Ayat
Terjemahan Per Kata
كَلَّاۖ
sekali-kali tidak
بَل
tetapi/bahkan
لَّا
tidak
تُكۡرِمُونَ
kamu memuliakan
ٱلۡيَتِيمَ
anak yatim
كَلَّاۖ
sekali-kali tidak
بَل
tetapi/bahkan
لَّا
tidak
تُكۡرِمُونَ
kamu memuliakan
ٱلۡيَتِيمَ
anak yatim
Terjemahan
Sekali-kali tidak! Sebaliknya, kamu tidak memuliakan anak yatim,
Tafsir
(Sekali-kali tidak) kalimat ini merupakan hardikan, bahwa perkara yang sebenarnya tidaklah demikian, maksud dimuliakan itu dengan diberi kekayaan, dan dihina itu dengan diberi kemiskinan. Sesungguhnya seseorang itu menjadi mulia karena ketaatannya, dan menjadi terhina karena kemaksiatannya. Orang-orang kafir Mekah tidak memperhatikan hal ini (sebenarnya kalian tidak memuliakan anak yatim) artinya kalian tidak pernah berbuat baik kepada anak-anak yatim, padahal kalian kaya atau kalian tidak memberikan harta waris yang menjadi hak anak-anak yatim.
Tafsir Surat Al-Fajr: 15-20
Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya, lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata, "Tuhanku telah memuliakanku. Adapun bila Tuhannya mengujinya, lalu membatasi rezekinya, maka dia berkata, "Tuhanku menghinakanku. Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim, dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin, dan kamu memakan harta pusaka dengan cara mencampurbaurkan (yang halal dan yang batil), dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, mengingkari sifat manusia yang apabila Allah meluaskan baginya dalam hal rezeki untuk mengujinya melalui rezeki itu, maka ia menganggap bahwa hal itu merupakan kemuliaan dari Allah subhanahu wa ta’ala untuk dirinya. Padahal kenyataanya tidaklah demikian, bahkan sebenarnya hal itu merupakan ujian dan cobaan, sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya: Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa) Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar. (Al-Muminun: 55-56) Demikian pula sebaliknya Allah menguji dan mencobanya dengan kesempitan rezeki, dia mengira bahwa hal itu merupakan penghinaan dari Allah subhanahu wa ta’ala kepadanya. Maka disanggah oleh firman-Nya: Sekali-kali tidak (demikian). (Al-Fajr: 17) Yakni sebenarnya tidaklah seperti yang diduganya baik dalam keadaan mendapat kesukaan maupun dalam keadaan mendapat kedukaan;karena sesungguhnya Allah memberi harta kepada siapa yang disukai-Nya dan juga kepada orang yang tidak disukai-Nya, dan Dia menyempitkan rezeki terhadap orang yang disukai-Nya dan juga terhadap orang yang tidak disukai-Nya.
Dan sesungguhnya pokok pangkal permasalahan dalam hal ini bergantung kepada ketaatan yang bersangkutan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dalam dua keadaan tersebut. Apabila ia diberi kekayaan, hendaknya ia bersyukur kepada Allah atas karunia-Nya itu; dan apabila mendapat kemiskinan, hendaknya ia bersabar dan tetap menjalankan ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim. (Al-Fajr: 7) Di dalam ayat ini terkandung makna perintah untuk memuliakan anak yatim, sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah ibnul Mubarak, dari Sa'id ibnu Ayyub, dari Yahya ibnu Sulaiman, dari Yazid ibnu Abu Gayyas., dari Abu Hurairah, dari Nabi ﷺ yang telah bersabda: Sebaik-baik rumah dikalangan kaum muslim adalah rumah yang di dalamnya terdapat anak yatim yang diperlakukan dengan baik, dan seburuk-buruk rumah di kalangan kaum muslim adalah rumah yang di dalamnya terdapat anak yatim yang di perlakukan dengan buruk.
Kemudian Nabi ﷺ berisyarat dengan kedua jari tangannya, lalu bersabda: Aku dan orang yang menjamin anak yatim berada di dalam surga seperti ini. Abu Dawud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnus Sabah ibnu Sufyan, telah menceritakan kepada Kami Abdul Aziz (yakni Ibnu Abu Hazim), telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Sahl (yakni Ibnu Sa'id) bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Aku dan orang yang menjamin anak yatim seperti kedua jari ini di dalam surga. Yakni berdekatan, seraya mengisyaratkan kedua jarinya, yaitu telunjuk dan jari tengahnya. dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin. (Al-Fajr:18) Yaitu tidak memerintahkan orang lain untuk memberi santunan kepada orang-orang fakir dan miskin dan sebagian dari mereka tidak menganjurkan hal ini kepada sebagian yang lainnya.
dan kamu memakan harta pusaka dengan cara mencampur-adukan (yang halal dan yang haram). (Al-Fajr: 19). Yang dimaksud dengan turas ialah harta warisan, yakni memakannya tanpa mempedulikan dari arah mana dihasilkannya, baik dari cara halal maupun cara haram. dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan. (Al-Fajr: 20) Yakni kecintaan yang banyak; sebagian ulama mengartikannya kecintaan yang berlebihan."
Sekali-kali tidak demikian. Ketahuilah, kemuliaan seseorang tidak diukur dari kekaya annya dan kehinaan tidak dipandang dari kemiskinannya. Kemulian diukur dari ketaatan dan kehinaan adalah akibat kemaksiatan seseorang kepada Allah. Bahkan kamu tidak memuliakan, menyantuni, mengasihi, dan menolong anak yatim. Kamu biarkan mereka susah, padahal menyantuni mereka adalah amal saleh yang menjanjikan derajat tinggi di sisi Allah. 18. Dan kamu tidak saling mengajak satu sama lain untuk memberi makan orang miskin. Tidak mengajak orang lain untuk berbuat baik juga merupakan tindakan tidak terpuji. Mengajak orang lain berbuat baik adalah tindakan terpuji, apa lagi jika dibarengi dengan melakukannya. Makanan adalah kebutuhan pokok manusia. Memberi makanan fakir miskin, baik muslim atau bukan, adalah suatu bentuk kesalehan sosial yang sangat terpuji (Lihat pula: al-Ins'n/76: 8).
Akan tetapi banyak manusia yang ingkar, mereka tidak mensyukuri nikmat yang diberikan kepadanya. Bersyukur adalah mengucapkan kata-kata syukur dan menggunakan nikmat itu sesuai dengan ketentuan Yang Memberinya. Salah satu ketentuan-Nya adalah bahwa orang yang diberi kelebihan rezeki harus memperhatikan mereka yang berkekurangan. Di antara mereka adalah anak-anak yatim. Anak yatim perlu diasuh sampai mereka dewasa. Manusia yang ingkar dan tak mau bersyukur tidak mau memperhatikan pengasuhan anak-anak yatim itu.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 17
“Tidak sekali-kali! Bahkan kamu tidak memuliakan anak yatim."
Sama sekali itu adalah omong kosong. Sebab sifat-sifat yang baik, kelakuan yang terpuji, tidaklah akan subur kalau iman tidak ada. Kalau dia telah kaya, dia tidak lagi akan merasa belas kasihan kepada anak yatim; sebab dia hanya memikirkan dirinya, tidak memikirkan orang lain. Sebab dia tidak pernah memikirkan bagaimana kalau dia sendiri mati, dan anaknya tinggal kecil-kecil.
Ayat 18
“Dan kamu tidak ajak-mengajak atas memberi makan orang miskin."
Di dalam dua ayat ini bertemu dua kalimat penting, yang timbul dari hasil iman.
Pertama ialah memuliakan anak yatim. Memuliakan adalah lawan dari menghinakan, yaitu menganggapnya rendah, hanya separuh manusia, sebab tidak ada lagi orang yang mengasuhnya. Atau diasuh juga anak yatim itu tetapi direndahkan, dipandang seperti budak belian. Ini bukanlah perangai orang Mukmin.
Kedua ialah kalimat ajak-mengajak. Dalam kalimat ini memikul bersama, bukan memikul sendiri. “Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing." Seorang ulama besar, Ibnu Hazm al-Andalusi pernah menyatakan, jika terdapat seseorang mati karena kelaparan pada satu Qaryah (kampung) maka yang bertanggung jawab menanggung dosa ialah orang sekampung itu. Dalam hukum Islam seluruh isi kampung diwajibkan membayar diyat atas kematian si miskin itu. Karena memberi makan fakir-miskin adalah kewajiban bersama. Si miskin pun berhak menerima bagian dari zakat.
Ayat 19
“Dan kamu makan harta warisan orang; makan sampai licin. "
Mereka terima harta warisan dari saudaranya yang telah wafat, lalu dimakannya sendiri dengan lahapnya, sampai licin tandas; sedang pewaris lain yang berhak, baik istrinya atau anak-anaknya yang masih kecil, tidak mendapat bagian.
Ayat 20
“Dan kamu suka sekali akan harta, kesukaan sampai keji."
Di mana saja pintunya, akan kamu hantam pintu itu sampai terbuka, kalau di dalamnya ada harta. Halal dan haram tak peduli. Menjual negeri dan bangsa pun kamu mau, asal dapat duit. Menjual rahasia negara kamu tidak keberatan, asal uang masuk. Malah membuka perusahaan yang penuh dengan dosa seperti perusahaan pelacuran perempuan, membuka rumah perjudian, menjual barang-barang yang merusak budi-pekerti manusia, bahkan apa saja, kamu tidak keberatan asal hartamu bertambah. Inilah celakanya kalau hidup tidak ada tuntunan iman.