Ayat
Terjemahan Per Kata
أَلَمۡ
tidakkah/bukankah
يَأۡتِهِمۡ
datang kepada mereka
نَبَأُ
berita
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
مِن
dari
قَبۡلِهِمۡ
sebelum mereka
قَوۡمِ
kaum
نُوحٖ
Nuh
وَعَادٖ
dan 'Ad
وَثَمُودَ
dan Tsamud
وَقَوۡمِ
dan kaum
إِبۡرَٰهِيمَ
Ibrahim
وَأَصۡحَٰبِ
dan penduduk
مَدۡيَنَ
Madyan
وَٱلۡمُؤۡتَفِكَٰتِۚ
dan negeri yang telah musnah
أَتَتۡهُمۡ
telah datang kepada mereka
رُسُلُهُم
Rasul-Rasul mereka
بِٱلۡبَيِّنَٰتِۖ
dengan keterangan nyata
فَمَا
maka tidak
كَانَ
ada
ٱللَّهُ
Allah
لِيَظۡلِمَهُمۡ
untuk menganiaya mereka
وَلَٰكِن
akan tetapi
كَانُوٓاْ
adalah mereka
أَنفُسَهُمۡ
diri mereka sendiri
يَظۡلِمُونَ
mereka menganiaya
أَلَمۡ
tidakkah/bukankah
يَأۡتِهِمۡ
datang kepada mereka
نَبَأُ
berita
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
مِن
dari
قَبۡلِهِمۡ
sebelum mereka
قَوۡمِ
kaum
نُوحٖ
Nuh
وَعَادٖ
dan 'Ad
وَثَمُودَ
dan Tsamud
وَقَوۡمِ
dan kaum
إِبۡرَٰهِيمَ
Ibrahim
وَأَصۡحَٰبِ
dan penduduk
مَدۡيَنَ
Madyan
وَٱلۡمُؤۡتَفِكَٰتِۚ
dan negeri yang telah musnah
أَتَتۡهُمۡ
telah datang kepada mereka
رُسُلُهُم
Rasul-Rasul mereka
بِٱلۡبَيِّنَٰتِۖ
dengan keterangan nyata
فَمَا
maka tidak
كَانَ
ada
ٱللَّهُ
Allah
لِيَظۡلِمَهُمۡ
untuk menganiaya mereka
وَلَٰكِن
akan tetapi
كَانُوٓاْ
adalah mereka
أَنفُسَهُمۡ
diri mereka sendiri
يَظۡلِمُونَ
mereka menganiaya
Terjemahan
Apakah tidak sampai kepada mereka berita (tentang) orang-orang sebelum mereka, (yaitu) kaum Nuh, ‘Ad, Samud, kaum Ibrahim, penduduk Madyan, dan (kaum Lut) yang kota-kotanya dijungkirbalikkan? Telah datang kepada mereka rasul-rasul dengan membawa bukti-bukti yang nyata. Allah tidak akan pernah menzalimi mereka, tetapi merekalah yang selalu menzalimi diri sendiri.
Tafsir
(Belumkah datang kepada mereka berita penting) kabar penting (tentang orang-orang yang sebelum mereka; yaitu kaum Nuh, Ad) kaumnya Nabi Hud (Tsamud) kaumnya Nabi Saleh (kaum Ibrahim dan penduduk Madyan) kaumnya Nabi Syuaib (dan penduduk negeri-negeri yang telah musnah) negeri-negeri tempat tinggal kaumnya Nabi Luth, yang dimaksud ialah para penduduknya. (Telah datang kepada mereka rasul-rasul dengan membawa keterangan yang nyata) dengan membawa mukjizat-mukjizat akan tetapi mereka tetap mendustakannya, akhirnya mereka dibinasakan (maka Allah tidaklah sekali-kali menganiaya mereka) seumpamanya Dia mengazab mereka tanpa dosa (akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri) oleh sebab dosa-dosa yang mereka lakukan.
Tafsir Surat At-Taubah: 70
Belumkah datang kepada mereka berita penting tentang orang-orang yang sebelum mereka, yaitu kaum Nuh, 'Ad, Tsamud, kaum Ibrahim, penduduk Madyan, dan (penduduk) negeri-negeri yang telah musnah? Telah datang kepada mereka rasul-rasul dengan membawa keterangan yang nyata; maka Allah tidaklah sekali-kali menzalimi mereka, tetapi merekalah yang menzalimi diri mereka sendiri.
Allah ﷻ berfirman menasihati orang-orang munafik yang mendustakan rasul-rasul Allah. Untuk itu disebutkan:
“Belumkah datang kepada mereka berita penting tentang orang-orang sebelum mereka.” (At-Taubah 70)
Artinya, apakah kalian belum pernah mendapat berita tentang kisah orang-orang sebelum kalian dari kalangan umat terdahulu yang mendustakan para rasul? Yaitu kaum Nabi Nuh dan azab yang menimpa mereka berupa banjir besar yang menenggelamkan semua penduduk bumi, kecuali orang-orang yang beriman kepada Nabi Nuh a.s.
Kaum' Ad, bagaimana mereka dihancurkan dan dibinasakan dengan angin yang membinasakan, karena mereka telah mendustakan Nabi Hud a.s. Kaum Tsamud, bagaimana mereka diazab dengan teriakan yang keras, karena mereka telah mendustakan Nabi mereka (yaitu Nabi Saleh a.s.) dan menyembelih untanya. Kaum Nabi Ibrahim, bagaimana Allah menolong Nabi-Nya dalam menghadapi mereka dan memberinya mukjizat yang jelas dalam menghadapi kaumnya, dan Allah membinasakan raja mereka (yaitu Numruz ibnu Kan'an ibnu Kausy Al-Kan'ani la'natullah).
Penduduk Madyan, mereka adalah kaum Nabi Syu'aib a.s., bagaimana mereka ditimpa gempa dan ditimpa azab pada hari mereka dinaungi awan. Dan penduduk negeri-negeri yang telah musnah (Al-Mu'tafikat), yaitu kaum Nabi Luth, mereka tinggal di banyak kota.
Dalam ayat lain disebutkan: “Dan negeri-negeri kaum Luth yang telah dihancurkan Allah.”(An-Najm: 53)
Yakni umat yang telah dihancurkan. Menurut suatu pendapat, ibu kotanya adalah Sodom. Makna yang dimaksud dari ayat ini ialah 'Allah ﷻ membinasakan mereka hingga antek-anteknya karena mereka telah mendustakan Nabi Allah, yaitu Luth a.s. dan mereka gemar melakukan perbuatan fahisyah (keji) yang belum pernah dilakukan oleh seorang manusia pun sebelum mereka (yakni menggauli lelaki pada liang anusnya).
“Telah datang kepada mereka rasul-rasul dengan membawa keterangan yang nyata.” (At-Taubah: 70)
Maksudnya, dengan membawa hujah-hujah dan dalil-dalil yang pasti.
“Maka Allah tidaklah sekali-kali menzalimi mereka.” (At-Taubah: 70)
Yaitu dengan membinasakan mereka tanpa alasan, karena sesungguhnya Allah telah menegakkan hujah-Nya (argumentasi-Nya) terhadap mereka dengan mengirimkan rasul-rasul-Nya kepada mereka.
“Tetapi merekalah yang menzalimi diri mereka sendiri.” (At-Taubah: 70)
Karena mereka telah mendustakan rasul-rasul dan menentang kebenaran sehingga mereka mengalami azab dan kebinasaan.
Kemudian, melalui ayat ini, Allah mengingatkan orang-orang munafik sekaligus sebagai ancaman, jika mereka tetap bersikap seperti itu. Apakah tidak sampai kepada mereka berita tentang orang-orang yang sebelum mereka yang telah dibinasakan oleh Allah akibat mendustakan para rasul' Mereka itu adalah kaum Nuh, 'Ad, Samud, kaum Ibrahim, penduduk Madyan, dan penduduk negeri-negeri yang telah musnah, yang di antaranya masih bisa dibuktikan peninggalannya' Padahal telah datang kepada mereka rasul-rasul dengan membawa bukti-bukti yang nyata, namun sayang, mereka mendustakannya lalu Allah membinasakannya. Demikian ini, karena Allah tidak pernah sedikit pun menzalimi mereka, tetapi merekalah yang menzalimi diri mereka sendiri. Ayat sebelumnya menjelaskan sikap buruk orang-orang munafik disertai ancaman, sedang ayat ini menjelaskan kebalikannya, yakni hakikat orang-orang mukmin. Dan orang-orang yang beriman, dengan iman-nya yang sempurna, dari laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain dalam hal-hal kebenaran dan kebaikan. Secara jelas dapat dilihat dalam sikap dan perilakunya, yaitu mereka menyuruh berbuat yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan salat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan RasulNya. Mereka itulah yang akan senantiasa diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Mahaperkasa untuk melindungi mereka dengan rahmat-Nya, Mahabijaksana dalam setiap pemberian-Nya.
Pada ayat ini Allah mencela orang-orang munafik mengapa mereka tidak mengetahui kisah tentang umat-umat dahulu kala seperti umat Nabi Nuh, kaum 'Ad dan samud, kaum Ibrahim dan penduduk Madyan dan kaum Luth. Kepada mereka, Allah telah mengutus rasul-rasul-Nya yang membawa petunjuk-petunjuk dari Allah, tetapi mereka sambut rasul-rasul Allah itu dengan sikap menantang, sehingga Allah menurunkan kepada mereka azab seperti topan yang menenggelamkan kaum Nuh, angin yang membinasakan kaum 'Ad, dan petir yang membinasakan kaum samud. Hal itu tidaklah berarti Allah berbuat aniaya terhadap mereka, karena bertentangan dengan sifat keadilan Allah yang tidak pernah menzalimi hamba-Nya, tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri disebabkan mereka tidak mengindahkan petunjuk-petunjuk Allah yang dibawa oleh rasul-rasul-Nya. Sunnatullah tidak akan berubah sebagaimana Allah menjatuhkan azab kepada orang-orang yang menentang rasul-Nya pada masa dahulu pasti pada masa sekarang Allah akan mengazab orang-orang yang bersalah jika mereka tidak bertobat.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
MUNAFIK DAN AKIBATNYA
Ayat 67
“Laki-laki yang munafik dan perempuan-perempuan yang munafik, yang sebagian mereka adalah dari yang sebagian."
Yang sebagian dari yang sebagian, artinya ialah bahwa perangai, tingkah laku, budi pekerti mereka adalah sama coraknya. Jika orang berhadapan dengan seorang munafik, baik dia laki-laki maupun dia perempuan, akan berhadapan dengan corak yang serupa, atau tipe yang serupa."(Yaitu) mereka menyuruh dengan yang mungkar dan mereka melarang dari yang makruf." Bahwa penilaian mereka atas buruk dan baik juga sama, perbuatan yang mungkar, yang tidak disukai oleh manusia yang berpikiran sehat dan beragama, itulah yang lebih mereka sukai. Sebaliknya, segala perbuatan yang makruf, yakni yang dikenal baik dan diterima oleh pergaulan hidup yang berbudi, tidaklah mereka senangi. Ibarat orang bermain musik dengan alat yang banyak, jika mereka turut memegang alat-alat musik itu, namun suara yang mereka mainkan selalu berbeda dan bertingkah dengan yang lain sehingga seluruh permainan menjadi sumbang. Oleh sebab itu, suatu masyarakat yang dicampuri oleh orang munafik, akan selalu di dalam kegelisahan. Maka akan selalu menjadi batu penarung dari segala langkah yang baik, sebab mereka tidak menyukai segala yang baik."Dan mereka genggamkan tangan mereka." Genggam tangan, artinya tidak mau mengeluarkan belanja, yaitu bakhil. Mulut mereka paling keras untuk mengeluarkan usul-usul atau saran-saran. Kalau kehendak mereka diperlakukan, niscaya pembangunan yang baik akan terbengkalai. Kalau mereka kalah oleh suara terbanyak, mereka mengomel di belakang. Kalau diminta pengorbanan harta, mereka sama sekali tidak mau mengeluarkan. Kalau ada mereka mengeluarkan apa-apa, niscaya akan mereka rebut di mana-mana bahwa mereka telah turut berkorban. Inilah beberapa perangai yang sama dari orang-orang munafik, baik laki-laki maupun perempuan mana-mana dan di segala masa. Sebabnya ialah “Mereka telah melupakan Allah." Artinya, mungkin juga nama Allah itu disebutnya tiap waktu. Mungkin mulutnya lancar menyebut nama Allah; subhanallah. Masya Allah! Tetapi itu hanya dari leher ke atas, bukan dari lubuk hati yang ikhlas. Sebab itu sama jugalah artinya dengan mereka telah lupa kepada Allah. Sebab Allah itu mempunyai perintah dan larangan. Ada perbuatan yang dikasihi oleh Allah dan ada yang dibenci-Nya. Orang munafik tidak mengingat apa yang di-perintahkan Allah dan apa yang dilarang-Nya. Tidak ingat apa yang disayangi-Nya dan apa yang Dia benci. Sebab yang menjadi pedoman hidup orang-orang yang munafik itu tidak lain dari kepentingan diri sendiri. Karena hanya mengemukakan kepentingan diri sendiri, mereka pun melupakan kepentingan perintah dan larangan Allah. “Maka Allah pun melupakan mereka." Sebagai balasan Allah karena mereka melupakan Allah itu, Allah pun melupakan mereka. Niscaya dapat dipaham
kan bahwa pada Allah tidak ada sifat lupa dan Allah pun tidak pernah tidur. Sebab sifat lupa dan sifat tidur adalah sifat kekurangan pada makhluk. (Lihat surah al-Baqarah ayat 255, yang dikenal dengan nama Ayatul Kursi). Lantaran itu, arti Allah melupakan di sini, ialah tidak memedulikan mereka, dan tidak lagi memberi mereka tuntunan kepada jalan yang baik, tersebab dari salah mereka sendiri. Maka ayat ini membuktikan lagi bahwa manusia itu dengan anugerah akal yang ada pada mereka, guna memperbedakan yang buruk dengan yang baik, adalah mempunyai ikhtiar dan usaha sendiri. Sebab itu dapatlah dipahamkan lanjutan ujung ayat,
“Sesungguhnya orang-oiang munafik, itu, adalah mereka orang-orang yang fasik."
Di sini teranglah bahwa mereka menjadi dilupakan Allah karena mereka sendiri yang fasik. Fasik artinya keluar dari garis yang telah ditentukan, ditambah lagi dengan menentang. Mereka tidak akan mengerjakan yang baik, dan mengatakan pula bahwa yang baik itu tidak baik.
Ayat 68
“Allah telah menjanjikan untuk laki-laki munafik dan perempuan-perempuan munafik dan orang-orang yang kufur, neraka jahannam."
Hanya itulah tempat yang pantas bagi mereka, karena sikap-sikap, kelakuan, dan perangai itu. Tempat laki-laki dan perempuan-perempuan munafik, adalah sama dengan orang-orang yang kufur, yang menolak kebenaran. Malahan di dalam surah an-Nisaa' ayat 145, sudah dijelaskan bahwa tempat orang-orang yang munafik itu adalah di dasar yang paling bawah dalam neraka “Mereka akan kekal di dalamnya." Sebab ketika hidupnya pun mereka itu, baik laki-laki maupun perempuan kekal pula di dalam fasik, ‘itulah yang cukup untuk mereka." Bahwa balasan masuk neraka dan kekal di dalamnya, adalah cukup dan pantas untuk mereka, tidak ada jalan lain."Dan Allah mengutuk mereka." Sejak dari masa hidup di dunia ini, sehingga menjadi batu penarung, kebencian orang, mengacau, membikin yang jernih jadi keruh.
“Dan bagi mereka adzab yang tetap."
Artinya, karena mereka ditempatkan di dalam neraka, tetaplah mereka menderita siksa. Karena tidak ada satu tempat terluang di dalam neraka itu yang sedia buat senang-senang, dan seluruhnya adalah adzab.
Ayat 69
“Seperti juga orang-orang yang sebelum kamu."
Maka pangkal ayat ini memberi ingat kepada orang-orang yang munafik itu bahwasanya perbuatan mereka sekarang ini bukanlah perbuatan baru. Dahulu pun telah ada juga orang-orang munafik terhadap rasul-rasul. Berlidah bercabang, berkepala dua, bermuka seribu. Masuk ke dalam Islam, tetapi mengganggu di dalamnya."Adalah mereka itu lebih bersangatan kekuatan daripada kamu dan lebih banyak harta benda dan anak-anak." Maka kalau kamu, wahai orang-orang munafik yang sekarang, di zaman Muhammad ﷺ membanggakan kekuatan kamu, maka umat munafik zaman purbakala itu jauh lebih kuat kedudukan mereka daripada kamu. Kalau kamu membanggakan harta benda, mereka pun banyak yang lebih kaya raya daripada kamu. Kalau kamu membanggakan anak dan keturunan."Oleh karena itu, mereka telah bersenang-senang dengan bagian mereka. Maka kamu pun telah bersenang-senang dengan bagian kamu sebagaimana bersenang-senang orang-orang yang sebelum kamu itu dengan bagian mereka, dan kamu pun telah bersuka ria, sebagaimana mereka telah bersuka ria." Padahal kalau dihitung kepada kekuatan, kekayaan harta benda, dan anak yang mereka dapat sebagai pembagian dari Allah, dibandingkan dengan bagian yang kamu dapat, jauhlah kurangnya bagian kamu itu daripada bagian mereka. Kamu bersuka ria dengan harta pemberian Allah sebagai mereka bersuka ria, padahal jumlah yang ada pada mereka lebih besar. Bagaimana jadinya orang-orang yang sebelum kamu itu? “Mereka itu adalah orang-orang yang telah gugur amal-amalan mereka di dunia dan di akhirat."
Ayat ini telah mengupas dengan jelas tentang apa sebab orang jadi munafik. Pertama ialah karena merasa diri kuat dan gagah, banyak harta, dan banyak anak. Oleh sebab itu, ingin selalu mewah dan selalu senang dan ingin selalu bersuka ria dan lantaran itu tidak lagi hendak menilai seruan yang baik dan ajakan kebenaran.
Sangat awas mereka, jika harta mereka ditimpa bencana. Tetapi jika agama mereka yang ditimpa bencana, mereka tidak merasa dan mereka bertahan pada yang mungkar. Akhirnya, meskipun ada amal dan baik, menjadi gugurlah amalan itu, tidak diterima Allah. Sebab walaupun mereka beramal, dasarnya ialah munafik juga.
“Dan mereka itu adalah orang-orang yang rugi."
Amal di dunia telah gugur dan percuma. Belanja telah banyak habis, namun hasilnya bagi keselamatan diri tidak ada, baik di dunia dalam pergaulan hidup ramai, maupun di akhirat tempat dinilai mutu amal. Lantaran itu teranglah mereka rugi. Rugi umur dan rugi harta. Harta tidak menolong dan anak pun tidak. Sebagai misalnya Abdullah bin Ubay mengharap anak akan menyambung pendirian yang dipertahankan, padahal anak kandung telah memilih ajaran baru yang dituntunkan Rasul ﷺ. Maka benarlah pepatah Melayu untuk orang-orang yang munafik: “Dihitung gelas berlaba, padahal pokok yang telah ter-makan." Disangka awak masih gagah, padahal benteng telah runtuh. Atau pepatah lain: “Ayam menang, kampung tergadai"
Ayat 70
“Tidaklah datang kepada mereka … tentang orang-orang yang sebelum mereka."
Sebagai penguatkan perhatian kepada orang-orang yang telah beriman sendiri setelah menerangkan sesatnya jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang munafik, bertanyalah Allah kepada orang-orang yang beriman: “Tidakkah mereka menerima perkabaran dari hal umat-umat yang terdahulu, yang lebih gagah dan kuat, lebih kaya dan banyak anak keturunan, mereka telah binasa dan hancur-lebur juga karena menerima adzab Allah: “(Yaitu) kaum Nuh dan Ad dan Tsamud dan kaum Ibrahim dan penduduk Madyar dan negeri-negeri yang sudah dibinasakan itu." Yaitu negeri Sadum dan Ghamurah yang didatangi Nabi Luth. Bagaimana jadinya nasib segala penduduk negeri itu? “Telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan berbagai keterangan." Lalu mereka bantah keterangan-keterangan yang dibawa dan mereka tantang rasul-rasul munafik laki-laki dan perempuan-perempuan sekarang, bersamaan dengan tangan kaum musyrikin yang kufur itu. Lantaran itu mereka pun dibinasakan Allah, dihancur-leburkan negeri mereka, dihabiskan dengan gempa bumi atau dengan ditimpai hujan batu, atau terbakar oleh lahar dan sebagainya.
“Maka tidaklah Allah berlaku aniaya kepada mereka, tetapi adalah atas diri mereka sendiri mereka berlaku aniaya."
Hal ini pun bisa kejadian pada kamu, hai munafik yang sekarang dan hai kafir yang sekarang. Dan apabila dalam memberi peringatan ini, Allah menyuruh memerhatikan umat yang terdahulu, berarti hal yang demikian pun mungkin saja terjadi di zaman Muhammad ﷺ masih hidup, ataupun setelah dia wafat.
Allah tidaklah mendatangkan suatu malapetaka semata-mata karena zalim. Melainkan manusia itu sendirilah yang menzalimi dirinya, melanggar batas, melampaui pantangan, dan fasik. Pada zaman Nabi ﷺ, betapa besarnya tantangan yang dilakukan pemuka-pemuka Quraisy kepada beliau. Maka dalam peperangan yang mula-mula sekali, yaitu Perang Badar, tujuh puluh orang pemuka penting binasa di medan perang. Demikian pula dengan perlawanan-perlawanan yang seterusnya. Meskipun sekali, dan hanya sekali itu saja, yaitu dalam Perang Uhud, mereka dapat menuntutkan balas, namun kekalahan mereka pada berikutnya tidaklah tertahan-ta-han lagi sehingga akhirnya mereka runtuh.
Menurut riwayat Imam Ahmad dari jabir bin Abdullah, di tengah perjalanan menuju Tabuk, bertemulah mereka dengan runtuhan negeri al-Hijr atau desanya kaum Tsamud yang didatangi Nabi Shalih itu, runtuhan rumah-rumah dan bekas-bekas kebun-kebun yang luas, sudah menjadi padang tandus, sehingga kelihatan jelaslah bekas kemurkaan Allah, padahal telah beribu tahun lampau. Berkatalah Rasulullah ﷺ kepada kaum Mus-limin yang termenung melihat bekas itu. Kata beliau, “Jangan kamu coba masuk ke bekas rumah-rumah tempat kediaman kaum yang telah menganiaya diri itu, melainkan di dalam keadaan menangis, dan bermohon kepada Allah, agar kiranya jangan menimpa kepada kamu apa yang telah menimpa kepada mereka."
Dan kata beliau pula, “Ingatlah kamu akan hal ini. Maka janganlah kamu meminta-minta mukjizat. Karena kaum Nabi Shalih ini dahulunya telah meminta ditunjukkan suatu mukjizat, lalu didatangkan Allah seekor unta. Unta itu kembali dari jurusan ini dan datang dari jurusan ini (sambil) Nabi ﷺ menunjukkan pinggir-pinggir bukit (tempat unta itu datang, peny.). Mereka boleh meminum susu unta itu di suatu hari dan unta itu pun meminum air mereka di hari esoknya. Tetapi mereka durhakai ketentuan Allah, lalu unta itu mereka potong. Maka datanglah adzab Allah dengan pekik (jerit) yang sangat keras dan hancurlah negeri itu."
Ini pun satu didikan adab sopan jika meninjau tempat bersejarah atau tempat yang penting. Misalnya, kalau kita diberi izin ke tempat orang-orang jahat dihukum gantung, melihat tiang gantungan tertegak dan tali gantungan tersimpai di sana, niscaya tidaklah pantas kita tertawa, melainkan hendaklah bermohon kepada Allah, janganlah kiranya kita sampai berbuat perbuatan jahat yang akan menyebabkan kita menjalani hukuman yang negeri itu.
***
(72) Allah telah menjanjikan kepada orang-orang laki-laki yang beriman dan orang-orang perempuan yang beriman, surga-surga, yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan tempat-tempat tinggal yang baik di dalam surga Aden. Sedang keri-dhaan dari Allah adalah lebih besar. Itulah dia kemenangan yang agung.
SIFAT ORANG BERIMAN
Selalu Allah, apabila telah selesai menerangkan ngeri dan kejam adzab-Nya kepada orang-orang yang bersalah, membukakan pengharapan bagi orang yang patuh dan taat akan perintah-perintah-Nya. Sebab itu betapa pun ngeri ancaman-Nya, amatlah luar biasa besar dan agung karunia-Nya.
(71) Dan laki-laki yang beriman dan perempuan-perempuan yang beriman, yang sebagian mereka adalah pemimpin bagi yang sebagian. Mereka itu menyuruh berbuat makruf dan melarang dari yang mungkar, dan mereka mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat, dan mereka pun taat kepada Allah dan Rasui-Nya. Mereka itu adalah orang-orang yang akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah adalah Mahagagah, lagi Mahabijaksana.
Ayat 71
“Dan laki-laki yang beriman dan perempuan-perempuan yang beriman, yang sebagian mereka adalah pemimpin bagi yang sebagian."‘
Di dalam ayat ini kita bertemu lagi kalimat auliya', di jamak dari kata wali yang pernah kita artikan pimpinan atau pemimpin. Maka dijelaskanlah di sini perbedaan yang sangat besar di antara munafik dengan Mukminin. Kaiau pada orang munafik terdapat perangai yang sama, kelakuan yang serupa, namun di antara mereka sesama mereka tidaklah ada pimpin-memimpin dan bimbing-membimbing. Sebab masing-masing mementingkan diri sendiri, kalau mereka bersatu hanyalah karena samanya kepentingan. Tetapi kalau ada kesempatan, yang satu niscaya akan meng-khianati yang lain. Sedang orang Mukmin tidak begitu. Mereka bersatu, pimpin-memimpin, yang setengah atas yang setengah, bantu-membantu, laki-laki dengan perempuan. Di-patrikan kesatuan mereka oleh kesatuan i'tiqad, yaitu percaya kepada Allah. Lantaran kesatuan kepercayaan bersama itu, timbullah ukhuwah, yaitu persaudaraan. Cinta-men-cintai, melompat sama patch, menyeruduk sama bungkuk, sehina semalu, sesakit sesenang, mendapat sama berlaba, kececeran sama merugi. Tolong-menolong, bantu-membantu. Yang kaya mencintai yang miskin, yang miskin mendoakan yang kaya. Sehingga sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ yang miskin tinggal pada ruang yang bernama Shuffah di dekat Masjid Madinah, dan makan minumnya diantarkan selalu oleh orang-orang yang mampu. Orang-orang perempuan pun pergi bersama-sama ke medan perang, sebab mereka adalah Mukminat. Di dalam hadits-hadits yang shahih, riwayat Bukhari dan Muslim dan ahli-ahli hadits yang lain diterangkan bahwa Fatimah binti Rasulullah bersama Ummi Sulaim turut dalam Perang Uhud. Aisyah pun turut dalam perang itu. Kerja mereka ialah pekerjaan yang pantas bagi perempuan. Menyediakan air minum atau mengobati yang luka. Bukankah yang mencabutkan pecahan besi yang masuk ke dalam pipi Rasulullah saw,, ialah anaknya sendiri Fatimah, karena besi itu tidak bisa dicabut dengan tangan?
Sampai pun dalam Perang Khaibar, banyak perempuan pergi dan turut mengerjakan pe-kerjaan yang layak bagi perempuan. Kadang-kadangpun turut mengangkat senjata sehingga ketika membagi ghanimah, mereka pun diberi bagian oleh Rasulullah ﷺ.
Sampai pun setelah beliau wafat, Binti Malhan turut pergi berperang ke Cyprus, me-nurutkan suaminya, Ubadah bin Shamit, dan syahid dalam peperangan itu. Sebab di waktu masih di Mekah sebelum pindah ke Madinah, Rasulullah ﷺ pernah tertidur siang hari ketika berteduh di rumahnya, lalu beliau bermimpi bahwa kelak akan ada umatnya ber-juang, jihad fi-sabilillah menempuh lautan. Maka Binti Malhan memohonkan kepada Rasulullah ﷺ supaya mendoakan, agar dia turut hendaknya dalam angkatan laut itu. Lalu Rasulullah ﷺ bersabda, “Engkau akan turut dalam peperangan itu!" Lebih dua puluh tahun setelah Rasulullah ﷺ wafat, barulah bertemu apa yang diharapkannya, dan terkabul doa Rasulullah ﷺ. Binti Malhan turut dalam Armada Islam ke pulau Cyprus.
Dengan contoh-contoh kejadian pada zaman Rasulullah saw, ini, kita melihat apa artinya bahwa laki-laki beriman dengan perempuan-perempuan beriman adalah yang sebagai jadi pimpinan bagi yang lain. Artinya perempuan pun ambil bagian yang penting di dalam menegakkan agama. Bukan laki-laki raja.
“Mereka itu menyuruh berbuat yang makruf dan melarang dari yang mungkar"
Dengan semangat tolong-menolong, pim-pin-memimpin itu mereka menegakkan amal dan membangun masyarakat Islam, masyarakat orang yang beriman, laki-laki dan perempuan. Kalau ada pekerjaan yang baik, yang makruf, semua menegakkan dan menggiatkan. Dan kalau ada yang mungkar, yang tidak patut, semuanya menentang. Sehingga mereka mempunyai pandangan umum (opini publik) yang baik. Tidak ada penghinaan kepada pe-rempuan dari pihak laki-laki dan tidak ada tantangan yang buruk dari pihak perempuan kepada laki-laki. Misalnya, menuntut hak, sebab hak telah terbagi dengan adil.
“Dan mereka mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat" Karena dengan mendirikan shalat mereka mendapat dua hubungan. Pertama hubungan dengan Allah dalam ibadah, kedua hubungan sesama Mukmin dengan berjamaah. Dari berdirinya jamaah shalat itu, bertambah suburlah amar ma'ruf dan nahi munkar tadi. Sebab ukhuwah telah terpadu dalam ibadah. Sehabis shalat mereka berusaha kembali, berniaga, bercucuk tanam, dan be-ternak. Hasil usaha itu mereka zakatkan. Sedangkan jenis yang akan diberi zakat sudah pula terbentang, seperti ditentukan pada ayat 60 yang telah terdahulu tadi. “Dan mereka pun taat kepada Allah dan Rasul-Nya." Sebab selain dari perintah amar ma'ruf dan nahi munkar di dalam pergaulan bersama, dan perintah mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat, ada lagi inti sari atau tiang yang akan menyebabkan terlaksananya perintah yang empat perkara itu, yaitu taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Kalau ketaatan itu sudah diinsafi, dengan sendirinya munafik tidak akan terjadi lagi. Hidup seorang yang beriman, laki-laki dan perempuan dituntun ketaatannya. Betapa pun asyiknya seorang beriman berniaga, walaupun sedang ramai jual-beli, demi didengarnya suara adzan memanggil shalat berjamaah ke masjid, langsung ditutupnya kedainya dan segera melaksanakan titah Allah dan Rasul ﷺ. Maka segala amalannya, baik mengenai rumah tangga, suami istri, ayah dengan anak, tetangga dengan tetangga, tuan rumah kepada tetamu, di atas dari itu ialah umat terhadap Rasul, atau hamba terhadap Allah, semuanya dilakukan atas dasar taat. Tidak menyimpang. Atau kata orang sekarang, telah terikat oleh disiplin. Seorang Mukmin ialah seorang yang berdisiplin tinggi.
Di sini kita kemukakan contoh pimpin-memimpin Mukmin laki-laki dengan Mukmin perempuan tadi. Misalnya, ialah shalat Jum'at atau jamaah. Perempuan tidak diwajibkan oleh Rasulullah ﷺ berjamaah ke surau dan berjum'at ke masjid. Apa sebab? Apakah ka-rena mereka kurang diberi hak? Jangan salah paham! Mereka tidak diwajibkan berjamaah dan berjum'at, karena mereka mempunyai kewajiban yang lebih penting dalam rumah tangga. Buat mereka, oleh karena tugas rumah tangga yang berat, shalat di rumah lebih baik daripada shalat di masjid. Tetapi kalau mereka ingin juga hendak ke masjid karena barangkali tugas itu dapat dilaksanakan dengan baik, datanglah perintah Rasulullah ﷺ, “Jangan kamu larang ‘ perempuan-perempuan kamu, jika mereka hendak ke masjid." Lalu, disediakan tempat yang layak buat mereka. Tetapi terang bahwa mereka tidak dibebani mendirikan jamaah dan Jum'at. Beban mereka lebih berat, yaitu mendidik anak dan memelihara ketenteraman rumah tangga.
Demikianlah masyarakatnya orang-orang yang beriman. Kemudian, Allah terangkan lagi kemuliaan masyarakat Mukminin dan Mukminat itu: “Mereka itu adalah orang-orang yang akan diberi rahmat oleh Allah." Artinya, asal tetap mereka pegang pendirian iman dan syarat-syarat yang tersebut di atas tadi, pimpin-memimpin, tolong-menolong, sama menganjur berbuat ma'ruf, sama mencegah berbuat mungkar, mendirikan sembahyang, mengeluarkan zakat dan taat kepada Allah dan Rasul, Allah berjanji bahwa mereka akan diberi rahmat; kita sudah faham arti rahmat, sebagai sumber dari kalimat rahman dan rahim, yaitu cinta, kasih dan sayang dari Allah. Pokoknya adalah ketenteraman jiwa dalam iman, sebagai lawan dari akibat orang munafik tadi, yaitu dilupakan Allah.
“Sesungguhnya Allah adalah Mahagagah." Untuk menghukum orang yang tiada taat. “Lagi Mahabijaksana,"
(ujung ayal 71)
untuk membimbing makhluk-Nya yang taat menuruti ajaran-Nya.
Setelah Allah menjanjikan, Mukmin laki-laki dan perempuan akan diberi rahmat, lalu ayat selanjutnya menjelaskan perincian rahmat itu.
Ayat 72
“Allah telah menjanjikan kepada orang-orang laki-laki yang beriman dan orang-orang perempuan yang beriman, surga-surga, yang mengalir di bawahnya sungai-sungai."
Di dunia kaum beriman laki-laki dan perempuan telah dijanjikan, asal mereka pegang teguh syarat-syarat itu bahwa mereka akan diberi rahmat. Memang besarlah rahmat yang telah diberikan Allah kepada kaum beriman karena ketaatan kepada Allah dan Rasul ﷺ itu sehingga berdirilah agama Islam, tersebarlah dia ke muka dunia, membawa nur dan cahaya bagi Islam, suatu kehidupan yang dapat dijadikan teladan, suatu sakinah ketenteraman hati. Itu baru di dunia. Dan di akhirat nanti lebih lagi dari itu, yaitu surga-surga, taman-taman Firdausi yang indah, bukan hanya satu surga, melainkan banyak surga. Mengalir selalu sungai yang airnya jernih dan sejuk sehingga tak pernah kekurangan air, lambang dari hidup yang subur."Kekal mereka di dalamnya." Tidak akan keluar lagi untuk selamanya."Dan tempat-tempat tinggal yang baik di dalam surga ‘Adn." Artinya, di samping surga-surga yang umum ada lagi surga yang lebih utama, yaitu surga ‘Adn.
‘Adn lebih istimewa dari sekalian yang istimewa itu.
Atha ai-Khurasani mengatakan, “Surga ‘Adn ialah pusat surga. Lotengnya ialah Arsy Allah Yang Rahman."
Ibnu Mas'ud berkata, “‘Adn ialah perut surga, artinya tengah-tengahnya."
Al-Hasan berkata, “Surga ‘Adn ialah sebuah istana dari emas. Tidak ada yang dapat memasukinya, kecuali Nabi ﷺ, atau orang-orang yang shiddiq, atau orang-orang yang mati syahid, atau penguasa yang adil."
Muqatil dan al-Kalbi berkata, “Aden adalah surga yang paling tinggi sekali. Di sanalah mata-air Tasnim (nama sebuah mata-air yang jernih di dalam surga). (Lihat surah al-Muthaffifin ayat 27). Surga-surga yang lain terhampar mengelilingi dia. Tempat itu ditu-tupi sejak Allah Ta'aala menjadikannya sampai kelak datang nabi-nabi dan orang-orang yang shiddiq, orang-orang yang mati syahid, orang-orang saleh, dan orang-orang yang di-kehendaki Allah untuk memasukinya."
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari hadits Abu Bakar bin Abdullah bin Qais,
dari ayahnya (yaitu Abu Musa al-Asy'ari, sahabat Rasulullah ﷺ yang terkenal), ketika menafsirkan ayat 46 surah ar-Rahmaan, yang berarti:
“Dan bagi orang-orang yang takut akan maqam Tuhannya, tersedia dua surga." (ar-Rahmaan: 46)
Dan sambungnya pada ayat 62 yang berarti:
“Dan, selain dari dua surga itu ada surga." (ar-Rahmaan: 62)
Maka bersabdalah Rasulullah ﷺ,
“(Yaitu) dua surga dari perak, segala piring cangkirnya dan segala yang ada dalam keduanya pun dari perak. Dan dua surga lagi dari emas; segala piring cangkirnya dan segala yang ada di dalamnya dari emas. Dan tidak ada lagi yang membatas di antara kaum itu dan di antara mereka akan memandang Tuhan mereka, melainkan suatu dindingan at-Kibriya' saja atas wajah-Nya, di dalam surga Aden.'" (HR Bukhari dan Muslim)
Al-Kibriya' artinya Kemahabesaran dan Keagungan Allah.
Sebuah hadits shahih lagi riwayat Bukhari Muslim yang diriwayatkan dari Abu Musa al-Asy'ari dan hadits Bukhari Muslim lagi dari Abu Hurairah, demikian bunyinya:
“Sesungguhnya di dalam surga itu adalah 100 tingkat, yang disediakan oleh Allah untuk orang-orang yang berjihad pada jalan-Nya (mujahidin fi sabilillah); tiap-tiap dua derajat darinya ialah sejauh jarak langit dan bumi. Maha kalau kamu hendak memohon kepada Allah, mohonkanlah al-Firdaus. Dia adalah tengah-tengah surga dan surga yang tertinggi. Dari sana memancar segala sungai surga. Dan, di atasnya ialah Arsy ar-Rahman. (Singgasana Allah)." (HR Bukhari dan Muslim)
Ada pula hadits yang tidak mantap kita menerimanya. Yang dirawikan Ibnu Abi Hatim, Ibnu Mardawaihi dari al-Hasan, bahwa dia pernah bertanya kepada Amran bin Hushain dan Abu Hurairah tentang ayat yang tengah kita tafsirkan ini, yaitu tentang tempat-tempat kediaman yang baik di surga Aden. Lalu, keduanya menjawab bahwa jawaban pertanyaan ini jatuh dari Yang Sangat Tahu (ahKhabiir, yaitu Allah sendiri), yang telah mereka tanyakan kepada Rasulullah ﷺ. Maka setengah dari jawaban Rasul ialah bahwa di sana didapati beribu-ribu rumah. Pada tiap-tiap rumah itu ada beribu-ribu bidadari.
Tidak senang hati kita membaca hadits ini: “Beribu-ribu rumah dan di tiap-tiap rumah beribu-ribu bidadari." Hati kecil kita bertanya, benarkah agaknya ada Nabi ﷺ berkata demikian? Setelah diselidiki ahli-ahli hadits, ternyata hadits itu adalah mungkar, artinya lebih rendah derajatnya dari dhaif, bahkan termasuk hadits palsu. Tidak jelas sanad dan kacau pula matannya. Setelah diselidiki dari mana sumbernya, ternyata Ka'ab al-Ahbar lagi!
Menurut keterangan Allamah ibnul Qayyim, “Tidak bertemu suatu hadits yang shahih yang menerangkan dari hal anak-anak bidadari dalam surga itu, yang dapat diper-tanggungjawabkan menurut ilmu hadits, yang terlebih dari'dua bidadari."
Seyogianyalah mubaligh-mubaiigh dan petugas dakwah Islam di dalam memberikan penerangan-penerangan agama kepada orang-orang awam, supaya jangan terlalu suka me-ngemukakan hadits-hadits yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Supaya orang yang berperasaan halus jangan tersinggung perasaannya, padahal hadis yang dijadikan alasan adalah hadis dhaif (lemah) atau hadits mungkar (lebih rendah lagi dari dhaif).
Pada 1963, pernah seorang mubaligh Indonesia mengemukakan hadits munkar ini dalam satu tabligh besar. Mubaligh berkata bahwa di surga itu kelak akan diberikan 500 buah istana indah. Tiap-tiap istana itu mempunyai 500 bilik (kamar), tiap-tiap kamar didiami oleh 500 anak bidadari. Orang-orang tertawa semuanya. Lebih-lebih kaum perempuan yang hadir, menjadi malu tersipu-sipu. Seorang Perwira ABRI berbisik kepada temannya, “Apakah kita di dalam surga itu akan hidup hanya sebagai seekor ayam jantan saja, menghadapi 500 kali 500 kali 500 anak bidadari. Sedangkan di dunia ini, untuk mengurus seorang istri lagi payah?"
Namun, ketika dicoba menanyakan hal itu kepada mubaligh tersebut, beliau hanya marah-marah saja. Dia berkata, “Barangsiapa tidak percaya kepada hadits, dia akan tersesat"
Padahal di dalam menilik ilmu hadits, sudah ada pedoman, yaitu kalau ada hadits yang kurang diterima oleh akal yang sehat, haruslah diperiksa nilai hadits tersebut. Besar kemungkinan bahwa hadits itu tidak dapat dipertanggungjawabkan. Maka Perwira ABRI tersebut ternyata sehat akalnya dalam menilai hadits tersebut. Dan nyata bahwa 500 istana dengan 500 kamar, dengan masing-masing kamar menyimpan 500 anak bidadari itu adalah hadits palsu.
RIDHA ALLAH
Kemudian dilanjutkan lagi bunyi ayat, sesudah mengecap nikmat surga Aden itu."Dan keridhaan dari Allah adalah lebih besar."
Sebanyak itu nikmat berlimpah-ruah, sejak dari surga biasa sampai kepada yang istimewa, dari surga Firdaus sampai kepada surga Aden yang di dalamnya terdapat dua stel surga perak dan surga emas. Namun, semuanya ini belum ada juga artinya, sebelum mendapat ridha dari Allah. Sebab ridha dari Allah inilah yang paling besar.
Tersebut di dalam sebuah hadits:
“Berkata … Malik (r.a.): dari Zaid bin Aslam, dari Atha bin Yasaar dari Abu Said al-Khudri (r.a.) bahwa Rasulullah ﷺ berkata, ‘Sesungguhnya Allah berfirman kepada ahli surga, ‘Hai ahli surga!' Semuanya menyahut, ‘Labbaik, ya Tuhan kami dan bahagialah Engkau, dan segala kebaikan ada dalam kedua tangan Engkau.' Allah bersabda pula, ‘Adakah kamu semuanya ridha!' Semuanya menjawab, ‘Bagaimanakah kami tidak akan ridha, ya Rabbi, padahal Engkau telah menganugerahkan kepada kami apa yang tidak Engkau anugerahkan kepada seorang pun dari hamba-Mu yang lain!' Berfirman Allah, ‘Sukakah kamu Aku anugerahkan lagi sesuatu yang lebih lagi utamanya daripada segala yang telah Aku karuniakan itu!' Semua menyahut, ‘Ya Tuhan! Apakah lagi yang lebih utama dari apa yang telah Engkau karuniakan itu!' Allah bersabda, ‘Aku anugerahkan kepadamu sekalian Ridhwanku, maka tidaklah akan ada lagi ke-cewa-Ku kepadamu sesudah ini.'"
Kemudian datang penutup ayat,
“Itulah dia kemenangan yang agung."
Jika sekalian nikmat itu telah dicukupi, surga dengan segala macam keindahannya, dengan airnya yang mengalir terus, dengan buah-buahannya yang sangat lezat, ditambah lagi dengan Firdausi dan Adennya, dan semuanya dilengkapi dengan karunia Keridhaan Allah, sampailah manusia kepada puncak yang dicari dan diperjuangkan dalam kesusahan hidup, dalam penderitaan dan percobaan tatkala masih hidup. Bergabunglah hikmat ma'nawiyaat (yang dapat dirasakan dengan jiwa) dengan nikmat yang mahsusaat (yang dapat dirasai dengan badan).
Karena bagaimanapun besar nikmat mahsusaat, kalau ridha Allah tidak ada, sama artinya dengan sama sekali tidak ada nikmat itu. Itulah sebabnya, seorang Shnfiyah yang terkenal, Rabi'atul Adawiyah pernah mengatakan, “Bagiku ridha Allah itulah yang aku harapkan. Adapun di mana aku hendak ditempatkan, asal ridha Allah itu ada, aku tidak memilih!'"