Ayat
Terjemahan Per Kata
أَمۡ
apakah
حَسِبۡتُمۡ
kamu menyangka
أَن
bahwa
تُتۡرَكُواْ
kamu akan dibiarkan
وَلَمَّا
dan/sedang belum
يَعۡلَمِ
mengetahui
ٱللَّهُ
Allah
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
جَٰهَدُواْ
(mereka) berjihad
مِنكُمۡ
diantara kamu
وَلَمۡ
dan tidak
يَتَّخِذُواْ
mereka mengambil
مِن
dari
دُونِ
sisi
ٱللَّهِ
Allah
وَلَا
dan tidak
رَسُولِهِۦ
RasulNya
وَلَا
dan tidak
ٱلۡمُؤۡمِنِينَ
orang-orang yang beriman
وَلِيجَةٗۚ
teman yang setia
وَٱللَّهُ
dan Allah
خَبِيرُۢ
Maha Mengetahui
بِمَا
dengan apa
تَعۡمَلُونَ
kamu kerjakan
أَمۡ
apakah
حَسِبۡتُمۡ
kamu menyangka
أَن
bahwa
تُتۡرَكُواْ
kamu akan dibiarkan
وَلَمَّا
dan/sedang belum
يَعۡلَمِ
mengetahui
ٱللَّهُ
Allah
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
جَٰهَدُواْ
(mereka) berjihad
مِنكُمۡ
diantara kamu
وَلَمۡ
dan tidak
يَتَّخِذُواْ
mereka mengambil
مِن
dari
دُونِ
sisi
ٱللَّهِ
Allah
وَلَا
dan tidak
رَسُولِهِۦ
RasulNya
وَلَا
dan tidak
ٱلۡمُؤۡمِنِينَ
orang-orang yang beriman
وَلِيجَةٗۚ
teman yang setia
وَٱللَّهُ
dan Allah
خَبِيرُۢ
Maha Mengetahui
بِمَا
dengan apa
تَعۡمَلُونَ
kamu kerjakan
Terjemahan
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan (tanpa diuji), padahal Allah belum mengetahui (dalam kenyataan) orang-orang yang berjihad di antara kamu dan tidak menjadikan selain Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang mukmin sebagai teman setia. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Tafsir
(Apakah) mengandung makna ingkar (kalian mengira bahwa kalian akan dibiarkan begitu saja dan tiada) tidaklah (Allah mengetahui) dengan pengetahuan yang jelas (akan orang-orang yang berjihad di antara kalian) dengan hati yang tulus (dan tidak mengambil menjadi teman yang setia selain Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman) artinya sebagai teman sejawat dan kekasih. Orang-orang yang berhati tulus itu tidak nampak jelas; yang dimaksud dengan mereka ialah orang-orang yang memiliki sifat-sifat seperti apa yang telah disebutkan di atas, mereka berbeda dengan orang-orang lain. (Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan).
Tafsir Surat At-Taubah: 16
Apakah kalian mengira bahwa kalian akan dibiarkan (begitu saja), sedangkan Allah belum mengetahui (dalam kenyataan) orang-orang yang berjihad di antara kalian dan tidak mengambil menjadi teman yang setia selain Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan
Firman Allah ﷻ: “Apakah kalian mengira.” (At-Taubah: 16) wahai orang-orang mukmin, bahwa Kami akan membiarkan kalian terlupakan tanpa menguji kalian dengan urusan-urusan yang melaluinya akan kelihatan orang-orang yang mempunyai kesabaran dan keteguhan yang benar dan orang-orang yang dusta.
Karena itulah Allah ﷻ berfirman: “sedangkan Allah belum mengetahui (dalam kenyataan) orang-orang yang berjihad di antara kalian dan tidak mengambil menjadi teman yang setia selain Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman.” (At-Taubah: 16) Yang dimaksud dengan walijah ialah teman yang setia dan teman yang akrab, bahkan mereka secara lahir batin selalu bernasihat baik karena Allah dan Rasul-Nya. Dengan demikian, cukuplah dengan salah satunya tanpa yang lainnya, seperti yang dikatakan oleh seorang penyair: “Aku tidak mengetahui jika aku bertujuan ke suatu daerah yang aku berkeinginan untuk mendapat kebaikan, manakah di antara keduanya yang akan membantuku.”
Dalam ayat lain Allah ﷻ telah berfirman:
“Alif Lam Mim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, ‘Kami telah beriman,’ sedangkan mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (Al-Ankabut: 1-3)
“Apakah kalian mengira bahwa kalian akan masuk surga.” (Ali Imran: 142), hingga akhir ayat.
“Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kalian sekarang ini.” (Ali Imran: 179), hingga akhir ayat.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk berjihad, setelah itu Dia menjelaskan hikmah yang terkandung di dalam jihad. Yaitu untuk menguji hamba-hamba-Nya, siapakah di antara mereka yang taat kepada-Nya dan siapakah yang durhaka terhadap-Nya. Allah ﷻ mengetahui apa yang telah ada, apa yang akan ada, dan apa yang tidak ada; seandainya ia ada, maka apakah yang bakal terjadi? Dia mengetahui sesuatu sebelum kejadiannya dan sesudah kejadiannya menurut apa adanya. Tidak ada Tuhan selain Dia, tidak ada Rabb selain Dia, dan tidak ada seorang pun yang dapat menolak apa yang telah ditakdirkan dan apa yang telah diputuskanNya.
Ayat-ayat yang lalu menerangkan kewajiban kaum muslim untuk memerangi kaum musyrik yang merusak perjanjian damai dengan mereka, sedang ayat ini menegaskan alasannya bahwa perintah berperang itu demi membedakan mana yang berperang dengan ikhlas karena Allah dan yang mengharap duniawi semata. Apakah kamu, wahai kaum mukminin, mengira bahwa kamu akan dibiarkan begitu saja hanya gara-gara kamu mengaku sebagai orang mukmin (Lihat: Surah al'Ankabut/29: 1-3), padahal Allah belum mengetahui kesungguhan keimanan kamu sebagai orang-orang yang berjihad di antara kamu dengan jihad yang sesungguhnya sehingga kaum musyrik tidak lagi berani merusak perjanjian dan mencerca agamamu, dan apakah juga telah terbukti bahwa kamu tidak mengambil kaum musyrik yang menjadi musuhmu itu sebagai teman yang setia selain Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, sebab mereka akan selalu menciptakan kerusakan dan fitnah di antara kamu' Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan dan akan membalasnya dengan balasan yang setimpal.
Rangkaian ayat-ayat di atas menunjukkan pembatalan perjanjian dengan kaum musyrik, sedang ayat ini menegaskan pembatalan amalamal mereka yang selalu mereka banggakan, seperti memakmurkan masjid. Tidaklah pantas bagi orang-orang musyrik, setelah penaklukan kota Mekah, memakmurkan masjid Allah, yakni Masjidilharam dan juga masjid-masjid yang lain, padahal mereka mengakui sendiri kalau mereka itu kafir. Sebab, tanpa didasari iman yang benar, maka amal mereka itu akan sia-sia belaka, dan justru kekufurannya itu menjadikan mereka kekal di dalam neraka sedangkan amal-amal baiknya tidak ada manfaatnya bagi mereka. (Lihat: Surah Ibra'him/14: 18 dan an-Nur/24: 38).
Ayat ini memberikan peringatan yang sangat penting kepada kaum Muslimin untuk memerangi kaum musyrik. Allah juga mengajak mereka agar introspeksi diri berpikir dengan penuh kesadaran tentang hal-hal berikut:
a. Apakah selama ini mereka sudah sungguh-sungguh melaksanakan jihad sebagaimana mestinya?
b. Apakah orang musyrik tidak akan memerangi mereka lagi dan tidak akan melanggar perjanjian sebagaimana yang biasa mereka lakukan?
c. Apakah orang musyrik tidak akan mencerca agama Islam lagi dan menghalang-halangi orang untuk menganutnya, seperti yang mereka lakukan semenjak lahirnya agama Islam.
d. Apakah kaum Muslimin sudah lupa tingkah laku orang-orang munafik yang menikam Nabi dan kaum Muslimin dari belakang?
e. Apakah Muslimin dibiarkan saja tanpa mendapat cobaan dan ujian sehingga diketahui siapa yang benar-benar beriman dan berjihad di jalan Allah dan tidak mengambil orang musyrikin menjadi teman kepercayaan dan siapa yang berbuat sebaliknya?
Kaum Muslimin harus tabah menghadapi segala macam cobaan dan ujian, tidak boleh merasa cepat puas dengan hasil yang sudah dicapai dan tidak boleh pula malas dan bosan untuk meneruskan jihad. Mereka juga harus mengetahui kewajiban menjaga diri dan waspada terhadap segala tipu daya musuh, dan tidak boleh menjadikan mereka teman akrab. Hal ini sudah banyak diperingatkan di dalam Al-Qur'an, antara lain firman Allah:
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan teman orang-orang yang di luar kalanganmu (seagama) sebagai teman kepercayaanmu, (karena) mereka tidak henti-hentinya menyusahkan kamu. Mereka mengharapkan kehancuranmu. Sungguh, telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang tersembunyi di hati mereka lebih jahat. (Ali 'Imran /3: 118)
Allah Maha Mengetahui apa yang dikerjakan kaum Muslimin dalam melaksanakan perintah berjihad dan apa yang tersimpan dalam hati mereka, oleh karena itu diperintahkan agar mereka mematuhi petunjuk dan perintah Allah sebaik-baiknya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Kemudian diteruskanlah perintah kepada Nabi ﷺ dan kaum Muslimin bahwa di dalam sikap lembut mesti ada pula kerasnya. Di dalam membujuk, supaya ada pula ancamannya. Lemah lembut kepada yang insaf akan kebenaran dan tegang keras kepada yang me-nentang kebenaran.
Ayat 12
“Dan jika mereka mungkiri sumpah-sumpah mereka, sesudah janji mereka, dan mereka tikam pada agama kamu, maka perangilah pemimpin-pemimpin kekafiran itu."
Ayat ini sekali lagi menegaskan bahwa terhadap yang memungkiri janji yang telah diikat, sumpah setia yang telah diperbuat kedua belah pihak, janganlah bersikap lemah lembut. Mereka wajib diperangi. Pukul habis pemimpin-pemimpin mereka, yang sekarangnya hendaklah dicari siapa biang keladi dari
pemungkiran janji itu."Karena sesungguhnya mereka tidaklah ada sumpah bagi mereka." Sumpah mereka pandang ringan dan enteng, sebagai kata orang sekarang: “Mereka pandang sebagai dongeng di atas kertas saja." Mereka wajib diperangi sebagai suatu ajaran keras kepada mereka.
“Supaya mereka berhenti."
Agar perangai-perangai yang demikian jangan mereka ulang lagi. Ada orang yang seruan kebenaran dan rayuan tidak akan berbekas kepada mereka; mereka baru mengerti setelah dipukul dengan senjata. Kekuasaan yang tegak atas kecurangan, wajib dihancurkan, supaya pergaulan hidup jadi tenteram. Dan, pada ayat ini kita diberi peringatan bahwa pelanggaran janji itu timbul dari pemimpin-pemimpin. Di sini disebut pemimpin-pemimpin kekufuran. Orang banyak hanya pengikut saja dari kehendak pemimpin-pemimpin. Para pemimpin inilah yang wajib ditangkap dan dihukum yang setimpal, seperti yang pada zaman sekarang disebut penjahat perang. Dikikis habis sampai mereka berhenti atau sampai kejadian itu tidak terulang lagi.
Ayat 13
“Apakah tidak akan kamu perangi kaum yang telah memungkiri sumpah-sumpah mereka dan mereka telah pernah bermaksud mengusir Rasul, padahal mereka yang memulai terhadap kamu pertama kali?"
Ayat ketiga belas ini dan ayat kedua belas sebelumnya, menurut ahli tafsir, diturunkan sebelum Perang Tabuk dan sesudah Futuh (Penaklukan Mekah). Waktu itu, Abu Sufyan telah masuk Islam, Tetapi kemudian dijelaskan sebagai penetapan hukum sesudah empat bulan dari saat Pemakluman (Proklamasi), saat mengerjakan Haji Akbar pada hari kesepuluh (Hari Nahar) di Mina oleh Ali bin Abi Thalib itu. Bunyi ayat dua belas menegaskan bahwa si pemungkir janji wajib diperangi dan digasak.
jangan ragu-ragu untuk menggasak mereka karena keraguan akan melemahkan pihak kita. Untuk menimbulkan semangat orang menghadapi mereka itu, diingatkan lagi bahwa kaum itu telah pernah berkali-kali membuat onar dan pengkhianatan. Mereka pernah me-mungkiri janji yang telah mereka kuatkan dengan sumpah, yaitu janji di Hudaibiyah. Dalam janji Hudaibiyah dikatakan, takkan berperang sepuluh tahun lamanya; dan dalam janji itu pula dinyatakan kebebasan masing-masing memeluk agama mereka. Dan tidak akan dihalangi orang mengerjakan haji. Dan, tidak pula akan memberikan bantuan kepada pihak kabilah-kabilah yang berperang sesama kabilah, apabila kabilah yang satu kawan dari orang Quraisy dan kabilah yang diperangi kawan dari kaum Muslimin. Tetapi Perjanjian Hudaibiyah yang diperbuat tahun keenam itu, telah mereka mungkiri dengan hina sekali. Berperang kawan sekutu Quraisy yang bernama kabilah Bani Bakr dengan sekutu Nabi ﷺ yang bernama kabilah Bani Khuza'ah, di sebuah tempat bernama Hujair dekat Mekah. Maka kaum Quraisy dengan secara terang-terangan telah memberikan bantuannya kepada Bani Bakr sehingga Bani Khuza'ah mendapat kekalahan dari kecurangan itu. Segera Bani Khuza'ah mengirim utusannya menghadap Rasulullah ﷺ di Madinah memberitakan nasib mereka karena kekhianatan Quraisy itu. Mereka datang meminta bantu dan memohon keadilan. Mendengar perkataan utusan Bani Khuza'ah itu, yang bernama Amar bin Salim al-Khuzal, kelihatan wajah murka Nabi ﷺ Lalu beliau berkata, “Tidak ada artinya segala kemenanganku, kalau tidak aku bela kalian dari pengkhianatan ini" Kekhianatan janji Quraisy itulah yang menjadi sebab Mekah beliau taklukkan. Dan sebelum Mekah diserang, Abu Sufyan yang merasa menyesal atas kecurangan kaumnya yang dia sendiri bertanggung jawab, telah datang ke Madinah dengan maksud hendak memperbaiki keadaan. Tetapi setelah dia hubungi segala sahabat Rasulullah ﷺ sejak Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali, supaya mereka dapat menjadi orang perantara untuk memperbaiki hubungan dengan Rasulullah ﷺ, tidak seorang pun yang mau menerimanya. Bahkan ketika dia mencoba menziarahi anak kandungnya, Ummi Habibah, istri Rasuluilah ﷺ, hamparan tempat dia duduk telah ditarik oleh Ummi Habibah, dengan berkata, “Ayah tidak boleh duduk di atas hamparan ini, ini adalah tempat duduk Nabi ﷺ, ayah kafir!" Dengan sebab kekhianatan itulah Mekah ditaklukkan. Itulah yang disebut bahwa mereka telah melanggar dan memungkiri sumpah-sumpah mereka. Dan, sebelum itu pun mereka telah pernah bermaksud mengusir Rasul. Sampai beliau terpaksa hijrah ke Madinah, sebab semalam akan hijrah itu telah dikerahkan beberapa pemuda hendak membunuhnya. Dan yang memulai terlebih dahulu segala permusuhan itu ialah mereka sendiri, bukan kaum Muslimin. Maka datanglah peringatan dalam ayat ini, apakah orang-orang semacam itu akan kamu biarkan saja? Tidak akan kamu perangi?
“Apakah kamu takut kepada mereka, padahal Allah-lah yang lebih berhak kamu takuti, jika memang kamu orang-orang yang beriman?"
Dalam memerangi dan menghukum pengkhianatan Musyrikin itu, janganlah kamu takut kepada mereka. Mentang-mentang bilangan mereka banyak atau senjata mereka lengkap, sekali-kali jangan kamu takut. Tempat takut kamu hanya Allah. Allah murka kepada orang pengecut. Dan, kamu berperang itu adalah melaksanakan perintah Allah; takutlah kepada-Nya kalau kamu tidak melaksanakan apa yang Dia perintahkan. Di sini kita mendapat gemblengan jiwa Mukmin. Naluri rasa takut ada pada tiap-tiap manusia; takut mati, takut binasa, dan macam-macam ketakutan yang lain. Ajaran Allah tidaklah membunuh rasa takut, sebab rasa takut adalah bagian dari jiwa. Tetapi iman dan tauhid menjuruskan rasa takut itu kepada Yang Maha Esa! Sehingga kepada yang lain tidak takut lagi. Tidak takut lagi akan mati, sebab kalau mati kita akan bertemu dengan Allah, dan amalan kita akan diterima oleh Allah, diakui sebagai hamba-Nya yang patuh. Sebab itu maka orang yang beriman, tempat takutnya hanya Allah.
Ayat 14
“Perangilah mereka; Allah akan menyiksa mereka dengan tangan kamu."
Pangkal ayat ini menaikkan tingkat orang beriman itu kepada martabat yang lebih tinggi, Bahwasanya mereka memerangi orang musyrik pemungkir janji itu adalah laksana sambungan tangan Allah buat menghukum si musyrik. Itulah satu tugas yang suci; apa yang ditakutkan lagi. Mereka telah menjadi junud Allah, tentara Allah; “Dan Dia akan menghinakan mereka dan akan menolong kamu melawan mereka." Janji Allah yang begini pasti menumbuhkan keyakinan dalam hati orang-orang yang beriman bahwa kita pasti menang, sebab kita adalah di pihak benar. Kita pasti menang, sebab kita tentara Allah, penyambung tangan Allah. Kita pasti menang dan musuh itu pasti kalah, sebab Allah beserta kita.
“Dan Dia akan menyembuhkan dada orang-orang yang beriman."
Artinya, rasa kecewa selama ini, rasa tertekan karena jengkel melihat betapa mudahnya musyrikin itu memungkiri janji, sekarang akan terobati, sebab kemenangan pasti di pihak kita. Mereka pasti akan hancur dan Islam akan jaya.
Ayat 15
“Dan Dia akan menghilangkan kekecewaan mereka (yang beriman itu), dan akan diberi tobat oleh Allah barangsiapa yang Dia kehendaki."
Rasa kecewa kaum yang beriman akan hilang, sebab Islam pasti menang dan musuh-musuh itu akan tunduk. Setelah mereka tunduk, akan ada di antara mereka yang insaf dan menyesal, lalu tobat. Kalau pihak musuh telah tunduk dan tobat, tidak melawan lagi, malahan telah mengakui menjadi Islam, niscaya rasa marah dan kecewa kaum Muslimin yang selama ini akan hilang dengan sendirinya. Musuh telah habis, perang telah berhenti, dan damai telah meliputi seluruh negeri karena menang perjuangan Islam.
“Dan Allah adalah Maha Mengetahui, lagi Bijaksana."
Allah Maha Mengetahui bagaimana kesalnya hati kamu selama ini. Kamu tidak mengetahui selengkapnya betapa kekuatan musuh. Sehingga selama ini ada di antara kamu yang menyangka bahwa musuh itu sangat kuat, padahal mereka lemah. Karena meskipun mereka kuat, dalam bilangan dan senjata, mereka lemah dari pendirian iman atau yang disebut ideologi pada zaman sekarang. Dan Allah pun dengan sangat bijaksana menuntun kamu pada kemenangan dan kejayaan, yang dengan petunjuk-Nya jua kamu akan mendapat kemenangan.
Ayat 16
“Apakah kamu sangka bahwa kamu akan dibiarkan begitu saja, padahal belum dibuktikan oleh Allah siapa-siapa yang berjihad di antara kamu dan siapa orang-orang yang tidak mengambil selain dari Allah dan tidak Rasul-Nya dan tidak orang-orang yang beriman, sebagai sahabat karib."
Ayat ini menunjukkan bahwa pengakuan beriman saja belumlah cukup. Mukmin pasti menempuh ujian, supaya Allah membuktikan keteguhan hati Mukmin karena berjihad dan berperang itu. Pengerahan tenaga menghadapi musyrikin yang menimbulkan jihad terhadap mereka ialah guna membuktikan apakah kalangan Mukmin itu benar-benar percaya dan tawakal kepada Allah.
Peperangan yang berturut-turut dengan musuh kaum musyrikin itu, sekaligus untuk menyaring, mana yang benar-benar berjihad karena Allah dan mana yang masih ragu-ragu, yang masih tersangkut hatinya hendak membuat hubungan baik dengan pihak yang menyekutukan Allah. Mukmin sejati hanya mempunyai satu kepercayaan, yaitu Allah dan hanya mempunyai satu pimpinan, yaitu Rasul ﷺ. Dan mempunyai teman sahabat karib yang sejati, yaitu sesama orang beriman. Biar sedikit jumlah Mukmin, tetapi mereka teguh, bersatu, dan kompak. Peperangan-peperangan dan jihad itu adalah sebagai penyaring atau penapis, guna menentukan siapa lawan dan siapa kawan. Yang ragu-ragu, lemah iman, mu-nafik, dan pucuk aru akan terlempar dengan sendirinya keluar.
Kadang-kadang karena halus siasat kaum musyrikin, ada dalam kalangan Mukmin sendiri yang ragu-ragu. Bahkan sebagaimana telah kita isyaratkan, menurut riwayat yang shahih, Hathib bin Abi Balta'ah sendiri nyaris terperosok mengirim surat rahasia ke Mekah, meminta perlindungan kepada orang musyrikin, jika penyerangan atas Mekah gagal dan kaum Muslimin kalah. Kalau bukanlah Hathib seorang yang telah berjasa dan turut dalam Peperangan Badar, telah dicaplah dia sebagai seorang munafik, dan nyarislah Umar bin Khaththab hendak membunuhnya. Syukurlah ditahan oleh Rasulullah ﷺ Dan ketika ditanyai mengapa dia berbuat perbuatan yang salah itu, dia telah mengakui terus terang, hendak mencari perlindungan di Mekah kalau-kalau penyerangan atas Mekah itu gagal. Dalam surah al-Mumtahanah ayat 1, perbuatan Hathib itu telah dicela keras.
Sedangkan orang seperti Hathib lagi dapat terledor, kononlah yang lain yang imannya lebih lemah. Datanglah ayat ini menjelaskan bahwa barisan Mukmin itu berjihad adalah karena Allah, beriman kepada Muhammad ﷺ dan bersahabat karib, perhubungan mesra hanya dengan sesama Mukmin. Kecuali kalau sudah berhenti berperang, sudah terang kekalahan musuh, dan mereka sudah tunduk. Pada saat itu baru boleh ada hubungan yang baik dengan mereka.
“Dan Allah Amat Tahu apa yang kamu kerjakan,"
Allah tahu rahasia tersembunyi daripada apa yang kamu kerjakan, sampai kepada yang sehalus-halusnya sekalipun. Yang keji dan yang buruk, bagaimanapun menyimpannya, akhir kelaknya akan dibukakan juga rahasianya oleh Allah. Manusia yang munafik, yang ragu-ragu, tidaklah lama dapat menyembunyikan rahasia dirinya itu. Sebab badan jasmani tidaklah lama dapat bertahan untuk menyatakan siapa dirinya yang sebenarnya. Ketika dia sadar, dia dapat berdusta. Tetapi satu kali bila dia telah lengah, keadaan jiwanya yang sebenarnya akan kelihatan juga. Apatah lagi di dalam perjalanan ke medan perang. Pada waktu demikian, tidaklah manusia sanggup menyembunyikan kepribadian yang sebenarnya.
Ayat ini pun dapat memberikan sari ilmu pengetahuan kita tentang keadaan masyarakat dan jiwa seseorang pada musim perang. Ketika terjadi banjir besar, senantiasa yang bangsa sarap-sarap membuntang atau timbul ke atas dan yang batu terbenam ke bawah. Tetapi, apabila banjir telah surut dan langit telah jernih, sarap dan sampah tadi tersadai tersangkut di mana-mana dan yang batu kelihatan kembali. Oleh sebab itu, meskipun sesuatu peperangan membawa malapetaka, tetapi dia pun membawa saringan yang akan menjelaskan mana jiwa yang kuat dan mana yang lemah, sehingga sesudah saringan itu akan timbullah golongan umat yang telah digembleng dan diterpa dan yang kuat untuk jalan terus.