Ayat
Terjemahan Per Kata
وَوَالِدٖ
demi bapak
وَمَا
dan apa
وَلَدَ
ia lahirkan (anak)
وَوَالِدٖ
demi bapak
وَمَا
dan apa
وَلَدَ
ia lahirkan (anak)
Terjemahan
(Aku juga bersumpah) demi bapak dan anaknya,
Tafsir
(Dan demi bapak) yaitu Nabi Adam (dan anaknya) atau anak cucunya; huruf Maa di sini bermakna Man.
Tafsir Surat Al-Balad: 1-10
Aku benar-benar bersumpah dengan kota ini (Mekah), dan kamu (Muhammad) bertempat di kota Mekah ini, dan demi bapak dan anaknya. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah. Apakah manusia itu menyangka bahwa sekali-kali tiada seorang pun yang berkuasa atasnya? Dia mengatakan.Aku telah menghabiskan harta yang banyak. Apakah dia menyangka bahwa tiada seorang pun yang melihatnya? Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata, lidah, dan dua buah bibir.
Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan. Ini merupakan sumpah dari Allah subhanahu wa ta’ala dengan menyebut Mekah Ummul Qura dalam keadaan halal bagi orang yang bertempat tinggal di dalamnya. untuk mengingatkan keagungan kedudukan kota Mekah disaat penduduknya sedang melakukan ihram. Khasif telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Aku benar-benar bersumpah dengan kota ini (Mekah). (Al-Balad: 1) Sumpah ini bukanlah sanggahan terhadap mereka; Allah subhanahu wa ta’ala hanya bersumpah dengan menyebut nama kota ini (Mekah). Syabib ibnu Bisyr telah meriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman Allah subhanahu wa ta’ala: Aku benar-benar bersumpah dengan kota ini. (Al-Balad: 1) Yakni kota Mekah. dan kamu (Muhammad) bertempat di kota Mekah ini. (Al-Balad: 2) Yaitu engkau Muhammad, diperbolehkan bagimu melakukan peperangan di dalamnya.
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair, Abu Saleh, Atiyyah, Adh-Dhahhak, Qatadah, As-Suddi, dan Ibnu Zaid. Mujahid mengatakan bahwa apa saja yang engkau peroleh darinya, dihalalkan bagimu. Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan kamu (Muhammad) bertempat di kota Mekah ini. (Al-Balad: 2) Maksudnya. engkau boleh tinggal di kota ini tanpa dibebani rasa dosa ataupun halangan. Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala menghalalkannya bagi Nabi subhanahu wa ta’ala dalam sesaat dari siang hari. Makna dari apa yang dikatakan oleh mereka sehubungan dengan hal ini memang telah disebutkan di dalam hadits yang telah disepakati kesahihannya, yaitu: .
Sesungguhnya kota ini telah diharamkan (disucikan) oleh Allah di hari Dia menciptakan langit dan bumi, maka kota ini menjadi kota yang suci karena disucikan oleh Allah sampai hari kiamat nanti. Pepohonannya tidak boleh ditebang dan tetumbuhannya tidak boleh dicabuti. Dan sesungguhnya kota ini dihalalkan bagiku hanya dalam sesaat dari siang hari. kemudian kesuciannya kembali lagi di hari ini sebagaimana kesuciannya di hari sebelumnya.
Ingatlah. hendaklah orang yang hadir menyampaikan (berita ini) kepada orang yang tidak hadir. Dalam lafal lain disebutkan: Maka jika ada seseorang yang menghalalkan kesuciannya karena Rasulullah pernah melakukan peperangan (di dalamnya). maka katakanlah, bahwa sesungguhnya Allah hanya memberi izin kepada Rasul-Nya dan tidak memberi izin bagimu! Firman Allah Swt: dan demi bapak dan anaknya. (Al-Balad: 3) Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Ibnu Atiyyah, dari Syarik, dari Khasif, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan demi bapak dan anaknya. (Al-Balad: 3) Al-walid artinya orang yang beranak, dan wama walad artinya orang yang mandul tidak dapat beranak.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui hadits Syarik ibnu Abdullah Al-Qadi dengan sanad yang sama. Ikrimah mengatakan bahwa al-walid artinya yang beranak, dan wama walad artinya yang tidak dapat beranak. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Mujahid, Abu Saleh, Qatadah, Adh-Dhahhak, Sufyan Ats-Tsauri, Sa'id ibnu Jubair, As-Suddi, Al-Hasan Al-Barsi, Khasif, Syurahbil ibnu Sa'd, dan lain-lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud dengan walid ialah Adam, sedangkan yang dimaksud dengan wama walad ialah anak-anaknya.
Dan apa yang dikatakan oleh Mujahid dan teman-temannya ini baik lagi kuat. Karena pada mulanya Allah bersumpah dengan Ummul Qura, yaitu tempat-tempat tinggal; lalu diiringi-Nya dengan sumpah dengan menyebut penghuninya, yaitu Adam alias bapak moyangnya manusia dan keturunannya. Abu Imran Al-Juni mengatakan bahwa makna yang dimaksud adalah Ibrahim dan keturunannya; demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim.
Tetapi Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud adalah umum mencakup orang tua dan anaknya; makna ini pun dapat juga dijadikan sebagai salah satu dari takwil ayat. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Sesunggahnya kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah. (Al-Balad: 4) Telah diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Ikrimah, Mujahid. Ibrahim An-Nakha'i, Khaisamah, Adh-Dhahhak, dan lain-lainnya, bahwa maknayang dimaksud ialah dalam keadaan tegak lurus.
ibnu Abbas dalam suatu riwayat yang bersumber darinya menambahkan dalam keadaan tegak lurus di dalam perut ibunya. Al-kabad artinya tegak lurus. Kesimpulan dari pendapat ini menyatakan bahwa Kami telah. menciptakan manusia dengan sempurna dan tegak, semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: Wahai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah. Yang telah menciptakan kamu, lalu menyempurnakan kejadianmmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang, dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuhmu. (Al-Infithar: 6-8) Dan firman Allah subhanahu wa ta’ala: sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (At-Tin: 4) Ibnu Abu Najih, Juraij, dan ‘Atha’ telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah dalam keadaan susah payah, yakni kejadian yang susah; bukankah engkau lihat manusia itu bagaimana kelahirannya dan bagaimana tumbuh gigi-giginya.
Mujahid mengatakan bahwa makna firman Allah subhanahu wa ta’ala: berada dalam susah payah. (Al- Balad: 4) Yakni dari nutfah menjadi 'alaqah, lalu menjadi segumpal daging. Dengan kata lain, manusia itu diciptakan dalam keadaan susah payah. Mujahid mengatakan bahwa ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). (Al-Ahqaf:15) dan ibunya menyusuinya dengan susah payah, dan kehidupan dia semasa bayinya susah payah pula, maka dia mengalami fase-fase tersebut dengan susah payah.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah. (Al- Balad: 4) Yaitu dalam keadaan susah dan mencari penghidupan. Ikrimah mengatakan dalam keadaan susah payah yang berkepanjangan. Qatadah mengatakan dalam keadaan susah (masyaqat). Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Isam, telah menceritakan kepada kami Abu ‘Ashim, telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid ibnu Ja'far, bahwa ia pernah mendengar Muhammad ibnu Ali alias Abu Ja'far Al-Baqir bertanya kepada seorang lelaki dari kalangan Ansar mengenai makna firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah. (Al- Balad: 4) Lalu ia menjawab bahwa untuk dapat berdiri dan tegaknya, manusia mengalami susah payah.
Dan Abu Ja'far Al-Baqir tidak menyangkal kebenarannya. Telah diriwayatkan pula melalui jalur Abu Maudud, bahwa ia pernah mendengar Al-Hasan membaca ayat ini, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah. (Al- Balad: 4) Yakni mengalami susah payah dalam menanggulangi suatu urusan dari perkara dunianya dan suatu urusan dari perkara akhiratnya. Dan menurut riwayat yang lain, disebutkan mengalami kesusahan hidup di dunia dan kesusahan di akhirat.
Ibnu Zaid mengatakan sehubungan dengan makna firrnan-Nya: Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah. (Al- Balad: 4) Bahwa Adam diciptakan di langit, karenanya ia dinamakan Al Kabad. Tetapi Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah berada dalam kesusahan menghadapi semua urusan dan penanggulangannya yang berat. Firman Allah Swt: Apakah manusia itu menyangka bahwa sekali-kali tiada seorang pun yang berkuasa atasnya? (Al-Balad: 5) Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa makna firman-Nya: Apakah manusia itu menyangka bahwa sekali-kali tiada seorang pun yang berkuasa atasnya? (Al-Balad: 5) Yaitu yang akan mengambil hartanya.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Apakah manusia itu menyangka halnya sekali-kali tiada seorang pun yang berkuasa atasnya? (Al-Balad: 5) Ibnu Adam mengira bahwa Allah tidak akan menanyai harta ini, dari manakah dia memperolehnya dan ke manakah dia membelanjakannya? As-Suddi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Apakah manusia itu menyangka bahwa sekali-kali tiada seorang pun yang berkuasa atasnya? (Al-Balad: 5) Sebagai jawabannya ada, yaitu Allah subhanahu wa ta’ala Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dia mengatakan, "Aku telah menghabiskan harta yang banyak. (Al-Balad: 6) Yakni anak Adam mengatakan bahwa dirinya telah membelanjakan harta yang banyak jumlahnya menurut Mujahid, Al-Hasan, Qatadah.
As-Suddi, dan yang lainnya. Apakah dia menyangka bahwa tiada seorang pun yang melihatnya. (Al-Balad: 7) Mujahid mengatakan bahwa apakah dia mengira bahwa Allah subhanahu wa ta’ala tidak melihatnya? Hal yang sama dikatakan oleh yang lainnya dari kalangan ulama Salaf. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata. (Al-Balad: 8) yang dengan kedua matanya itu dia melihat. lidah. (Al-Balad: 9) yang dengannya dia berbicara, lalu dapat mengungkapkan apa yang terkandung di dalam hatinya. dan dua buah bibirnya. (Al-Balad: 9) yang membantunya untuk berbicara dan makan serta menjadi anggota yang memperindah penampilan wajah dan mulutnya.
Al-Hafidzh Ibnu Asakir di dalam auto biografi Abur Rabi' Ad-Dimasyqi telah meriwayatkan dari Mak-hul, bahwaNabi ﷺ pernah bersabda: Allah ﷻ berfirman, "Wahai anak Adam, Aku telah memberikan nikmat-nikmat yang besar kepadamu, yang tidak dapat kamu hitung bilangannya, dan kamu tidak akan mampu mensyukurinya. Dan sesungguhnya di antara nikmat yang Aku berikan kepadamu ialah Aku jadikan bagimu dua buah mata yang dengan keduanya kamu dapat melihat, dan Aku jadikan bagi keduanya kelopak.
Maka gunakanlah keduanya untuk memandang apa yang telah Kuhalalkan bagimu, dan jika kamu melihat apa yang telah Kuharamkan bagimu, maka katupkanlah kedua kelopaknya. Dan Aku telah menjadikan bagimu lisan dan Kujadikan pula baginya penutupnya. Maka berbicaralah dengan apa yang telah Kuperintahkan kepadamu dan apa yang telah Kuhalalkan bagimu. Dan jika ditawarkan kepadamu apa yang telah Kuharamkan bagimu, maka tutuplah lisanmu (diamlah).
Dan Aku telah menjadikan kemaluan bagimu, dan Aku telah menjadikan pula baginya penutup, maka gunakanlah kemaluanmu terhadap apa yang telah Kuhalalkan bagimu. Dan jika ditawarkan kepadamu apa yang telah Kuharamkan bagimu, maka turunkanlah penutupnya. Wahai anak Adam, sesungguhnya Engkau tidak akan mampu menanggung murka-Ku dan tidak akan mampu menahan pembalasan (azab)-Ku. Firman Allah Swt: Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan. (Al-Balad: 10) Yakni dua jalan.
Sufyan Ats-Tsauri telah meriwayatkan dari ‘Ashim, dari Zur, dari Abdullah ibnu Mas'ud sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan. (Al-Balad: 10) Artinya kebaikan dan keburukan. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Ali, Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Abu Wa-il, Abu Saleh, Muhammad ibnu Ka'b, Adh-Dhahhak, Ala Al-Khurrasani, dan lain-lainnya. Abdullah ibnu Wahb mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnu Lahi'ah, dari Yazid ibnu Abu Habib, dari Sinan ibnu Sa'd, dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Keduanya adalah dua jalan, lalu apakah yang menyebabkan jalan keburukan lebih disukai olehmu daripada jalan kebaikan? Sinan Ibnu Sa'd meriwayatkan hadits ini secara tunggal, dan dikatakan pula bahwa dia adalah Sa'd ibnu Sinan, dinilai siqah oleh Ibnu Mu'in.
Imam Ahmad, Imam An-Nasai, dan Al-Juzjani mengatakan bahwa hadisnya tidak dapat diterima. Imam Ahmad mengatakan bahwa ia meninggalkan hadisnya karena hadisnya idtirab. Dan dia telah meriwayatkan lima belas hadits yang semuanya berpredikat munkar. Imam Ahmad mengatakan bahwa ia tidak mengenal suatu hadits pun dari hadisnya yang menyerupai dengan hadits Al-Hasan Al-Basri dan tidak pula menyerupai hadits Anas ibnu Malik Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aliyyah, dari Abu Raja yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Al-Hasan mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami telah memmjukkan kepadanya dua jalan. (Al-Balad: 10) Telah diceritakan kepada kami bahwa Nabi ﷺ pernah bersabda: Wahai manusia, sesungguhnya keduanya adalah dua jalan, yaitu jalan kebaikan dan jalan keburukan, maka apakah yang membuat jalan keburukan lebih disukai olehmu daripada jalan kebaikan? Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Habib ibnusy Syahid, Ma'mar, Yunus ibnu Ubaid dan Abu Wahb, dari Al-Hasan secara mursal.
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Qatadah secara mursal. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu lsam Al-Ansari, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad Az-Zubairi, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Affan, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman Allah Swt: Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan. (Al-Balad: 10) Yakni kedua Puting susu. Telah diriwayatkan pula dari Ar-Rabi' ibnu Khaisam, Qatadah, dan Abu Hazim hal yang semisal.
Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Abu Kuraib, dari Waki, dari Isa ibnu Aqqal dengan sanad yang sama. Kemudian Ibnu Jarir mengatakan bahwa yang benar adalah pendapat yang pertama. Hal ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu: Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes air mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir. (Al-Insan: 2-3)"
1-3. Aku bersumpah dengan negeri ini, yakni kota Mekah, kota kelahiran Nabi dan kota suci umat Islam. Dan engkau, wahai Nabi, bertempat tinggal di negeri Mekah ini, membuatnya bertambah mulia. Dan demi pertalian bapak dan anaknya, demi Adam dan anak cucunya. Manusia dengan kehendak Allah mengalami siklus dari kanak-kanak menuju dewasa, berkeluarga, beranak pinak, dan berakhir dengan kematian. Inilah fenomena kehidupan yang perlu direnungi. 4. Sungguh, Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah. Siapa pun, termasuk Nabi, dalam masa hidupnya pasti menemui kepayahan, sejak dalam kandungan sampai masa dewasa. Manusia mesti bersusah payah mencari nafkah, mengalami sakit, dan mati. Dalam alam kubur menuju alam mahsyar pun manusia menghadapi kepayahan. Manusia harus mengisi kehidupannya di dunia dengan amal saleh agar tidak menemukan kepayahan lagi di akhirat.
Allah bersumpah dengan seorang ayah, yaitu Ibrahim, dan anaknya, yaitu Ismail yang nanti menurunkan Nabi Muhammad. Dengan demikian, Allah bersumpah dengan nenek moyang Nabi Muhammad setelah sebelumnya Allah bersumpah dengan beliau dan kota kelahiran beliau, yang menunjukkan pertalian kedua nabi tersebut. Ada pula yang menafsirkan "ayah" dengan Adam yang merupakan ayah umat manusia dan anak cucunya yang lahir sesudah itu siapa saja.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
SURAH AL-BALAD
(NEGERI)
SURAH KE-90, 20 AYAT, DITURUNKAN DI MEKAH
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Pengasih.
Ayat 1
“Aku bersumpah, demi negeri ini." (ayat 1)
Allah bersumpah demi negeri ini, yaitu negeri Mekah al-Mukarramah. Dan apabila Allah telah mengambilnya menjadi sumpah, artinya Allah memberi ingat kita betapa pentingnya negeri itu. Dapatlah kita maklumi betapa mulia dan penting kedudukan Kota Mekah itu, yang sejak zaman Ibrahim telah jadi pusat peribadahan kepada Allah, untuk menegakkan kalimat tauhid. Dan di sinilah lahir Nabi Muhammad ﷺ
Ayat 2
“Dan engkau menjadi halal di negeri ini." (ayat 2)
Ayat ini pun mendapat dua macam penafsiran yang berbeda, karena berbeda pengertian tentang kata Hillun. Al-Wahidi berkata, “Al-hillu, al-halal, dan al-mahill sama saja artinya, yaitu lawan dari haram."
Ada penafsir mengatakan bahwa yang halal itu ialah perbuatan Nabi Muhammad, jika dia hendak bertindak bagaimanapun, walaupun membunuh orang, kalau negeri itu ditaklukkannya kelak. Dan setelah beliau taklukkan kemudian, yaitu setelah beliau datang dengan tentaranya dari Madinah di tahun ke-8 Hijriyah. Ibnu Abbas menjelaskan, “Engkau halal membunuh siapa saja yang engkau rasa patut dibunuh, jika engkau masuk ke sana kelak." Ini pun dikuatkan oleh sebuah hadits shahih,
“Allah telah menjadikan Mekah sebagai Tanah Haram, sejak sehari Dia menciptakan langit dan bumi. Maka tetaplah dia Tanah Haram sampai kelak berdiri Kiamat. Maka tidaklah pernah dia dihalalkan bagi seorang pun yang sebelumku, dan tidak pula dihalalkan bagi seorang pun sesudahku. Dan tidaklah dia dihalalkan untukku, selain hanya satu saat saja pada suatu hari." (HR Bukhari dan Muslim)
Tetapi ada pula penafsir lain berpendapat bahwa yang halal di negeri itu ialah Nabi sendiri. Al-Qasimi menyalinkan, “Dan ada pula yang mengatakan bahwa artinya ialah kehormatan diri engkau, ya Muhammad, telah dihalalkan orang di negeri ini. Mereka berleluasa saja menyakiti engkau."
H. Zainuddin Hamidi dan Fakhruddin H.S, menafsirkan, “Dan engkau bertempat tinggal di negeri ini." Arti yang dipakai oleh Panitia Penyusun Al-Qur'an dan Terjemahannya dari Kementerian Agama RI mengartikan, “Dan kamu (Muhammad) bertempat di Kota Mekah ini." (Hal. 1061). Tuan A. Hassan dalam tafsirnya, al-Furqan mengambil tafsir yang disalinkan oleh Al-Qasimi. Demikian bunyinya, “Padahal engkau menjadi barang halal di negeri ini." Lalu beliau terangkan tafsirnya pada catatan di bawah (him. 1208), “Engkau diganggu dan diapa-apakan di negeri ini sebagai suatu barang halal buat umum." Saya, penafsir al-Azhar ini, lebih dekat kepada arti yang dipakai oleh A. Hassan. Sebab kalau dipakai arti Zainuddin Hamidi dan Kementerian Agama, kita tentu meletakkan mashdar dari halia,yahillu, hallan, yang berarti tempat tinggal. Sedang di ayat ini bacaannya (qiraat) dalam mushaf ialah hillun, yang menurut al-Wahidi di atas, al-hillu, al-halal, dan al-mahill artinya satu saja, yaitu halal atau lawan dari haram.
Ayat 3
“Demi yang beranak, demi yang diperanakannya." (ayat 3)
Menurut Mujahid, Qatadah, dan lain-lain: Yang beranak itu ialah Nabi Adam; ayah dari seluruh manusia. Yang diperanakkan ialah kita seluruh manusia, keturunan Adam. Abu Imran al-Juani menafsirkan, yang dimaksud ayah itu ialah Nabi Ibrahim, dan yang diperanakannya ialah keturunannya; termasuk Nabi Ishak yang menurunkan Nabi-nabi dari kalangan Bani Israil, dan Nabi Ismail yang menurunkan Nabi Muhammad ﷺ Tetapi Ibnu Jarir ath-Thabari menyatakan dengan tegas, bahwa yang dimaksud dalam ayat ini nyata sekali, yaitu segala orang yang jadi ayah, dan segala anak yang diperanakan oleh si ayah itu.
Ayat 4
“Sesungguhnya telah Kami ciptakan manusia itu benada dalam susah payah." (ayat 4)
Setelah berturut mengemukakan tiga macam sumpah peringatan. Pertama Mekah sebagai kota terpenting tempat Ka'bah berdiri. Kedua Muhammad yang begitu berat dan mulia tugasnya berdiam di Mekah itu, namun darahnya dipandang halal oleh kaumnya. Ketiga demi pentingnya kedudukan seorang ayah dan pentingnya pula anak-anak yang diturunkannya; lalu masuklah ayat ini kepada yang dituju, yaitu memperingatkan bahwa Allah telah menciptakan manusia tidak lepas dari keadaan susah-payah. Susah payah itu bagian yang tidak terpisah dari hidup itu. Tidak bernama hidup kalau tidak ada kesusahan dan kepayahan.