Ayat
Terjemahan Per Kata
لِيُحِقَّ
agar Dia membenarkan/menetapkan
ٱلۡحَقَّ
yang benar
وَيُبۡطِلَ
dan Dia membatalkan
ٱلۡبَٰطِلَ
yang batil
وَلَوۡ
walaupun
كَرِهَ
tidak menyukai
ٱلۡمُجۡرِمُونَ
orang-orang yang berdosa
لِيُحِقَّ
agar Dia membenarkan/menetapkan
ٱلۡحَقَّ
yang benar
وَيُبۡطِلَ
dan Dia membatalkan
ٱلۡبَٰطِلَ
yang batil
وَلَوۡ
walaupun
كَرِهَ
tidak menyukai
ٱلۡمُجۡرِمُونَ
orang-orang yang berdosa
Terjemahan
agar Allah menetapkan yang benar (Islam) dan menghilangkan yang batil (syirik), walaupun para pendosa (musyrik) itu tidak menyukai(-nya).
Tafsir
(Agar Allah menetapkan yang hak dan membatalkan) menghapus (kebatilan) yakni kekafiran (walaupun orang-orang yang berdosa itu tidak menyukainya) orang-orang musyrik tidak menyenangi hal itu.
Tafsir Surat Al-Anfal: 5-8
Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran, dan sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman tidak menyukainya,
Mereka membantahmu tentang kebenaran sesudah nyata (kebenaran itu), seolah-olah mereka dihalau kepada kematian, sedangkan mereka melihat (sebab-sebabnya).
Dan (ingatlah) ketika Allah menjanjikan kepada kalian bahwa salah satu dari dua golongan (yang kalian hadapi) adalah untuk kalian, sedangkan kalian menginginkan bahwa yang tidak mempunyai kekuatan senjatalah untuk kalian, dan Allah menghendaki untuk membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-orang kafir,
Agar Allah menetapkan yang hak dan membatalkan yang batil walaupun orang-orang (musyrik) yang berdosa tidak menyukainya
Ayat 5
Imam Abu Ja'far At-Tabari mengatakan bahwa ulama tafsir berbeda pendapat tentang penyebab yang mendatangkan kebenaran huruf kaf dalam firman-Nya: “Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi.” (Al-Anfal: 5) Sebagian di antara mereka mengatakan bahwa keadaan orang-orang mukmin saat itu diserupakan dengan keadaan orang-orang mukmin di saat Allah menyuruh mereka pergi dari rumah mereka demi kemaslahatan mereka sendiri, yaitu untuk menguji ketaatan mereka kepada Tuhannya dan untuk memperbaiki hubungan di antara sesama mereka serta ketaatan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya.
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Ikrimah. Makna yang dimaksud ialah, Allah ﷻ berfirman kepada mereka bahwasanya sebagaimana kalian di saat berselisih pendapat tentang ganimah dan kalian saling ngotot mengenainya, maka Allah mencabutnya dari tangan kalian, dan menyerahkannya sebagai bagian dari milik Allah dan Rasul-Nya. Kemudian Rasulullah ﷺ membagi-bagikannya di antara mereka dengan adil dan sama rata. Dan ternyata hal tersebut merupakan hal yang terbaik bagi kalian. Yakni demikian pula ketika kalian dipaksa keluar untuk menemui musuh-musuh kalian guna berperang melawan golongan yang bersenjata.
Mereka adalah pasukan kaum muslim yang berangkat untuk membela agamanya dan merebut kafilah dagang orang-orang musyrik. Dan ternyata akibat dari ketidaksukaan kalian untuk berperang, Allah membuat kalian mampu melakukannya dan mempertemukan kalian dengan musuh-musuh kalian, tanpa ada penentuan waktu sebelumnya; hal tersebut dimaksudkan sebagai bimbingan, petunjuk, pertolongan, dan kemenangan dari Allah buat kalian.
Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya yang lain: “Diwajibkan atas kalian berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kalian benci. Boleh jadi kalian membenci sesuatu padahal ia amat baik bagi kalian; dan boleh jadi kalian menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagi kalian; Allah mengetahui, sedangkan kalian tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)
Ibnu Jarir mengatakan bahwa ulama lainnya telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran.” (Al-Anfal: 5) Bahwa sekalipun sebagian orang mukmin tidak menyukainya, demikian pula keadaan mereka ketika disuruh berperang, mereka membantahmu dalam strategi tersebut, padahal perkaranya sudah jelas bagi mereka.
Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan hal yang serupa dari Mujahid, bahwa Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi.” (Al-Anfal: 5) Demikian pula mereka membantah kamu dalam kebenaran.
As-Suddi mengatakan bahwa sehubungan dengan keberangkatan kaum muslim menuju medan Perang Badar serta bantahan mereka kepada Nabi ﷺ dalam hal ini, maka Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: “Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran dan sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman tidak menyukainya.” (Al-Anfal: 5) Mereka berangkat untuk mencari orang-orang musyrik.
Ayat 6
Firman Allah: “Mereka membantahmu tentang kebenaran sesudah nyata (kebenaran itu).”(Al-Anfal: 6)
Sebagian ulama tafsir ada yang mengatakan bahwa mereka menanyakan tentang pembagian harta rampasan perang kepadamu (Muhammad), sebagaimana mereka membantahmu dalam peristiwa Perang Badar, mereka mengatakan, "Engkau memberangkatkan kami untuk menghadang iringan kafilah, mengapa engkau tidak memberi tahu kami sejak semula bahwa kita akan menghadapi peperangan, sehingga kami dapat membuat persiapan terlebih dahulu untuk menghadapinya?"
Menurut kami, sesungguhnya Rasulullah ﷺ berangkat dari Madinah bersama pasukan kaum muslim pada awal mulanya hanyalah untuk menghadang iringan kafilah dagang Abu Sufyan yang beritanya telah diketahuinya, bahwa kafilah tersebut pulang dari negeri Syam dengan membawa harta yang berlimpah milik orang-orang kafir Quraisy. Maka Rasulullah ﷺ membangkitkan semangat kaum muslim yang mempunyai kemampuan untuk berangkat. Kemudian beliau ﷺ berangkat bersama tiga ratus orang lebih beberapa belas. Rasulullah ﷺ memakai jalan yang menuju ke pantai dengan memakai jalan yang melewati Badar. Abu Sufyan mengetahui keberangkatan Rasulullah ﷺ untuk menghadangnya. Maka Abu Sufyan mengirimkan Damdam ibnu Amr untuk menyampaikan peringatan kepada penduduk Mekah akan bahaya yang sedang dihadapinya. Maka bangkitlah dari kalangan penduduk Mekah suatu pasukan besar yang terdiri atas seribu personel dengan senjata yang lengkap, jumlah mereka antara sembilan ratus sampai seribu orang. Selanjutnya Abu Sufyan sendiri mengambil jalan kanan bersama kafilah dagangnya, yaitu meniti jalan tepi pantai, sehingga selamat dari hadangan pasukan kaum muslim.
Lalu tibalah pasukan kaum musyrikin, kemudian mereka sampai di sumur Badar. Lalu Allah mempertemukan pasukan kaum muslim dan pasukan orang-orang kafir, tanpa ada penentuan waktu terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan oleh Allah untuk meninggikan kalimat kaum muslim dan menolong mereka dalam menghadapi musuh-musuhnya, serta untuk membedakan antara kebenaran dengan kebatilan, seperti yang akan dijelaskan kemudian.
Kaitan yang dimaksud ialah, ketika Rasulullah ﷺ menerima berita tentang keberangkatan pasukan kaum musyrik Mekah, maka Allah menurunkan wahyu-Nya kepada Nabi ﷺ untuk memilih salah satu di antara kedua golongan tersebut, yaitu antara kafilah dagang atau pasukan kaum musyrik. Sedangkan kebanyakan kaum muslim memilih untuk menghadang kafilah dagang, mengingat hasilnya sudah pasti dan tanpa melalui peperangan. Hal ini diungkapkan oleh Allah ﷻ dalam firman-Nya:
Ayat 6
“Sedangkan kalian menginginkan bahwa yang tidak mempunyai kekuatan senjatalah yang untuk kalian, dan Allah menghendaki untuk membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-orang kafir.” (Al-Anfal: 7)
Al-Hafidzh Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan di dalam kitab Tafsirnya, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Ahmad At-Ath-Thabarani, telah menceritakan kepada kami Bakr ibnu Sahi, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Yusuf, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, dari Yazid ibnu Abu Habib, dari Aslam Abu Imran, bahwa ia pernah mendengar Abu Ayyub Al-Ansari menceritakan hadits berikut: Rasulullah ﷺ bersabda ketika kami (para sahabat) berada di Madinah, "Sesungguhnya aku mendapat berita bahwa iringan kafilah Abu Sufyan telah kembali, maka maukah kalian berangkat untuk menghadang kafilah ini? Mudah-mudahan Allah menjadikannya sebagai ganimah buat kita." Maka kami (para sahabat) menjawab, "Ya." Lalu Nabi berangkat dan kami ikut bersamanya.
Ketika perjalanan satu atau dua hari telah kami lewati, Nabi ﷺ bersabda kepada kami, "Bagaimanakah pendapat kalian dengan memerangi kaum itu, karena sesungguhnya mereka telah mendengar keberangkatan kalian (sehingga mereka meminta bala bantuan)?" Kami menjawab, "Tidak, demi Allah, kami tidak mempunyai kekuatan yang memadai untuk berperang melawan musuh, tetapi kami hanya menginginkan iringan kafilah dagang itu." Nabi ﷺ bersabda, "Bagaimanakah pendapat kalian tentang memerangi kaum (yang bersenjata) itu?" Kami menjawab dengan jawaban yang sama. Maka Al-Miqdad ibnu Amr mengatakan, "Kalau demikian, kami tidak akan mengatakan kepada engkau, wahai Rasulullah, seperti apa yang dikatakan oleh kaum Musa kepada Musa," yang disebutkan di dalam firman-Nya: “Pergilah kamu bersama Tuhanmu. Dan berperanglah kamu berdua, sungguh kami hanya duduk menanti di sini saja.” (Al-Maidah: 24) Abu Ayyub Al-Ansari mengatakan, "Setelah itu kami semua golongan Anshar berharap seandainya saja kami mengatakan seperti apa yang tadi dikatakan oleh Al-Miqdad. Hal itu lebih kami sukai daripada memiliki harta yang besar." Selanjutnya ia mengatakan, "Lalu Allah ﷻ menurunkan firman kepada Rasul-Nya, yaitu: ‘Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran, padahal sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya’.” (Al-Anfal: 5) Kemudian Ibnu Murdawaih melanjutkan hadits ini hingga selesai.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui hadits Ibnu Luhai'ah dengan lafal yang serupa.
Ibnu Murdawaih telah meriwayatkan pula melalui hadits Muhammad ibnu Amr ibnu Alqamah ibnu Abu Waqqas Al-Laisi, dari ayahnya, dari kakeknya yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ berangkat menuju medan Badar. Ketika sampai di Rauha, beliau berkhotbah kepada semua orang, "Bagaimanakah pendapat kalian?" Maka Abu Bakar berkata, "Wahai Rasulullah, telah sampai suatu berita kepada kami bahwa mereka (pasukan kaum musyrik) telah berada di tempat anu dan anu." Nabi ﷺ berkhotbah lagi dan mengatakan, "Bagaimanakah pendapat kalian?" Maka berkatalah Umar seperti yang dikatakan oleh Abu Bakar. Rasulullah ﷺ berkhotbah lagi dan mengatakan, "Bagaimanakah pendapat kalian?"
Sa'd ibnu Mu'az berkata, "Wahai Rasulullah, apakah kami yang engkau maksudkan? Demi Tuhan yang telah memuliakanmu dan telah menurunkan Al-Kitab (Al-Qur'an) kepadamu, saya hanya mengikuti jalanmu saja dan saya tidak tahu menahu. Seandainya engkau berjalan sampai ke Barkil Gimad bagian yang jauh dari negeri Yaman, niscaya saya akan berjalan bersamamu. Dan kami tidak akan seperti orang-orang yang mengatakan kepada Musa: ‘Pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja.’ (Al-Maidah: 24) Tetapi kami akan mengatakan, 'Pergilah engkau bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami akan berperang menyertaimu.' Barangkali engkau berangkat karena suatu perintah, lalu Allah memerintahkan lagi kepadamu hal yang lainnya, maka tunggulah apa yang bakal diputuskan oleh Allah kepadamu, kemudian berangkatlah menunaikannya. Hubungkanlah tali orang yang engkau kehendaki, dan putuskanlah tali orang yang engkau kehendaki. Perangilah orang yang engkau kehendaki, dan berdamailah dengan orang yang engkau kehendaki. Ambillah dari harta kami sebanyak apa yang engkau kehendaki."
Sehubungan dengan perkataan Sa'd itu, Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: “Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran, padahal sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya.” (Al-Anfal: 5), hingga beberapa ayat berikutnya.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ketika Nabi ﷺ bermusyawarah sehubungan dengan menghadapi musuh, lalu Sa'd ibnu Ubadah mengatakan apa yang telah dikatakannya; hal tersebut terjadi sebelum Perang Badar. Nabi ﷺ memerintahkan kepada kaum muslim untuk bersiap-siap menghadapi peperangan, dan memerintahkan untuk menghadapi golongan kaum musyrik yang bersenjata. Lalu orang-orang yang beriman tidak menyukai hal tersebut, maka Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: “Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran, padahal sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya, mereka membantahmu tentang kebenaran sesudah nyata (bahwa mereka pasti menang), seolah-olah mereka dihalau kepada kematian, sedangkan mereka melihat (sebab-sebab kematian itu).” (Al-Anfal: 5-6)
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “Mereka membantahmu tentang kebenaran.” (Al-Anfal: 6) Menurutnya, yang dimaksud dengan 'kebenaran' dalam ayat ini ialah peperangan melawan orang-orang musyrik.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “Mereka membantahmu tentang kebenaran.” (Al-Anfal: 6) Yakni karena terdorong oleh rasa tidak suka menghadapi orang-orang musyrik, serta ketidakpercayaan mereka perihal keberangkatan pasukan kaum Quraisy saat mereka mendapat berita bahwa kafilahnya terancam.
As-Suddi telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: “Mereka membantahmu tentang kebenaran sesudah nyata.” (Al-Anfal: 6) Yaitu sesudah nyata bagi mereka bahwa Nabi ﷺ tidak sekali-kali berbuat melainkan berdasarkan apa yang telah diperintahkan oleh Allah kepadanya.
Ibnu Jarir mengatakan, ulama tafsir lainnya menakwilkan bahwa yang dimaksud dengan mereka yang melakukan bantahan adalah orang-orang musyrik. Telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, bahwa Ibnu Zaid pernah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “Mereka membantahmu tentang kebenaran sesudah nyata, seolah-olah mereka dihalau kepada kematian, sedangkan mereka melihat (sebab-sebab kematian itu).” (Al-Anfal: 6) Mereka adalah orang-orang musyrik yang membantah kebenaran yang disampaikan oleh Nabi ﷺ, seakan-akan mereka digiring ke arah kematian ketika mereka diseru untuk masuk Islam, sedangkan mereka melihat penyebab kematian itu.
Apa yang disebutkan di dalam ayat ini bukan merupakan kelanjutan dari sifat orang-orang mukmin, kata Ibnu Zaid, melainkan merupakan kalimat baru yang menggambarkan tentang sifat orang-orang kafir. Kemudian Ibnu Jarir memberikan komentarnya, bahwa apa yang dikatakan oleh Ibnu Zaid tidak dimengerti, mengingat kalimat sebelumnya menyebutkan: “Mereka membantahmu tentang kebenaran.” (Al-Anfal: 6) Hal ini menceritakan perihal orang-orang yang beriman, sedangkan yang dimaksudkan oleh Ibnu Zaid ialah berita tentang orang-orang kafir.
Pendapat yang benar ialah yang dikatakan oleh Ibnu Abbas dan Ibnu Ishaq, bahwa kisah dalam ayat ini menceritakan perihal orang-orang mukmin. Pendapat yang didukung oleh Ibnu Jarir ini adalah pendapat yang benar, karena bersesuaian dengan konteks ayat.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Bukair dan Abdur Razzaq, keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Israil, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Israil, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa pernah dikatakan kepada Rasulullah ﷺ ketika beliau selesai Perang Badar, "Sebaiknya engkau kejar iringan kafilah itu, kafilah itu tidak ada yang melindunginya." Kemudian Al-Abbas ibnu Abdul Muttalib menyeru Nabi ﷺ. Menurut Abdur Razzaq, saat itu Al-Abbas dalam keadaan terikat sebagai tawanan perang.
Al-Abbas berseru, "Sesungguhnya iringan kafilah itu tidak baik bagimu." Nabi ﷺ bertanya, "Mengapa?" Al-Abbas ibnu Abdul Muttalib menjawab, "Karena sesungguhnya Allah ﷻ hanya menjanjikan kepadamu salah satu di antara dua golongan. Dan sesungguhnya sekarang Allah telah memberimu apa yang telah Dia janjikan kepadamu."
Sanad hadits ini jayyid (baik), tetapi Imam Ahmad sendiri tidak mengetengahkannya.
Firman Allah ﷻ: “Sedangkan kalian menginginkan bahwa yang tidak mempunyai kekuatan senjatalah yang untuk kalian.” (Al-Anfal: 7)
Maksudnya, mereka lebih suka memilih golongan yang tidak bersenjata, tidak terlindungi, dan tidak ada peperangan; kemudian kafilah berhasil mereka kuasai.
“Dan Allah Menghendaki untuk membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya.” (Al-Anfal: 7)
Yakni Allah menghendaki agar kalian berjumpa dengan golongan yang bersenjata, lalu terjadilah peperangan, agar Dia memenangkan kalian atas mereka dan menolong kalian dalam menghadapi mereka. Dengan demikian, maka menanglah agama-Nya dan tinggilah kalimat Islam, Dia akan menjadikannya berada di atas agama lainnya. Dia Maha Mengetahui tentang semua akibat segala urusan.
Dialah Yang Mengatur kalian dengan aturan yang baik, sekalipun hamba-hamba-Nya menghendaki yang selain dari itu, mengingat pandangan mereka terbatas dan yang tampak hanyalah luarnya saja. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat yang lain, yaitu: “Diwajibkan atas kalian berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kalian benci. Boleh jadi kalian membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagi kalian; dan boleh jadi (pula) kalian menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagi kalian.” (Al-Baqarah: 216)
Muhammad Ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Muslim Az-Zuhri dan ‘Ashim ibnu Umar ibnu Qatadah serta Abdullah ibnu Abu Bakar dan Yazid ibnu Ruman, dari Urwah ibnuz Zubair dan lain-lainnya dari kalangan ulama kami, dari Abdullah ibnu Abbas. Masing-masing dari mereka telah menceritakan kepadaku sebagian dari hadits ini sehingga terhimpunlah hadits mereka menurut apa yang saya rangkaikan mengenai Perang Badar sebagai berikut.
Mereka mengatakan: Ketika Rasulullah ﷺ mendengar berita tentang Abu Sufyan yang dalam perjalanan pulangnya dari negeri Syam (dengan membawa banyak harta), maka Rasulullah ﷺ menyeru kaum muslim untuk mencegat mereka. Nabi ﷺ bersabda kepada mereka, "Kafilah dagang orang-orang Quraisy sekarang sedang dalam perjalanannya, padanya terdapat harta mereka. Karena itu, berangkatlah kalian untuk mencegatnya, mudah-mudahan Allah menjadikannya sebagai harta rampasan perang bagi kalian. Maka orang-orang (kaum muslim) pun bersiaga, sebagian di antara mereka ada yang ringan menyambut seruan itu, sedangkan sebagian lainnya ada yang keberatan karena mereka tidak menduga bahwa Rasulullah ﷺ akan mengajak mereka untuk berperang.
Terdengarlah bahwa Abu Sufyan sesampainya di perbatasan tanah Hijaz selalu bertindak waspada dan mencari-cari informasi, serta selalu menanyakan kepada kafilah yang dijumpainya, karena merasa khawatir terhadap kaum muslim. Akhirnya ia menerima berita dari salah satu kafilah yang menyampaikan bahwa Muhammad telah mempersiapkan pasukan dari kalangan sahabat-sahabatnya untuk mencegat kafilahnya. Setelah Abu Sufyan menerima berita itu, maka dengan sigap ia menyewa Damdam ibnu Amr Al-Gifari untuk pergi ke Mekah dan memberitahukan kepada penduduk Mekah akan keadaannya. Abu Sufyan dalam pesannya memerintahkan kepada kaum Quraisy agar membentuk pasukan besar untuk melindungi harta mereka. Ia pun memberitahukan bahwa Muhammad beserta para sahabatnya akan mencegat mereka. Maka Damdam ibnu Amr memacu kendaraannya dengan kecepatan maksimum menuju Mekah (untuk menyampaikan berita tersebut).
Rasulullah ﷺ berangkat bersama para sahabatnya hingga sampai di suatu lembah yang dikenal dengan nama Lembah Zafran, lalu beliau ﷺ keluar dari lembah itu. Ketika beliau sampai di pertengahan perjalanannya, beliau turun istirahat, dan saat itulah beliau mendapat berita perihal keberangkatan pasukan kaum Quraisy untuk melindungi harta mereka yang ada dalam kafilahnya. Rasulullah ﷺ bermusyawarah dengan para sahabatnya dan menyampaikan perihal pasukan kaum Quraisy. Maka berdirilah Abu Bakar dan mengatakan, "Itu lebih baik." Umar berdiri pula, lalu mengatakan, "Itu lebih baik."
Kemudian Al-Miqdad ibnu Amr berdiri dan mengatakan, "Wahai Rasulullah, teruskanlah apa yang diperintahkan oleh Allah kepadamu, dan kami akan selalu bersamamu. Demi Allah, kami tidak akan mengatakan kepadamu seperti apa yang dikatakan oleh Bani Israil kepada Musa, yaitu: ‘Pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti disini saja.’ (Al-Maidah: 24) Tetapi kami katakan, ‘Pergilah engkau bersama Tuhanmu dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami ikut berperang bersamamu. Demi Tuhan Yang telah mengutusmu dengan kebenaran, seandainya engkau membawa kami ke Barkil Gimad yakni nama sebuah kota di negeri Habsyah, niscaya kami akan tetap teguh bersamamu menuju ke tempat tujuan hingga engkau sampai kepadanya’."
Maka Rasulullah ﷺ mengatakan hal yang baik untuk Al-Miqdad dan mendoakan kebaikan buatnya. Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda, "Wahai para sahabat, berilah saya saran!" Sesungguhnya yang dimaksud oleh Nabi ﷺ adalah orang-orang Anshar. Itu karena mereka adalah mayoritas hadirin yang ada saat itu. Ketika mereka berbai'at (mengucapkan janji setia) kepada Rasul ﷺ di 'Aqabah, mereka mengatakan, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami berlepas diri dari melindungimu kecuali bila engkau telah sampai di kampung halaman kami. Apabila engkau telah sampai di kampung halaman kami, maka engkau berada dalam lindungan kami. Kami akan membelamu sebagaimana kami membela anak-anak dan kaum wanita kami."
Saat itu Rasulullah ﷺ merasa khawatir bila orang-orang Anshar tidak menolongnya kecuali hanya dari serangan musuh di saat beliau berada di Madinah saja, dan beliau khawatir pula bila mereka mempunyai perasaan bahwa diri mereka tidak diharuskan berangkat bersama Nabi ﷺ untuk menghadapi musuh di luar negeri mereka. Ketika Rasulullah ﷺ telah mengucapkan sabdanya itu, maka Sa'd ibnu Mu'az berkata, "Demi Allah, seakan-akan kamilah yang engkau maksudkan, wahai Rasulullah." Rasulullah ﷺ menjawab, "Memang benar."
Sa'd ibnu Mu'az berkata, "Sesungguhnya kami telah beriman kepadamu dan membenarkanmu serta bersaksi bahwa apa yang engkau sampaikan adalah hak (benar). Kami pun telah memberikan janji dan ikrar kami kepadamu atas hal tersebut, bahwa kami bersedia tunduk dan patuh. Maka berangkatlah, wahai Rasulullah, untuk menunaikan apa yang diperintahkan oleh Allah kepadamu. Demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan hak, seandainya engkau memperlihatkan kepada kami laut ini, lalu engkau mengarunginya, niscaya kami akan ikut mengarunginya bersamamu, tiada seorang pun dari kami yang ketinggalan.
Dan kami sama sekali tidak benci bila kami harus menghadapi musuh kami besok. Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang teguh dalam peperangan dan pantang mundur dalam menghadapi musuh. Mudah-mudahan Allah akan memperlihatkan kepadamu sikap dan sepak terjang kami yang dapat menyejukkan hatimu. Maka bawalah kami bersamamu, semoga mendapat berkah dari Allah."
Mendengar perkataan Sa'd dan semangatnya, hati Rasulullah ﷺ amat gembira. Kemudian beliau ﷺ bersabda: “Berangkatlah kalian, semoga Allah melimpahkan berkah-Nya; dan bergembiralah, karena sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadaku (kemenangan dari) salah satu di antara dua golongan. Demi Allah, seakan-akan aku sekarang melihat tempat-tempat kematian kaum (kafir itu).”
Al-Aufi telah meriwayatkan hal yang serupa dari Ibnu Abbas. Hal yang sama telah dikatakan pula oleh As-Suddi, Qatadah, Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, dan lain-lainnya yang tidak hanya seorang dari kalangan ulama Salaf dan Khalaf. Kami tidak mengutarakan riwayat-riwayat dari mereka karena merasa cukup dengan konteks yang telah diketengahkan oleh Muhammad ibnu Ishaq ini.
Juga, agar Allah memperkuat yang hak, kebenaran yang sempurna, yakni agama Islam dan menghilangkan yang batil, yaitu syirik dan segala hal yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam, walaupun orang-orang yang berdosa, kaum musyrik dan musuh-musuh Islam itu tidak menyukainya.
Begitulah kemenangan diraih oleh umat Islam berkat pertolongan Allah. Kemenangan dalam peperangan itu melibatkan para malaikat. Para sahabat yang terlibat dalam perang tersebut diperintah; Ingatlah ketika kamu Nabi Muhammad memohon pertolongan kepada Tuhanmu dengan diamini pasukan kaum muslim, supaya menganugerahkan kemenangan dalam Perang Badar, lalu diperkenankan-Nya bagimu seraya menyampaikan kepada seluruh anggota pasukan kaum muslim melalui dirimu bahwa, Sungguh, Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut untuk mendukung dan terlibat perang bersama kamu.
Allah menjelaskan kepada kaum Muslimin bahwa kemenangan yang mereka peroleh itu tiada lain agar kebenaran agama Islam tegak menjulang dan lenyaplah kebathilan syirik dari muka bumi. Inilah tujuan utama yang harus dipilih kaum Muslimin pada waktu melakukan peperangan.
Tujuan untuk menegakkan agama Islam dan menghancurkan kemusyrikan itu tidak akan tercapai, kecuali apabila kaum Muslimin dapat mengalahkan bala tentara Quraisy yang datang dari Mekah dengan peralatan perang yang lengkap dengan tujuan menghancurkan kaum Muslimin.
Di akhir ayat Allah menegaskan bahwa tujuan untuk menegakkan agama Islam dan menghancurkan kemusyrikan itu pasti terwujud, betapapun sengitnya permusuhan dan kebencian orang-orang musyrikin.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Sekarang dimulailah menceritakan perihal timbulnya Peperangan Badar itu. Di ayat yang pertama tali diterangkan adanya pertanyaan dari para pejuang Peperangan Badar tentang pembagian harta rampasan. Lalu, dijawab bahwa urusan harta rampasan adalah semata-mata dalam kekuasaan Allah dan Rasul. Mereka menanyakan itu sesudah harta rampasan ada di hadapan mata, sehingga ada di antara mereka yang berselisih. Mereka disuruh takwa kembali, dan disuruh memperbaiki timbulnya salah paham di antara mereka. Dan, dibayangkan kembali perlunya menyusun iman dengan kelima syaratnya yang utama. Lalu, di ayat yang kelima ini diperingatkan bahwa kemenangan Peperangan Badar itu bukanlah datang dengan demikian saja, melainkan ada juga kesulitan yang didapati lebih dahulu.
Ayat 5
“Sebagaimana Tuhan engkau telah mengeluarkan engkau dari numah engkau dengan kebenaran, padahal sesungguhnya segolongan dari orang-orang yang beriman tidak suka."
Menurut riwayat Ibnu Abbas, tatkala Rasulullah ﷺ telah mendengar berita bahwa Abu Sufyan telah kembali dari Syam mengepalai suatu rombongan perniagaan Quraisy dengan harta benda mereka maka Rasulullah ﷺ berkata kepada seluruh Muslimin supaya bersiap pergi mencegah rombongan itu. Kelak harta benda yang mereka bawa itu bisa jadi rampasan untuk mereka. Mendengarkan perintah Nabi ini yang setengah bersedia pergi dan yang setengah lagi merasa berat. Mereka yang merasa berat ini tidak menyangka bahwa Rasulullah akan sanggup berperang melawan Quraisy. Dalam pada itu, Abu Sufyan sendiri, setelah dekat masuk tanah Hejaz, telah mengirim mata-mata pula untuk menyelidiki gerak-gerik Nabi ﷺ, sebab dia sangat cemas atas harta benda yang dibawanya itu. Dari mata-mata itu dia mendapat keterangan bahwa Muhammad memang telah menyusun kekuatan untuk mencegah mereka. Maka, diutuslah oleh Abu Sufyan seorang utusan bernama Dhamdham bin Amir pergi ke Mekah secepat-cepatnya, memberi tahu orang Quraisy tentang bahaya yang sedang mengancam keselamatan harta benda mereka, sebab serangan Muhammad. Setelah mendengar bahaya serangan ini, bersiaplah orang Quraisy. Dan, dengan sebab ini Nabi Muhammad pun telah tahu bahwa beliau tidak lagi akan berhadapan dengan rombongan Abu Sufyan saja, tetapi akan berhadapan dengan kekuatan kaum Quraisy yang besar dari Mekah sendiri yang akan segera tiba untuk memerangi kaum Muslimin. Sedang Rasulullah ﷺ telah keluar dari Madinah dan sudah sampai di sebuah wadi bernama Dhafran.
Ketika itulah beliau ajak Abu Bakar buat bermusyawarah. Abu Bakar menjawab, “Terus!" Beliau tanya Umar dan Umar pun menjawab, “Terus!" Kemudian itu berkatalah al-Miqdad bin Amir, “Ya Rasulullah, jalan terus! Laksanakan apa yang diperintahkan Allah, tetapi kami akan tetap bersama engkau. Kami tidak akan berkata kepada engkau sebagaimana perkataan Bani Israil kepada Musa, ‘Pergilah engkau dengan Tuhan engkau, tetapi kami akan duduk saja di sini.' (surah al-Maa'idah ayat 72), tetapi pergilah engkau bersama Allah engkau dan kami bersama engkau berdua akan turut berperang. Demi Allah, walaupun engkau bawa kami ke Bark al-Ghamad (satu negeri di Habsyi) kami akan turut sampai kita tiba di sana."
Mendengar itu beliau sambut dengan gembira. Lalu, beliau berkata lagi, “Beri pikiranlah aku, wahai manusia!" Yang beliau maksud ialah kaum Anshar, sebab merekalah yang terbanyak dan mereka pun telah berbaiat dengan dia di Aqabah dahulu. Rupanya mereka mengerti bahwa yang beliau tuju ialah mereka. Lalu, menjawablah salah seorang pemuka mereka, “Ya Rasulullah, sebelum engkau pindah ke kampung kami, kita belum terikat;, tetapi setelah engkau sampai ke kampung halaman kami (hijrah) maka engkau adalah dalam tanggungan kami. Kami bela sebagai membela anak istri kami sendiri"
Mulanya Rasulullah ﷺ sangsi, apakah Anshar mau turut berperang sebab peperangan ini bukan terjadi di Madinah, sedang musuh tidak menyerang ke sana, melainkan merekalah yang diajak menyerang keluar. Kesangsian ini beliau nyatakan terus-terang. Akan tetapi, tampillah Sa'ad bin Mu'adz pemuka Anshar. Dia berkata, “Kami agaknya yang engkau tuju ya Rasulullah"
Beliau jawab, “Memang, kalianlah yang aku tuju!"
Maka, menjawablah Saad bin Mu'adz dengan suatu kata tegas pula, “Sungguh kami telah menyatakan iman kepada engkau dan kami telah mengakui kebenaran engkau dan kami telah naik saksi yang engkau bawa adalah benar dan untuk itu kami telah memberikan segala janji dan sumpah setia kami, akan mendengar dan mematuhi. Sebab, itu, jalan teruslah, ya Rasululllah, laksanakan apa yang diperintahkan Allah kepada engkau! Demi Allah yang telah mengutus engkau dengan kebenaran, walaupun engkau bawa kami merenangi lautan, kami pun akan turut berenang bersama engkau, tidak seorang pun yang akan ketinggalan, dan tidaklah kami takut jika engkau pertemukan kami dengan musuh kita itu esok pun. Kami ini adalah orang-orang yang tabah bila bertemu dengan musuh. Percayatah, bahwa engkau akan mendapati hal yang menyenangkan hati engkau dari kami. Mari bawalah kami dengan lindungan berkat dari Allah!" Sekian ucapan Sa'ad bin Mu'adz.
Bukan main gembiranya Rasulullah ﷺ mendengar jawaban Sa'ad bin Mu'adz itu, se-hingga beliau berkata, “Mari berangkat semua dengan berkah Allah. Dan, gembirakanlah hati kamu semuanya karena Allah telah menjanjikan kita akan bertemu dengan salah satu dari dua golongan. Demi Allah, laksana sudah terbayang di hadapan mataku di saat ini juga bahwa kaum itu akan bergelimpangan."
Yang beliau maksud dengan kata “salah satu dari dua golongan" itu ialah, baik rombongan perniagaan yang kembali dari Syam di bawah pimpinan Abu Sufyan, yang harta bendanya akan dijadikan rampasan atau pun angkatan perang orang Quraisy yang telah keluar dari Mekah itu, karena menjaga harta benda mereka. Salah satunya pasti bertemu dan mereka pasti kalah. Maka, yang dimaksud pada ayat 5 ini, bahwa Rasulullah ﷺ dikeluarkan dari rumahnya; ialah kejadian ini.
Ayat 6
“Mereka membantah engkau tentang kebenaran itu sesudah dia nyata."
Tadinya ketika turun dari Madinah, Rasulullah mengajak mereka akan mencegat rombongan Abu Sufyan yang membawa harta benda Quraisy dari negeri Syam itu. Di tengah jalan baru ketahuan, bahwa orang Quraisy telah bersiap hendak menangkis serangan mereka, sebagai tersebut pada riwayat tadi. Sebab, itu, maka di samping keteguhan tekad Abu Bakar, Umar, al-Miqdad, dan Sa'ad bin Mu'adz sebagai ketua Anshar, ada pula yang ragu-ragu akan meneruskan perang. Karena kalau yang akan dihadapi itu hanya rombongan Abu Sufyan, rasanya akan dapatlah musuh itu dikalahkan. Akan tetapi, kalau akan berhadapan dengan kekuatan Quraisy yang besar, apakah kita kuat berhadapan dengan mereka? Apakah kita tidak akan kalah? Mereka jadi ragu-ragu dan kelihatan takut. Mereka takut karena merasa kekuatan yang tidak seimbang.
“Seakan-akan mereka … kepada maut, sedang mereka adalah melihat."
Ketika mereka mengatakan enggan dan membantah Nabi ketika diajak pergi berperang menghadapi kekuatan Quraisy yang dari Mekah itu, mereka kelihatan takut seakan-akan mereka sudah merasa akan dibawa pergi mati saja, dan seakan-akan sudah terbayang saja di hadapan mereka, karena ketakutan, bahwa mati itu sudah pasti.
Ayat 7
“Dan, (ingatlah) tatkala Allah menjanjikan kepada kamu salah satu dari dua golongan, bahwa dia itu adalah untuk kamu."
Artinya, peringatkanlah kembali olehmu, wahai utusan-Ku, bahwa mereka itu akan di-hadapkan dengan salah satu dari dua golongan itu, baik golongan Abu Sufyan yang pulang dari Syam membawa harta atau angkatan perang Quraisy yang datang menyerbu dari Mekah; bahwa golongan yang mana pun yang akan kamu hadapi, tetapi keduanya itu akan dapat kamu kalahkan, asal kamu berani berjuang. “Tetapi kamu ingin supaya yang tidak bersenjata itu untuk kamu." Karena ketakutan dan kecemasan kamu, kamu hanya
ingin berhadapan dengan rombongan Abu Sufyan yang tidak bersenjata.
“Dan Allah berkehendak membuktikan kebenaran dengan kalimat-kalimatNya dan memutuskan akan-akan kaum yang kafir."
Artinya, kehendak kamu hanya berperang dengan orang yang tidak bersenjata, sedang kehendak Allah hendak membuktikan kebenaran-Nya dan hendak memotong segala urat, segala akar, segala ekor dari orang-orang yang kafir, tidak percaya kepada kebenaran Allah. Kamu mau yang enak-enak saja, sedang Allah menghendaki kamu berjuang di bawah pimpinan Rasulullah, mematahkan musuh yang kuat persenjataannya dan lebih banyak bilangannya.
Ayat 8
“Supaya Dia tetapkan kebenaran dan Dia hapuskan kebatilan."
Yaitu, supaya menanglah Islam atas kufur; menang tauhid atas syirik. Tidak peduli apakah mereka rombongan Abu Sufyan yang pulang dari Syam atau yang lebih kuat dari itu, angkatan perang Quraisy dari Mekah.
“Walaupun tidak suka orang-orang yang berdosa itu."
Yaitu pemuka-pemuka Quraisy yang berdosa telah mengusir Nabi Allah dari kampung halamannya.
Hal ini diperingatkan kembali ialah setelah kemenangan Perang Badar dicapai, di saat melihat harta rampasan telah bertumpuk-tumpuk, ada yang menanyakan apakah mereka tidak akan kebagian, apakah yang maju sebagai pemuka akan mendapat kurang dari yang didapat oleh yang tua-tua, padahal ketika akan diajak berperang, banyak yang pada mulanya ketakutan.