Ayat
Terjemahan Per Kata
وَمَا
dan tidak
هُوَ
dia
عَلَى
atas
ٱلۡغَيۡبِ
gaib
بِضَنِينٖ
dengan kikir
وَمَا
dan tidak
هُوَ
dia
عَلَى
atas
ٱلۡغَيۡبِ
gaib
بِضَنِينٖ
dengan kikir
Terjemahan
Dia (Nabi Muhammad) bukanlah seorang yang kikir (enggan) untuk menerangkan yang gaib.
Tafsir
(Dan bukanlah dia) Nabi Muhammad ﷺ (terhadap perkara yang gaib) hal-hal yang gaib berupa wahyu dan berita dari langit (sebagai seseorang yang dituduh) membuat-buatnya, ini berdasarkan qiraat yang membacanya Zhaniin dengan memakai huruf Zha. Menurut suatu qiraat dibaca Dhaniin dengan memakai huruf Dhadh; artinya seorang yang bakhil untuk menerangkannya, lalu karenanya ia mengurangi sesuatu daripada wahyu dan berita dari langit tersebut.
Tafsir Surat At-Takwir: 15-29
Sungguh, Aku bersumpah dengan bintang-bintang. yang beredar dan terbenam, demi malam apabila telah hampir meninggalkan gelapnya, dan demi subuh apabila fajarnya mulai menyingsing, sesungguhnya Al-Qur'an itu benar-benar firman'(Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril), yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang mempunyai Arasy, yang ditaati di sana (di alam malaikat) lagi dipercaya. Dan teman kalian (Muhammad) itu bukanlah sekali-sekali orang yang gila. Dan sesungguhnya Muhammad itu melihat Jibril di ufuk yang terang.
Dan dia (muhammad) bukanlah seorang yang bakhil untuk menerangkan yang gaib. Dan Al-Qur'an itu bukanlah perkataan setan yang terkutuk, maka ke manakah kalian akan pergi? Al-Qur'an itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta alam, (yaitu) bagi siapa di antara kalian yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kalian tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam. Imam Muslim di dalam kitab sahihnya dan Imam An-Nasai dalam tafsir ayat ini telah meriwayatkan melalui hadits Mis'ar ibnu Kidam, dari Al-Walid ibnu Sari', dari Amr ibnu Hurayyis yang mengatakan bahwa ia pernah shalat di belakang Nabi ﷺ, yaitu shalat Subuh.
Lalu ia mendengar beliau membaca firman-Nya: Sungguh. Aku bersumpah dengan bintang-bintang. yang beredar dan terbenam, demi malam apabila telah hampir meninggalkan gelapnya, dan demi subuh apabila fajarnya mulai menyingsing. (At-Takwir: 15-18) Imam An-Nasai telah meriwayatkan dari Bandar, dari Gundar, dari Syu'bah, dari Al-Hajjaj ibnu ‘Ashim, dari Abul Aswad, dari Amr ibnu Hurayyis dengan sanad yang sama dan lafal yang semisal.
Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir telah meriwayatkan melalui jalur Ats-Tsauri, dari Abi Ishaq, dari seorang lelaki, dari Murad, dari Ali sehubungan dengan makna firman-Nya: Sungguh, Aku bersumpah dengan bintang-bintang, yang beredar dan terbenam. (At-Takwir: 15-16) Ali mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah bintang-bintang yang tenggelam di saat siang hari dan di malam hari kelihatan. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Jafar, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Sammak ibnu Harb yang mendengar dari Khalid ibnu Ur'urah, bahwa ia pernah mendengar Ali ditanya mengenai makna ayat ini, lalu Ali menjawab, "Makna yang dimaksud ialah bintang-bintang yang tenggelam di siang hari dan kelihatan di malam hari.
Telah menceritakan pula kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Israil, dari Sammak, dari Khalid, dari Ali yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud adalah bintang-bintang. Sanad atsar ini jayyid lagi shahih sampai kepada Khalid ibnu Ur'urah As-Sahmi Al-Kufi. Abu Hatim Ar-Razi mengatakan bahwa dia meriwayatkan dari Ali dan Sammak serta Al-Qasim ibnu Auf Asy-Syaibani mengambil riwayat dari Khalid ibnu Ur'urah; tetapi Abu Hatim Ar-Razi tidak menyebutkan baik jarh-nya.
maupun ta'dil-nya (yakni predikatnya dalam periwayatan hadits); hanya Allah-lah. Yang Maha Mengetahui. Yunus telah meriwayatkan dari Abu Ishaq, dari Al-Haris, dari Ali, bahwa yang dimaksud adalah bintang-bintang; demikianlah menurut yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim, dari Ibnu Abbas, Mujahid, Al-Hasan, Qatadah, As-Suddi, dan lain-lainnya, bahwa yang dimaksud adalah bintang-bintang. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Hauzah ibnu Khalifah, telah menceritakan kepada kami Auf, dari Bakr ibnu Abdullah sehubungan dengan makna firman-Nya: Sungguh, Aku bersumpah dengan bintang-bintang, yang beredar dan terbenam. (At-Takwir: 15-16)Bahwa makna yang dimaksud ialah bintang-bintang yang gemerlapan yang beredar ke arah timur.
Sebagian imam mengatakan bahwa sesungguhnya bintang-bintang itu dinamakan khunnas mengingat saat terbitnya, kemudian saat beredar di falaknya dinamakan jawarin, sedangkan di saat tenggelamnya dinamakan kunnas. Ini diambil dari kata-kata orang Arab.Awazzabyuila kinasihi" Dikatakan demikian apabila menjangan itu masuk ke dalam sarangnya. Al-A'masy telah meriwayatkan dari Ibrahim, bahwa Abdullah pernah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sungguh, Aku bersumpah dengan bintang-bintang. (Al-Takwir: 15) Bahwa yang dimaksud dengan kunnas ialah sapi liar alias menjangan.
Hal yang sama dikatakan oleh Ats-Tsauri, dari Abi Ishaq, dari Abu Maisarah dari Abdullah sehubungan dengan makna firman-Nya: Sungguh, Aku bersumpah dengan bintang-bintang, yang beredar dan terbenam. (At-Takwir: 15-16) Abdullah bertanya, "Apakah makna yang dimaksud. wahai Umar? Menurutku makna yang dimaksud adalah sapi.'" Umar menjawab 'Saya pun berpendapat sama.'" Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Yunus, dari Abu Ishaq' dari ayahnya.
Abu Dawud At-Tayalisi telah meriwayatkan dari Ami; dari ayahnya, dari Sa'id ibnu .lubair, dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan al jawaril kunnasi ialah sapi yang bersembunyi di bawah naungan. Hal yang sama dikatakan oleh Sa'id ibnu Jubair. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah menjangan. Hal yang sama dikatakan pula oleh Sa'id.
Mujahid, dan Adh-Dhahhak. Abusy Sya'sa alias Jabir ibnu Zaid mengatakan menjangan dan sapi. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Hasyim. telah menceritakan kepada kami Mugirah. dari Ibrahim dan Mujahid, bahwa keduanya saling menalarkan ayat berikut, yaitu firman Allah subhanahu wa ta’ala: Sungguh, Aku bersumpah dengan bintang-bintang, yang beredar dan terbenam. (At-Takwir: 15-16) Ibrahim berkata kepada Mujahid, "Katakanlah pendapatmu sesuai dengan apa yang pernah engkau dengar." Mujahid mengatakan, "Kami pernah mendengar sesuatu tentang maknanya, tetapi orang-orang mengatakan bahwa makna yang dimaksud adalah bintang-bintang." Ibrahim berkata menegaskan, "Lalu bagaimanakah dengan pendapatmu? Katakanlah sesuai dengan berita yang engkau pernah dengar." Mujahid mengatakan, "Kami mendengar bahwa makna yang dimaksud darinya adalah sapi liar saat bersembunyi di dalam sarangnya.Maka Ibrahim berkata, "Kalau begitu, mereka benar-benar telah berdusta terhadapku dalam hal ini.
Mereka telah meriwayatkan dari Ali, bahwa makna yang dimaksud ialah menyembunyikan bagian yang bawah dengan bagian'yang atas dan sebaliknya. Ibnu Jarir bersikap diam sehubungan dengan makna yang dimaksud dari firman-Nya: bintang-bintang yang beredar dan terbenam. (At-Takwir: 15-16) apakah yang dimaksud adalah bintang-bintang ataukah menjangan alias sapi liar. Dan ia hanya mengatakan bahwa bisa saja kedua-duanya merupakan makna yang dimaksud. Firman Allah Swt: demi malam apabila telah hampir meninggalkan gelapnya. (At-Takwir: 17) Sehubungan dengan makna ayat ini ada dua pendapat.
Salah satunya mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah saat tibanya malam hari dengan kegelapannya. Mujahid mengatakan, apabila telah gelap. Sa'id ibnu Jubair mengatakan, apabila muncul. Menurut Al-Hasan Al-Basri, artinya apabila malam menutupi manusia. Hal yang sama telah dikatakan oleh Atiyyah Al-Aufi. Ali ibnu Abu Talhah dan Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: apabila telah hampir meninggalkan gelapnya. (At-Takwir: 17) Yakni apabila berpaling; hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, Qatadah, dan Adh-Dhahhak.
Dan hal yang sama telah dikatakan oleh Zaid ibnu Aslam dan anaknya (yaitu Abdur Rahman), bahwa firman-Nya: apabila telah hampir meninggalkan gelapnya. (At-Takwir: 17) Yaitu apabila berpaling dan pergi. Abu Dawud At-Tayalisi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Amr ibnu Murrah, dari Abul Buhturi; ia pernah mendengar Abu Abdur Rahman As-Sulami mengatakan bahwa Ali keluar kepada kami ketika shalat Subuh diiqamahkan, lalu ia bertanya,"Kemanakah orang-orang yang bertanya tentang witir?" 'demi malam apabila telah hampir meninggalkan gelapnya, dan demi subuh apabila fajarnya mulai menyingsing.
' (At-Takwir: 17-18)?" Hal tersebut (witir) bila dilakukan saat malam hendak meninggalkan gelapnya adalah lebih baik. Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud oleh firman-Nya: apabila telah hampir meninggalkan gelapnya. (At-Takwir: 7) Maksudnya, apabila berpaling. Demikian itu karena pada firman selanjutnya disebutkan: dan demi subuh apabila fajarnya mulai menyingsing. (At-Takwir: 18) Yakni mulai terang suasananya. Lalu Ibnu Jarir berpegangan kepada perkataan seorang penyair dalam salah satu bait syairnya yang mengatakan: ... Hingga apabila subuh mulai menyingsingkan cahayanya yang mengusir kegelapan malam secara berangsur-angsur.
Yaitu bila malam pergi. Menurut hemat saya. makna yang dimaksud oleh firman-Nya: apabila telah hampir meninggalkan gelapnya. (At-Takwir: 17) Adalah kebalikannya, yaitu apabila malam tiba; sekalipun kata ini dapat pula dipakai untuk menunjukkan pengertian pergi, tetapi makna datang dalam ayat ini lebih sesuai. Seakan-akan Allah bersumpah dengan malam hari dan kegelapannya bila tiba. dan dengan fajar dan sinarnya bila mulai menyingsing.
Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman Allah subhanahu wa ta’ala: Demi malam apabila menutupi (cahaya siang) dan siang apabila terang benderang. (Al-Lail: 1-2) Demi waktu matahari sepenggalahan naik, dan demi malam apabila telah sunyi. (Adh-Dhuha: 1-2) Dan firman Allah Swt: Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat. (Al-An'am: 96) Dan masih banyak ayat lainnya yang semakna. Kebanyakan ulama Usul mengatakan bahwa lafal 'as'asa dipakai untuk menunjukkan makna datang atau pergi dan menganggapnya sebagai lafal yang musytarak (satu lafal yang mempunyai dua arti yang berlawanan).'Karena itulah maka dapat dibenarkan bila masing-masing dari keduanya dianggap sebagai makna yang dimaksud.
Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Ibnu Jarir mengatakan bahwa sebagian ulama yang ahli dalam bahasa Arab menduga bahwa lafal 'as 'asa artinya mendekati permulaannya dan mulai gelap. Al-Farra mengatakan bahwa Abul Bilad seorang ahli Nahwu mengutip sebuah bait syair yang mengatakan: ... Malam telah tiba, hingga manakala dia menghendaki saat mendekat, maka akan terbersit sinar dari cahayanya.
Al-Farra mengatakan bahwa mereka mengira bait syair ini adalah buatan semata. Firman Allah Swt: dan demi subuh apabila fajarnya mulai menyingsing. (At-Takwir: 18) Adh-Dhahhak mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah apabila terbit. Qatadah mengatakan, apabila mulai bersinar dan tiba. Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah apabila mulai muncul; pendapat ini diriwayatkan dari Ali Ibnu Jarir mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah sinar mentari apabila mulai kelihatan. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: sesungguhnya Al-Qur'an itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril). (At-Takwir: 19) Yakni sesungguhnya Al-Qur'an yang mulia ini benar-benar disampaikan oleh malaikat yang mulia, terhormat, berakhlak baik, lagi indah penampilannya; dialah Jibril a.s.
Ibnu Abbas, Asy-Sya'bi, Maimun ibnu Mahran, Al-Hasan, Qatadah, Ar-Rabi' ibnu Anas, Adh-Dhahhak, serta lain-lainnya mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang mempunyai kekuatan. (At-Takwir: 20) Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain: yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat, yang mempunyai akal yang cerdas. (An-Najm: 5-6) Yaitu kuat penampilannya lagi kuat pukulan dan perbuatannya. yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang mempunyai 'Arasy. (At-Takwir: 20) Dia mempunyai kedudukan dan pangkat yang tinggi di sisi Allah subhanahu wa ta’ala Abu Saleh telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang mempunyai Arasy. (At-Takwir: 20) Jibril dapat memasuki tujuh puluh lapis tirai cahaya tanpa izin.
yang ditaati di sana. (At-Takwir: 21) Yakni dia dipengaruhi, didengar kata-katanya, lagi ditaati di alam malaikat. Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang ditaati di sana. (At-Takwir: 21) Yaitu di alam langit. Dengan kata lain, Jibril bukanlah malaikat biasa, melainkan termasuk pemimpin yang dimuliakan di kalangan para malaikat, yang mempunyai peran besar dan dipilih untuk mengemban tugas yang agung ini, yaitu menjadi duta antara Allah dan Rasul-Nya.
Firman Allah Swt: lagi dipercaya. (At-Takwir: 21) Malaikat Jibril mendapat predikat sebagai kepercayaan Allah dari kalangan para malaikat. Ini merupakan suatu penghargaan yang sangat besar, sekaligus menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala menyucikan hamba dan rasul-Nya dari kalangan malaikat yaitu Jibril a.s. sebagaimana Dia menyucikan hamba dan Rasul-Nya dari kalangan manusia, yaitu Nabi Muhammad ﷺ Seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya: Dan teman kalian (Muhammad) itu bukanlah sekali-kali orang yang gila. (At-Takwir: 22) Asy-Sya'bi, Maimun ibnu Mahran, dan Abu Saleh, serta orang-orang yangtelah disebutkan di atastelah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan teman kalian (Muhammad) itu bukanlah sekali-sekali orang yang gila. (At-Takwir: 22) Bahwa yang dimaksud adalah Nabi Muhammad ﷺ Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan sesungguhnya Muhammad itu melihat Jibril di ufuk yang terang. (At-Takwir: 23) Yakni sesungguhnya Nabi Muhammad ﷺ benar-benar telah melihat Jibril yang datang kepadanya membawa wahyu dari Allah subhanahu wa ta’ala dalam rupa aslinya lengkap dengan enam ratus sayapnya. di ufuk yang terang. (At-Takwir: 23) Yaitu dengan jelas dan terang. Ini merupakan penglihatan Nabi ﷺ kepadanya yang pertama, yaitu saat beliau berada di Lembah Batha. yang hal ini disebutkan oleh firman-Nya: yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat, Yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli, sedangkan dia berada di ufuk yang tinggi.
Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi, maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan. (An-Najm: 5-10) Sebagaimana yang telah disebutkan keterangannya dalam tafsir surat An-Najm berikut dalil yang menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan dia adalah Malaikat Jibril. Menurut makna lahiriah ayat, surat ini diturunkan sebelum malam Isra, karena di dalamnya tidak disebutkan kecuali hanya penglihatan ini, yaitu penglihatannya yang pertama.
Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Adapun penglihatan beliau kepada Jibril a.s. pada yang kedua kalinya adalah yang disebutkan di dalam firman-Nya: Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lalu, (yaitu) di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. (An-Najm: 13-16) Maka hal ini hanya disebutkan di dalam surat An-Najm, dan surat An-Najm telah diturunkan sesudah surat Al-Isra.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan dia (Muhammad) bukanlah seorang yang bakhil untuk menerangkan yang gaib. (At-Takwir: 24) Artinya, Muhammad bukanlah orang yang disangsikan terhadap apa yang diturunkan Allah kepadanya. Di antara ulama ada yang membacanya dengan memakai dad bukan za sehingga artinya menjadi bukanlah orang yang bakhil untuk menerangkan apa yang diturunkan Allah kepadanya, bahkan dia menyampaikannya kepada setiap orang. Sufyan ibnu Uyaynah mengatakan bahwa za-nin dan da-nin mempunyai makna yang sama, yakni dia bukanlah orang yang pendusta dan bukan pula orang yang pendurhaka; za-nin orang yang diragukan, dan da-nin orang yang kikir.
Qatadah mengatakan bahwa pada mulanya Al-Qur'an merupakan hal yang gaib, lalu Allah menurunkannya kepada Nabi Muhammad. Maka beliau ﷺ tidak kikir terhadap manusia, bahkan beliau menyebarkannya, menyampaikannya, dan memberikannya kepada setiap orang yang menghendakinya. Hal yang sama dikatakan oleh ikrimah dan Ibnu Zaid serta selain keduanya yang bukan hanya seorang; Ibnu Jarir memilih pendapat yang membacanya dengan qiraat dad yakni danin. Menurut hemat penulis, kedua pendapat (qiraat) sama-sama mutawatir dalilnya, dan maknanya shahih sebagaimana yang telah disebutkan di atas.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan Al-Qur'an itu bukanlah perkataan setan yang terkutuk. (At-Takwir: 25) Yaitu Al-Qur'an ini bukanlah dari perkataan setan yang terkutuk. Dengan kata lain, setan tidak akan mampu membawanya, dan tidak menghendakinya serta tidak layak Al-Qur'an baginya. Sebagaimana yang disebutkan dalam firman-Nya: Dan Al-Qur'an itu bukanlah dibawa turun oleh setan-setan. Dan tidaklah patut mereka membawa turun Al-Qur'an itu, dan mereka pun tidak akan kuasa.
Sesungguhnya mereka benar-benar dijauhkan dari mendengar Al-Qur'an itu. (Asy-Syu'ara: 210-212) Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: maka ke manakah kalian akan pergi? (At-Takwir: 26) Yakni dipergunakan untuk apa akal kamu bila kamu mendustakan Al-Qur'an ini, padahal Al-Qur'an begitu jelas, terang, dan gamblang bahwa ia benar dari sisi Allah subhanahu wa ta’ala Sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Bakar As-Siddiq kepada delegasi Bani Hanifah, ketika mereka datang dalam keadaan telah masuk Islam. Lalu Abu Bakar memerintahkan kepada mereka untuk membacakan sesuatu dari bacaan Musailamah Al-Kazzab yang sangat kacau lagi melindur itu. Setelah hal itu dibacakan kepada Abu Bakar , maka Abu Bakar berkata, "Celakalah kalian, ditaruh dimanakah akal sehat kalian? Demi Allah, sesungguhnya ucapan itu bukanlah datang dari Tuhan." Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka ke manakah kalian akan pergi. (At-Takwir: 26) setelah meninggalkan Kitabullah dan ketaatannya kepada-Nya? Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Al-Qur'an itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta alam (At-Takwir: 27) Artinya, Al-Qur'an ini merupakan peringatan bagi semua manusia agar mereka menjadi ingat karenanya dan mengambil pelajaran darinya. (yaitu) bagi siapa di antara kalian yang man menempuh jalan yang lurus. (At-Takwir: 28) Yaitu bagi siapa yang menginginkan petunjuk.
hendaklah ia berpegang kepada Al-Qur'an ini, karena sesungguhnya Al-Qur'an merupakan juru selamat dan pemberi petunjuk baginya tiada petunjuk selain dari Al-Qur'an. Dan kalian tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam. (At-Takwlr: 29) Yakni kehendak untuk itu bukan berada di tangan kalian, melainkan ada di tangan kekuasaan-Nya. Maka barang siapa yang Dia kehendaki mendapat petunjuk, niscaya ia mendapatkannya: dan barang siapa yang Dia kehendaki sesat, niscaya dia tersesat darinya.
Sufyan Ats-Tsauri telah meriwayatkan dari Sa'id ibnu Abdul Azizdari Sulaiman ibnu Musa yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan. yaitu firman Allah subhanahu wa ta’ala: bagi siapa di antara kalian yang mau menempuh jalan yang lurus. (At-Takwir: 28) Maka Abu Jahal berkata, "Segala sesuatunya terserah kita. Jika kita mau menempuh jalan yang lurus, tentulah kita akan lurus: dan jika kita menghendaki bukan jalan yang lurus, maka tentulah kita tidak akan lurus.'" Lalu Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan firman selanjutnya, yaitu: Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam. (At-Takwir: 29 Demikianlah akhir tafsir surat At-Takwir, dengan mengucapkan hamdalah atas semua nikmat dan karunia-Nya."
Dan dia bukanlah orang yang kikir untuk menerangkan ihwal perkara yang gaib, seperti Allah, malaikat, dan hari kiamat. Nabi dengan senang hati memberi penjelasan demi kemaslahatan banyak orang. Hal ini berbeda dari para dukun yang hanya mau membeberkan hal yang rahasia jika diberi imbalan. 25. Dan Al-Qur'an itu bukanlah perkataan setan yang terkutuk. Ada perbedaan nyata antara Al-Qur'an dan perkataan setan. Al-Qur'an mengajarkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan, sedangkan setan mengajak kepada kebatilan, kemaksiatan, dan kemungkaran.
Ayat ini menerangkan bahwa Nabi Muhammad bukanlah seorang bakhil dalam menyampaikan seluruh wahyu yang disampaikan malaikat Jibril kepadanya. Di samping itu, beliau adalah seorang yang sangat dipercaya karena tidak pernah mengubah wahyu walaupun satu huruf dengan ucapannya sendiri.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 23
“Dan sesungguhnya dia." (pangkal ayat 23)
Yang dimaksud dengan dia itu ialah Nabi Muhammad ﷺ,
“Telah pernah melihatnya di ufuk yang nyata." (ujung ayat 23)
Ufuk yang nyata ialah ufuk sebelah timur, sebab ia tempat terbit matahari, maka ufuk timur itu lebih nyata dan jelas dari ufuk-ufuk yang lain. Menurut suatu riwayat dari Ibnu Abbas, Jibril pernah memperlihatkan diri dalam rupanya yang asli kepada Nabi Muhammad saw, di Bukit Arafah. Maka kelihatan tubuhnya memenuhi dari masyriq sampai ke maghrib, kakinya terhunjam ke bumi dan kepalanya menjundak ke langit. Setelah melihat dalam kehebatan itu, pingsanlah Nabi ﷺ Kita kenal juga dalam hadits shahih tentang pertemuan pertama di Gua Hira, ketika wahyu pertama akan diberikan kepada Nabi; besar tinggi tersundak ke langit, lalu mengecilkan diri sampai memeluk beliau dengan keras, disuruhnya Nabi membaca “Iqra'". Lalu beliau jawab bahwa dirinya tak pandai membaca, lalu Nabi dipeluknya keras, sampai keluar keringat dan setengah pingsan.
Ayat 24
“Dan tidaklah dia, atas hal-hal yang gaib, dapat dituduh." (ayat 24)
Yang gaib ialah kabar-kabar wahyu yang datang dari langit. Maka Nabi Muhammad ﷺ tidaklah dapat dituduh bahwa dia menambah atau mengurangi apa yang diwahyukan, ataupun mengada-adakan yang bukan wahyu dikatakannya wahyu.
Ayat 25
“Dan bukanlah dia itu." (pangkal ayat 25)
Maksudnya, Al-Qur'an.
“Bukanlah dia itu perkataan setan yang terkutuk." (ujung ayat 25)
Atau yang kena rajam.
Ayat 26
“Maka ke mana kamu hendak pergi lagi?" (ayat 26)
Kalau sudah demikian jelas dan terangnya, yang membawa wahyu itu ialah malaikat yang diangkat Allah menjadi Rasul-Nya yang terkemuka, kuat kedudukannya di sisi Singgasana Allah (Arsy), kukuh, dipatuhi oleh malaikat-malaikat yang banyak, dipercayai oleh Allah sendiri; yang dibawanya ialah wahyu suci, firman Allah. Dibawa kepada Muhammad, orang yang sempurna jiwanya, bukan gila. Yang dibawa itu pun adalah firman Ilahi, bukan kata-kata setan, dan Muhammad itu sendiri pun pernah bertemu muka dengan Jibril; jadi yang membawa, yang dibawa, dan orang yang menerima bawaan itu semuanya mendapat jaminan dari Allah; jika demikian, dengan alasan apa lagi kamu hendak mengelakkan diri? Ke mana lagi kamu akan pergi? Ke jalan mana? Ke jurusan mana? Kalau kamu pakai akal pikiranmu yang waras, sekali-kali tidaklah akan dapat kamu tolak kebenaran ini.
Ayat 27
Maka ditegaskan Allah sekali lagi tentang Al-Qur'an itu.
“Dia itu tidak lain melainkan satu peringatan untuk seisi alam." (ayat 27)
Dia adalah rahmat untuk seisi alam. Dia bukan terbatas untuk satu kaum, satu kelompok, atau satu waktu saja. Dia adalah buat selama-lamanya. Selama alam dunia ini masih didiami oleh umat manusia.
Ayat 28
“(Yaitu) untuk siapa-siapa di antara kamu yang ingin berlaku lurus." (ayat 28)
Yaitu siapa di antara kamu yang ingin jujur terhadap dirinya sendiri. Karena kebenaran yang diterangkan dalam wahyu itu adalah sesuai fitrahmu, bahkan itulah suara hatimu sendiri. Kalau kamu ingkari kebenaran itu, adalah kamu mengkhianati dirimu sendiri. Yang demikian bukanlah jalan yang lurus, bukan sifat yang jujur.
Ayat 29
“Tetapi tidaklah kamu akan mau, kecuali jika dikehendaki oleh Allah, Tuhan yang menguasai seluruh alam." (ayat 29)
Sebab itu maka langkah pertama yang hendaknya kamu tempuh ialah menembus tabir-tabir hawa nafsu yang menghambat di antara dirimu dengan Allah. Kalau tabir hawa nafsu itu telah lama membelenggu diri, sudah dapat direnggutkan dari diri, akan hilanglah batas hati dengan Allah; dan bilamana batas hati itu telah hilang, Allah sendirilah yang akan memimpin kita menuju kepada yang Dia ridhai.