Ayat

Terjemahan Per Kata
ذَٰلِكَ
demikian itu
بِأَنَّ
dengan/karena sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
لَمۡ
tidak akan
يَكُ
ada
مُغَيِّرٗا
perubahan
نِّعۡمَةً
suatu nikmat
أَنۡعَمَهَا
Dia anugerahkannya
عَلَىٰ
atas
قَوۡمٍ
kaum
حَتَّىٰ
sehingga
يُغَيِّرُواْ
mereka merubah
مَا
apa yang
بِأَنفُسِهِمۡ
pada diri mereka sendiri
وَأَنَّ
dan sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
سَمِيعٌ
Maha Mendengar
عَلِيمٞ
Maha Mengetahui
ذَٰلِكَ
demikian itu
بِأَنَّ
dengan/karena sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
لَمۡ
tidak akan
يَكُ
ada
مُغَيِّرٗا
perubahan
نِّعۡمَةً
suatu nikmat
أَنۡعَمَهَا
Dia anugerahkannya
عَلَىٰ
atas
قَوۡمٍ
kaum
حَتَّىٰ
sehingga
يُغَيِّرُواْ
mereka merubah
مَا
apa yang
بِأَنفُسِهِمۡ
pada diri mereka sendiri
وَأَنَّ
dan sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
سَمِيعٌ
Maha Mendengar
عَلِيمٞ
Maha Mengetahui
Terjemahan

Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Tafsir

(Yang demikian itu) disiksa-Nya orang-orang kafir (disebabkan) karena (Allah sekali-kali tidak akan mengubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum) dengan cara menggantinya dengan siksaan (sehingga kaum itu mengubah apa yang ada pada diri mereka) sehingga mereka sendiri mengubah nikmat yang mereka terima dengan kekafiran, seperti apa yang telah dilakukan oleh orang-orang kafir Mekah; berbagai macam makanan dilimpahkan kepada mereka, sehingga mereka terhindar dari kelaparan, diamankan-Nya mereka dari rasa takut, dan diutus-Nya Nabi ﷺ kepada mereka. Kesemuanya itu mereka balas dengan kekafiran, menghambat jalan Allah dan memerangi kaum Mukminin. (Dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui).
Tafsir Surat Al-Anfal: 53-54
Yang demikian (siksaan) itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali udak akan mengubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui, (keadaan mereka) serupa dengan keadaan Firaun dan pengikut-pengikutnya serta orang-orang yang sebelumnya. Mereka mendustakan ayat-ayat Tuhannya, maka Kami membinasakan mereka disebabkan dosa-dosanya dan Kami tenggelamkan Fir'aun dan pengikut-pengikutnya; dan kesemuanya adalah orang-orang yang zalim.
Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan tentang keadilan dan kebijaksanaan-Nya dalam hukum yang telah ditetapkan-Nya, bahwa Dia tidak akan mengubah suatu nikmat yang telah Dia berikan kepada seorang hamba kecuali disebabkan dosa yang dikerjakan hamba yang bersangkutan, seperti yang disebutkan oleh ayat lain melalui firman-Nya: Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya, dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. (Ar-Ra'd: 11) Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: serupa dengan keadaan Firaun dan pengikut-pengikutnya. (Al-Anfal: 54) Maksudnya, perbuatan mereka sama dengan perbuatan Fir'aun dan para pengikutnya serta orang-orang yang semisal dengan mereka, di saat mereka mendustakan ayat-ayat Allah; maka Allah membinasakan mereka disebabkan dosa-dosa mereka sendiri.
Dan Allah mencabut semua nikmat yang pernah Dia berikan kepada mereka berupa taman-taman, mata air-mata air, tanaman-tanaman, harta benda, kedudukan yang mulia, dan nikmat yang tadinya mereka bergelimangan dengannya. Allah tidak sekali-kali berbuat aniaya terhadap mereka dalam hal tersebut, tetapi justru diri mereka sendirilah yang berbuat aniaya.
Turunnya azab atas orang-orang kafir merupakan bukti keadilan Allah, sebab yang demikian itu, yakni turunnya azab, karena sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu nikmat yang tampak pada penglihatan dan bisa dirasakan langsung, seperti rasa aman, kemakmuran, kesuburan, dan lain-lain, yang telah diberikan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri menyangkut perubahan sikap mental dan perilaku, seperti dari peduli menjadi tidak peduli, adil menjadi tidak adil, berani berkorban menjadi serakah, dan lain-lain. Sungguh, Allah Maha Mendengar lagi Maha MengetahuKeadaan mereka serupa dengan keadaan pengikut Fir'aun terhadap Nabi Musa dan orang-orang yang sebelum mereka, seperti kaum Nabi Nuh, kaum 'Ad, kaum Samud, kaum Sodom, dan lain-lain. Mereka men-dustakan ayat-ayat Tuhannya melalui sikap dan perilakunya, maka Kami menurunkan azab yang membinasakan mereka dengan bentuk yang bermacam-macam (Lihat : Surah al-'Ankabut/29: 40), disebabkan oleh dosa-dosanya. Dosa-dosa yang mereka lakukan bukan sematamata terkait dengan akidah atau keyakinan, akan tetapi kejahatan sosial yang dapat mengancam kehidupan kemanusiaan secara umum, seperti membudayanya kejahatan ekonomi (Madyan, kaum Nabi Syuaib), penyimpangan seksual (Sodom, kaum Nabi Lut), dan lain-lain, dan karena itulah Kami juga menenggelamkan Fir'aun dan pengikut-pengikutnya; sebab mereka adalah orang-orang yang zalim yaitu dengan menjadikan kekuasaannya sebagai alat untuk menindas orangorang lemah dan bahkan memperbudak mereka. Perilaku Fir'aun ini esensinya sama dengan perilaku umat-umat terdahulu. Inilah hukum Allah (sunatullah) yang bersifat pasti dan universal dalam perjalanan kehidupan manusia sepanjang masa, bahwa siapa pun yang memiliki sifat dan perilaku yang sama dengan mereka pasti akan mendapat hukuman atau azab dari Allah dengan bentuknya yang berbeda-beda, tanpa memandang kebenaran akidahnya.
Kejadian ini yaitu menyiksa orang-orang Quraisy adalah karena mereka mengingkari nikmat-nikmat Allah, ketika Allah mengutus seorang rasul dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan ayat-ayat-Nya, lalu mereka mendustakan, bahkan mengusirnya dari negerinya, lalu memerangi terus-menerus. Allah menyiksa mereka disebabkan dosa-dosa mereka. Yang demikian ini membuktikan sunatullah yang telah berlaku sejak dahulu. Allah tidak mengubah suatu nikmat yang telah berlaku sejak dahulu. Allah tidak mengubah suatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, sehingga kaum itu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri. Ayat ini mengandung isyarat, bahwa nikmat-nikmat pemberian Allah yang diberikan kepada umat atau perorangan, selalu dikaitkan kelangsungannya dengan akhlak dan amal mereka itu sendiri. Jika akhlak dan perbuatan mereka terpelihara baik, maka nikmat pemberian Allah itu pun tetap berada bersama mereka dan tidak akan dicabut. Allah tidak akan mencabutnya, tanpa kezaliman dan pelanggaran mereka. Akan tetapi, manakala mereka sudah mengubah nikmat-nikmat itu yang berbentuk akidah, akhlak, dan perbuatan baik, maka Allah akan mengubah keadaan mereka dan akan mencabut nikmat pemberian-Nya dari mereka sehingga yang kaya jadi miskin yang mulia jadi hina dan yang kuat jadi lemah. Dan bukanlah sekali-kali kebahagiaan umat itu dikaitkan dengan kekayaan atau jumlah anak yang banyak seperti disangka oleh sebagian besar kaum musyrikin yang diceritakan oleh Allah dengan firman-Nya:
Dan mereka berkata, "Kami memiliki lebih banyak harta dan anak-anak (daripada kamu) dan kami tidak akan diazab." (Saba/34: 35)
Demikian keluhuran suatu umat tidak dikaitkan dengan keturunannya atau keutamaan nenek moyangnya, seperti yang diakui oleh orang-orang Yahudi. Mereka tertipu dengan keangkuhannya bahwa mereka dijadikan Allah sebagai umat pilihan melebihi umat-umat yang lain, karena dikaitkan kepada kemuliaan Nabi Musa a.s. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui apa yang diucapkan oleh orang-orang yang mendustakan rasul-rasul itu, Dia Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan, apa yang mereka tinggalkan dan pasti akan memberi balasan yang setimpal dengan perbuatannya.
Belum tersedia.
Belum tersedia.
Belum tersedia.
Belum tersedia.
Belum tersedia.
Ayat 50
“Dan (alangkah) ngeri, kalau engkau melihat, tatkala malaikat menerima orang-orang yang kafir itu, akan mereka pukul muka mereka dan punggung mereka, seraya (berkata), Rasakanlah olehmu siksaan …
Musyrikin yang mati karena menentang pembangunan Islam itu, perkaranya tidaklah akan habis sehingga itu saja. Bahkan, akan bersambung lagi di akhirat. Malaikat akan menyambut kedatangan ruh mereka dengan cemeti, ialu memukul muka-muka yang tidak pernah menghadap Allah, tetapi menyembah berhala itu, dan akan mencambuk punggung yang memikul berbagai macam dosa itu.
Mereka akan dibakar dengan api neraka. Dalam Peperangan Badar, tujuh puluh musyrikin tewas, mati mereka adalah mati sesat, mati konyol. Sedang di kalangan Islam pun terdapat empat belas orang yang mati. Mati mereka adalah mati mulia. Mati syahid! Sebab mereka memperjuangkan iman kepada Allah. Oleh karena itu, ayat ini menyuruh kita memerhatikan dan merencanakan bagaimana hendaknya nilai kematian itu. Sebab mati hanya sekali. Maka hendaklah kita mati dalam iman, jangan mati dalam memper-tahankan kekufuran. Sebab mati hanyalah sebuah pintu kecil yang harus dilalui untuk keluar dari hidup dunia yang sempit ini untuk pindah ke dalam hidup yang luas dan kekal. Jangan sampai mati, lalu menerima kesengsaraan jiwa, kena cemeti muka dan punggung diadzab dalam bakaran neraka,
Tegasnya bahwa Allah tidak akan menghukum orang yang tidak bersalah. Menghukum orang yang tidak bersalah adalah suatu kezaliman dan zalim adalah mustahil bagi Allah.
Tersebut di dalam sebuah hadits yang shahih, diriwayatkan oleh Muslim, dari Abu Dzar al-Ghifari, dari Rasulullah ﷺ,
“Bahwasanya Allah Ta'aala bersabda, ‘Wahai hamba-hamba-Ku! Sesungguhnya Aku telah mengharamkan pack diri-mu sendiri berbuat zalim, dan telah Aku jadikan dia haram di antara kamu, sebab itu janganlah kamu zalim-men-zalimi. Wahai hamba-hamba-Ku! Semuanya itu adalah amal perbuatan kamu sendiri, Aku perhitungkan dianya untuk kamu. Maka barangsiapa yang memperoleh ganjaran baik, biarlah dia memuji Allah. Dan barangsiapa yang memperoleh lain dan itu, maka janganlah dia menyesal kepada siapa-siapa, tetapi sesalilah diri sendiri. (HR Muslim)
Ayat 51
“yang demikian itu (ialah) karena apa yang telah dikerjakan dahulunya oleh tangan kamu."
Suku perkataan ini ialah lanjutan kata malaikat ketika mereka menjatuhkan adzab dan siksaan. Bahwasanya adzab yang kamu terima ini bukanlah karena salah orang lain, melainkan akibat dari perbuatan tanganmu sendiri, yang kamu perbuat semasa hidupmu dahulu. Hukum akhirat bukanlah hukum tiba-tiba, melainkan hukum yang wajar atas sesuatu kesalahan,
“Dan bahwasanya Allah tidaklah berlaku zalim kepada hamba-hamba-Nya."
Ayat 52
“Seperti ketakukan keluarga Fir'aun dan orang-orang yang sebelum mereka."
Semua umat yang membangkang, baik Fir aun dan keluarganya, ataupun umat-umat yang sebelumnya telah tersebut belaka kisahnya di dalam Al-Qur'an. Semua diadzab adalah karena salah mereka sendiri, bukan dengan aniaya."Mereka telah kufur belaka kepada ayat-ayat Allah. Maka Allah telah menyiksa mereka akibat dosa-dosa mereka."
Segala hukum dan siksaan yang mereka terima adalah setimpal dengan kesalahan dan kekufuran yang telah mereka lakukan.
Begitulah yang telah berlaku dahulu, begitu pula yang telah berlaku selanjutnya, sampai kepada masa Al-Qur'an diturunkan. Kaum Quraisy telah mendustakan dan mereka telah memerangi Rasul, mereka binasa dan mereka pun dihukum. Di dunia mendapat hukuman dunia yang setimpal dan di akhirat pun akan ada lagi. Dan, demikian pula seterusnya sampai hari Kiamat. Hukum Allah tidak berubah. Dan hukum itu adil, tidak ada penganiayaan. Karena Allah tidak berkepentingan untuk menganiaya hamba-hamba-Nya: “Sesungguhnya Allah adalah Mahakuat." Tidak ada satu kekuatan lain pun yang dapat menangkis kekuatan Allah atau melebihinya. Laksana pasir terhampar di tepi pantai, ombak pun datang bergulung, si pasir halus itu yang di atas boleh dikebawahkan dan yang di bawah dapat dikeataskan sambil dipermain-main-kan oleh ombak itu seketika naiknya dan turunnya. Begitulah kita makhluk di hadapan Allah. Diri kita sendiri pun tidak mempunyai kekuatan buat menangkis perputaran hari dan pergantian malam; dari kecil menjadi besar, dari muda menjadi tua. Tidak ada kekuatan kita buat menangkisnya.
“lagi sangat pedih siksaan-Nya."
Sedangkan masih di dunia, tidak ada kekuatan kita buat menangkis kekuatan Allah apatah lagi jika datang adzab-Nya di akhirat, ke mana kita akan menyembunyikan diri? Usaha hanya lain tidak, waktu hidup ini. Sebab yang akan kita dapati di akhirat kelak, entah ganjaran yang mulia di surga, entah bakaran api di Jahannam, semuanya bergantung pada jalan yang kita pilih sekarang.
Ayat 53
“Yang demikian itu, (ialah) kanena Allah tidak akan mengubah suatu nikmat yang telah dinikmatkan-Nya kepada suatu kaum sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka masing-masing."
Artinya di dalam ayat ini bahwa kaum Quraisy telah mendapat nikmat yang demikian besarnya dari Allah. Sejak zaman nenek moyang mereka, Nabi Ibrahim, negeri Mekah telah menjadi pusat peribadatan seluruh kabilah Arab. Meskipun tanah mereka tandus dan kering, namun mereka tidak pernah kekurangan makan, sebab bertimbun-timbun makanan yang dibawa orang ke sana dari daerah luar. Dan, mereka pun hidup dengan aman dan tenteram. Sebab sejak zaman Nabi Ibrahim tanah itu telah dijadikan daerah aman. Kehidupan mereka pun terjamin baik; dapat memegang perniagaan dari Syam sebelah Utara dan Yaman sebelah Selatan, dan mereka pun disegani oleh seluruh Arab. Akhirnya, Allah mengutus Rasul Muhammad ﷺ dalam kalangan mereka sendiri. Dan, banyaklah nikmat lain yang patut mereka syukuri. Namun, mereka tidak menghargai lagi nikmat itu. Mereka tentang kebenaran, mereka usir Rasulullah ﷺ, bahkan mereka perangi pula. Sebab itu, kesalahan adalah datang dari pihak mereka sendiri sehingga nikmat itu diubah Allah. Mereka telah sombong, angkuh, riya, menghambat jalan agama Allah, membenci dan menolak kebenaran, mempersekutukan yang lain dengan Allah, memakan riba dan berbagai dosa yang lain. Maka lantaran mereka telah kufur pada nikmat-nikmat Allah itu, Allah pun mengubah nikmat menjadi niqmat; anugerah diubah menjadi kutuk. Dan semua tidak akan terjadi kalau bukan dari salah mereka sendiri:
“Dan bahwasanya Allah adalah Maha Mendengar, lagi Maha Mengetahui."
Yaitu bahwa Allah selalu mendengar apa yang menjadi buah percakapan mereka siang dan malam, petang dan pagi, lagi mengetahui gerak-gerik dan tingkah laku mereka yang telah berubah dari garis kebenaran itu.
Ayat 53 daripada surah al-Anfaal ini yang diturunkan di Madinah, adalah peringatan yang kedua kali dari Allah, sesudah terlebih dahulu diperingatkan pula di Mekah, yang tersebut dalam surah ar-Rad, yaitu bahwa Allah tidaklah akan mengubah apa yang ada pada suatu kaum, kalau tidak kaum itu sendiri yang mengubah nasibnya terlebih dahulu. Ayat yang dua ini dapat menghapus paham yang salah pada setengah manusia, yang berpaham Jabariyyah, yang mengatakan bahwa segala sesuatunya adalah takdir semata dari Allah dan kita manusia tidak ada ikhtiar sama sekali. Kita pribadi diberi akal dan pikiran, untuk memilih mana jalan yang baik dan mana yang buruk, mana yang bermanfaat dan mana yang mudharat. Dan, diutus Rasul dan diturunkan kitab, sebagai tuntunan bagi kita di dalam perjuangan hidup. Kita sendiri dapat mempergunakan pertimbangan memilih baik dan buruk itu.
Ayat ini bisa dipergunakan menjadi suluh penerang sejarah. Terutama sejarah bangsa-bangsa dan ilmu pergaulan hidupnya (sosiologi). Dapat dipergunakan untuk me-nilik betapa besarnya pengaruh akhlak, budi pekerti, dan sikap jiwa atas bangun atau run-tuhnya suatu bangsa. Suatu bangsa bisa naik membubung tinggi, disegani dan membawa faedah bagi kemanusiaan, selama akhlak bangsa itu masih tegak. Dan mereka pun berang-surtah roboh apabila nilai-nilai akhlak tidak ada lagi. Sehingga seorang penyair Mesir yang terkenal, Syauqi Bey mengungkapkan bahwa hakikat bangsa itu ialah akhlaknya. Selama akhlak masih tegak, tegaklah bangsa itu, dan kalau akhlak telah runtuh dengan sendirinya bangsa itu pun telah runtuh pula.
Pembentuk upaya suatu bangsa tegak dengan teguhnya menurut ajaran Islam ialah kesatuan kepercayaan. Itulah gunanya ajaran tauhid, yang membentuk agar tujuan bangsa itu jadi satu dan padu.
Keyakinan tauhid dengan sendirinya membentuk kepercayaan yang kedua, yaitu bahwa manusia itu adalah satu. Semua dari satu keturunan dan sama-sama makhluk dari Allah. Tidak ada manusia asal keturunan dewa atau keturunan Tuhan. Tidak ada per-tentangan karena perbedaan warna kulit dan perbedaan bahasa, melainkan bahwa yang satu memerlukan yang lain. Yang hidup ialah masyarakat tolong-menolong, bantu-mem-bantu karena tegak seorang diri tidaklah mungkin dalam dunia ini. Kesatuan kemanusiaan yang berpokok pada kesatuan kepercayaan menyebabkan tiap-tiap seseorang atau tiap-tiap pribadi berusaha menyempurnakan akhlaknya. Maka akhlak dari satu orang menjadi cermin dari akhlak bangsa. Contoh akhlak tertinggi ialah Nabi Muhammad ﷺ Penyair Islam yang besar, Maulana Mohammad Iqbal menyatakan bahwa tiap-tiap pribadi menyempurnakan kepribadiannya dalam batasnya sebagai manusia. Kemudian pribadi itu diderma baktikan kepada pribadi yang besar, yaitu kemanusiaan, atau masyarakat sekelilingnya. Inilah yang membawa naiknya mutu bangsa dan berlimpah-limpahnya nikmat. Maka, kalau tiap-tiap pribadi tidak mengingat lagi hubungannya dengan kemanusiaan atau masyarakat sekelilingnya, lalu hidup nafsi-nafsi, mementingkan hawa nafsu diri sendiri, pecah berantakanlah pribadi bangsa atau umat itu. Kalau sudah pecah berderai, berantakan, berarti bahwa umat itu tidak ada lagi.
Dengan dasar ini dapatlah kita mengkaji naik-turunnya suatu umat dan kemudian itu kehancurannya. Hal ini dapat kita lihat pada sejarah bangsa-bangsa purbakala, seperti Yunani, Romawi, dan Mesir. Dan, bisa kita lihat pada sejarah umat Islam sendiri. Bagaimana umat Islam naik karena tinggi mutu akhlaknya dan bagaimana mereka runtuh sampai tiap-tiap negerinya jadi jajahan bangsa asing, sebab keruntuhan akhlaknya. Dan mereka dapat diharapkan bangun kembali, jika pokok akhlak itu mereka pegang kembali, dengan bersumber kepada tauhid yang dituntunkan oleh Al-Qur'an. Sebagaimana perkataan yang tepat dari Imam Malik r.a.,
“Tidaklah akan baik keadaan ujung dari umat ini, melainkan dengan apa yang membaikkan pangkalnya."
Maka sebaiknya kita memahamkan ayat ini sebagai dasar ilmu masyarakat yang umum, yang juga mengenai kepada batang tubuh kita umat Islam sendiri.
Ayat 54
“Sebagai kelakuan keluarga Fir'aun dan orang-orang sebelum mereka."
Sebagai ayat 52 di atas tadi, sekarang diulang lagi bahwa Allah telah mengubah nikmat menjadi kutuk kepada keluarga Fir'aun, dan umat yang jauh lebih dahulu dari Fir'aun.
“Mereka telah mendustakan ayat-ayat Tuhan mereka, maka Kami binasakanlah me-reka lantaran dosa-dosa mereka, dan telah Kami tenggelamkan keluarga Fir'aun itu." Di dalam ayat ini ditekankan benar-benar bahwa kebinasaan yang menimpa Fir'aun dan keluarganya, ialah karena kesalahan mereka sendiri, mereka mendustakan ayat-ayat Allah. Mereka dibinasakan lantaran dosa mereka. Kalau bencana menimpa suatu bangsa, hendaklah mereka sendiri menyelidiki apa kesalahan mereka. Amatlah susah orang yang tidak tahu diri! Di ujung ayat ditegaskan lagi:
“Dan mereka semuanya itu adalah orang-orang yang zalim."
Ini diingatkan Allah untuk menjelaskan lagi ayat 51 bahwa Allah tidaklah berlaku zalim kepada hamba-hamba-Nya.
Ayat-ayat ini adalah dalam rangka peringatan atas kalahnya kaum musyrikin dalam Peperangan Badar. Kejatuhan mereka dibandingkan dengan kejatuhan keluarga Fir'aun di zaman dahulu, atau yang sebelum Fir'aun. Mereka hancur lantaran kesalahan sendiri, mereka menganiaya diri sendiri. Ayat terpacak di dalam Al-Qur'an, untuk menjadi pedoman bagi kita yang datang di belakang.
Jangan sampai kita mengatakan bahwa ayat ini hanya turun untuk kaum Quraisy. Se-bab dia pun bisa terjadi pula pada kita, bahkan telah berkali-kali tenjadi. Bacalah sejarah Islam di seluruh dunia ini, sejarah kenaikan dan keruntuhan, baik suatu negeri atau suatu kerajaan, tidak sedikit keruntuhan didatangkan Allah, karena sebab-sebab yang telah terjadi pada Fir'aun dan pada Abu Jahal.