Ayat
Terjemahan Per Kata
وَعَدَ
telah menjanjikan
ٱللَّهُ
Allah
ٱلۡمُؤۡمِنِينَ
orang-orang beriman laki-laki
وَٱلۡمُؤۡمِنَٰتِ
dan orang-orang beriman perempuan
جَنَّـٰتٖ
surga
تَجۡرِي
mengalir
مِن
dari
تَحۡتِهَا
bawahnya
ٱلۡأَنۡهَٰرُ
sungai-sungai
خَٰلِدِينَ
mereka kekal
فِيهَا
didalamnya
وَمَسَٰكِنَ
dan tempat-tempat
طَيِّبَةٗ
yang bagus
فِي
di
جَنَّـٰتِ
surga
عَدۡنٖۚ
'Adn
وَرِضۡوَٰنٞ
dan keridhaan
مِّنَ
dari
ٱللَّهِ
Allah
أَكۡبَرُۚ
lebih besar
ذَٰلِكَ
demikian itu
هُوَ
ia/itulah
ٱلۡفَوۡزُ
keuntungan
ٱلۡعَظِيمُ
besar
وَعَدَ
telah menjanjikan
ٱللَّهُ
Allah
ٱلۡمُؤۡمِنِينَ
orang-orang beriman laki-laki
وَٱلۡمُؤۡمِنَٰتِ
dan orang-orang beriman perempuan
جَنَّـٰتٖ
surga
تَجۡرِي
mengalir
مِن
dari
تَحۡتِهَا
bawahnya
ٱلۡأَنۡهَٰرُ
sungai-sungai
خَٰلِدِينَ
mereka kekal
فِيهَا
didalamnya
وَمَسَٰكِنَ
dan tempat-tempat
طَيِّبَةٗ
yang bagus
فِي
di
جَنَّـٰتِ
surga
عَدۡنٖۚ
'Adn
وَرِضۡوَٰنٞ
dan keridhaan
مِّنَ
dari
ٱللَّهِ
Allah
أَكۡبَرُۚ
lebih besar
ذَٰلِكَ
demikian itu
هُوَ
ia/itulah
ٱلۡفَوۡزُ
keuntungan
ٱلۡعَظِيمُ
besar
Terjemahan
Allah telah menjanjikan kepada orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, surga-surga yang sungai-sungai mengalir di bawahnya, mereka kekal di dalamnya, dan tempat-tempat yang baik di surga ‘Adn. Rida Allah lebih besar. Itulah kemenangan yang agung.
Tafsir
(Allah menjanjikan kepada orang-orang yang mukmin, lelaki dan perempuan akan mendapat surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya dan mendapat tempat-tempat yang bagus di surga Adn) yaitu tempat tinggal (Dan keridaan Allah adalah lebih besar) lebih agung daripada kesemuanya itu (itu adalah keberuntungan yang besar).
Tafsir Surat At-Taubah: 72
Allah menjanjikan kepada orang-orang yang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga Aden. Dan keridaan Allah adalah lebih besar. Itu adalah keberuntungan yang besar.
Allah ﷻ menceritakan apa yang disediakan-Nya bagi orang-orang mukmin, yaitu berupa kebaikan dan kenikmatan yang kekal, yang semuanya itu berada di alam surga, yaitu:
“Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya.” (At-Taubah: 72)
Mereka tinggal di dalamnya untuk selama-lamanya.
“Dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus.” (At-Taubah: 72) Yakni yang bagus-bagus bangunannya dan harum semerbak tempat tinggalnya.
Seperti yang disebutkan di dalam kitab Shahihain melalui hadits Abu Imran Al-Jauni, dari Abu Bakar ibnu Abu Musa alias Abdullah ibnu Qais Al-Asy'ari, dari ayahnya yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Dua surga dari emas semua wadahnya dan segala sesuatu yang ada di dalam keduanya, dan dua surga dari perak semua wadahnya serta segala sesuatu yang ada di dalam keduanya. Tiada yang menghalang-halangi antara kaum (para penghuni surga) dan melihat kepada Tuhan mereka kecuali hanya selendang (tirai) kebesaran-Nya yang ada pada zat-Nya di dalam surga Aden.”
Disebutkan pula oleh sanad yang sama, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Sesungguhnya di dalam surga terdapat sebuah kemah untuk orang mukmin yang terbuat dari sebuah mutiara yang berlubang, panjangnya enam puluh mil, yaitu di langit. Bagi orang mukmin di dalam kemah itu terdapat banyak istri yang ia berkeliling menggilir mereka, sebagian dari mereka tidak melihat sebagian yang lain.”
Kedua hadits diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Di dalam kitab Shahihain disebutkan pula dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Barang siapa yang beriman kepada Allah, Rasul-Nya, dan mendirikan shalat serta puasa bulan Ramadan, maka sesungguhnya sudah merupakan kewajiban bagi Allah untuk memasukkannya ke dalam surga, baik ia berhijrah di jalan Allah ataupun tertahan di negeri tempat kelahirannya.”
Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, bolehkah kami menceritakannya kepada orang-orang?" Rasululah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya di dalam surga terdapat seratus derajat (tingkatan) yang disediakan oleh Allah bagi orang-orang yang berjihad di jalan-Nya. Jarak di antara kedua derajat sama dengan jarak antara langit dan bumi. Maka apabila kalian meminta kepada Allah, mintalah kepada-Nya surga Firdaus, karena sesungguhnya surga Firdaus adalah surga yang tertinggi dan yang paling tengah. Dari surga Firdaus mengalir sungai-sungai surga, dan di atas surga Firdaus terdapat Arasy Tuhan Yang Maha Pemurah.”
Menurut yang ada pada Imam Ath-Thabarani, Imam At-Tirmidzi, dan Imam Ibnu Majah melalui riwayat Zaid ibnu Aslam, dari ‘Atha’ ibnu Yasar, dari Mu'az ibnu Jabal, dia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, lalu disebutkan hal yang mirip dengan hadits di atas. Dan menurut yang ada pada Imam At-Tirmidzi melalui Ubadah ibnus Samit disebutkan pula hal yang mirip.
Dari Abu Hazim, dari Sahl ibnu Sa'd, disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Sesungguhnya ahli surga benar-benar saling melihat gedungnya (masing-masing) sebagaimana kalian melihat bintang-bintang di langit.”
Kedua hadits diketengahkan di dalam kitab Shahihain.
Kemudian perlu diketahui bahwa kedudukan yang paling tinggi di surga ialah suatu tempat yang diberi nama 'Al-Wasilah', karena letaknya dekat dengan Arasy, tempat itu merupakan tempat Rasulullah ﷺ di dalam surga.
Imam Ahmad mengatakan: “Telah menceritakan kepada kami Abdur Razaq, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Al-Laits, dari Ka'b, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Apabila kalian membaca salawat untukku, maka mintakanlah kepada Allah Al-Wasilah untukku” Ketika ditanyakan, "Wahai Rasulullah, apakah Al-Wasilah itu?" Rasulullah ﷺ menjawab, "Kedudukan yang paling tinggi di surga. Kedudukan itu tidak diperoleh kecuali hanya oleh seorang lelaki, dan aku berharap semoga lelaki itu adalah aku sendiri."
Di dalam Shahih Muslim disebutkan melalui hadits Ka'b ibnu Alqamah, dari Abdur Rahman ibnu Jubair, dari Abdullah ibnu Amr ibnul As, bahwa dia pernah mendengar Nabi ﷺ bersabda: “Apabila kalian mendengar muazin, maka ucapkanlah oleh kalian seperti apa yang diucapkannya, kemudian mohonkanlah salawat untukku. Karena sesungguhnya barang siapa yang membacakan salawat untukku sekali, maka Allah membalasnya sepuluh kali. Kemudian mohonkanlah Al Wasilah untukku karena sesungguhnya Al-Wasilah itu adalah suatu kedudukan di dalam surga yang tidak layak kecuali hanya bagi seorang hamba Allah, dan aku berharap semoga orang itu adalah aku sendiri. Barang siapa yang memohon kepada Allah Al-Wasilah buatku, niscaya ia akan beroleh syafaat di hari kiamat nanti.”
Al-Hafidz Abul Qasim At-Ath-Thabarani mengatakan: Telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ali Al-Abar, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Abdul Malik Al-Harrani, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ayun, dari Ibnu Abu Zib, dari Muhammad ibnu Amr ibnu ‘Atha’, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Mohonkanlah Al-Wasilah kepada Allah untukku, karena sesungguhnya tidak sekali-kali seorang hamba memohonkannya buatku di dunia, kecuali aku akan membelanya atau memberinya syafaat kelak di hari kiamat.” (Riwayat Ath-Thabarani)
Di dalam kitab Musnad Imam Ahmad disebutkan melalui hadits Sa'd ibnu Mujahid Attai, dari Abul Mudallah, dari Abu Hurairah yang mengatakan, "Kami pernah berkata, 'Wahai Rasulullah, ceritakanlah kepada kami tentang surga, dari apakah bangunannya?' Rasulullah ﷺ menjawab melalui sabdanya: 'Ada yang batanya dari emas, ada yang dari perak, plesterannya dari minyak kesturi, batu kerikilnya adalah mutiara dan yaqut, sedangkan tanahnya dari minyak zafaran. Barang siapa yang masuk ke dalamnya hidup senang dan tidak akan susah, kekal dan tidak akan mati, pakaiannya tidak akan rusak dan kemudaannya tidak akan pudar'.”
Telah diriwayatkan pula hal yang mirip dari Ibnu Umar secara marfu'.
Menurut yang ada pada Imam At-Tirmidzi melalui hadits Abdur Rahman ibnu Ishaq, dari An-Nu'man ibnu Sa'd, dari Ali, Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Sesungguhnya di dalam surga benar-benar terdapat gedung-gedung yang bagian luarnya dapat terlihat dari bagian dalamnya, dan bagian dalamnya dapat terlihat dari bagian luarnya.” Lalu berdirilah seorang Arab Badui dan berkata, "Wahai Rasulullah, untuk siapakah gedung-gedung itu?" Rasulullah ﷺ menjawab: “Bagi orang yang baik dalam bertutur kata, memberi makan (orang lapar), mengerjakan puasa dengan rutin, dan shalat (sunat) di malam hari di saat orang-orang terlelap dalam tidurnya.” Kemudian Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini gharib (asing).
Imam Ath-Thabarani meriwayatkannya melalui hadits Abdullah ibnu Amr dan Abu Malik Al-Asy'ari, kedua-duanya dari Nabi ﷺ dengan lafal yang mirip. Masing-masing dari kedua sanad berpredikat jayyid (bagus) lagi hasan. Menurut riwayat Imam Ath-Thabarani, orang yang bertanya itu adalah Abu Malik Al-Asy'ari.
Dari Usamah ibnu Zaid, disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Ingatlah, apakah ada orang yang menginginkan surga? Sesungguhnya di dalam surga itu tidak ada larangan. Demi Tuhan Ka'bah, surga itu merupakan nur yang berkilauan, keharumannya sangat semerbak gedung-gedungnya terpancangkan, sungai-sungainya mengalir, buah-buahannya masak, istri-istrinya cantik jelita, perhiasannya sangat banyak, tempat tinggalnya untuk selama-lamanya di dalam negeri yang sejahtera, dipenuhi dengan buah-buahan, sayur-mayur dan kain sutra serta nikmat yang dihalalkan lagi dipenuhi kemewahan.” Mereka berkata, "Ya. wahai Rasulullah, kami adalah orang-orang yang sangat menginginkannya." Rasulullah ﷺ bersabda, "Katakanlah Insya Allah." Maka mereka mengatakan, "Insya Allah." Hadits ini merupakan riwayat Ibnu Majah.
Firman Allah ﷻ: “Dan keridaan Allah adalah lebih besar.” (At-Taubah: 72) Artinya, rida Allah kepada mereka jauh lebih besar dan lebih agung daripada semua nikmat yang mereka peroleh.
Imam Malik rahimahullah telah meriwayatkan dari Zaid ibnu Aslam, dari ‘Atha’ ibnu Yasar, dari Abu Sa'id Al-Khudri, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Sesungguhnya Allah berfirman kepada penghuni surga, ‘Wahai para penghuni surga.’ Maka mereka menjawab, ‘Labbaik, wahai Tuhan kami, kami terima seruan-Mu dengan penuh kebahagiaan, dan semua kebaikan berada di tangan kekuasaan-Mu.’
Allah berfirman, ‘Apakah kalian telah puas?’ Mereka menjawab, ‘Mengapa kami tidak puas, wahai Tuhan kami, sedangkan Engkau telah memberi kami segala sesuatu yang belum pernah Engkau berikan kepada seorang pun dari makhluk-Mu?’ Allah berfirman, ‘Maukah Aku berikan kepada kalian yang lebih bagus daripada semuanya itu?’ Mereka menjawab, ‘Wahai Tuhan kami, adakah sesuatu yang lebih utama daripada semua ini?’ Allah berfirman, 'Aku halalkan bagi kalian rida-Ku, maka Aku tidak akan murka lagi kepada kalian sesudahnya untuk selama-lamanya’.”
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadits ini melalui Malik.
Abu Abdullah Al-Husain ibnu Ismail Al-Mahamili mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Fadl Ar-Raja-i, telah menceritakan kepada kami Al-Faryabi, dari Sufyan, dari Muhammad ibnul Munkadir, dari Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: Apabila ahli surga telah masuk ke dalam surga, Allah ﷻ berfirman, "Apakah kalian menginginkan sesuatu, maka Aku akan menambahkannya kepada kalian? Mereka menjawab, "Wahai Tuhan kami, apakah yang lebih baik daripada apa yang telah Engkau berikan kepada kami? Allah ﷻ berfirman, "Rida-Ku lebih baik.”
Al-Bazzar meriwayatkannya di dalam kitab Musnad-nya melalui hadits Ats-Tsauri. Al-Hafizh Ad-Diya Al-Maqdisi di dalam kitabnya Sifatul Jannah mengatakan, “Menurut kami, hadits ini bergantung kepada syarat kesahihannya.”
Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin yang benar-benar mantap imannya, dari kalangan laki-laki dan perempuan, akan mendapatkan surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya, dan mendapat tempat yang baik di surga 'Adn. Dan sesungguhnya keridaan Allah yang diperoleh di akhirat kelak itu lebih besar daripada kenikmatan surga itu sendiri. Itulah keberuntungan yang agung. Ayat ini mengajarkan bahwa tujuan hidup seorang mukmin adalah menggapai keridaan-Nya, juga keberuntungan yang hakiki adalah jika apa yang dilakukan dan dihasilkan itu bisa mengantarkannya menuju surga.
Setelah Allah menjelaskan secara beriringan sifat orang-orang munafik dan orang-orang mukmin disertai balasan masing-masing, maka ayat ini menyeru kepada Nabi Muhammad agar berjihad menghadapi mereka. Hal ini, disebabkan perilaku buruk mereka terhadap Rasulullah dan kaum mukminin, yang sudah berulang kali menyakitinya secara fisik maupun psikis, bahkan tidak jarang tindakan mereka mengancam keselamatan beliau. Karena itu, wahai Nabi dan kaum mukmin, berjihadlah melawan orang-orang kafir dan orang-orang munafik disebabkan perkataan dan perbuatan mereka yang nyata-nyata menantang kamu, dan bersikaplah keras dan tegas terhadap mereka dalam berjihad agar mereka menghentikan perilaku buruknya sehingga tidak berani mengulanginya. Jika mereka terbunuh dan mati dalam keadaan kafir dan munafik, maka tempat mereka adalah neraka Jahanam. Dan itulah seburukburuk tempat kembali. Perintah jihad itu bersifat kondisional dan bukan semata-mata tanpa sebab.
Pada ayat ini Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin baik pria maupun wanita untuk mendapatkan surga sebagai balasan terhadap amalan baik mereka. Surga itu ialah taman yang indah yang penuh dengan kenikmatan yang tak pernah dilihat oleh mata dan tak pernah didengar oleh telinga dan malahan tak pernah terlintas di hati, semua yang dilihat dan didengar asing dan baru sehingga sulit diumpamakan karena tak ada bandingannya di dunia. Taman yang dinaungi pohon-pohon dimana mengalir sungai yang tidak menyerupai sungai-sungai di dunia ini baik warna maupun rasanya; orang-orang yang tinggal di dalamnya akan menetap selama-lamanya; sabda Nabi menerangkan tentang surga:
Pada surga terdapat seratus tingkatan. Allah menyediakannya untuk orang-orang yang berjihad menegakkan agama Allah. Jarak satu tingkat dengan tingkat yang lainnya sebagaimana jarak antara langit dan bumi. Apabila kamu memohon kepada Allah, mintalah surga Firdaus, karena ini adalah surga yang terbaik dan tertinggi yang daripadanya terpancar sungai-sungai surga dan di atasnya Arasy Tuhan. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).
Manusia terdiri dari jasad dan ruh. Surga dengan segenap isinya memberikan kenikmatan paling tinggi kepada jasmani, dan keridaan Allah memberikan kenikmatan yang paling tinggi kepada rohani manusia. Kedua macam nikmat ini adalah karunia Tuhan yang dijanjikan-Nya kepada mukmin baik pria maupun wanita. Inilah karunia Allah yang merupakan kemenangan yang besar lagi tak ada taranya yang tak akan dapat dicapai kecuali oleh orang-orang beriman dan beramal saleh.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
MUNAFIK DAN AKIBATNYA
Ayat 67
“Laki-laki yang munafik dan perempuan-perempuan yang munafik, yang sebagian mereka adalah dari yang sebagian."
Yang sebagian dari yang sebagian, artinya ialah bahwa perangai, tingkah laku, budi pekerti mereka adalah sama coraknya. Jika orang berhadapan dengan seorang munafik, baik dia laki-laki maupun dia perempuan, akan berhadapan dengan corak yang serupa, atau tipe yang serupa."(Yaitu) mereka menyuruh dengan yang mungkar dan mereka melarang dari yang makruf." Bahwa penilaian mereka atas buruk dan baik juga sama, perbuatan yang mungkar, yang tidak disukai oleh manusia yang berpikiran sehat dan beragama, itulah yang lebih mereka sukai. Sebaliknya, segala perbuatan yang makruf, yakni yang dikenal baik dan diterima oleh pergaulan hidup yang berbudi, tidaklah mereka senangi. Ibarat orang bermain musik dengan alat yang banyak, jika mereka turut memegang alat-alat musik itu, namun suara yang mereka mainkan selalu berbeda dan bertingkah dengan yang lain sehingga seluruh permainan menjadi sumbang. Oleh sebab itu, suatu masyarakat yang dicampuri oleh orang munafik, akan selalu di dalam kegelisahan. Maka akan selalu menjadi batu penarung dari segala langkah yang baik, sebab mereka tidak menyukai segala yang baik."Dan mereka genggamkan tangan mereka." Genggam tangan, artinya tidak mau mengeluarkan belanja, yaitu bakhil. Mulut mereka paling keras untuk mengeluarkan usul-usul atau saran-saran. Kalau kehendak mereka diperlakukan, niscaya pembangunan yang baik akan terbengkalai. Kalau mereka kalah oleh suara terbanyak, mereka mengomel di belakang. Kalau diminta pengorbanan harta, mereka sama sekali tidak mau mengeluarkan. Kalau ada mereka mengeluarkan apa-apa, niscaya akan mereka rebut di mana-mana bahwa mereka telah turut berkorban. Inilah beberapa perangai yang sama dari orang-orang munafik, baik laki-laki maupun perempuan mana-mana dan di segala masa. Sebabnya ialah “Mereka telah melupakan Allah." Artinya, mungkin juga nama Allah itu disebutnya tiap waktu. Mungkin mulutnya lancar menyebut nama Allah; subhanallah. Masya Allah! Tetapi itu hanya dari leher ke atas, bukan dari lubuk hati yang ikhlas. Sebab itu sama jugalah artinya dengan mereka telah lupa kepada Allah. Sebab Allah itu mempunyai perintah dan larangan. Ada perbuatan yang dikasihi oleh Allah dan ada yang dibenci-Nya. Orang munafik tidak mengingat apa yang di-perintahkan Allah dan apa yang dilarang-Nya. Tidak ingat apa yang disayangi-Nya dan apa yang Dia benci. Sebab yang menjadi pedoman hidup orang-orang yang munafik itu tidak lain dari kepentingan diri sendiri. Karena hanya mengemukakan kepentingan diri sendiri, mereka pun melupakan kepentingan perintah dan larangan Allah. “Maka Allah pun melupakan mereka." Sebagai balasan Allah karena mereka melupakan Allah itu, Allah pun melupakan mereka. Niscaya dapat dipaham
kan bahwa pada Allah tidak ada sifat lupa dan Allah pun tidak pernah tidur. Sebab sifat lupa dan sifat tidur adalah sifat kekurangan pada makhluk. (Lihat surah al-Baqarah ayat 255, yang dikenal dengan nama Ayatul Kursi). Lantaran itu, arti Allah melupakan di sini, ialah tidak memedulikan mereka, dan tidak lagi memberi mereka tuntunan kepada jalan yang baik, tersebab dari salah mereka sendiri. Maka ayat ini membuktikan lagi bahwa manusia itu dengan anugerah akal yang ada pada mereka, guna memperbedakan yang buruk dengan yang baik, adalah mempunyai ikhtiar dan usaha sendiri. Sebab itu dapatlah dipahamkan lanjutan ujung ayat,
“Sesungguhnya orang-oiang munafik, itu, adalah mereka orang-orang yang fasik."
Di sini teranglah bahwa mereka menjadi dilupakan Allah karena mereka sendiri yang fasik. Fasik artinya keluar dari garis yang telah ditentukan, ditambah lagi dengan menentang. Mereka tidak akan mengerjakan yang baik, dan mengatakan pula bahwa yang baik itu tidak baik.
Ayat 68
“Allah telah menjanjikan untuk laki-laki munafik dan perempuan-perempuan munafik dan orang-orang yang kufur, neraka jahannam."
Hanya itulah tempat yang pantas bagi mereka, karena sikap-sikap, kelakuan, dan perangai itu. Tempat laki-laki dan perempuan-perempuan munafik, adalah sama dengan orang-orang yang kufur, yang menolak kebenaran. Malahan di dalam surah an-Nisaa' ayat 145, sudah dijelaskan bahwa tempat orang-orang yang munafik itu adalah di dasar yang paling bawah dalam neraka “Mereka akan kekal di dalamnya." Sebab ketika hidupnya pun mereka itu, baik laki-laki maupun perempuan kekal pula di dalam fasik, ‘itulah yang cukup untuk mereka." Bahwa balasan masuk neraka dan kekal di dalamnya, adalah cukup dan pantas untuk mereka, tidak ada jalan lain."Dan Allah mengutuk mereka." Sejak dari masa hidup di dunia ini, sehingga menjadi batu penarung, kebencian orang, mengacau, membikin yang jernih jadi keruh.
“Dan bagi mereka adzab yang tetap."
Artinya, karena mereka ditempatkan di dalam neraka, tetaplah mereka menderita siksa. Karena tidak ada satu tempat terluang di dalam neraka itu yang sedia buat senang-senang, dan seluruhnya adalah adzab.
Ayat 69
“Seperti juga orang-orang yang sebelum kamu."
Maka pangkal ayat ini memberi ingat kepada orang-orang yang munafik itu bahwasanya perbuatan mereka sekarang ini bukanlah perbuatan baru. Dahulu pun telah ada juga orang-orang munafik terhadap rasul-rasul. Berlidah bercabang, berkepala dua, bermuka seribu. Masuk ke dalam Islam, tetapi mengganggu di dalamnya."Adalah mereka itu lebih bersangatan kekuatan daripada kamu dan lebih banyak harta benda dan anak-anak." Maka kalau kamu, wahai orang-orang munafik yang sekarang, di zaman Muhammad ﷺ membanggakan kekuatan kamu, maka umat munafik zaman purbakala itu jauh lebih kuat kedudukan mereka daripada kamu. Kalau kamu membanggakan harta benda, mereka pun banyak yang lebih kaya raya daripada kamu. Kalau kamu membanggakan anak dan keturunan."Oleh karena itu, mereka telah bersenang-senang dengan bagian mereka. Maka kamu pun telah bersenang-senang dengan bagian kamu sebagaimana bersenang-senang orang-orang yang sebelum kamu itu dengan bagian mereka, dan kamu pun telah bersuka ria, sebagaimana mereka telah bersuka ria." Padahal kalau dihitung kepada kekuatan, kekayaan harta benda, dan anak yang mereka dapat sebagai pembagian dari Allah, dibandingkan dengan bagian yang kamu dapat, jauhlah kurangnya bagian kamu itu daripada bagian mereka. Kamu bersuka ria dengan harta pemberian Allah sebagai mereka bersuka ria, padahal jumlah yang ada pada mereka lebih besar. Bagaimana jadinya orang-orang yang sebelum kamu itu? “Mereka itu adalah orang-orang yang telah gugur amal-amalan mereka di dunia dan di akhirat."
Ayat ini telah mengupas dengan jelas tentang apa sebab orang jadi munafik. Pertama ialah karena merasa diri kuat dan gagah, banyak harta, dan banyak anak. Oleh sebab itu, ingin selalu mewah dan selalu senang dan ingin selalu bersuka ria dan lantaran itu tidak lagi hendak menilai seruan yang baik dan ajakan kebenaran.
Sangat awas mereka, jika harta mereka ditimpa bencana. Tetapi jika agama mereka yang ditimpa bencana, mereka tidak merasa dan mereka bertahan pada yang mungkar. Akhirnya, meskipun ada amal dan baik, menjadi gugurlah amalan itu, tidak diterima Allah. Sebab walaupun mereka beramal, dasarnya ialah munafik juga.
“Dan mereka itu adalah orang-orang yang rugi."
Amal di dunia telah gugur dan percuma. Belanja telah banyak habis, namun hasilnya bagi keselamatan diri tidak ada, baik di dunia dalam pergaulan hidup ramai, maupun di akhirat tempat dinilai mutu amal. Lantaran itu teranglah mereka rugi. Rugi umur dan rugi harta. Harta tidak menolong dan anak pun tidak. Sebagai misalnya Abdullah bin Ubay mengharap anak akan menyambung pendirian yang dipertahankan, padahal anak kandung telah memilih ajaran baru yang dituntunkan Rasul ﷺ. Maka benarlah pepatah Melayu untuk orang-orang yang munafik: “Dihitung gelas berlaba, padahal pokok yang telah ter-makan." Disangka awak masih gagah, padahal benteng telah runtuh. Atau pepatah lain: “Ayam menang, kampung tergadai"
Ayat 70
“Tidaklah datang kepada mereka … tentang orang-orang yang sebelum mereka."
Sebagai penguatkan perhatian kepada orang-orang yang telah beriman sendiri setelah menerangkan sesatnya jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang munafik, bertanyalah Allah kepada orang-orang yang beriman: “Tidakkah mereka menerima perkabaran dari hal umat-umat yang terdahulu, yang lebih gagah dan kuat, lebih kaya dan banyak anak keturunan, mereka telah binasa dan hancur-lebur juga karena menerima adzab Allah: “(Yaitu) kaum Nuh dan Ad dan Tsamud dan kaum Ibrahim dan penduduk Madyar dan negeri-negeri yang sudah dibinasakan itu." Yaitu negeri Sadum dan Ghamurah yang didatangi Nabi Luth. Bagaimana jadinya nasib segala penduduk negeri itu? “Telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan berbagai keterangan." Lalu mereka bantah keterangan-keterangan yang dibawa dan mereka tantang rasul-rasul munafik laki-laki dan perempuan-perempuan sekarang, bersamaan dengan tangan kaum musyrikin yang kufur itu. Lantaran itu mereka pun dibinasakan Allah, dihancur-leburkan negeri mereka, dihabiskan dengan gempa bumi atau dengan ditimpai hujan batu, atau terbakar oleh lahar dan sebagainya.
“Maka tidaklah Allah berlaku aniaya kepada mereka, tetapi adalah atas diri mereka sendiri mereka berlaku aniaya."
Hal ini pun bisa kejadian pada kamu, hai munafik yang sekarang dan hai kafir yang sekarang. Dan apabila dalam memberi peringatan ini, Allah menyuruh memerhatikan umat yang terdahulu, berarti hal yang demikian pun mungkin saja terjadi di zaman Muhammad ﷺ masih hidup, ataupun setelah dia wafat.
Allah tidaklah mendatangkan suatu malapetaka semata-mata karena zalim. Melainkan manusia itu sendirilah yang menzalimi dirinya, melanggar batas, melampaui pantangan, dan fasik. Pada zaman Nabi ﷺ, betapa besarnya tantangan yang dilakukan pemuka-pemuka Quraisy kepada beliau. Maka dalam peperangan yang mula-mula sekali, yaitu Perang Badar, tujuh puluh orang pemuka penting binasa di medan perang. Demikian pula dengan perlawanan-perlawanan yang seterusnya. Meskipun sekali, dan hanya sekali itu saja, yaitu dalam Perang Uhud, mereka dapat menuntutkan balas, namun kekalahan mereka pada berikutnya tidaklah tertahan-ta-han lagi sehingga akhirnya mereka runtuh.
Menurut riwayat Imam Ahmad dari jabir bin Abdullah, di tengah perjalanan menuju Tabuk, bertemulah mereka dengan runtuhan negeri al-Hijr atau desanya kaum Tsamud yang didatangi Nabi Shalih itu, runtuhan rumah-rumah dan bekas-bekas kebun-kebun yang luas, sudah menjadi padang tandus, sehingga kelihatan jelaslah bekas kemurkaan Allah, padahal telah beribu tahun lampau. Berkatalah Rasulullah ﷺ kepada kaum Mus-limin yang termenung melihat bekas itu. Kata beliau, “Jangan kamu coba masuk ke bekas rumah-rumah tempat kediaman kaum yang telah menganiaya diri itu, melainkan di dalam keadaan menangis, dan bermohon kepada Allah, agar kiranya jangan menimpa kepada kamu apa yang telah menimpa kepada mereka."
Dan kata beliau pula, “Ingatlah kamu akan hal ini. Maka janganlah kamu meminta-minta mukjizat. Karena kaum Nabi Shalih ini dahulunya telah meminta ditunjukkan suatu mukjizat, lalu didatangkan Allah seekor unta. Unta itu kembali dari jurusan ini dan datang dari jurusan ini (sambil) Nabi ﷺ menunjukkan pinggir-pinggir bukit (tempat unta itu datang, peny.). Mereka boleh meminum susu unta itu di suatu hari dan unta itu pun meminum air mereka di hari esoknya. Tetapi mereka durhakai ketentuan Allah, lalu unta itu mereka potong. Maka datanglah adzab Allah dengan pekik (jerit) yang sangat keras dan hancurlah negeri itu."
Ini pun satu didikan adab sopan jika meninjau tempat bersejarah atau tempat yang penting. Misalnya, kalau kita diberi izin ke tempat orang-orang jahat dihukum gantung, melihat tiang gantungan tertegak dan tali gantungan tersimpai di sana, niscaya tidaklah pantas kita tertawa, melainkan hendaklah bermohon kepada Allah, janganlah kiranya kita sampai berbuat perbuatan jahat yang akan menyebabkan kita menjalani hukuman yang negeri itu.
***
(72) Allah telah menjanjikan kepada orang-orang laki-laki yang beriman dan orang-orang perempuan yang beriman, surga-surga, yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan tempat-tempat tinggal yang baik di dalam surga Aden. Sedang keri-dhaan dari Allah adalah lebih besar. Itulah dia kemenangan yang agung.
SIFAT ORANG BERIMAN
Selalu Allah, apabila telah selesai menerangkan ngeri dan kejam adzab-Nya kepada orang-orang yang bersalah, membukakan pengharapan bagi orang yang patuh dan taat akan perintah-perintah-Nya. Sebab itu betapa pun ngeri ancaman-Nya, amatlah luar biasa besar dan agung karunia-Nya.
(71) Dan laki-laki yang beriman dan perempuan-perempuan yang beriman, yang sebagian mereka adalah pemimpin bagi yang sebagian. Mereka itu menyuruh berbuat makruf dan melarang dari yang mungkar, dan mereka mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat, dan mereka pun taat kepada Allah dan Rasui-Nya. Mereka itu adalah orang-orang yang akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah adalah Mahagagah, lagi Mahabijaksana.
Ayat 71
“Dan laki-laki yang beriman dan perempuan-perempuan yang beriman, yang sebagian mereka adalah pemimpin bagi yang sebagian."‘
Di dalam ayat ini kita bertemu lagi kalimat auliya', di jamak dari kata wali yang pernah kita artikan pimpinan atau pemimpin. Maka dijelaskanlah di sini perbedaan yang sangat besar di antara munafik dengan Mukminin. Kaiau pada orang munafik terdapat perangai yang sama, kelakuan yang serupa, namun di antara mereka sesama mereka tidaklah ada pimpin-memimpin dan bimbing-membimbing. Sebab masing-masing mementingkan diri sendiri, kalau mereka bersatu hanyalah karena samanya kepentingan. Tetapi kalau ada kesempatan, yang satu niscaya akan meng-khianati yang lain. Sedang orang Mukmin tidak begitu. Mereka bersatu, pimpin-memimpin, yang setengah atas yang setengah, bantu-membantu, laki-laki dengan perempuan. Di-patrikan kesatuan mereka oleh kesatuan i'tiqad, yaitu percaya kepada Allah. Lantaran kesatuan kepercayaan bersama itu, timbullah ukhuwah, yaitu persaudaraan. Cinta-men-cintai, melompat sama patch, menyeruduk sama bungkuk, sehina semalu, sesakit sesenang, mendapat sama berlaba, kececeran sama merugi. Tolong-menolong, bantu-membantu. Yang kaya mencintai yang miskin, yang miskin mendoakan yang kaya. Sehingga sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ yang miskin tinggal pada ruang yang bernama Shuffah di dekat Masjid Madinah, dan makan minumnya diantarkan selalu oleh orang-orang yang mampu. Orang-orang perempuan pun pergi bersama-sama ke medan perang, sebab mereka adalah Mukminat. Di dalam hadits-hadits yang shahih, riwayat Bukhari dan Muslim dan ahli-ahli hadits yang lain diterangkan bahwa Fatimah binti Rasulullah bersama Ummi Sulaim turut dalam Perang Uhud. Aisyah pun turut dalam perang itu. Kerja mereka ialah pekerjaan yang pantas bagi perempuan. Menyediakan air minum atau mengobati yang luka. Bukankah yang mencabutkan pecahan besi yang masuk ke dalam pipi Rasulullah saw,, ialah anaknya sendiri Fatimah, karena besi itu tidak bisa dicabut dengan tangan?
Sampai pun dalam Perang Khaibar, banyak perempuan pergi dan turut mengerjakan pe-kerjaan yang layak bagi perempuan. Kadang-kadangpun turut mengangkat senjata sehingga ketika membagi ghanimah, mereka pun diberi bagian oleh Rasulullah ﷺ.
Sampai pun setelah beliau wafat, Binti Malhan turut pergi berperang ke Cyprus, me-nurutkan suaminya, Ubadah bin Shamit, dan syahid dalam peperangan itu. Sebab di waktu masih di Mekah sebelum pindah ke Madinah, Rasulullah ﷺ pernah tertidur siang hari ketika berteduh di rumahnya, lalu beliau bermimpi bahwa kelak akan ada umatnya ber-juang, jihad fi-sabilillah menempuh lautan. Maka Binti Malhan memohonkan kepada Rasulullah ﷺ supaya mendoakan, agar dia turut hendaknya dalam angkatan laut itu. Lalu Rasulullah ﷺ bersabda, “Engkau akan turut dalam peperangan itu!" Lebih dua puluh tahun setelah Rasulullah ﷺ wafat, barulah bertemu apa yang diharapkannya, dan terkabul doa Rasulullah ﷺ. Binti Malhan turut dalam Armada Islam ke pulau Cyprus.
Dengan contoh-contoh kejadian pada zaman Rasulullah saw, ini, kita melihat apa artinya bahwa laki-laki beriman dengan perempuan-perempuan beriman adalah yang sebagai jadi pimpinan bagi yang lain. Artinya perempuan pun ambil bagian yang penting di dalam menegakkan agama. Bukan laki-laki raja.
“Mereka itu menyuruh berbuat yang makruf dan melarang dari yang mungkar"
Dengan semangat tolong-menolong, pim-pin-memimpin itu mereka menegakkan amal dan membangun masyarakat Islam, masyarakat orang yang beriman, laki-laki dan perempuan. Kalau ada pekerjaan yang baik, yang makruf, semua menegakkan dan menggiatkan. Dan kalau ada yang mungkar, yang tidak patut, semuanya menentang. Sehingga mereka mempunyai pandangan umum (opini publik) yang baik. Tidak ada penghinaan kepada pe-rempuan dari pihak laki-laki dan tidak ada tantangan yang buruk dari pihak perempuan kepada laki-laki. Misalnya, menuntut hak, sebab hak telah terbagi dengan adil.
“Dan mereka mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat" Karena dengan mendirikan shalat mereka mendapat dua hubungan. Pertama hubungan dengan Allah dalam ibadah, kedua hubungan sesama Mukmin dengan berjamaah. Dari berdirinya jamaah shalat itu, bertambah suburlah amar ma'ruf dan nahi munkar tadi. Sebab ukhuwah telah terpadu dalam ibadah. Sehabis shalat mereka berusaha kembali, berniaga, bercucuk tanam, dan be-ternak. Hasil usaha itu mereka zakatkan. Sedangkan jenis yang akan diberi zakat sudah pula terbentang, seperti ditentukan pada ayat 60 yang telah terdahulu tadi. “Dan mereka pun taat kepada Allah dan Rasul-Nya." Sebab selain dari perintah amar ma'ruf dan nahi munkar di dalam pergaulan bersama, dan perintah mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat, ada lagi inti sari atau tiang yang akan menyebabkan terlaksananya perintah yang empat perkara itu, yaitu taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Kalau ketaatan itu sudah diinsafi, dengan sendirinya munafik tidak akan terjadi lagi. Hidup seorang yang beriman, laki-laki dan perempuan dituntun ketaatannya. Betapa pun asyiknya seorang beriman berniaga, walaupun sedang ramai jual-beli, demi didengarnya suara adzan memanggil shalat berjamaah ke masjid, langsung ditutupnya kedainya dan segera melaksanakan titah Allah dan Rasul ﷺ. Maka segala amalannya, baik mengenai rumah tangga, suami istri, ayah dengan anak, tetangga dengan tetangga, tuan rumah kepada tetamu, di atas dari itu ialah umat terhadap Rasul, atau hamba terhadap Allah, semuanya dilakukan atas dasar taat. Tidak menyimpang. Atau kata orang sekarang, telah terikat oleh disiplin. Seorang Mukmin ialah seorang yang berdisiplin tinggi.
Di sini kita kemukakan contoh pimpin-memimpin Mukmin laki-laki dengan Mukmin perempuan tadi. Misalnya, ialah shalat Jum'at atau jamaah. Perempuan tidak diwajibkan oleh Rasulullah ﷺ berjamaah ke surau dan berjum'at ke masjid. Apa sebab? Apakah ka-rena mereka kurang diberi hak? Jangan salah paham! Mereka tidak diwajibkan berjamaah dan berjum'at, karena mereka mempunyai kewajiban yang lebih penting dalam rumah tangga. Buat mereka, oleh karena tugas rumah tangga yang berat, shalat di rumah lebih baik daripada shalat di masjid. Tetapi kalau mereka ingin juga hendak ke masjid karena barangkali tugas itu dapat dilaksanakan dengan baik, datanglah perintah Rasulullah ﷺ, “Jangan kamu larang ‘ perempuan-perempuan kamu, jika mereka hendak ke masjid." Lalu, disediakan tempat yang layak buat mereka. Tetapi terang bahwa mereka tidak dibebani mendirikan jamaah dan Jum'at. Beban mereka lebih berat, yaitu mendidik anak dan memelihara ketenteraman rumah tangga.
Demikianlah masyarakatnya orang-orang yang beriman. Kemudian, Allah terangkan lagi kemuliaan masyarakat Mukminin dan Mukminat itu: “Mereka itu adalah orang-orang yang akan diberi rahmat oleh Allah." Artinya, asal tetap mereka pegang pendirian iman dan syarat-syarat yang tersebut di atas tadi, pimpin-memimpin, tolong-menolong, sama menganjur berbuat ma'ruf, sama mencegah berbuat mungkar, mendirikan sembahyang, mengeluarkan zakat dan taat kepada Allah dan Rasul, Allah berjanji bahwa mereka akan diberi rahmat; kita sudah faham arti rahmat, sebagai sumber dari kalimat rahman dan rahim, yaitu cinta, kasih dan sayang dari Allah. Pokoknya adalah ketenteraman jiwa dalam iman, sebagai lawan dari akibat orang munafik tadi, yaitu dilupakan Allah.
“Sesungguhnya Allah adalah Mahagagah." Untuk menghukum orang yang tiada taat. “Lagi Mahabijaksana,"
(ujung ayal 71)
untuk membimbing makhluk-Nya yang taat menuruti ajaran-Nya.
Setelah Allah menjanjikan, Mukmin laki-laki dan perempuan akan diberi rahmat, lalu ayat selanjutnya menjelaskan perincian rahmat itu.
Ayat 72
“Allah telah menjanjikan kepada orang-orang laki-laki yang beriman dan orang-orang perempuan yang beriman, surga-surga, yang mengalir di bawahnya sungai-sungai."
Di dunia kaum beriman laki-laki dan perempuan telah dijanjikan, asal mereka pegang teguh syarat-syarat itu bahwa mereka akan diberi rahmat. Memang besarlah rahmat yang telah diberikan Allah kepada kaum beriman karena ketaatan kepada Allah dan Rasul ﷺ itu sehingga berdirilah agama Islam, tersebarlah dia ke muka dunia, membawa nur dan cahaya bagi Islam, suatu kehidupan yang dapat dijadikan teladan, suatu sakinah ketenteraman hati. Itu baru di dunia. Dan di akhirat nanti lebih lagi dari itu, yaitu surga-surga, taman-taman Firdausi yang indah, bukan hanya satu surga, melainkan banyak surga. Mengalir selalu sungai yang airnya jernih dan sejuk sehingga tak pernah kekurangan air, lambang dari hidup yang subur."Kekal mereka di dalamnya." Tidak akan keluar lagi untuk selamanya."Dan tempat-tempat tinggal yang baik di dalam surga ‘Adn." Artinya, di samping surga-surga yang umum ada lagi surga yang lebih utama, yaitu surga ‘Adn.
‘Adn lebih istimewa dari sekalian yang istimewa itu.
Atha ai-Khurasani mengatakan, “Surga ‘Adn ialah pusat surga. Lotengnya ialah Arsy Allah Yang Rahman."
Ibnu Mas'ud berkata, “‘Adn ialah perut surga, artinya tengah-tengahnya."
Al-Hasan berkata, “Surga ‘Adn ialah sebuah istana dari emas. Tidak ada yang dapat memasukinya, kecuali Nabi ﷺ, atau orang-orang yang shiddiq, atau orang-orang yang mati syahid, atau penguasa yang adil."
Muqatil dan al-Kalbi berkata, “Aden adalah surga yang paling tinggi sekali. Di sanalah mata-air Tasnim (nama sebuah mata-air yang jernih di dalam surga). (Lihat surah al-Muthaffifin ayat 27). Surga-surga yang lain terhampar mengelilingi dia. Tempat itu ditu-tupi sejak Allah Ta'aala menjadikannya sampai kelak datang nabi-nabi dan orang-orang yang shiddiq, orang-orang yang mati syahid, orang-orang saleh, dan orang-orang yang di-kehendaki Allah untuk memasukinya."
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari hadits Abu Bakar bin Abdullah bin Qais,
dari ayahnya (yaitu Abu Musa al-Asy'ari, sahabat Rasulullah ﷺ yang terkenal), ketika menafsirkan ayat 46 surah ar-Rahmaan, yang berarti:
“Dan bagi orang-orang yang takut akan maqam Tuhannya, tersedia dua surga." (ar-Rahmaan: 46)
Dan sambungnya pada ayat 62 yang berarti:
“Dan, selain dari dua surga itu ada surga." (ar-Rahmaan: 62)
Maka bersabdalah Rasulullah ﷺ,
“(Yaitu) dua surga dari perak, segala piring cangkirnya dan segala yang ada dalam keduanya pun dari perak. Dan dua surga lagi dari emas; segala piring cangkirnya dan segala yang ada di dalamnya dari emas. Dan tidak ada lagi yang membatas di antara kaum itu dan di antara mereka akan memandang Tuhan mereka, melainkan suatu dindingan at-Kibriya' saja atas wajah-Nya, di dalam surga Aden.'" (HR Bukhari dan Muslim)
Al-Kibriya' artinya Kemahabesaran dan Keagungan Allah.
Sebuah hadits shahih lagi riwayat Bukhari Muslim yang diriwayatkan dari Abu Musa al-Asy'ari dan hadits Bukhari Muslim lagi dari Abu Hurairah, demikian bunyinya:
“Sesungguhnya di dalam surga itu adalah 100 tingkat, yang disediakan oleh Allah untuk orang-orang yang berjihad pada jalan-Nya (mujahidin fi sabilillah); tiap-tiap dua derajat darinya ialah sejauh jarak langit dan bumi. Maha kalau kamu hendak memohon kepada Allah, mohonkanlah al-Firdaus. Dia adalah tengah-tengah surga dan surga yang tertinggi. Dari sana memancar segala sungai surga. Dan, di atasnya ialah Arsy ar-Rahman. (Singgasana Allah)." (HR Bukhari dan Muslim)
Ada pula hadits yang tidak mantap kita menerimanya. Yang dirawikan Ibnu Abi Hatim, Ibnu Mardawaihi dari al-Hasan, bahwa dia pernah bertanya kepada Amran bin Hushain dan Abu Hurairah tentang ayat yang tengah kita tafsirkan ini, yaitu tentang tempat-tempat kediaman yang baik di surga Aden. Lalu, keduanya menjawab bahwa jawaban pertanyaan ini jatuh dari Yang Sangat Tahu (ahKhabiir, yaitu Allah sendiri), yang telah mereka tanyakan kepada Rasulullah ﷺ. Maka setengah dari jawaban Rasul ialah bahwa di sana didapati beribu-ribu rumah. Pada tiap-tiap rumah itu ada beribu-ribu bidadari.
Tidak senang hati kita membaca hadits ini: “Beribu-ribu rumah dan di tiap-tiap rumah beribu-ribu bidadari." Hati kecil kita bertanya, benarkah agaknya ada Nabi ﷺ berkata demikian? Setelah diselidiki ahli-ahli hadits, ternyata hadits itu adalah mungkar, artinya lebih rendah derajatnya dari dhaif, bahkan termasuk hadits palsu. Tidak jelas sanad dan kacau pula matannya. Setelah diselidiki dari mana sumbernya, ternyata Ka'ab al-Ahbar lagi!
Menurut keterangan Allamah ibnul Qayyim, “Tidak bertemu suatu hadits yang shahih yang menerangkan dari hal anak-anak bidadari dalam surga itu, yang dapat diper-tanggungjawabkan menurut ilmu hadits, yang terlebih dari'dua bidadari."
Seyogianyalah mubaligh-mubaiigh dan petugas dakwah Islam di dalam memberikan penerangan-penerangan agama kepada orang-orang awam, supaya jangan terlalu suka me-ngemukakan hadits-hadits yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Supaya orang yang berperasaan halus jangan tersinggung perasaannya, padahal hadis yang dijadikan alasan adalah hadis dhaif (lemah) atau hadits mungkar (lebih rendah lagi dari dhaif).
Pada 1963, pernah seorang mubaligh Indonesia mengemukakan hadits munkar ini dalam satu tabligh besar. Mubaligh berkata bahwa di surga itu kelak akan diberikan 500 buah istana indah. Tiap-tiap istana itu mempunyai 500 bilik (kamar), tiap-tiap kamar didiami oleh 500 anak bidadari. Orang-orang tertawa semuanya. Lebih-lebih kaum perempuan yang hadir, menjadi malu tersipu-sipu. Seorang Perwira ABRI berbisik kepada temannya, “Apakah kita di dalam surga itu akan hidup hanya sebagai seekor ayam jantan saja, menghadapi 500 kali 500 kali 500 anak bidadari. Sedangkan di dunia ini, untuk mengurus seorang istri lagi payah?"
Namun, ketika dicoba menanyakan hal itu kepada mubaligh tersebut, beliau hanya marah-marah saja. Dia berkata, “Barangsiapa tidak percaya kepada hadits, dia akan tersesat"
Padahal di dalam menilik ilmu hadits, sudah ada pedoman, yaitu kalau ada hadits yang kurang diterima oleh akal yang sehat, haruslah diperiksa nilai hadits tersebut. Besar kemungkinan bahwa hadits itu tidak dapat dipertanggungjawabkan. Maka Perwira ABRI tersebut ternyata sehat akalnya dalam menilai hadits tersebut. Dan nyata bahwa 500 istana dengan 500 kamar, dengan masing-masing kamar menyimpan 500 anak bidadari itu adalah hadits palsu.
RIDHA ALLAH
Kemudian dilanjutkan lagi bunyi ayat, sesudah mengecap nikmat surga Aden itu."Dan keridhaan dari Allah adalah lebih besar."
Sebanyak itu nikmat berlimpah-ruah, sejak dari surga biasa sampai kepada yang istimewa, dari surga Firdaus sampai kepada surga Aden yang di dalamnya terdapat dua stel surga perak dan surga emas. Namun, semuanya ini belum ada juga artinya, sebelum mendapat ridha dari Allah. Sebab ridha dari Allah inilah yang paling besar.
Tersebut di dalam sebuah hadits:
“Berkata … Malik (r.a.): dari Zaid bin Aslam, dari Atha bin Yasaar dari Abu Said al-Khudri (r.a.) bahwa Rasulullah ﷺ berkata, ‘Sesungguhnya Allah berfirman kepada ahli surga, ‘Hai ahli surga!' Semuanya menyahut, ‘Labbaik, ya Tuhan kami dan bahagialah Engkau, dan segala kebaikan ada dalam kedua tangan Engkau.' Allah bersabda pula, ‘Adakah kamu semuanya ridha!' Semuanya menjawab, ‘Bagaimanakah kami tidak akan ridha, ya Rabbi, padahal Engkau telah menganugerahkan kepada kami apa yang tidak Engkau anugerahkan kepada seorang pun dari hamba-Mu yang lain!' Berfirman Allah, ‘Sukakah kamu Aku anugerahkan lagi sesuatu yang lebih lagi utamanya daripada segala yang telah Aku karuniakan itu!' Semua menyahut, ‘Ya Tuhan! Apakah lagi yang lebih utama dari apa yang telah Engkau karuniakan itu!' Allah bersabda, ‘Aku anugerahkan kepadamu sekalian Ridhwanku, maka tidaklah akan ada lagi ke-cewa-Ku kepadamu sesudah ini.'"
Kemudian datang penutup ayat,
“Itulah dia kemenangan yang agung."
Jika sekalian nikmat itu telah dicukupi, surga dengan segala macam keindahannya, dengan airnya yang mengalir terus, dengan buah-buahannya yang sangat lezat, ditambah lagi dengan Firdausi dan Adennya, dan semuanya dilengkapi dengan karunia Keridhaan Allah, sampailah manusia kepada puncak yang dicari dan diperjuangkan dalam kesusahan hidup, dalam penderitaan dan percobaan tatkala masih hidup. Bergabunglah hikmat ma'nawiyaat (yang dapat dirasakan dengan jiwa) dengan nikmat yang mahsusaat (yang dapat dirasai dengan badan).
Karena bagaimanapun besar nikmat mahsusaat, kalau ridha Allah tidak ada, sama artinya dengan sama sekali tidak ada nikmat itu. Itulah sebabnya, seorang Shnfiyah yang terkenal, Rabi'atul Adawiyah pernah mengatakan, “Bagiku ridha Allah itulah yang aku harapkan. Adapun di mana aku hendak ditempatkan, asal ridha Allah itu ada, aku tidak memilih!'"