Ayat
Terjemahan Per Kata
وَمِنۡهُمُ
dan diantara mereka
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
يُؤۡذُونَ
(mereka) menyakiti
ٱلنَّبِيَّ
Nabi
وَيَقُولُونَ
dan mereka mengatakan
هُوَ
ia (Nabi)
أُذُنٞۚ
apa yang didengarnya
قُلۡ
katakanlah
أُذُنُ
apa yang didengarnya
خَيۡرٖ
yang baik
لَّكُمۡ
bagi kalian
يُؤۡمِنُ
ia beriman
بِٱللَّهِ
kepada Allah
وَيُؤۡمِنُ
dan ia mempercayai
لِلۡمُؤۡمِنِينَ
pada orang-orang mukmin
وَرَحۡمَةٞ
dan menjadi rahmat
لِّلَّذِينَ
bagi orang-orang yang
ءَامَنُواْ
beriman
مِنكُمۡۚ
diantara kamu
وَٱلَّذِينَ
dan orang-orang yang
يُؤۡذُونَ
(mereka) menyakiti
رَسُولَ
Rasul
ٱللَّهِ
Allah
لَهُمۡ
bagi mereka
عَذَابٌ
azab/siksaan
أَلِيمٞ
yang pedih
وَمِنۡهُمُ
dan diantara mereka
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
يُؤۡذُونَ
(mereka) menyakiti
ٱلنَّبِيَّ
Nabi
وَيَقُولُونَ
dan mereka mengatakan
هُوَ
ia (Nabi)
أُذُنٞۚ
apa yang didengarnya
قُلۡ
katakanlah
أُذُنُ
apa yang didengarnya
خَيۡرٖ
yang baik
لَّكُمۡ
bagi kalian
يُؤۡمِنُ
ia beriman
بِٱللَّهِ
kepada Allah
وَيُؤۡمِنُ
dan ia mempercayai
لِلۡمُؤۡمِنِينَ
pada orang-orang mukmin
وَرَحۡمَةٞ
dan menjadi rahmat
لِّلَّذِينَ
bagi orang-orang yang
ءَامَنُواْ
beriman
مِنكُمۡۚ
diantara kamu
وَٱلَّذِينَ
dan orang-orang yang
يُؤۡذُونَ
(mereka) menyakiti
رَسُولَ
Rasul
ٱللَّهِ
Allah
لَهُمۡ
bagi mereka
عَذَابٌ
azab/siksaan
أَلِيمٞ
yang pedih
Terjemahan
Di antara mereka (kaum munafik) ada orang-orang yang menyakiti Nabi (Muhammad) dan mengatakan, “Dia adalah telinga (yang menampung dan memercayai semua apa yang didengarnya tanpa seleksi).” Katakanlah, “(Nabi Muhammad adalah) telinga yang baik bagi kamu, dia beriman kepada Allah, memercayai orang-orang mukmin, dan menjadi rahmat bagi orang-orang yang beriman di antara kamu.” Orang-orang yang menyakiti Rasulullah bagi mereka azab yang sangat pedih.
Tafsir
(Di antara mereka) orang-orang munafik (ada yang menyakiti Nabi) dengan mencelanya dan menyampaikan perkataannya kepada kaum munafikin (dan mereka mengatakan) bilamana mereka dicegah dari perbuatan tersebut supaya jangan menyakiti nabi ("Nabi mempercayai semua apa yang didengarnya.") yakni Nabi selalu mendengar apa yang dikatakan kepadanya dan selalu menerimanya. Bilamana kami bersumpah kepadanya bahwa kami tidak menyatakannya, maka dia mempercayai kami. (Katakanlah,) "Ia (mempercayai) mendengarkan (semua yang baik bagi kalian) bukannya mendengarkan hal-hal yang buruk (ia beriman kepada Allah, mempercayai) artinya selalu percaya (orang-orang mukmin) atas semua berita yang telah disampaikan mereka, akan tetapi ia tidak mempercayai orang-orang selain mereka. Huruf lam di sini adalah lam zaidah; dimaksud untuk memberikan pengertian yang membedakan antara iman karena sadar dan iman karena faktor lainnya (dan menjadi rahmat) bila dibaca rafa' maka diathafkan kepada lafal udzunun, dan bila dibaca jar maka diathafkan kepada lafal khairin (bagi orang-orang yang beriman di antara kalian." Dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu, bagi mereka siksa yang pedih).
Tafsir Surat At-Taubah: 61
Di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang menyakiti Nabi dan mengatakan, "Nabi mempercayai semua apa yang didengarnya.” Katakanlah, "Ia mempercayai semua yang baik bagi kalian, ia beriman kepada Allah, mempercayai orang-orang mukmin, dan menjadi rahmat bagi orang-orang yang beriman di antara kalian.” Dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu, bagi mereka azab yang pedih.
Allah ﷻ menyebutkan bahwa di antara orang-orang munafik terdapat suatu kaum yang senantiasa menyakiti Rasulullah ﷺ dengan ucapannya mengenai diri Rasulullah ﷺ, dan mereka mengatakan:
“Dia mempercayai semua apa yang didengarnya.” (At-Taubah: 61)
Yakni orang yang mengucapkan sesuatu kepadanya, maka dia membenarkannya di antara kami; dan orang yang bercerita kepadanya, maka dia selalu mempercayainya. Dan apabila kita datang kepadanya, lalu kita bersumpah kepadanya, niscaya dia membenarkan kita.
Demikianlah menurut penafsiran yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Mujahid, dan Qatadah.
Firman Allah ﷻ: “Katakanlah, ‘Ia mempercayai semua yang baik bagi kalian’.” (At-Taubah: 61)
Dengan kata lain, telinga yang dimilikinya adalah lebih baik, ia mengetahui mana yang benar dan mana yang dusta.
“Ia beriman kepada Allah dan mempercayai orang-orang mukmin.” (At-Taubah: 61)
Artinya percaya dan membenarkan orang-orang mukmin.
“Dan menjadi rahmat bagi orang-orang yang beriman di antara kalian.” (At-Taubah: 61)
Yakni ia merupakan hujah yang menghantam orang-orang kafir.
Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan: “Dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu, bagi mereka azab yang pedih.” (At-Taubah: 61)
Ayat sebelumnya menjelaskan tuduhan orang-orang munafik kepada Rasulullah yang dianggapnya telah berbuat curang atau tidak adil berkenaan dengan pembagian zakat atau ganimah, berikut ini diuraikan kembali ucapan dan gangguan orang-orang munafik ketika berada di tengah-tengah Rasulullah. Dan di antara mereka, orang-orang munafik, ada orang-orang yang menyakiti hati Nabi Muhammad padahal beliau adalah sosok yang agung. Mereka telah menuduh beliau tidak adil dan juga mengatakan kepada kaum mukmin atau sesama orang munafik, Nabi itu terlalu cepat untuk memercayai semua apa yang didengarnya hanya karena diperkuat dengan sumpah, padahal belum dicek kebenarannya. Namun, beliau hanya memercayai apa saja yang membawa kebaikan dan kemaslahatan umatnya. Karena itu, katakanlah, wahai Nabi Muhammad, kepada mereka, Memang benar, kalau dia selalu mendengarkan setiap informasi yang disampaikan kepadanya dengan penuh perhatian, namun, dia tidaklah seperti yang kamu tuduhkan itu, sebab dia hanya mempercayai semua atau apa saja yang baik bagi kamu, dia beriman kepada Allah dan tentunya juga malaikat yang menyampaikan informasi, memercayai orang-orang mukmin yang dengan iman itulah mereka terhalang untuk melakukan kebohongan dan menjadi rahmat bagi orang-orang yang beriman di antara kamu. Dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah, baik di kala beliau masih hidup maupun sudah wafat, baik dengan ucapan maupun sikap, akan mendapat azab yang pedih di akhirat kelak. Sebab, perasaan cinta itulah yang akan melahirkan penghormatan yang tulus kepada yang dicintai dan tidak akan pernah menyakitinya.
. Rangkaian ayat berikut ini memaparkan sifat buruk yang lain dari orang-orang munafik. Mereka bersumpah palsu kepadamu dengan nama Allah, untuk tidak turut serta dalam Perang Tabuk, semata-mata untuk menyenangkan kamu dan orang-orang beriman, padahal Allah dan RasulNya lebih pantas bagi mereka untuk dicari keridaan-Nya dengan menaati segala perintah Allah dan Rasul-Nya meskipun berat, jika mereka benarbenar orang mukmin dengan keimanan yang mantap.
Sabab Nuzul: Menurut riwayat Ibnu Abi Hatim dari as-Suddi, pada suatu ketika terjadilah pertemuan antara sesama orang munafik, di antara mereka adalah Jullas bin Suwaid bin Samit, Mikhasi bin Umar dan Wadiah bin sabit. Di antara mereka ada yang hendak menggunjingkan Nabi maka beberapa orang di antara mereka melarangnya dengan alasan khawatir akan sampai kepada Nabi, dan ini akan menyusahkan mereka, lalu di antara mereka ada yang berkata, "Muhammad itu terlalu percaya pada apa saja yang didengarnya asalkan saja kita bersumpah meyakinkannya," maka turunlah ayat ini.
Ayat ini menerangkan bahwa di antara golongan munafik terdapat orang-orang yang menyakiti Nabi Muhammad. Mereka menggunjingkannya dan mengatakan bahwa Nabi itu terlalu cepat terpengaruh tanpa memikirkan dan meneliti kebenaran sesuatu yang didengarnya. Tuduhan mereka ini atas dasar bahwa perlakuan Nabi Muhammad kepada mereka serupa dengan perlakuan beliau kepada orang-orang mukmin secara umum. Hal mana menunjukkan bahwa Nabi itu dapat dipengaruhi sebagaimana beliau terpengaruh oleh ucapan-ucapan mereka. Atas dasar ini mereka memandang adanya kelemahan pada Nabi Muhammad dan kelemahan seperti ini jika terdapat pada penguasa seperti raja, tentu akan sangat membahayakan raja tersebut dan akan berkumpullah di sekeliling raja orang-orang yang pandai menjilat untuk mempengaruhinya keputusan yang diambilnya.
Setelah Allah menerangkan anggapan yang berkembang di kalangan orang munafik itu, Nabi Muhammad diperintahkan untuk mendengarkan semua yang disampaikan kepadanya, tetapi kemudian dilanjutkan dengan penelitian tentang kebenarannya. Perintah ini bertujuan agar Nabi Muhammad tidak teperdaya oleh orang-orang yang ingin menjilat atau yang mencari muka. Pada akhir ayat ini, Allah menerangkan azab yang sepedih-pedihnya yang akan menjadi hukuman bagi orang-orang munafik yang menuduh Nabi dengan tuduhan-tuduhan yang tidak pada tempatnya.
Dari segi hukum, ayat ini melarang menyakiti Rasul, baik pada masa hidupnya maupun sesudah wafatnya. Menyakiti Rasul pada masa hidupnya dapat berbentuk:
a. Meragukan kerasulannya atau menganggapnya ahli sihir. Orang-orang yang menyakiti Rasul seperti ini hukumnya kafir karena mereka mengingkari kerasulannya.
b. Mengganggu ketenangan rumah tangganya seperti bertamu terlalu lama atau berkata di hadapannya dengan suara keras. Pekerjaan seperti ini hukumnya haram sebagaimana diutarakan dalam Al-Qur'an. Firman Allah:
Sesungguhnya yang demikian itu adalah mengganggu Nabi sehingga dia (Nabi) malu kepadamu (untuk menyuruhmu keluar). (al-Ahzab/33: 53)
Dan firman-Nya:
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap yang lain, nanti (pahala) segala amalmu bisa terhapus sedangkan kamu tidak menyadari. (al-hujurat/49: 2)
Menyakiti Rasul setelah wafatnya sama halnya dengan menyakitinya pada masa hidupnya seperti menggunjingkan ibu bapaknya dan keluarganya atau menghina dan menjelek-jelekkannya. Keimanan seseorang kepada Rasul menimbulkan rasa cinta kepadanya. Orang yang cinta kepada sesuatu, tentulah sesuatu yang dicintainya itu selalu dipandang dengan rasa hormat karena dianggap mulia.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 61
“Dan dari kalangan mereka ada yang menyakiti Nabi, dan mereka berkata, Dia pendengar-dengar.
Maka ada pula dari kalangan mereka itu yang menyakiti Nabi ﷺ dengan tuduhan bahwa beliau itu udzunun. Arti pokok dari udzunun ialah telinga. Dipakai buat menghinakan orang atau menyakiti orang, kalau orang itu selalu suka mendengar dan menerima segala cakap orang, suka lekas percaya. Didengarnya cakap si fulan; lalu dengan tidak usul periksa, diterimanya dan diiyakannya saja. Nanti didengarnya pula yang lain, lalu diiyakannya pula. Orang Minangkabau menggelari orang yang demikian “Datuk Segala Iya".
Menurut riwayat Ibnul Ishaq dan Ibnul Mundzir dari Ibnu Abbas, ada seorarg bernama Nabtal bin al-Harits datang kepada Rasulullah ﷺ, lalu dia duduk mendengarkan Nabi bercakap. Setelah selesai mendengarnya, maka pergilah si Nabtal itu kepada kawan-kawannya yang sama munafik dengan dia, dan dia katakan bahwa Muhammad ﷺ itu adalah seorang yang udzunun; apa saja percakapan orang yang didengarnya, langsung diiyakannya.
Menurut riwayat as-Suddi pula, yang dibawakan oleh Ibnu Abi Hatim. Satu ketika berkumpul-kumpullah orang-orang munafik itu; di antara yang hadir ialah Jallas bin Suaid bin Shamit, dan Mukhayi bin Hutnair dan Wadi'ah bin Tsabit. Mereka bermufakat hendak membunuh Nabi ﷺ, tapi yang setengah melarang, karena takut akan sampai berita itu kepada Nabi ﷺ lalu merekalah yang dihantam. Lalu menjawablah yang menyatakan hendak membunuh itu: “Muhammad ﷺ itu udzunun, lekas percaya kalau kita bercakap dengan bersumpah." Maksudnya, walaupun kita bermufakat hendak membunuhnya, kalau kita bersumpah dengan dia dan kita bersumpah-sumpah memungkiri maksud kita itu, dia akan lekas percaya saja.
Dengan kedua riwayat ini dapatlah kita ketahui bagaimana pandangan mereka dalam sikap kemunafikan itu kepada Rasul ﷺ, seorang rasul yang besar, pemimpin umat yang demikian agung, mengendalikan beribu-ribu manusia dengan berbagai ragam coraknya, ada sahabat karib, ada musuh dari luar dan ada musuh dalam selimut. Janganlah seorang rasul, sedangkan manusia yang bukan rasul, kalau jadi pemimpin besar, tidaklah mungkin lekas percaya kepada cakap segala orang yang didengarnya. Maka untuk membantah tuduhan yang menyakiti itu, yang menuduh seakan-akan Rasul itu seorang yang lemah tidak berpendirian, disuruhlah beliau oleh Allah, dengan wahyu, menjawab tuduhan yang amat menyakiti itu: “Katakanlah, ‘(Dia memang) pendengar-dengar kebaikan bagi kamu.'" Memang, dia suka menjadi pendengar yang baik bagi kamu, segala perkataanmu akan beliau dengarkan. Kalau dia bercakap dengan orang, walaupun orang itu bukan sahabatnya yang karib, akan didengarnya juga orang itu bercakap. Sebagai seorang budiman besar berakhlak tinggi, tidaklah dia akan membuang muka kalau berhadapan dengan orang yang tengah bercakap dengan dia. Adalah suatu perbuatan yang tidak pantas, kalau orang bercakap, beliau acuh tak acuh.
Tetapi belum tentu kalau percakapan itu semua diterimanya. Pasti semuanya ditim-bangnya baik-baik terlebih dahulu di dalam hatinya. Cuma karena kamu itu munafik, ha-timu tidak jujur, kamu tidak mengerti keadaan itu."Dia percaya kepada Allah." Sebab dia percaya kepada Allah, dia telah dapat menimbang dalam hatinya; apakah percakapan itu benar atau dusta. Kalau dia mengangguk-angguk, janganlah segera kamu artikan bahwa perkataan itu telah diterimanya semua. Dia beriman kepada Allah sebab itu dia memiliki timbangan atas segala sesuatu. Dan berkali-kali telah terjadi, datang munafik membawa suatu berita, maka setelah si munafik pergi, ayat Allah pun turun membohongkan per-cakapan munafik itu. Sebagai tersebut di dalam surah al-Munafiquun ayat 7 dan 8, per-kataan si munafik mengakui bahwa beliau Rasulullah ﷺ, datang wahyu menjelaskan bahwa pengakuan itu adalah dusta, sebab tidak sungguh-sungguh keluar dari hati mereka.
“Dan dia percaya kepada orang-orang yang berimanMaka perkataan-perkataan dari orang yang beriman, memang banyak diterimanya, sebab dia percaya bahwa orang yang beriman tidak akan bercakap bohong. Ketika Perang Badar, diterimanya dengan tidak berpikir panjang usul al-Habbab bin al-Mundzir, supaya memindahkan tempat-tempat berkemah menghadapi musuh, sebab beliau tahu bahwa al-Habbab seorang Mukmin, sebab itu usulnya mesti jujur. Dalam Perang Uhud, walaupun dia sepaham dengan Abdullah bin Ubay, lebih baik bertahan dalam kota saja, namun di dalam mengambil keputusan, dia campakkan usul Abdullah bin Ubay dan diturutinya usul golongan terbesar untuk menempuh perang ke luar. Karena dia tahu bahwa usul Abdullah bin Ubay itu tidak timbul dari hati jujur. Dan kemudian ternyata memang dia tidak jujur, sebab sebelum sampai ke Uhud, dia mundur dan mengajak 300 pengikutnya bersama dia.
“Dan jadi rahmat bagi orang-orang yang beriman di antara kamu." Rahmat terbesar yang dibawakan Rasulullah ﷺ untuk orang-orang yang beriman, ialah karena di dalam urusan-urusan duniawi, beliau tidak pernah meninggalkan masyarakat, suka mendengar dan mempertimbangkan usul yang baik. Adapun bagi orang yang munafik, keadaan Rasul ﷺ sudi mendengarkan dan memerhatikan percakapan sahabat-sahabatnya itu tidaklah akan membawa rahmat. Sebab kalau Rasul sendiri karena jujurnya—kadang-kadang tidak diketahui bahwa orang itu munafik, namun wahyu akan datang memberinya peringatan.
Akhir ayat ialah peringatan keras kepada si munafik yang menyakiti Rasul ﷺ itu,
“Dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah ﷺ, bagi mereka adalah … yang pedih."
Ujung ayat ini adalah satu penegasan dari Allah. Sampai disebut jabatan, beliau. Beliau datang dan beliau memberikan pelajaran, bukanlah atas kehendaknya sendiri, tetapi Ra
sul dari Allah, utusan dari Allah Menyakiti utusan Allah adalah suatu kesalahan besar. Baik menyakiti badannya maupun menyakiti hatinya. Menyakiti dengan kata-kata atau dengan perbuatan.
Semua itu telah menafikan iman. Orang yang telah mengucapkan kalimah syahadat, tidaklah mungkin menyakiti Rasulullah ﷺ. Menyakiti Rasul ﷺ sama dengan menyakiti yang mengutusnya. Sebab ada perintah yang jelas sebagai timbalan dari itu, yaitu: “Barang siapa yang taat kepada Rasul maka sesungguhnya dia telah taat kepada Allah." (Lihat surah an-Nisaa' ayat 80).
Malahan bukan saja di kala beliau masih hidup. Setelah dia wafat pun janganlah ada sikap kita atau perkataan kita yang akan menyakiti beliau. Itu sebabnya maka istri beliau tidak boleh dinikahi setelah beliau wafat. Dan kita kaum Muslimin, jangan membiarkan orang lain melontarkan kata-kata yang bersifat menghina kepada Rasul ﷺ, terutama sebagai yang pada zaman kini kerap kali dilakukan oleh musuh-musuh Islam buat menyakitkan hati kita dan menghinakan agama kita. Karena kalau pemeluk agama lain itu bersopan santun, tidaklah mereka akan berbuat demikian. Sebab kita pun tidak boleh menghinakan orang lain. Malahan disebut juga jangan menyakitinya dengan menghinakan ayah dan bundanya atau anak-anak dan keluarganya yang lain. Misalnya kita katakan, “Lihatlah Abu Lahab, itu pun paman Nabi!" Karena kata-kata demikian pun mengandung perasaan menyakiti. (Lihat kembali tafsir ayat 74 dari surah al-An'aam, dalam Juz 7).
Tetapi ini bukan berarti bahwa keturunan-keturunan beliau tersunyi dari salah, atau maksum dari dosa. Niscaya kita akan bertemu dengan keturunan Ali bin Abi Thalib dari istrinya, Fatimah binti Rasulullah, yang berjuta banyaknya di seluruh dunia ini. Dan kita saksikan, ada di antara mereka yang baik dan ada yang ‘ashi tidak mengerjakan agama. Ada yang mengkhianati tanah air dan agama, dan ada yang membela tanah air dan agama. Di mana-mana ada manusia baik dan ada manusia buruk. Tetapi janganlah sampai kita bersikap yang menyakiti hati Nabi ﷺ jika berjumpa keturunannya itu yang bersalah. Misalnya kita katakan, “Hai cucu Rasulullah, mengapa engkau jadi pengkhianat begini!"
Dan mereka yang telah dianugerahi Allah kemuliaan itu, disebut zurriyat Rasulullah, se-bab dia keturunan Fatimah, sebab Rasulullah ﷺ tidak mempunyai keturunan dari anak laki-laki, hendaklah menjaga pula lebih dari orang lain, supaya jangan perbuatan, tingkah laku dan perangai, dan perkataan mereka menyakiti Rasul ﷺ Yaitu mengotori darah keturunan yang mulia itu dengan perbuatan yang tidak beliau ridhai.
Ayat 62
“Mereka akan bersumpah dengan nama Allah kepada kamu, untuk menyenangkan kamu."
Ini pun salah satu sikap munafik, yang terjadi di sekitar Peperangan Tabuk itu.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Qatadah, bahwa salah seorang munafik itu bernama Julias, pernah membela kawan-kawannya yang mencari dalih sehingga tidak turut pergi ke Tabuk itu. Katanya, “Semua orang itu adalah orang baik-baik di antara kami dan orang mulia-mulia. Jika perkataan Muhammad tentang mereka itu benar, tentu mereka lebih jahat dari keledai."
Seorang beriman yang mendengar perkataannya itu langsung menjawab, “Apa yang dikatakan oleh Muhammad ﷺ itu pasti benarnya, sedang engkau sendiri adalah lebih jahat dari keledai." Berita pertengkaran ini, disampaikan oleh orang Mukmin ini kepada Nabi ﷺ Lalu si munafik itu dipanggil oleh Nabi dan ditanyai, apa sebab dia sampai ber-cakap seperti itu. Lalu dia bersumpah-sumpah, demi Allah, dan dilaknati-Nya dirinya sendiri kalau ada dia bercakap demikian!
Di sini terbongkar lagi rahasia sifat munafik. Mudah bercakap yang tidak bertanggung jawab, dan tidak mengenal akibatnya. Nanti setelah dipertemukan secara terus terang (konfrontasi) mereka mengelakkan diri, dan mudah saja bersumpah. Terbayang di sini jiwa kecil. Mereka mudah bersumpah buat menyenangkan hati kaum yang beriman. Kalau mendengar mereka telah bersumpah, tentu orang-orang Mukmin yang jujur sudah senang hati. Tetapi bagaimana terhadap Allah dan Rasul?
“Padahal Allah dan Rasul-Nyalah yang lebih patut mereka sukakan." Allah dan Rasul-Nyalah yang lebih patut mereka harapkan ridhanya, sebab Allah dan Rasul ﷺ tidak bisa didustai, rahasia itu akan terbuka juga.
“Jika adalah mereka orang yang beriman."
Artinya, kalau mereka orang yang beriman, tidaklah mereka akan mempermudah-mudah sumpah untuk membela diri, sesama manusia bisa dikecoh, namun Allah dan Rasul ﷺ tidak bisa dikecoh. Orang yang beriman tidaklah akan berbuat demikian. Hanya orang yang munafik yang berperangai begitu.
Ayat 63
“Apakah mereka tidak mengetahui bahwasanya batangsiapa yang menentang Allah dan Rasul-Nya, maka untuk dia adalah neraka Jahannam."
Menentang Allah dan Rasul ﷺ, ialah menentang peraturan dan batas-batas yang telah ditentukan Allah disampaikan Rasul. Berapa banyak perbuatan mereka yang menentang. Sampai mengomel dan mencela karena merasa sedikit mendapat bagian zakat. Sampai menyakiti hatinya mengatakan dia cepat percaya akan percakapan segala orang. Meskipun mereka telah bersumpah-sumpah mengaku Islam, namun mereka adalah munafik, musuh dalam selimut, tuma di dalam baju. Sebab itu ke nerakalah mereka akan dikirim."Kekal dia di dalamnya." Tidak akan keluar-keluar lagi dari sana, selama mereka itu masih ada.
“Yang demikian itulah kehinaan yang besar,"
Kehinaan yang akan mereka dapati di akhirat, sebab hina sikap mereka di dunia,
Ayat 64
“Amat takut orang-orang munafik itu bahwa akan diturunkan ke atas mereka suatu surah yang mengabaikan kepada mereka atas apa yang ada dalam hati mereka."
Di sini dibuka Lagi rahasia mereka. Mereka kian lama kian takut bahwa rahasia yang tersembunyi dalam hati mereka dan segala kecurangan mereka, lain di mulut Lain di hati itu, akan terbongkar. Pembongkaran rahasia itu ialah dengan turunnya ayat-ayat kepada Nabi ﷺ lalu dibacakan di hadapan mereka. Tandanya dalam hati kecil mereka, masih percaya bahwa Rasulullah ﷺ adalah memang menerima wahyu dari Allah.
Berkali-kali rahasia hati mereka itu telah dibongkar. Kita bertemu pembongkaran rahasia itu pada surah-surah yang sebelum al-Bara'ah, Dan perangai mereka dibongkar pada surah al-Baqarah, Aali ‘imraan, al-Ahzaab, surah al-Munafiquun, dan lain-lain. Tikaman ayat-ayat itu amat pedih. Sesudah Tabuk ini mereka cemas lagi, kalau-kalau datang pula ayat-ayat demikian, mereka takut. Sebab jiwa mereka mengakui salah mereka, tetapi perangai sudah sangat rusak.
“Katakanlah, ‘Perolok-olokkanlah! Sesungguhnya Allah akan mengeluarkan apa yang kamu takutkan itu.'"
Di ayat ini tampak lagi kekecilan jiwa mereka. Mereka lekas perasa hati, sebab memang banyak bersalah. Di dalam surah al-Munafiquun dikatakan lebih jelas. “Tiap ada sorak-sorai, mereka sangka merekalah yang dituju." (Lihat'surah al-Munafiquun, ayat 4).
Orang berbisik, mereka sangka merekalah yang diperbisikkan. Orang bercakap, mereka sangka bahwa mereka sedang disindir. Oleh sebab itu, ayat in» memberi peringatan kepada mereka bahwa kalau mereka masih terus berolok-olok atau memperolok-olokkan kebenaran Allah, memandang enteng segala pimpinan Rasul ﷺ, pastilah Allah akan membongkar rahasia-rahasia hati busuk yang mereka sembunyikan itu. Dan inilah yang telah berlaku sehingga hampir separuh dari ayat-ayat surah Bara'ah, sebagai surah terpanjang yang terakhir diwahyukan, berisi pembongkaran rahasia munafik itu. Yang bagi kita umat Muhammad ﷺ yang datang di belakang ini amat perlu dan berguna untuk menjadi bahan mengetahui ilmu jiwa, terutama jiwa kita sendiri.
Ayat 65
“Dan jika engkau tanyakan kepada mereka, tentulah mereka akan berkata, ‘Kami ini hanyalah bersenda-gurau dan bermain-main.'"
Menurut riwayat Ibnu Abi Hatim dan Ibnul Mundzir dan Abusy-Syaikh dari Qatadah, bahwa dalam perjalanan ke Tabuk itu, di dekat-dekat beliau ada beberapa orang munafik berbisik-bisik. Ada yang berkata, “Apakah orang semacam dia ini hendak menaklukkan istana-istana di Syam dan benteng-bentengnya? Haihata, Haihata! (Sekali-kali tidak)." Ini pun satu cemooh besar dari munafikin itu kepada Rasulullah ﷺ. Mereka memandang enteng diri dan kekuatan tentara beliau, mereka agungkan kebesaran dan kekuatan orang Rum.
Kata riwayat Qatadah selanjutnya, datang isyarat Allah kepada Rasul ﷺ tentang perca-kapan bisik-bisik itu. Lalu beliau panggil segala orang yang berbisik-bisik itu supaya men-dekatkan kendaraan mereka kepada beliau. Lalu beliau berkata, “Kamu telah bercakap begini dan kamu telah bercakap begitu; yaitu mengentengkan kekuatan Rasulullah saw, bahwa dia tidak akan sanggup menaklukkan istana-istana di Syam dan benteng-bentengnya itu."
Tetapi apa jawab mereka? Dengan mudah saja mereka menjawab, “Kami hanya bersenda-gurau, kami hanya bermain-main!"
“Katakanlah, ‘Apakah dengan Allah dan ayat-ayat-Nya dan (dengan) Rasul-Nya kamu hendak berolok-olok?'"
Laksana kata orang zaman sekarang, pada bangsa Arab di waktu itu masih ada suatu dongeng atau mitos yang telah berurat berakar, yaitu bahwa bangsa Rum itu sangat kuat. Mereka selalu pergi pulang ke Syam. Mereka melihat kebesaran bangsa Rum, dan mereka tahu bahwa orang Arab bagian utara sudah banyak yang tunduk takluk kepada kekuasaan besar itu. Padahal kalau mereka orang beriman, mereka niscaya akan percaya penuh kepada Rasul ﷺ bahwa betapa pun besar kuasa dan pengaruh bangsa Rum, orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya tidak akan takut menghadapinya. Itu sebab maka Nabi memimpin sendiri perang menghadapi mereka ke Tabuk: “Esa hilang dua, terbilang", atau dalam bahasa agama: “Esa menang, kedua syahid". Si munafik pergi juga berperang, tetapi hati mereka ragu menurutkan Rasul, mereka tidak yakin akan menang, tetapi mereka menurut juga. Setelah ditanyai berhadapan, mereka jawab bahwa mereka hanya bercakap bersenda-gurau, berolok-olok tidak sebenar dari hati. Di sinilah datang teguran keras bahwa Allah dan Rasul-Nya tidak boleh diperolok-olokkan. Apalagi di dalam menghadapi peperangan, bisik-desus kata olok-olok yang akan melemahkan semangat, adalah merusak disiplin perang. Perjalanan pergi perang ini bukan pergi berdarmawisata, bukan pergi bermain-main atau berpiknik.
Ayat 66
“Janganlah kamu mencari-cari alasan."
Ketika ditanya, kamu menjawab bahwa itu hanya senda gurau dan main-main saja. Ini namanya alasan yang dicari-cari, yang menambah tingginya tempat jatuh kamu saja: “Karena sesungguhnya kamu telah kafir sesudah iman." Dengan percakapan memandang enteng kekuatan Rasulmu sendiri dan tenaga kaummu sendiri, berarti kamu telah kafir sesudah iman. Tadinya kamu telah mengakui beriman, sebab itu kamu turut pergi. Tetapi di tengah jalan, hatimu menjadi ragu, lalu kamu pandang enteng kekuatan Rasul ﷺ. Dengan demikian, kamu tidak percaya lagi kepada pimpinannya. Maka dengan demikian pula, sadar atau tidak sadar, kamu telah kembali jadi kafir.
“Jika Kami maafkan suatu golongan daripada kamu, niscaya akan Kami adzab sego-longan yang lain." Ada segolongan dari kamu yang tadinya telah munafik, tetapi lekas sadar dan lekas tobat. Mereka itu akan dimaafkan oleh Allah. Tetapi, ada segolongan lagi yang akan mendapat adzab.
“Karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang berdosa."
Berdosa terus, sebab bagaimanapun telah diajar dan disindir, dibongkar rahasia oleh wahyu, namun mereka tidak juga mau berubah.
Ialah seumpama Abdullah bin Ubay sendiri, yang sampai kepada saat matinya, masih tetap bersikap bermuka dua, mencemooh di belakang, menikam dari rusuk, tidak berterus terang. Sebagaimana kelak akan bertemu lagi pada ayat-ayat yang selanjutnya.