkan keputusan yang telah dirampungkan ketetapannya, ataukah berdasarkan suatu urusan yang baru?" Maka Rasulullah ﷺ menjawab, "Berdasarkan keputusan yang telah dirampungkan ketetapannya." Suraqah bertanya, "Kalau begitu, apa gunanya kita beramal?" Rasulullah ﷺ menjawab: Tiap orang yang beramal dimudahkan untukmengerjakan amalnya. Imam Muslim meriwayatkamiya dari Abut Tahir, dari Ubay ibnu Wahb dengan sanad yang sama.
Hadits lain. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada Yunus, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Amr ibnu Dinar, dari Talq ibnu Habib, dari Basyir ibnu Ka'b Al-Adawi yang menceritakan bahwa pernah ada dua orang pemuda bertanya kepada Nabi ﷺ keduanya mengatakan, "Wahai Rasulullah, apakah kita beramal menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh qalam takdir di zaman azali, ataukah berdasarkan urusan yang baru?" Maka Rasulullah ﷺ menjawab, "Tidak demikian, sebenarnya kita beramal berdasarkan apa yang telah ditetapkan oleh qalam takdir yang telah kering dan menunggu pelaksanaannya." Keduanya bertanya, "Lalu kalau demikian apa gunanya kita beramal?" Rasulullah ﷺ menjawab: Beramallah kalian, maka tiap orang yang beramal akan dimudahkan kepada amalnya yang dia telah diciptakan untuknya.
Maka keduanya berkata, "Kalau begitu, kami akan beramal dengan sungguh-sungguh." Riwayat Abu Darda. ". Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnu Kharijah, telah menceritakan kepada kami Abur Rabi' Sulaiman ibnu Atabatus Salim, dari Yunus ibnu Maisarah ibnu Halbas, dari Abu Idris, dari Abud Darda yang mengatakan bahwa para sahabat pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah pendapatmu tentang amal yang kita kerjakan, apakah itu merupakan suatu urusan yang telah ditakdirkan ataukah suatu urusan yang baru kita memulainya?" Rasulullah ﷺ menjawab, "Tidak, sebenarnya berdasarkan urusan yang telah ditetapkan oleh takdir." Mereka bertanya, "Lalu apakah gunanya kita beramal, wahai Rasulullah ﷺ?" Maka beliau menjawab: Tiap orang dimudahkan untuk mengerjakan apa yang dia diciptakan untuknya.
Imam Ahmad meriwayatkannya secara munfarid melalui jalur ini. Hadits lain. ". Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Hasan ibnu Salamah ibnu Abu Kabsyah, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik ibnu Amr dan telah menceritakan kepada kami Abbad ibnu Rasyid, dari Qatadah, telah menceritakan kepadaku Khulaid Al-Asri, dari Abu Darda yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Tiada suatu hari pun yang mentari terbenam padanya melainkan pada sisinya terdapat dua malaikat yang berseru yang suaranya terdengar oleh semua makhluk Allah kecuali jin dan manusia, "Ya Allah, berikanlah ganti kepada orang yang berinfak dan timpakanlah kerusakan kepada orang kikir.
Dan berkenaan dengan hal ini Allah subhanahu wa ta’ala telah menurunkan firman-Nya: Adapan orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cnkup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar (Al-Lail: 5-10) Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan dari ayahnya, dari Ibnu Abu Kabsyah berikut sanadnya dengan lafazyang semisal.
Hadits lain. Ibnu Abu Hatim mengatakan, bahwa telah menceritakan kepada Abu Abdullah Az-Zaharani, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Umar Al-Adani, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam ibnu Aban, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa pernah ada seorang lelaki yang memiliki banyak pohon kurma, yang salah satunya bercabang keluar pagar masuk ke rumah seorang lelaki yang saleh, miskin, dan beranak banyak.
Maka apabila lelaki itu datang dan hendak memetik buah pohon kurma yang satu itu, ia memasuki pekarangan rumah orang yang saleh itu, lalu baru memetiknya. Maka berjatuhanlah buahnya, dan anak-anak lelaki yang miskin itu memungutnya. Kemudian lelaki pemilik kurma itu turun dari pohonnya dan merampas buah kurma yang ada di tangan mereka. Jika seseorang dari mereka telah memasukkan buah kurma itu ke dalam mulut-nya, maka lelaki itu memasukkanjari tangannya ke mulut anaktersebut dan mencabut buah kurma yang hampir ditelannya dari kerongkongannya.
Maka lelaki yang miskin itu mengadu kepada Nabi ﷺ dan menceritakan kepada beliau sikap dari pemilik buah kurma tersebut. Nabi ﷺ bersabda kepadanya, "Sekarang mari kita berangkat." Lalu Nabi ﷺ menjumpai lelaki pemilik pohon kurma itu dan bersabda kepadanya: Berikanlah kepadaku pohon kurmamu yang cabangnya berada di pekarangan rumah si Fulan, maka engkau akan mendapatkan gantinya sebuah pohon kurma di surga nanti. Lelaki pemilik kurma itu menjawab, "Bisa saja aku memberikannya, tapi sesungguhnya aku banyak memiliki pohon kurma, ternyata tiada suatu pun darinya yang buahnya lebih aku sukai daripada buah pohon kurma yang ini." Nabi ﷺ pergi, dan beliau diikuti oleh seseorang yang mendengar pembicaraan Nabi ﷺ kepada lelaki pemilik kurma itu, lalu ia berkata, "Wahai Rasulullah, jika pohon kurma itu aku ambil dan telah menjadi milikku, dan aku berikan kurma itu kepada engkau, apakah engkau akan memberiku sebagai gantinya sebuah pohon kurma di surga?'" Rasulullah menjawab, "Ya." Kemudian lelaki itu menjumpai lelaki pemilik kurma tersebut; keduanya adalah pemilik pohon kurma yang banyak jumlahnya.
Lalu ia berkata kepadanya, "Aku akan menceritakan kepadamu, bahwa Muhammad bersedia memberiku sebuah pohon kurma di dalam surga sebagai ganti dari pohon kurmaku yang condong ke pekarangan rumah si Fulan. Maka kukatakan kepadanya bahwa aku bisa saja memberikannya, tetapi buah pohon kurma itu benar-benar sangat kusukai." Lelaki itu diam tidak menanggapi, lalu ia berkata kepada pemilik kurma itu, "Bagaimanakah pendapatmu jika kamu jual saja pohon kurma itu." Pemilik kurma menjawab, "Tidak akan, kecuali jika gantinya adalah sesuatu yang berarti.
Tetapi menurut dugaanku, tiada seorang pun yang mau menukarkannya." Lelaki itu bertanya (kepada pemilik kurma itu), "Lalu berapakah jumlah yang engkau inginkan sebagai gantinya?" Lelaki pemilik kurma itu menjawab, "Empat puluh pohon kurma." Lelaki itu berkata, "Sesungguhnya engkau terlalu membesar-besarkan masalah, satu pohon kurmamu minta ditukar dengan empat puluh pohon kurma lainnya." Keduanya terdiam, dan keduanya memulai pembicaraan lagi. Pada akhirnya lelaki itu menyerah dan berkata, "Baiklah, aku ganti satu pohon kurmamu itu dengan empat puluh pohon kurmaku." Pemilik kurma berkata, "Adakah persaksian jika engkau adalah seorang yang benar." Maka lelaki itu menyuruh orangnya untuk memanggil orang banyak, lalu ia berkata, "Saksikanlah oleh kalian, bahwa sesungguhnya aku memberi sebagian dari pohon kurma milikku sebanyak empat puluh pohon sebagai penukaran dari sebuah pohon kurmanya yang cabangnya condong ke dalam pekarangan rumah si Fulan ibnu Fulan." Kemudian lelaki itu bertanya, "Bagaimanakah pendapatmu dengan persaksian ini?" Pemilik kurma menjawab, "Aku rela." Kemudian pemilik kurma itu berkata, "Tiada jual beli antara aku dan kamu selama kita belum berpisah." Lelaki itu berkata, "Sesungguhnya Allah telah memecatmu, dan aku bukanlah orang yang pandir saat memberimu empat puluh pohon kurma sebagai ganti dari sebuah pohon kurmamu yang condong itu." Pemilik kurma berkata, "Sesungguhnya aku rela, dengan syarat engkau memberiku empat puluh pohon kurma menurut apa yang kukehendaki." Dan pemilik kurma itu berkata lagi, "Engkau memberiku berikut dengan pohonnya." Lelaki itu diam sejenak, lalu berkata, "Ya, empat puluh pohon kurma berikut semua batangnya adalah untukmu," lalu ia mengajak saksi-saksi saat menghitung empat puluh batang pohon kurma tersebut, setelah itu keduanya bubar.
Kemudian lelaki itu pergi menghadap Rasulullah ﷺ dan berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya pohon kurma yang condong ke dalam pekarangan rumah si Fulan itu telah menjadi milikku, maka aku berikan ia kepadamu." Maka Rasulullah ﷺ pergi menjumpai lelaki yang miskin lagi banyak anaknya itu, lalu bersabda kepadanya: Sekarang pohon kurma itu adalah menjadi milikmu dan anak-anakmu. Ikrimah mengatakan, Ibnu Abbas mengatakan bahwa lalu Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan firman-Nya: Demi malam apabila menutupi (cahaya siang), (Al-Lail: 1) sampai dengan firman-Nya: Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik, maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar (Al-Lail: 5-10), hingga akhir surat.
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, hadits ini sangat gharib. Ibnu Jarir mengatakan bahwa menurut suatu pendapat, ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abu Bakar As-Siddiq. Ibnu Jarir mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Harun ibnu idris Al-Asam, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Muhammad Al-Muharibi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq, dari Muhammad ibnu Abdullah ibnu Muhammad ibnu Abdur Rahman ibnu Abu Bakar As-Siddiq , dari Amir ibnu Abdullah ibnuz Zubair yang mengatakan bahwa dahulu Abu Bakar sering memerdekakan budak karena masuk Islam di masa periode Mekah.
Dia memerdekakan budak-budak yang telah lanjut usia dan budak-budak wanita jika mereka masuk Islam. Maka kedua orang tuanya bertanya kepadanya, "Wahai anakku, kulihat engkau memerdekakan orang-orang yang lemah, maka sekiranya saja engkau memerdekakan laki-laki yang kuat, kelak mereka akan membantumu dan menjaga serta mempertahankan dirimu dari gangguan orang lain." Maka Abu Bakar menjawab, "Wahai ayahku, sesungguhnya kulakukan ini hanya semata-mata karena mengharap pahala yang ada di sisi Allah."Amir ibnu Abdullah ibnuz Zubair melanjutkan kisahnya, bahwa sebagian dari ahli baitnya pernah menceritakan kepadanya bahwa ayat-ayat berikut diturunkan berkenaan dengan sahabat Abu Bakar , yaitu firman Allah Swt: Adapun orang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa dan membenarkan adanya pahala yang terbaik, maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. (Al-Lail: 5-7) Adapun firman Allah Swt: Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa. (Al-Lail: 11) Mujahid mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah bila yang bersangkutan mati.
Abu Saleh dan Malik telah meriwayatkan dari Zaid ibnu Aslam, bahwa makna yang dimaksud ialah bila' orang yang bersangkutan telah dilemparkan ke dalam neraka."
8-10. Dan adapun orang yang kikir terhadap hartanya dengan tidak memenuhi hak Allah dalam harta itu dan merasa dirinya cukup dengan apa yang dia punya sehingga tidak lagi memerlukan pahala dari Allah tidak mau beramal untuk kehidupan akhiratnya, serta mendustakan pahala yang terbaik, yaitu surga di akhirat; atau ingkar kepada Allah, hari akhir, dan apa yang Allah janjikan kepada mereka yang beramal saleh sehingga dia senantiasa melakukan maksiat, maka akan Kami mudahkan baginya jalan menuju kesukaran dan kesengsaraan. Kami tutup hatinya dari keinginan untuk berbuat kebajikan dan Kami tahan langkahnya untuk taat kepada Kami. 11. Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila dia telah binasa dalam kemurkaan Allah. Allah tidak membutuhkan harta sebanyak apa pun. Hanya iman dan ketaatan, bukan harta, yang menyelamatkan seseorang dari azab Allah.
Sebaliknya, ada manusia yang bertingkah laku sebaliknya. Ia bakhil, pelit, tidak mau menolong antar sesama, apalagi mengeluarkan kewajibannya yaitu zakat. Di samping itu, ia sudah merasa cukup segala-galanya. Oleh karena itu, ia merasa tidak memerlukan orang lain bahkan Allah. Akibatnya, ia sombong dan tidak mengakui nikmat-nikmat Allah yang telah ia terima dan tidak mengharapkan nikmat-nikmat itu. Akibatnya ia tidak mengindahkan aturan-aturan Allah. Orang itu akan dimudahkan Allah menuju kesulitan, baik kesulitan di dunia maupun di akhirat. Kesulitan di dunia misalnya kejatuhan, penyakit, kecelakaan, musibah, dan sebagainya. Kesulitan di akhirat adalah ketersiksaan yang puncaknya adalah neraka.
Manusia, bila sudah mati tanpa memiliki amal dan kemudian masuk neraka di akhirat, maka harta benda dan kekayaan mereka tidak berguna apa pun. Hal itu karena harta itu tidak akan bisa digunakan untuk menebus dosa-dosa mereka.
.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
SURAH AL-LAIL
(MALAM)
SURAH KE-92, 21 AYAT, DITURUNKAN DI MEKAH
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasih.
Ayat 1
“Demi malam, apabila telah kelam." (ayat 1)
Untuk menarik perhatian, bagaimana pentingnya malam bagi kehidupan manusia; untuk istirahat, untuk dzikir dan tafakur.
Ayat 2
“Demi siang, apabila tenang." (ayat 2)
Apabila malam telah habis, fajar mulai menyingsing, kemudian diiringi oleh terbitnya matahari, maka hari pun sianglah.
Ayat 3
“Demi yang telah menciptakan laki-laki dan perempuan." (ayat 3)
Pada mulanya sekali telah diciptakan Adam dan Hawa. Dari kedua laki-laki dan perempuan itulah berkembang manusia di permukaan jagad ini, menjadi bangsa-bangsa, suku bangsa, dan kaum-kaum.
Ayat 4
“Sesungguhnya usaha kamu itu bermacam-macam." (ayat 4)
Di waktu siang mereka berjalan, berusaha dan bekerja mengambil manfaat yang telah disediakan Allah. Usaha itu bermacam-macam menurut pembawaan, bakat dan menurut yang dipusakai dari lingkungan orang tua atau iklim tempat tinggal. Ada yang menjadi petani, menjadi saudagar, menjadi pelaksana pemerintahan dalam suatu masyarakat yang teratur, dan ada pula yang menjadi penjaga keamanan negara. Bermacam-macam, bersilang-siur mata usaha manusia. Semuanya penting, yang satu butuh kepada yang lain. Maka tidaklah ada pekerjaan atau usaha yang hina, bahkan semuanya mulia dan baik, asal dilaksanakan menurut garis-garis yang telah ditentukan Allah, yaitu mengambil yang manfaat dan menjauhi yang mudharat.
Usaha manusia di dalam hidup bermacam-macam, tidak sama. Tetapi meskipun usaha tidak sama, namun yang menjadi pokok utama ialah sikap hidup itu sendiri.
Ayat 5
“Adapun orang yang memberi dan bertakwa." (ayat 5)
Ayat 6
“Dan mengakui akan adanya kebaikan." (ayat 6)
Ayat 7
“Maka akan Kami mudahkan dia ke jalan yang mudah." (ayat 7)
Di dalam ketiga ayat ini bertemu tiga syarat yang harus kamu penuhi.
Pertama suka memberi kepada sesama manusia, suka berderma, menolong orang yang susah. Itu adalah tanda hati terbuka.
Kedua hendaklah takwa selalu kepada Allah, pelihara hubungan dengan-Nya pada malam dan pada siang.
Ketiga mengakui adanya nilai-nilai baik dalam dunia ini, yang terpuji oleh sesama manusia. Kalau ketiganya ini telah dipegang teguh, pemurah, takwa dan menjunjung tinggi kebaikan, diberilah jaminan atau janji oleh Allah.
Ayat 8
“Dan adapun siapa yang bakhil dan merasa segala cukup." (ayat 8)
Ayat 9
“Dan mendustakan adanya kebaikan." (ayat 9)
Ayat 10
“Maka akan Kami mudahkan dia ke jalan yang sukar." (ayat 10)
Artinya, setiap dicoba melangkah, hanyalah kesukaran jua yang bertemu, yaitu kesukaran kenaikan jiwa. Di sini terdapat pula tiga hal yang akan membawa celaka.
Pertama, Bakhil, yaitu tidak mau mengeluarkan harta benda untuk menolong orang yang patut ditolong. Tidak mau mempergunakan harta untuk berbuat amal jariah. Sebab hidupnya telah dipukau oleh harta itu sendiri.
Kedua, Merasa segala cukup kita pakai menjadi arti dari kalimat Istaghnaa. Yaitu orang-orang yang mengurung diri karena takut kenal.
Ketiga, yaitu: mendustakan adanya kebaikan. Dia tidak mempercayai bahwa di dunia ini ada nilai-nilai kebaikan.
Ayat 11
“Dan tidaklah hartanya akan dapat menolong dia, jika dia terjerumus." (ayat 11)
Hendak bangkit kembali dari dalam gelimangan dosa, atau kejatuhan marwah karena bakhil itu, tidaklah dapat ditebus dengan harta yang selama ini disimpan itu. Karena sudah terlambat. Pikir dahulu pendapatan, sesal kemudian tak ada lagi gunanya.