Ayat
Terjemahan Per Kata
إِذۡ
ketika
يَقُولُ
berkata
ٱلۡمُنَٰفِقُونَ
orang-orang munafik
وَٱلَّذِينَ
dan orang-orang yang
فِي
di dalam
قُلُوبِهِم
hati mereka
مَّرَضٌ
penyakit
غَرَّ
menipu
هَٰٓؤُلَآءِ
mereka ini
دِينُهُمۡۗ
agama mereka
وَمَن
dan barang siapa
يَتَوَكَّلۡ
bertawakkal
عَلَى
atas/kepada
ٱللَّهِ
Allah
فَإِنَّ
maka sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
عَزِيزٌ
Maha Perkasa
حَكِيمٞ
Maha Bijaksana
إِذۡ
ketika
يَقُولُ
berkata
ٱلۡمُنَٰفِقُونَ
orang-orang munafik
وَٱلَّذِينَ
dan orang-orang yang
فِي
di dalam
قُلُوبِهِم
hati mereka
مَّرَضٌ
penyakit
غَرَّ
menipu
هَٰٓؤُلَآءِ
mereka ini
دِينُهُمۡۗ
agama mereka
وَمَن
dan barang siapa
يَتَوَكَّلۡ
bertawakkal
عَلَى
atas/kepada
ٱللَّهِ
Allah
فَإِنَّ
maka sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
عَزِيزٌ
Maha Perkasa
حَكِيمٞ
Maha Bijaksana
Terjemahan
(Ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya berkata, “Mereka itu (orang-orang mukmin) ditipu oleh agamanya.” (Allah berfirman,) “Siapa pun yang bertawakal kepada Allah, sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.”
Tafsir
(Ingatlah ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya berkata,) lemah keyakinan ("Mereka itu ditipu) yakni kaum Muslimin (oleh agamanya) sebab mereka mau keluar untuk berperang sekalipun jumlah mereka sedikit sedangkan jumlah musuh yang dihadapinya sangat besar bilangannya. Mereka menduga bahwa diri mereka pasti menang oleh sebab jumlah mereka. Maka Allah menjawab mereka melalui firman selanjutnya, (Barang siapa yang bertawakal kepada Allah) percaya bahwa bersama dengan Allah pasti ia menang (maka sesungguhnya Allah Maha Perkasa) menguasai semua perkara-Nya (lagi Maha Bijaksana") di dalam ciptaan-Nya.
Tafsir Surat Al-Anfal: 47-49
Dan janganlah kalian menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya kepada manusia serta menghalangi (orang dari) jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan.
Dan (ingatlah) ketika setan menjadikan mereka memandang baik pekerjaan mereka dan mengatakan, “Tidak ada seorang manusia pun yang dapat menang terhadap kalian pada hari ini, dan sesungguhnya saya ini adalah pelindung kalian.” Maka tatkala kedua pasukan itu telah dapat saling lihat (berhadapan), setan itu balik ke belakang seraya berkata, "Sesungguhnya saya berlepas diri dari kalian, sesungguhnya saya dapat melihat apa yang kalian tidak dapat melihat; sesungguhnya saya takut kepada Allah.” Dan Allah sangat keras siksa-Nya.
(Ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya berkata, "Mereka itu (orang-orang mukmin) ditipu oleh agamanya. (Allah berfirman), “Barang siapa yang tawakal kepada Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Ayat 47
Sesudah Allah memerintahkan orang-orang mukmin untuk ikhlas dalam berjihad di jalannya dan banyak berzikir menyebut nama-Nya, maka Dia melarang mereka bersikap menyerupai perbuatan orang-orang musyrik yang keluar dari negeri mereka dengan langkah-langkah angkuh, menolak kebenaran dan pamer, yakni bersikap sombong dan takabur terhadap orang-orang mukmin.
Ketika dikatakan kepada Abu Jahal, "Iring-iringan kafilah Quraisy telah selamat (dari penghadangan pasukan kaum mukmin), maka kembalilah." lalu Abu Jahal berkata, “Tidak, demi Allah, kami tidak akan kembali sebelum sampai di mata air Badar, lalu menyembelih unta dan minum-minum khamr serta mendengarkan nyanyian para biduan yang bernyanyi untuk kami. Kemudian kelak orang-orang Arab semuanya akan membicarakan perihal kekuatan kami pada hari itu untuk selama-lamanya."
Tetapi kenyataannya berbalik, tidaklah seperti yang ia duga; karena ketika mereka sampai di mata air Badar, ternyata mereka mendatangi air yang panasnya bergolak dan mereka dimasukkan ke dalam sumur Badar dalam keadaan terhina, kecil lagi celaka karena dimasukkan ke dalam azab yang kekal. Karena itulah Allah ﷻ berfirman,
“Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan.” (Al-Anfal: 47)
Dengan kata lain, Allah mengetahui niat yang mendorong kedatangan mereka dan untuk apa mereka datang. Karena itulah Allah menimpakan pembalasan yang sangat buruk terhadap mereka.
Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah, Adh-Dhahhak, dan As-Suddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “Dan janganlah kalian menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya kepada manusia.” (Al-Anfal: 47) Mereka mengatakan bahwa orang-orang yang dimaksud oleh ayat ini adalah kaum musyrik yang memerangi Rasulullah ﷺ pada hari Perang Badar.
Muhammad ibnu Ka'b mengatakan bahwa ketika kaum Quraisy keluar dari Mekah menuju Badar, mereka keluar dengan membawa para penyanyi dan alat-alat musik. Maka Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: “Dan janganlah kalian menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya kepada manusia serta menghalangi (orang dari) jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan.” (Al-Anfal: 47)
Ayat 48
Firman Allah ﷻ: “Dan ketika setan menjadikan mereka memandang baik pekerjaan mereka dan mengatakan.Tidak ada seorang manusia pun yang dapat menang terhadap kalian pada hari ini, dan sesungguhnya saya ini adalah pelindung kalian.” (Al-Anfal: 48), hingga akhir ayat.
Setan laknatullah menjadikan mereka memandang baik niat dan kedatangan mereka itu, dan memberikan semangat kepada mereka melalui bisikannya bahwa tidak ada seorang manusia pun yang dapat mengalahkan mereka pada hari itu. Setan pun melenyapkan rasa takut dari mereka karena mereka merasa khawatir bila kampung halaman mereka yang ditinggalkan akan diserang oleh Bani Bakar, musuh mereka. Maka setan berkata kepada mereka, "Sesungguhnya saya ini adalah pelindung kalian."
Itu terjadi setelah setan menyerupakan dirinya dengan rupa Suraqah ibnu Malik ibnu Ju'syum, pemimpin Bani Mudlij, orang yang disegani di kawasan itu. Padahal semuanya itu adalah perbuatan setan belaka, seperti yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam firman-Nya: “Setan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal setan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain tipuan belaka.” (An-Nisa: 120)
Ibnu Juraij mengatakan bahwa Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, "Ketika Perang Badar terjadi, iblis bergerak dengan membawa panjinya berikut pasukannya bersama pasukan kaum musyrik. Lalu iblis membisikkan ke dalam hati pasukan kaum musyrik bahwa tidak ada seorang pun yang dapat mengalahkan mereka, dan sesungguhnya ia adalah pelindung mereka." Ketika mereka bertemu dengan pasukan kaum muslim dan setan melihat bala-bantuan para malaikat di pihak pasukan kaum muslim, setan itu berbalik ke belakang (mundur). (Al-Anfal: 48) Yakni setan mundur melarikan diri seraya berkata, seperti yang disitir oleh firman-Nya: “Sesungguhnya saya dapat melihat apa yang kamu sekalian tidak dapat melihat.” (Al-Anfal: 48) hingga akhir ayat.
Ali ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa iblis datang pada hari Perang Badar bersama pasukan setan yang dibawanya, sedangkan panjinya dia sendiri yang memegang. Iblis saat itu merupakan dirinya dalam bentuk seorang lelaki dari kalangan Bani Mudlaj, yaitu dalam rupa Suraqah ibnu Malik ibnu Ju'syum. Lalu setan berkata kepada kaum musyrik, "Tidak ada seorang pun yang dapat mengalahkan kalian pada hari ini, dan sesungguhnya saya ini adalah pelindung kalian." Tetapi ketika kedua belah pihak berhadap-hadapan, Rasulullah ﷺ mengambil segenggam pasir dan melemparkannya ke arah wajah orang-orang musyrik, maka mereka mundur ke belakang. Dan Malaikat Jibril a.s. datang mengejar iblis. Ketika iblis melihatnya saat itu tangan iblis memegang tangan salah seorang dari pasukan kaum musyrik maka dengan serta merta iblis menarik tangannya, lalu lari terbirit-birit bersama pasukannya. Maka lelaki yang dipegangnya tadi itu berkata, “Wahai Suraqah, bukankah kamu tadi mengatakan bahwa kamu adalah pelindung saya?" Iblis berkata yang disitir oleh firman-Nya: “Sesungguhnya saya dapat melihat apa yang kamu sekalian tidak dapat melihat; sesungguhnya saya takut kepada Allah. Dan Allah sangat keras siksa-Nya.” (Al-Anfal: 48) Itu terjadi ketika setan melihat para malaikat.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Kalbi, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas. bahwa iblis keluar bersama pasukan Quraisy dalam rupa Suraqah Ibnu Malik Ibnu Jusyum. Ketika iblis datang di medan perang dan melihat para malaikat, maka ia berbalik ke belakang dan lari seraya berkata, “Sesungguhnya saya berlepas diri dari kalian." Maka Al-Haris ibnu Hisyam memeganginya, tetapi iblis memukul wajah Al-Haris sehingga Al-Haris jatuh terjungkal dalam keadaan tak sadarkan diri.
Ketika dikatakan kepadanya, "Celakalah engkau, wahai Suraqah! Dalam keadaan yang genting ini engkau membuat diri kami terhina (kalah) dan engkau terlepas diri dari kami." Iblis menjawab, "Sesungguhnya saya berlepas diri dari kalian karena saya dapat melihat apa yang tidak dapat kalian lihat. Sesungguhnya saya takut kepada Allah. Dan Allah itu sangat keras siksa-Nya.”
Muhammad ibnu Umar Al-Waqidi mengatakan, telah menceritakan kepadaku Umar ibnu Uqbah, dari Syu'bah maula Ibnu Abbas, dari Ibnu Abbas, bahwa ketika kedua belah pihak saling berhadapan, Rasulullah ﷺ tidak sadarkan diri selama sesaat, lalu sadar kembali. Maka beliau menyampaikan berita gembira kepada pasukan kaum muslim akan kedatangan Jibril bersama bala tentara yang terdiri atas para malaikat berada di sayap kanan, Malaikat Mikail bersama pasukan malaikat lainnya berada di sayap kiri, dan Malaikat Israfil bersama pasukan malaikatnya lagi sebanyak seribu malaikat. Iblis saat itu menyerupakan dirinya dalam bentuk Suraqah ibnu Malik ibnu Jusyum Al-Mudlaji sedang mengatur pasukan kaum musyrik dan memberikan semangat kepada mereka, "Hari ini tidak ada seorang manusia pun yang dapat mengalahkan kalian.” Ketika musuh Allah iblis melihat para malaikat, maka ia berbalik ke belakang dan berkata, "Sesungguhnya saya berlepas diri dari kalian, sesungguhnya saya dapat melihat apa yang tidak dapat kalian lihat." Begitu mendengar ucapannya itu Al-Haris memeganginya karena dia melihatnya dalam bentuk dan rupa Suraqah ibnu Malik ibnu Ju'syum. Tetapi iblis memukul dada Al-Haris hingga jatuh, lalu iblis pergi, tak kelihatan lagi batang hidungnya. Iblis jatuh ke laut, lalu menyingsingkan bajunya seraya berkata, "Wahai Tuhanku, inilah janji-Mu yang telah Engkau janjikan kepadaku."
Menurut yang ada pada Imam Ath-Thabarani dari Rifa'ah ibnu Rafi', disebutkan hal yang berdekatan dengan teks hadits ini. Mengenai pembahasannya yang lebih luas lagi disebutkan di dalam kitab Sirah.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yazid ibnu Ruman, dari Urwah ibnuz Zubair, bahwa ketika kaum musyrik telah sepakat untuk berangkat maka orang-orang Quraisy teringat akan permusuhan yang terjadi antara mereka dan Bani Bakar. Maka hal itu hampir saja membuat mereka membatalkan niatnya. Tetapi iblis datang menampakkan dirinya kepada mereka dalam rupa Suraqah ibnu Malik ibnu Ju'syum Al-Mudlaji, salah seorang pemimpin Bani Kinanah yang cukup disegani.
Lalu iblis berkata, "Saya ini adalah pelindung kalian bila Kinanah datang kepada kalian dengan sesuatu yang tidak kalian sukai (yakni menjamin keselamatan kampung halaman kalian yang kalian tinggalkan).” Maka pasukan Quraisy cepat-cepat berangkat.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, menurut kisah yang sampai kepadaku disebutkan bahwa mereka (pasukan kaum musyrik) melihat iblis dalam rupa Suraqah ibnu Malik di setiap rumah, hal itu tidak mereka ingkari lagi. Ketika saat Perang Badar tiba dan kedua pasukan sudah saling berhadapan maka orang yang melihat iblis itu berbalik ke belakang adalah Al-Haris ibnu Hisyam atau Umair ibnu Wahb, lalu ia bertanya, "Kemanakah Suraqah, ke manakah Warnil musuh Allah pergi?" Lalu ia pergi menangkapnya dan menyerahkannya kepada mereka. Iblis musuh Allah melihat bala tentara Allah yang memperkuat Rasul-Nya dan pasukan kaum mukmin maka ia berbalik ke belakang dan mengatakan, "Sesungguhnya saya berlepas diri dari kalian, sesungguhnya saya berlepas diri dari kalian, sesungguhnya saya melihat apa yang tidak dapat kalian lihat." Kala itulah iblis mengatakan yang sebenarnya, yaitu, "Sesungguhnya saya takut kepada Allah. Dan Allah amat keras siksa-Nya."
Hal yang sama telah diriwayatkan dari As-Suddi, Adh-Dhahhak, Al-Hasan Al-Basri, Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, dan lain-lainnya.
Qatadah mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa ketika iblis melihat Malaikat Jibril a.s. turun bersama pasukan para malaikat, iblis mengakui bahwa dirinya tidak mempunyai kekuatan untuk melawan malaikat, maka ia berkata, "Sesungguhnya saya dapat melihat apa yang tidak dapat kalian lihat. Sesungguhnya saya takut kepada Allah." Iblis dusta, demi Allah, sebenarnya iblis tidak mempunyai rasa takut kepada Allah, tetapi dia mengetahui bahwa dia tidak mempunyai kekuatan dan kemampuan untuk melawan para malaikat. Demikianlah kebiasaan musuh Allah kepada orang yang taat kepadanya dan menuruti apa yang dikatakannya. Tetapi saat kebenaran bertemu dengan kebatilan, maka iblis menyerahkan pasukan kaum musyrik kepada pasukan kaum muslim dan dia berlepas diri dari para pengikutnya saat itu.
Menurut kami pengertian kebiasaan ini ditujukan kepada orang-orang yang menurut kepadanya (iblis), seperti yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat lain: “(Bujukan orang-orang munafik itu adalah) seperti (bujukan) setan ketika dia berkata kepada manusia, ‘Kafirlah kamu.’ Maka tatkala manusia itu lelah kafir, ia berkata, ‘Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan semesta alam’.” (Al-Hasyr: 16)
Dan firman Allah ﷻ yang mengatakan: “Dan berkatalah setan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan, ‘Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepada kalian janji yang benar, dan aku pun telah menjanjikan kepada kalian, tetapi aku menyalahinya. Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadap kalian, melainkan (sekadar) aku menyeru kalian, lalu kalian mematuhi seruanku. Oleh sebab itu, janganlah kalian mencerca aku, tetapi cercalah diri kalian sendiri. Aku sekali-kali tidak dapat menolong kalian, dan kalian pun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatan kalian mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu.’ Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu mendapat siksaan yang pedih.” (Ibrahim: 22)
Yunus ibnu Bukair telah meriwayatkan dari Muhammad ibnu Ishaq, bahwa telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Abu Bakar ibnu Amr ibnu Hazm, dari sebagian orang dari kalangan Bani Sa'idah yang mengatakan bahwa ia mendengar Abu Usaid Malik ibnu Rabi'ah sesudah kedua matanya tidak dapat melihat. Ia mengatakan, “Seandainya kalian sekarang bersamaku di Badar dan aku masih dapat melihat, niscaya aku akan menceritakan kepada kalian (yakni akan menunjukkan kepada kalian) lereng tempat para malaikat keluar, aku tidak ragu dan tidak dusta menceritakannya." Ketika malaikat turun dan iblis melihatnya, maka Allah menurunkan firman-Nya: “Sesungguhnya Aku bersama kalian, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman.” (Al-Anfal: 12) Orang-orang mukmin saat itu beroleh peneguhan hati dari Allah, yaitu melalui para malaikat yang saat itu datang berupa laki-laki yang dikenal oleh orang yang melihatnya, lalu malaikat berkata, "Bergembiralah kalian, karena sesungguhnya mereka (pasukan musuh) tidak mempunyai kekuatan apa pun, dan Allah selalu bersama kalian." Maka pasukan kaum muslim maju menyerang pasukan kaum musyrik. Dan ketika iblis melihat malaikat, maka ia berbalik ke belakang dan berkata, “Sesungguhnya aku berlepas diri dari kalian, sesungguhnya aku dapat melihat apa yang tidak dapat kalian lihat." Saat itu iblis menyerupai Suraqah.
Kemudian Abu Jahal datang dan memberikan semangat kepada teman-temannya, “Jangan sekali-kali kalian takut dengan penghinaan Suraqah terhadap kalian (sebab ia lari meninggalkan medan perang), karena sesungguhnya dia telah bersekongkol dengan Muhammad dan para sahabatnya." Abu Jahal mengatakan pula, "Demi Lata dan Uzza, kita tidak akan kembali sebelum kita mendesak Muhammad dan sahabat-sahabatnya ke bukit itu. Kalian tidak usah perangi mereka, tetapi tangkaplah mereka dalam keadaan hidup-hidup."
Ungkapan Abu Jahal ini sama dengan yang dikatakan oleh Fir'aun kepada ahli sihirnya ketika mereka menyerah kepada Musa dan masuk Islam, yaitu seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: “Sesungguhnya (perbuatan) ini adalah suatu muslihat yang telah kalian rencanakan di dalam kota ini, untuk mengeluarkan penduduknya darinya.” (Al-A'raf: 123) “Sesungguhnya dia itu benar-benar pemimpin kalian yang mengajarkan sihir kepada kalian.” (Asy-Syu'ara: 49; Thaha: 71) Ungkapan ini mengandung makna dusta dan kebohongan, karena itulah dikatakan bahwa Abu Jahal adalah Fir'aunnya umat ini (umat Nabi Muhammad ﷺ).
Malik ibnu Anas telah meriwayatkan dari Ibrahim ibnu Abu Ulayah, dari Talhah ibnu Ubaidillah ibnu Kuraiz, bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: “Tidaklah iblis melihat dirinya pada suatu hari dalam rupa yang paling kecil, paling hina, paling menjengkelkan dan paling mendongkolkan selain di hari Arafah. Itu karena dia melihat turunnya rahmat dan ampunan dari dosa-dosa yang hanya disamai oleh hari Perang Badar.” Mereka bertanya, "Ya Rasulullah, apa yang dilihat iblis dalam Perang Badar? Rasulullah menjawab, "Karena sesungguhnya dia melihat Jibril memimpin para malaikat.”
Bila ditinjau dari jalur ini, maka hadits ini berpredikat mursal.
Firman Allah ﷻ: “(Ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya berkata, ‘Mereka itu (orang-orang mukmin) ditipu oleh agamanya’.” (Al-Anfal: 49)
Ali ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa ketika kedua belah pihak telah berdekatan satu sama lainnya, maka Allah menjadikan bilangan pasukan kaum muslim berjumlah sedikit menurut pandangan mata pasukan kaum musyrik, dan jumlah pasukan kaum musyrik kelihatan sedikit di mata pasukan muslim.
Maka pasukan kaum musyrik mengatakan, "Mereka itu (orang-orang mukmin) ditipu oleh agamanya." Sesungguhnya pasukan kaum musyrik mengatakan demikian tiada lain karena mereka melihat jumlah pasukan kaum muslim yang sedikit, sehingga mereka menduga bahwa dirinya pasti dapat mengalahkan pasukan kaum muslim, tanpa diragukan lagi. Maka Allah ﷻ berfirman: “Barang siapa yang tawakal kepada Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Al-Anfal 49)
Qatadah mengatakan bahwa pasukan kaum musyrik melihat segolongan dari pasukan kaum muslim memaksakan dirinya menjalankan perintah Allah. Dan diceritakan kepada kami bahwa Abu Jahal musuh Allah tatkala berhadapan dengan Nabi Muhammad ﷺ dan para sahabatnya berkata, "Demi Allah, Allah tidak akan disembah lagi sesudah hari ini." Ungkapan ini dikatakannya dengan kekerasan hati dan kecongkakannya.
Ibnu Juraij telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “(Ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya berkata.” (Al-Anfal: 49) Mereka adalah dari kalangan orang-orang munafik di Mekah, mereka mengucapkan kata-kata tersebut dalam Perang Badar.
Amir Asy-Sya'bi mengatakan bahwa segolongan orang dari kalangan penduduk Mekah yang mengakui dirinya Islam, tetapi saat Perang Badar tiba mereka memihak kepada pasukan kaum musyrik dan bergabung dengan mereka. Ketika mereka melihat jumlah pasukan kaum muslim sedikit, maka mereka mengatakan, "Mereka itu (orang-orang mukmin) ditipu oleh agamanya."
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “(Ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya berkata, ‘Mereka itu (orang-orang mukmin) ditipu oleh agamanya’.” (Al-Anfal: 49) Segolongan orang dari kalangan pasukan kaum musyrik antara lain adalah Qais ibnul Walid ibnul Mugirah, Abu Qais ibnul Fakih ibnul Mugirah, Al-Haris ibnu Zam'ah ibnul Aswad ibnul Muttalib, Ali ibnu Umayyah ibnu Khalaf dan Al-As ibnu Munabbih ibnul Hajjaj, semuanya dari kalangan Quraisy.
Mereka keluar dari Mekah bersama pasukan kaum musyrik, sedangkan hati mereka dalam keadaan ragu-ragu; akhirnya keragu-raguan itu menahan diri mereka. Ketika mereka melihat jumlah sahabat Nabi ﷺ yang sedikit, maka mereka berkata, "Mereka itu ditipu oleh agamanya, hingga dengan kekuatan yang sedikit itu mereka nekat juga datang ke medan perang, padahal jumlah musuh mereka banyak."
Hal yang sama telah dikatakan oleh Muhammad ibnul Ishaq ibnu Yasar.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Tsaur, dari Mamar dari Al Hasan sehubungan dengan ayat ini, bahwa mereka yang mengatakan demikian adalah suatu kaum yang tidak ikut dalam Perang Badar. Maka mereka dinamakan sebagai orang-orang munafik.
Ma'mar mengatakan bahwa sebagian di antara mereka terdapat suatu kaum yang mengakui Islam ketika mereka berada di Mekah, lalu mereka bergabung dengan pasukan kaum musyrik dalam Perang Badar. Ketika mereka melihat jumlah pasukan kaum muslim yang sedikit, mereka berkata, "Mereka itu ditipu oleh agamanya."
Ayat 49
Firman Allah ﷻ: Barang siapa yang tawakal kepada Allah. (Ai-Anfal: 49)
Yakni berserah diri kepada Allah ﷻ dalam usahanya.
“Maka sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Al-Anfal: 49)
Artinya, tidak akan terlantar orang yang berlindung dan berserah diri kepada-Nya, karena sesungguhnya Allah Maha Perkasa, Maha Teguh, Mahabesar kekuasaan-Nya, lagi Allah Maha Bijaksana dalam semua perbuatan-Nya, tidak sekali-kali Dia meletakkan sesuatu kecuali pada tempatnya.
Karena itu, Dia akan menolong orang-orang yang berhak mendapat kemenangan dan akan menghinakan orang-orang yang berhak untuk mendapat kekalahan.
Kaum munafik senantiasa menghina kaum mukmin yang tetap berangkat perang meski jumlah lawan jauh lebih banyak. Ingatlah, ketika orang-orang munafik di Madinah dan orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya, yakni orang-orang Islam yang belum mantap keimanannya sehingga tidak ikut hijrah ke Madinah, berkata, ketika menyaksikan jumlah pasukan mukmin sangat sedikit dibanding jumlah pasukan ka-um musyrik, Mereka itu, orang-orang mukmin, ditipu oleh agamanya dengan tetap berperang. Mereka mengira hanya dengan bekal iman dan takwa akan memperoleh kemenangan. Katakanlah, wahai Rasul, Barang siapa bertawakal kepada Allah dengan disertai usaha yang sung-guh-sungguh, maka ketahuilah bahwa Allah akan membela bahkan mem-berinya kemenangan, sebab Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.
Ayat sebelumnya menjelaskan sikap angkuh kaum musyrik dalam Perang Badar, pada satu sisi, dan sikap orang-orang munafik yang berusaha melemahkan mental kaum mukmin sebelum berperang, pada sisi yang lain. Ayat ini menginformasikan kondisi mereka pada saat menghadapi maut. Sekiranya kamu melihat kaum musyrik dan munafik pada Perang Badar pasti akan memunculkan kengerian, yaitu ketika para malaikat mencabut nyawa orang-orang kafir sambil memukul wajah dan punggung mereka, yakni mereka dibantai oleh kaum mukmin di medan perang; dan dikatakan kepada mereka, Rasakanlah oleh kalian siksa neraka yang membakar di akhirat kelak.
Dalam ayat ini Allah memperingatkan kaum Muslimin agar tidak terpengaruh oleh ucapan-ucapan yang dilontarkan musuh, ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya berkata, "Apakah gerangan yang mendorong sahabat-sahabat Muhammad untuk maju ke medan pertempuran di Badar, padahal jumlah mereka hanya sedikit, lebih kurang tiga ratus orang dan jumlah musuhnya banyak sekali, keberanian mereka tidak lain hanya karena ditipu oleh agamanya." Allah membantah ucapan mereka dengan firman-Nya yang mengatakan, "Barang siapa yang tawakal kepada Allah dan beriman kepada-Nya dengan hati yang ikhlas dan teguh, maka Allah pasti memberikan pertolongan kepadanya dan tidak ada yang dapat mencegah kehendak Allah, karena Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.".
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Peperangan Badar telah membawa kemenangan yang gilang-gemilang bagi Islam. Sebab yang utama ialah karena keteguhan semangat lantaran iman yang ada pada kaum Muslimin. Kaum musyrikin telah kalah karena bangga dengan banyak bilangan, lalu memandang enteng kekuatan lawan. Kemenangan besar yang tidak diduga-duga ini diperingatkan oleh Allah untuk menjadi pedoman selanjutnya. Sebab itu Allah berfirman,
Ayat 45
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu telah bertemu dengan sekelompok (musuh), maka hendaklah kamu tetap."
Tetap, yaitu teguh, gagah berani, jangan mundur, dan jangan lari meninggalkan barisan, jangan dua hati dan ragu-ragu.. Sebab, salah satu mesti kamu tempuh, pertama menang; dan itulah yang dicari. Kedua mati; dan mati syahidlah yang diingini, karena mempertahan dan memperjuangkan keyakinan."Dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya." Yaitu sekali-kali jangan dilepaskan pergantungan kepada Allah bahwa kamu berperang adalah karena imanmu kepada Allah. Mengingatlah Allah dalam perjuangan itu ialah untuk memperdalam keyakinan bahwa engkau berperang adalah di pihak yang benar. Dan ingat kepada Allah di saat-saat yang menentukan itu menyebabkan pikiran tidak pecah pada yang lain. 300 orang menjadi laksana satu orang yang diliputi oleh dzikrullah. Dzikrullah itu sangat sekali besar pengaruhnya atas semangat, walaupun telah bergelimpangan mayat kawan-kawan di kiri-kanan, seseorang tidak akan merasa takut menghadapi maut, sebab kita datang dari Allah, hidup memperjuangkan kalimat Allah dan kalau mati kembali kepada Allah;
“Supaya kamu berbahagia."
Kebahagiaan atau kemenangan pasti didapat; karena dua syarat yang telah dipenuhi. Pertama syarat yang mengenai jasmani, yaitu tidak gentar dan teguh serta tetap hati dalam menghadapi musuh. Kedua sikap rohani dengan selalu mengingat Allah.
Ingatlah pangkal seruan, yaitu kepada orang yang beriman. Artinya, berperang bukan semata-mata berperang. Tetapi berperang karena ada yang diperjuangkan dan dipertahankan, yaitu iman!
Kata-kata dzikir berarti mengingat dan menyebut. Tidaklah diterangkan dalam ayat ini bagaimana kaifiyat dan cara dzikir di dalam perang itu. Tetapi, dzikir itu memang ada yang dijadikan semboyan perang dan disorakkan keras sehingga menaikkan semangat dan mendatangkan gentar di hati musuh.
Seorang bekas serdadu Belanda yang telah pensiun pada tahun 1937, berdekat rumah dengan penulis tafsir ini di Medan. Dia berkata bahwa dia mengalami Perang Aceh. Dia turut berpatroli sebagai Marsose. Dia berkata kepadaku bahwa jika kaum Mujahidin Aceh akan menyerang, terlebih dulu mereka mengadakan ratib, menyebut kalimat: laa ilaha ill Allah dengan suara bersemangat. Apabila ucapan itu telah terdengar dari jauh, jiwa kami menjadi kecut."Apatah lagi kalau orang Islam seperti saya ini," katanya pula! “Terasa dalam hati kita bahwa kita berjuang hanya sebagai anjing suruh-suruhan saja, sebab kita makan gaji. Kita jual jiwa kepada kompeni, sedang mereka jual jiwa kepada Allah."
Demikian orang tua tetangga saya itu menceritakan betapa hebatnya pengaruh dzi-kir bagi mujahidin. Dan orang Aceh, ketika Perang Aceh itu bukan menamai diri mereka mujahidin, melainkan Muslimin. Karena menurut fatwa ulama Aceh waktu itu, yang benar-benar Islam sejati ialah yang pergi berjuang melawan kompeni. Sebab tersebut dalam Al-Qur'an, “Janganlah kamu mati, melainkan di dalam keadaan Muslimin." Dan kita juga teringat akan pengaruh dzikir “Allahu Akbar" ketika Perang Kemerdekaan bangsa Indonesia melawan tentara Sekutu (Inggris) di Surabaya pada tahun 1945.
Anak saya, Rusydi, menceritakan kepada saya, sedang saya dalam tahanan, ketika pemuda-pemuda Islam di Jakarta, membantu Angkatan Bersenjata RI menumpas kaum komunis yang hendak menghancurkan Negara Republik Indonesia, mereka telah menyerbu sebuah gedung kepunyaan komunis yang bernama Gedung Aliarcham di Pasar Minggu. Mereka dengan suara bersama dan bersemangat menyerbu gedung itu dengan membaca Allahu Akbar! Kemudian, mereka hantam dinding batu gedung itu dengan tenaga badan bersama-sama sehingga hancur runtuh. Banyak anggota Angkatan Bersenjata RI yang turut hadir menjadi sangat heran melihat kekuatan yang timbul pada waktu itu. Tidak dengan memakai linggis atau alat-alat yang lain, hanya dengan kaki dan bahu-bahu mereka hancurkan dinding gedung itu: “Allahu Akbar!"
Tentara Jepang yang pernah menyerbu Indonesia memelihara sistem suara keras yang dihejan dari pusar untuk menimbulkan semangat. Betapa pun mereka memakai alat-alat senjata modern, namun mereka tidak mengabaikan alat pusaka nenek moyang mereka memakai suara keras ketika menyerbu musuh. Suku bangsa Indonesia yang terkenal memakai sistem suara keras itu dalam perang ialah bangsa Bugis dan Makassar. Suara perang itu mereka namai “Mangkauk".
Penafsir berpendapat bahwa dzikir dengan suara keras sebagai penimbul semangat dalam hebatnya pertempuran perang, barangkali tidaklah terlarang dalam agama, meskipun dalam ayat-ayat yang lain terdapat larangan berdzikir keras di luar perang, sebagai yang telah kita uraikan di dalam tafsir-tafsir yang lalu.
Di samping dzikir dan berdiri teguh menghadapi musuh itu, datanglah perintah lagi:
Ayat 46
“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan."
Pangkal ayat ini memperingatkan ketaatan kepada Allah dan Rasul, yaitu tunduk, patuh, dan disiplin yang keras terhadap pimpinan tertinggi peperangan. Di dalam Peperangan Badar, Rasul sendiri yang memimpin. Taat kepada Rasul, artinya ialah taat kepada Allah juga. Ini seterusnya akan menjadi pedoman dalam peperangan-peperangan yang lain. Jangan berbantah-bantahan, jangan bertengkar, dan jangan bertindak sendiri-sendiri, sebab bagaimana pun banyak bilangan dan banyak senjata, kalau komando tidak satu, tidaklah ada jaminan menang. Diterangkan hal ini oleh lanjutan ayat, “Karena kamu akan lemah dan hilang kekuatan kamu." Ini adalah suatu kepastian dari Tuhan. Perbantahan yang timbul karena tidak ada ketaatan kepada satu pimpinan, pasti membawa lemah dan hilangnya kekuatan. Ini boleh dijadikan pedoman untuk selama-lamanya. Pada 1949, tujuh negara Arab kalah berperang dengan Yahudi yang hendak mendirikan sebuah negara Yahudi di tengah-tengah tanah Arab, padahal Yahudi hanya satu. Ketika ada orang bertanya kepada Gamal Abdul Nasser, Presiden Republik Persatuan Arab, mengapa tujuh negara bisa kalah oleh satu negara, maka Nasser telah memberikan jawab, “Memang kami kalah karena kami tujuh dan mereka bersatu."
Kemudian, datang lanjutan ayat,
“Dan hendaklah, kamu sobat. Sesungguhnya Allah adalah beserta orang-orang yang sabar."
Sabar di dalam peperangan adalah daya tahan seketika menyerang dan seketika menangkis. Inilah yang pernah saya ungkapkan dalam satu sajak:
Tiba giliran menjadi palu, hendaklah pukul habis-habisan.
Tiba giliran jadi landasan, tahan pukulan biar berlalu....
Sudah menjadi adat dari peperangan, memukul dan dipukul, kena dan mengena, “Yaumun lana wa yaumun ‘alaina", satu hari kita yang naik, di hari lain kita pula yang terkena! Kena dan mengena, memukul dan dipukul, haruslah dihadapi dengan daya tahan yang kuat dan dengan sabar. Karena hitungan belumlah dijumlahkan di pertengahan permainan, melainkan di akhir. Ibarat orang main sepak bola. Sebelum peluit panjang berbunyi, janganlah lekas gembira karena dapat memasukkan bola ke gawang lawan, dan jangan lekas putus asa jika gawang sendiri kebobolan.
Lalu, diperingatkanlah lagi tentang sikap hidup ketika akan masuk ke medan perang,
Ayat 47
“Dan janganlah kamu jadi seperti orang-orang yang keluar dari rumah-rumah mereka dalam keadaan sombong dan menonjol-nonjolkan diri kepada manusia."
Perhatikanlah pangkal seruan pada ayat 45 tadi, yaitu peringatan kepada orang-orang yang beriman. Orang yang beriman kepada Allah tidak mungkin jadi orang sombong. Sebab kesombongan hanya timbul karena jiwa kosong.
Kesombongan hanya timbul karena terlalu mengandalkan kemenangan kepada banyak bilangan dan lengkap senjata. Demikian juga orang yang beramal karena riya, menonjol-nonjolkan diri ingin dilihat orang, ingin dipuji. Yang di dalam ayat ini kita artikan menonjol-nonjolkan diri. Perangai ini terdapat pada kaum Quraisy yang pergi berperang menentang Nabi ﷺ dan Islam itu. Mereka sombong karena bilangan mereka lebih banyak dan alat senjata lebih cukup, serasa-rasa akan mereka jatuhkan saja leher kaum yang beriman. Malahan Abu jahal mengatakan bahwa kaum Muslimin, umat Muhammad itu hanyalah laksana binatang-binatang ternak yang akan dibantai (juzuur), yang diantarkan kepada mereka. Dan, mereka berperang itu karena riya karena ingin menonjolkan diri, ingin beroleh gelar pahlawan dari kaum mereka. Kalau pulang dari peperangan kelak membawa kemenangan, niscaya akan mendapat puji sanjung dari keluarga yang menunggu. Sebab itu, tujuan perang mereka tidak suci: “Seraya menghalangi dari jalan Allah." Dengan ini tampaklah tergabung tiga macam kesalahan dalam jiwa mereka; pertama sombong, kedua riya, dan ketiga hendak menghalangi manusia dari jalan Allah. Maka orang yang beriman kalau mereka berperang, tidaklah ada ketiga penyakit itu. Islam akan berkembang dan akan menghadapi berbagai macam perjuangan. Islam akan tegak dengan jayanya, tetapi kaum yang beriman, janganlah sampai lupa daratan.
“Dan Allah terhadap apa-apa yang kamu kerjakan adalah meliputi."
Artinya, pengetahuan Allah adalah amat meliputi akan keseluruhan gerak-gerik kamu, di mana segi kekuatan kamu dan di mana pula segi kelemahan kamu.
Allah mengemukakan sifat-sifat perjuangan orang yang tidak ada dasar iman dalam jiwa mereka, sebagai kaum musyrikin itu. Kaum Muslimin sekali-kali jangan meniru itu. Sebab sunnatullah atau hukum sebab-akibat berlaku untuk seluruh manusia. Siapa yang sombong akan dihancurkan oleh kesombongannya sendiri. Siapa yang melupakan diri dari ketaatan kepada komando tertinggi, pasti akan kalah. Walaupun mereka mengaku beriman.
Lalu, Allah mengatakan lagi sebab-sebab kekalahan kaum musyrikin itu, untuk dijadikan pengajaran dan untuk dijauhi oleh kaum yang beriman,
Ayat 48
“Dan ingatlah tatkala setan menyanjung-nyanjung terhadap mereka atas perbuatan-perbuatan mereka, seraya berkata, “Tidaklah ada yang akan mengalahkan kamu pada hari ini, dari manusia mana pun, dan sesungguhnya aku jadi pelindung kamu."
Salah satu sebab kekalahan kaum musyrikin di Peperangan Badar itu ialah karena perdayaan setan yang telah masuk ke dalam hati mereka. Setan itu menyanjung-nyanjung, memuji-muji perbuatan mereka memerangi kaum Muslimin. Setan mengatakan bahwa perbuatan mereka adalah benar, sebab berhala nenek moyang mesti dipertahankan dengan segala tenaga, lalu mereka memuaskan diri sendiri dengan rayuan setan itu. Dan setan pun merayukan bahw3 mereka adalah inti seluruh bangsa Arab, orang Quraisy yang disegani seluruh kabilah, dan tidak akan pernah dikalahkan oleh siapa pun, apalagi oleh orang semacam Muhammad itu. Dan, setan pun menghasut, mengatakan bahwa dia menjamin dan dia akan membantu dan melindungi, sebab itu tidak perlu khawatir.
“Maka tatkala telah berhadap-hadapan kedua kelompok itu, berbaliklah dia (setan) atas dua tumitnya dan dia pun berkata, ‘Sesungguhnya aku berlepas dini daripada kamu, sesungguhnya aku telah melihat apa yang tidak kamu lihat, sesungguhnya aku takut kepada Allah, karena Allah itu amat keras siksaan-Nya'".
Menurut suatu tafsir yang dirawikan orang dari Ibnu Abbas, Iblis sendiri masuk menyelusup ke dalam barisan Quraisy, menjelmakan dirinya serupa seorang laki-laki bernama Suraqah bin Malik dari Kabilah Ja'tsam. Iblis yang menjelma sebagai manusia itu menghasut-hasut perang dan memanas-manasi supaya orang Quraisy bersemangat melawan Nabi ﷺ. Tetapi setelah berhadap-hadapan kedua kelompok. Iblis itu melihat bahwa dalam barisan Muslimin ada banyak malaikat. Sebab itu, sebelum bertempur, dia pun lari terbirit-birit. Lalu ditanyai orang, mengapa lari. Dia menjawab bahwa dia melihat apa yang tidak kelihatan oleh kamu, (yaitu malaikat), dan saya berlepas diri, saya tidak mau turut campur.
Tetapi dalam pembawa riwayat ini terdapat al-Kalbi yang menurut penyelidikan ahli-ahli tafsir dan hadits, riwayat-riwayat Ibnu Abbas yang dibawakan oleh al-Kalbi adalah sangat lemah (dhaif).
Menurut riwayat al-Waqidi, bukan Iblis yang merupakan dirinya sebagai Suraqah bin Malik, melainkan betul-betul ada seorang bernama Suraqah bin Malik dari Bani Bakr. Bani Bakr itu sudah lama bermusuhan dengan Quraisy. Kaum Quraisy takut kalau sementara mereka berperang dengan Rasul ﷺ, Bani Bakr itu akan mengambil peluang yang baik akan menikam mereka dari belakang. Waktu itu tampillah seorang pemuka Bani Bakr, Suraqah bin Malik itu menjamin, menyatakan dirinya berpihak kepada Quraisy, dan akan memerangi Muhammad ﷺ bersama mereka. Dialah yang menghasut-hasut Quraisy meneruskan peperangan dan berkata bahwa dia akan turut bertempur. Tetapi, setelah berhadapan dengan kaum Muslimin dia lari. Oleh sebab itu, dialah manusia yang berperangai sebagai setan, menghasut-hasut. Setelah orang telanjur dan dilihatnya musuh tidak dapat dikalahkan, dia pun mundur teratur.
Manakah di antara kedua riwayat ini yang akan dipedomani? Benarkah Iblis meniru rupa manusia, atau benarkah ada seorang manusia jadi setan?
Penafsiran ini haruslah kita bandingkan dengan krisis (peristiwa gawat) yang selalu terjadi yang kerapkali membawa peperangan. Di saat-saat gawat itu selalu timbul setan-setan penghasut perang. Orangnya tidak kelihatan, sebab tidak menonjol ke muka, tetapi semacam mereka itulah yang menghasut-hasut di belakang layar, kepada pemuka-pemuka mereka yang sombong. Di dalam riwayat Perang Badar memang disebut bahwa Abu Sufyan telah berpesan ke Mekah, tidak perlu mereka pergi menyerbu Muhammad, sebab kafilah itu telah dibawanya ke tempat yang aman di tepi laut dan akan segera sampai dengan selamat ke Mekah. Tetapi, karena penghasut-penghasut perang tadi, Abu Jahal meneruskan juga membawa angkatan perangnya untuk menyerang kaum Muslimin. Peng-hasut-penghasut itu lebih keras suaranya, turut dalam barisan, banyak, kata-katanya yang gagah perkasa, tetapi kalau mereka lihat musuh kuat, mereka yang terlebih dahulu lari pontang-panting. Oleh sebab itu, dalam barisan musyrikin itu sendirilah memang ada manusia-manusia setan penghasut perang. Orang-orang yang semacam itulah yang meng-hasut-hasut orang sombong seperti Abu Jahal buat meneruskan perang dan membangkit-bangkitkan kesombongan bahwa kita pasti menang. Yang tewas bertempur kelak bukan manusia-manusia setan itu, tetapi Abu Jahal yang kena hasut, yang keluar ke medan perang dengan sombong, riya, dan hendak menghalangi jalan Allah. Oleh sebab itu, ayat ini pun memberi peringatan kepada kaum Muslimin menyuruh hati-hati kalau terjadi keadaan gawat peperangan, jangan sampai kemasukan pengaruh dari setan-setan yang diungkapkan dalam pepatah orang tua-tua kita: “Mulutnya seperti api, tetapi tulangnya sebagai air."
Ayat 49
“Tatkala berkata orang-orang yang munafik dan orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit. Telah menipu kepada mereka agama mereka.
Siapa yang dimaksud dengan kaum munafik dalam ayat ini? Ada setengah tafsir mengatakan bahwa di waktu itu terdapat pula munafik di kalangan Islam sendiri. Tetapi, setelah diteliti jalan riwayat dan sirah (serajah) Rasul, terutama dalam Peperangan Badar, tidak ada orang munafik di dalam tentara Islam waktu itu. Orang yang 300 adalah bulat dan teguh. Meskipun ada yang ragu pada mulanya, tetapi setelah berhadapan dengan musuh, semuanya menjadi satu semangat. Itu sebabnya, mereka menang.
Menurut riwayat Mujahid dan Ibnu furaij dan asy-Sya'bi dan Ibnul Ishaq dan Ma'mar bahwa di kalangan Quraisy sendiri terdapat pula munafik. Mereka masih berpegang teguh kepada agama berhala kaum mereka, dan mereka pun sama-sama keluar dalam seribu tentara Quraisy itu hendak memerangi Muhammad, tetapi hati mereka tidak begitu bulat. Bersama mereka itu ada pula orang-orang yang hatinya sakit dan berdendam. Mereka yang dua golongan ini setelah melihat kaum Muslimin hanya sedikit, 300 orang, hendak berperang dengan mereka, yang bilangan lebih seribu, telah menumpahkan rasa benci mereka kepada kaum Muslimin yang hanya 300 orang itu dengan berkata, “Telah menipu kepada mereka agama mereka." Dengan sombong, mereka berkata demikian. Mereka katakan bahwa 300 kaum Muslimin tersebut akan mereka binasakan, pasti kalah dan hancur, sebab mereka terlalu berani menghadapi musuh, yang sangat besar. Mereka telah mabuk oleh sebab agama yang mereka peluk. Sebagaimana tuduhan yang diberikan oleh kaum komunis kepada kaum yang berani mati karena mempertahankan agama dan keyakinan kepada Allah, bahwa mereka telah meminum candu (opium) agama. Padahal ini bukanlah karena tertipu oleh agama, melainkan karena tebalnya iman yang diterangkan Allah pada akhir ayat.
“Padahal barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, maka sesungguhnya Allah adalah Mahagagah, lagi Maha Mengetahui."
Soal ini bukanlah soal mabuk atau tertipu oleh agama. Melainkan soal dari sekelompok umat yang telah menyerahkan diri sepenuh-penuh dan sebulat-bulatnya kepada Allah, yang rupanya kaum Quraisy yang munafik dalam kalangan sendiri atau berhati sakit karena dendam, tidak mengenalnya. Sebab tawakal itu adalah puncak tertinggi atau pucuk terakhir dari iman. Apabila iman sudah matang, tawakal pasti timbul dengan sendirinya. Belum berarti pengakuan iman kalau belum tiba di puncak tawakal. Maka apabila seseorang Mukmin telah bertawakal berserah diri kepada Allah, terlimpahlah ke dalam dirinya sifat Aziz yang ada pada Allah, dia pun menjadi gagah pula. Dia tidak takut lagi menghadang maut. Dan terlimpahlah kepadanya pengetahuan Allah, dia pun mendapatlah berbagai ilham dari Allah untuk mencapai kemenangan.
Orang yang sakit hati dan munafik menuduh “gharra ha-ulai-i dinuhum" mereka telah ditipu oleh agama mereka. Persis perkataan seperti inilah yang selalu diulang-ulang oleh musuh-musuh fslam kalau kaum Muslimin telah melawan kezaliman mereka. Mereka tidak mau menjadi budak dari sesama manusia karena mereka telah memberikan seluruh perhambaan diri untuk Allah. Lalu mereka melawan seketika ditindas; kadang-kadang kekuatan tidak seimbang, lalu mereka disapu bersih dengan senapan mesin, mereka pun mati. Maka si penindas tadi berkata, “Mereka telah ditipu oleh agama mereka. Mereka fanatik agama!"
Atau satu daerah yang teguh memegang agama, lalu dengan bantuan penjajah, men-dirikan gereja di tempat tersebut oleh zending Kristen. Orang Islam marah dan menghalangi mendirikan gereja di daerah yang kuat beragama Islam, itulah yang fanatik.
Atau sebagai kaum komunis yang tidak mengakui ada Tuhan. Kalau sekiranya mereka saja yang memegang keyakinan demikian, masa bodohlah. Namun mereka hendak memaksa orang yang beragama supaya meninggalkan agama. Orang yang beragama tidak mau meninggalkan agamanya. Maka, dituduhlah oleh orang komunis itu bahwa orang yang berpegang teguh pada agama itu telah diracun oleh candu (opium) agama.
Maka baik munafikin Quraisy dan orang-orang yang sakit hati di zaman Rasul di Perang Badar itu, atau kaum penjajah yang terhambat usahanya memadamkan cahaya Islam di zaman kita, atau kaum komunis yang memandang bahwa agama adalah penghalang paling besar bagi kemajuan paham tidak bertuhan, yang jadi dasar ideologi mereka, sama saja dasar tuduhannya, mengatakan bahwa orang yang berani menghadapi maut karena mempertahankan agama, mereka katakan bahwa mereka telah ditipu oleh agama mereka. Padahal ini bukan urusan kena tipu oleh agama, melainkan urusan iman yang telah sampai di puncak, yaitu tawakal.
Kalau tawakal sudah datang, betapa pun besarnya musuh, berapa pun kecilnya diri, orang tidak peduli lagi. Orang sudah tawakal kepada Allah: hidup syukur, mati pun sudah! Daripada hidup bercermin bangkai, baiklah mati berkalang tanah.
Kalau sudah sampai di suasana yang demikian, diri pun menjadi gagah, karena telah dipercik oleh sifat Aziz Allah. Dan ilmu pun datang, sebab sudah disinari oleh sifat Allah Alim, yaitu Pengetahuan Allah.