Ayat
Terjemahan Per Kata
قُل
katakanlah
لِّلَّذِينَ
kepada orang-orang yang
كَفَرُوٓاْ
kafir/ingkar
إِن
jika
يَنتَهُواْ
mereka berhenti
يُغۡفَرۡ
diampuni
لَهُم
bagi mereka
مَّا
apa/dosa-dosa
قَدۡ
sesungguhnya
سَلَفَ
telah lalu
وَإِن
dan jika
يَعُودُواْ
mereka kembali
فَقَدۡ
maka sesungguhnya
مَضَتۡ
berlalu/berlaku
سُنَّتُ
sunnah
ٱلۡأَوَّلِينَ
orang-orang dahulu
قُل
katakanlah
لِّلَّذِينَ
kepada orang-orang yang
كَفَرُوٓاْ
kafir/ingkar
إِن
jika
يَنتَهُواْ
mereka berhenti
يُغۡفَرۡ
diampuni
لَهُم
bagi mereka
مَّا
apa/dosa-dosa
قَدۡ
sesungguhnya
سَلَفَ
telah lalu
وَإِن
dan jika
يَعُودُواْ
mereka kembali
فَقَدۡ
maka sesungguhnya
مَضَتۡ
berlalu/berlaku
سُنَّتُ
sunnah
ٱلۡأَوَّلِينَ
orang-orang dahulu
Terjemahan
Katakanlah (Nabi Muhammad) kepada orang-orang yang kufur itu, “Jika mereka berhenti (dari kekufurannya dan masuk Islam), niscaya akan diampuni dosa-dosa mereka yang telah lalu. Jika mereka kembali lagi (memerangi Nabi), sungguh berlaku (kepada mereka) sunah (aturan Allah untuk menjatuhkan sanksi atas) orang-orang terdahulu.”
Tafsir
(Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu,) seperti Abu Sofyan dan teman-temannya ("Jika mereka berhenti) dari kekafirannya dan dari memerangi Nabi ﷺ (niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang telah lalu) dari amal perbuatan mereka (dan jika mereka kembali lagi) untuk memerangi Nabi ﷺ (sesungguhnya akan berlaku terhadap mereka sunah Allah terhadap orang-orang dahulu.") Allah akan memberlakukan sunah-Nya terhadap diri mereka, dengan cara membinasakannya, seperti yang telah Kami lakukan terhadap umat-umat terdahulu.
Tafsir Surat Al-Anfal: 38-40
Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu, "Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka yang sudah lalu; dan jika mereka kembali lagi, sesungguhnya akan berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah terhadap) orang-orang dahulu."
Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata bagi Allah. Dan jika mereka berhenti (dari kekafirannya), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.
Dan jika mereka berpaling, maka ketahuilah bahwa Allah Pelindung kalian. Dia adalah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.
Ayat 38
Allah ﷻ berfirman kepada Nabi-Nya, yaitu Nabi Muhammad ﷺ: “Katakanlah kepada orang-orang kafir itu, hendaknyalah mereka berhenti (dari kekafirannya).” (Al-Anfal: 38) Yakni dari kekafiran, pembangkangan, dan pengingkaran mereka; lalu hendaklah mereka masuk Islam dan taat serta bertobat kepada-Nya.
“Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka yang sudah lalu.” (Al-Anfal: 38)
Yaitu dari kekufuran, dosa-dosa, dan kesalahan-kesalahan mereka. Seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadist yang diriwayatkan diriwayatkan melalui Abu Wail, dari Ibnu Mas'ud r.a., bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: “Barang siapa yang berbuat baik dalam Islam, maka tidak akan disiksa karena amal perbuatannya di masa Jahiliahnya. Dan barang siapa yang berbuat keburukan dalam Islam, maka akan disiksa karena perbuatannya di masa Jahiliyah dan masa Islamnya.”
Di dalam hadits shahih lainnya disebutkan pula bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Islam menghapuskan apa yang sebelumnya dan tobat menghapuskan dosa yang ada sebelumnya.”
Firman Allah ﷻ: “Dan jika mereka kembali lagi.” (Al-Anfal: 38)
Artinya, kembali meneruskan perbuatan yang sebelumnya (yakni kekafiran).
“Sesungguhnya akan berlaku (pada mereka) sunnah (Allah terhadap) orang-orang dahulu.” (Al-Anfal: 38)
Yakni telah berlaku sunnah Kami terhadap umat-umat terdahulu, bahwa apabila mereka mendustakan (Allah dan Rasul-Nya), lalu terus-menerus dalam keingkarannya, maka sesungguhnya Kami akan menyegerakan hukuman dan siksa Kami terhadap mereka.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “Sesungguhnya akan berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah terhadap) orang-orang dahulu.” (Al-Anfal: 38) Yaitu terhadap orang-orang Quraisy dalam Perang Badar dan azab yang menimpa umat lainnya.
As-Suddi dan Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah seperti yang terjadi dalam Perang Badar.
Ayat 39
Firman Allah ﷻ: “Dan perangilah mereka supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata bagi Allah.” (Al-Anfal: 39)
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami Haiwah ibnu Syuraih, dari Bakr ibnu Umar ibnu Bakir, dari Nafi, dari Ibnu Umar, bahwa seorang lelaki datang, lalu bertanya, "Wahai Abu Abdur Rahman (nama panggilan Ibnu Umar), mengapa engkau tidak berbuat apa yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam kitab-Nya?
yaitu firman-Nya: “Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang.” (Al-Hujurat: 9), hingga akhir ayat. Apakah yang mencegahmu untuk tidak berperang sesuai dengan apa yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam firman-Nya itu?" Ibnu Umar menjawab, "Wahai anak saudaraku, aku memang dicela oleh ayat ini karena aku tidak berperang, tetapi aku lebih suka hal itu daripada aku dicela oleh ayat lain yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam firman-Nya: “Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja.” (An-Nisa: 93), hingga akhir ayat. Lelaki itu berkata lagi, bahwa sesungguhnya Allah ﷻ telah berfirman: “Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah.” (Al-Anfal: 39) Ibnu Umar menjawab, "Kami para sahabat telah melakukannya di masa Rasulullah ﷺ, yaitu di saat pengikut Islam masih sedikit jumlahnya. Saat itu seseorang difitnah dalam agamanya, adakalanya orang-orang musyrik membunuhnya atau mengikatnya, hingga agama Islam menjadi banyak pengikutnya dan fitnah tidak ada lagi." Setelah lelaki penanya itu melihat bahwa Ibnu Umar tidak sependapat dengannya, maka ia langsung mengajukan pertanyaan secara terang-terangan, "Kalau begitu, bagaimanakah pendapatmu tentang pihak Ali dan pihak Usman?" Ibnu Umar menjawab, "Pendapatku tentang Usman dan Ali ialah, Usman adalah orang yang telah dimaafkan oleh Allah. Sedangkan kalian tidak suka melihat dia mendapat maaf dari Allah. Sedangkan Ali adalah anak paman Rasulullah ﷺ dan sekaligus sebagai menantunya." Lalu Ibnu Umar mengisyaratkan dengan tangannya, menunjuk kepada seseorang, "Dan ini adalah anak perempuannya, seperti yang kalian lihat sendiri (yakni berada padaku)."
Imam Bukhari mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Yunus, telah menceritakan kepada kami Zuhair, telah menceritakan kepada kami Bayan, bahwa Ibnu Wabrah pernah menceritakan atsar berikut kepadanya: Telah menceritakan kepadanya Sa'id ibnu Jubair, "Ibnu Umar-keluar menemui kami, atau dia keluar menghampiri kami, lalu si lelaki itu bertanya, 'Bagaimanakah pendapatmu tentang perang fitnah ini?' Ibnu Umar menjawab, 'Tahukah kamu apakah fitnah itu? Dahulu Nabi Muhammad ﷺ berperang melawan kaum musyrik, dan bergabung bersama dengan mereka adalah fitnah, tidaklah seperti peperangan yang dilakukan kalian dalam membela kerajaan'."
Demikianlah teks-teks yang ada pada Imam Bukhari rahimahullah.
Ubaidillah telah meriwayatkan dari Nafi', dari Ibnu Umar, bahwa Ibnu Umar pernah kedatangan dua orang lelaki di masa fitnah yang melanda di masa Ibnuz Zubair. Keduanya bertanya, "Sesungguhnya orang-orang telah berbuat seperti apa yang telah engkau lihat sedangkan engkau adalah Ibnu Umar ibnu Khattab dan sahabat Rasulullah ﷺ, maka apakah yang menyebabkan engkau tidak keluar berperang?" Ibnu Umar menjawab, "Ia dicegah oleh Allah yang telah mengharamkan darah saudara semuslim." Mereka mengatakan, "Bukankah Allah ﷻ telah berfirman: 'Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah, dan supaya agama itu semata-mata bagi Allah’?” (Al-Anfal: 39) Ibnu Umar menjawab, "Kami telah berperang hingga tidak ada fitnah lagi, dan agama itu hanya semata-mata bagi Allah, Sedangkan kalian dalam perang kalian bertujuan agar timbul fitnah dan agama itu bagi selain Allah."
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Hammad ibnu Salamah, dari Ali ibnu Zaid, dari Ayyub ibnu Abdullah Al-Lakhami yang mengatakan bahwa ketika dia berada di hadapan Abdullah ibnu Umar, datanglah menghadap kepadanya seorang lelaki yang langsung bertanya kepadanya bahwa sesungguhnya Allah ﷻ telah berfirman: “Dan perangilah mereka supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata bagi Allah.” (Al-Anfal: 39) Ibnu Umar menjawab, "Kami telah berperang hingga tidak ada fitnah lagi, sedangkan kalian berperang agar timbul fitnah lagi dan agama itu bagi selain Allah."
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ammad ibnu Salamah bahwa Ibnu Umar mengatakan, "Aku dan sahabat-sahabatku telah berperang hingga agama itu semata-mata bagi Allah, dan kemusyrikan lenyap serta tidak ada fitnah lagi. Tetapi kamu dan teman-temanmu berperang agar fitnah timbul lagi dan agama itu adalah bagi selain Allah."
Keduanya diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih.
Abu Uwwanah meriwayatkan dari Al-A'masy, dari Ibrahim At-Taimi, dari ayahnya yang mengatakan bahwa si perut besar (yakni Usamah ibnu Zaid) mengatakan, "Saya tidak akan memerangi lelaki yang mengucapkan, 'Tidak ada Tuhan selain Allah,' selamanya." Sa'd ibnu Malik mengatakan, "Saya, demi Allah, tidak akan memerangi lelaki yang telah mengucapkan, 'Tidak ada Tuhan selain Allah,' untuk selamanya." Maka seorang lelaki mengatakan, "Bukankah Allah ﷻ telah berfirman: ‘Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata bagi Allah.' (Al-Anfal: 39) Keduanya menjawab, "Kami telah berperang sehingga tidak ada fitnah lagi, dan agama itu adalah semata-mata bagi Allah."
Demikianlah menurut riwayat Ibnu Murdawaih.
Adh-Dhahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: “Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah.” (Al-Anfal: 39) Yang dimaksud dengan fitnah dalam ayat ini menurutnya adalah kemusyrikan.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Abul Aliyah, Mujahid, Al-Hasan, Qatadah, Ar-Rabi' ibnu Anas, As-Suddi, Muqatil ibnu Hayyan, dan Zaid ibnu Aslam.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah sampai kepadaku dari Az-Zuhri, dari Urwah ibnuz Zubair dan lain-lainnya dari kalangan ulama kita tentang tafsir firman-Nya: “Supaya jangan ada fitnah.” (Al-Anfal: 39) Artinya, supaya jangan ada lagi seorang muslim difitnah dalam agamanya.
Firman Allah ﷻ: “Dan supaya agama itu semata-mata bagi Allah.” (Al-Anfal: 39)
Adh-Dhahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa makna yang dimaksud ialah supaya hanya Allah sematalah yang disembah.
Al-Hasan, Qatadah, dan Ibnu Juraij mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “Dan supaya agama itu semata-mata bagi Allah.” (Al-Anfal: 39) Yakni agar kalimat 'Tidak ada Tuhan selain Allah didengungkan.’
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah supaya Allah ditauhidkan secara murni tanpa ada persekutuan, dan semua tandingan dibuang jauh-jauh dari-Nya.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “Dan supaya agama itu semata-mata bagi Allah.” (Al-Anfal: 39) Yaitu tidak ada kekufuran lagi yang berdampingan dengan agama kalian.
Pendapat ini diperkuat dengan apa yang diriwayatkan di dalam kitab Shahihain dari Rasulullah ﷺ, bahwa beliau ﷺ pernah bersabda: “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka mau mengucapkan, ‘Tidak ada Tuhan selain Allah.’ Apabila mereka mau mengucapkannya, berarti mereka telah memelihara darah dan harta benda mereka dariku, kecuali dengan alasan yang benar, sedangkan perhitungan mereka berada pada Allah ﷻ.”
Di dalam kitab Shahihain disebutkan pula dari Abu Musa Al-Asy'ari, bahwa Rasulullah ﷺ pernah ditanya mengenai seseorang yang berperang karena dia pemberani, berperang karena hamiyyah, dan berperang karena pamer, manakah di antaranya yang berada pada jalan Allah? Rasulullah ﷺ menjawab melalui sabdanya: “Barang siapa yang berperang untuk membela kalimat Allah agar tinggi maka dia berada di jalan Allah ﷻ.
Firman Allah ﷻ: “Jika mereka berhenti” (Al-Anfal: 39)
Maksudnya, jika mereka berhenti dari memerangi kalian karena membela kekufuran mereka, maka cegahlah diri kalian dari memerangi mereka, sekalipun kalian tidak mengetahui apa yang terkandung dalam batin mereka.
“Maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.” (Al-Anfal: 39)
Ayat ini semakna dengan ayat lain yang disebutkan melalui firman-Nya:
“Jika mereka bertobat, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan.” (At-Taubah: 5), hingga akhir ayat.
Di dalam ayat lain disebutkan: “Maka (mereka itu) adalah saudara-saudara kalian seagama.” (At-Taubah: 11)
Allah ﷻ telah berfirman dalam ayat lainnya: “Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada lagi fitnah dan agama itu hanya untuk Allah belaka. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi) kecuali terhadap orang-orang yang zalim.” (Al-Baqarah: 193)
Di dalam sebuah hadits shahih disebutkan bahwa ketika Usamah mengangkat pedangnya kepada seorang lelaki, lalu lelaki itu mengucapkan, "Tidak ada Tuhan selain Allah," tetapi Usamah tetap memukulnya hingga membunuhnya. Kemudian hal itu diceritakan kepada Rasulullah ﷺ, maka Rasulullah ﷺ bersabda kepada Usamah: "Apakah engkau membunuhnya sesudah dia mengucapkan, 'Tidak ada Tuhan selain Allah?' Lalu bagaimanakah yang akan kamu lakukan terhadap kalimat 'Tidak ada Tuhan selain Allah' kelak di hari kiamat? Usamah berkata, ‘Wahai Rasullullah sesungguhnya dia mengucapkannya hanya semata-mata untuk melindungi dirinya.’ Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Kenapa tidakkah engkau belah dadanya untuk mengetahui isi hatinya?’ Rasulullah ﷺ mengulang-ulang sabdanya itu kepada Usamah seraya bersabda, "Siapakah yang akan membelamu terhadap kalimat 'Tidak ada Tuhan selain Allah’ kelak di hari kiamat? Usamah mengatakan bahwa mendengar jawaban itu Usamah berharap seandainya saja ia baru masuk Islam saat itu (yakni karena merasa berdosa besar).
Ayat 40
Firman Allah ﷻ: “Dan jika mereka berpaling, maka ketahuilah bahwasanya Allah Pelindung kalian. Dia adalah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baikPenolong.” (Al-Anfal: 40) Yakni jika mereka berkelanjutan dalam menentang kalian dan memerangi kalian,
“Maka ketahuilah bahwasanya Allah Pelindung kalian.” (Al-Anfal: 40)
Maksudnya, Pemimpin dan Penolong kalian dalam menghadapi musuh-musuh kalian. Maka dia adalah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.
Muhammad ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdul Waris ibnu Abdus Samad, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Aban Al-Attar, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Urwah, dari Urwah, bahwa Abdul Malik ibnu Marwan berkirim surat kepadanya menanyakan tentang berbagai masalah.
Lalu Urwah menjawab suratnya itu yang isinya mengatakan: “Semoga keselamatan dan kesejahteraan terlimpahkan kepadamu, dan sesungguhnya saya memulai surat yang ditujukan kepadamu ini dengan memuji kepada Allah Yang tidak ada Tuhan selain Dia. Amma ba'du, Sesungguhnya engkau telah berkirim surat kepadaku menanyakan tentang keluarnya Rasulullah ﷺ dari Mekah maka aku akan memberitahukan kepadamu mengenai hal tersebut; tiada daya dan tiada upaya kecuali dengan pertolongan Allah, faktor yang mendorong keluarnya Rasulullah ﷺ dari Mekah ialah karena Allah telah memberinya kenabian. Maka dia adalah sebaik-baik nabi, sebaik-baik pemimpin dan sebaik-baik famili; semoga Allah membalasnya dengan kebaikan yang berlimpah.
Kami telah mengenal wajahnya di surga, dia telah membuat kami hidup karena memeluk agamanya, dan kami mati serta dibangkitkan kelak dalam keadaan memeluknya. Pada awal mulanya ketika beliau menyeru kaumnya untuk memeluk jalan petunjuk yang dipercayakan oleh Allah kepadanya untuk menyampaikannya, dan menyeru mereka kepada cahaya (Al-Qur'an) yang diturunkan oleh Allah kepadanya, mereka tidak menjauh darinya pada permulaan dia menyeru mereka.
Pada mulanya mereka mau mendengarkannya, hingga manakala dia mulai mencaci berhala-berhala mereka dan saat itu telah datang serombongan orang-orang Quraisy dari Taif dengan membawa harta benda yang berlimpah. Maka beliau mulai diprotes oleh sejumlah orang, dan orang-orang itu bersikap keras terhadapnya serta membenci apa yang diucapkannya, bahkan mereka membujuk orang-orang yang tadinya taat kepadanya sehingga membelotlah darinya kebanyakan orang yang tadinya mau mendengarkannya.
Mereka meninggalkan beliau kecuali hanya sejumlah orang dari mereka yang sedikit, yang mendapat pemeliharaan dari Allah. Nabi ﷺ tinggal di Mekah dalam keadaan demikian selama apa yang ditakdirkan oleh Allah. Kemudian para pemimpin kaumnya mengadakan persekongkolan untuk memfitnah orang-orang yang mengikuti Nabi ﷺ agar keluar dari agama Allah. Fitnah itu dilancarkan pula kepada anak-anak saudara-saudara mereka, dan kabilah-kabilah yang telah memeluk Islam. Hal itu merupakan fitnah mengguncangkan kaum muslim dengan guncangan yang kuat, sehingga terfitnahlah sebagian dari mereka, sedangkan sebagian yang lain mendapat pemeliharaan dari Allah.
Ketika mereka melancarkan penindasan tersebut terhadap kaum muslim, maka Rasulullah ﷺ memerintahkan kepada mereka untuk keluar menuju negeri Habsyah. Di negeri Habsyah saat itu terdapat seorang raja yang baik yang dikenal dengan julukan Najasyi. Dia tidak pernah berbuat zalim terhadap seorang pun yang ada di negerinya. Selain itu Raja Najasyi memuji Nabi ﷺ. Negeri Habsyah adalah tempat perniagaan orang-orang Quraisy, mereka melakukan misi dagangnya di negeri tersebut karena di negeri itu mereka memperoleh rezeki yang banyak, keuntungan yang berlimpah, keamanan yang terjamin, dan tempat perniagaan yang baik.
Karena itulah maka Nabi ﷺ memerintahkan kaum muslim untuk berhijrah ke negeri Habsyah. Lalu sebagian besar dari kaum muslim berangkat menuju Habsyah saat orang-orang musyrik Mekah menindas mereka, mereka takut terfitnah dalam agamanya; sedangkan Nabi ﷺ sendiri tetap tinggal di Mekah. Nabi ﷺ tinggal di Mekah selama beberapa tahun, sedangkan orang-orang musyrik terus menindas orang-orang yang masuk Islam dari kalangan mereka sendiri. Tetapi pada akhirnya agama Islam tersiar di kalangan mereka, dan banyaklah yang masuk Islam dari kalangan orang-orang terhormat serta orang-orang kuat mereka. Setelah orang-orang musyrik melihat adanya dukungan di pihak Nabi ﷺ, maka mereka mulai mengendurkan penindasannya terhadap Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya. Itulah kisah fitnah pertama yang menyebabkan sebagian dari sahabat Rasulullah ﷺ keluar berhijrah ke negeri Habsyah untuk menyelamatkan diri dari fitnah dan tekanan yang dilakukan oleh orang-orang musyrik Mekah.
Setelah kaum Quraisy mengendurkan penindasannya terhadap kaum muslim, bahkan sebagian dari mereka ada yang masuk Islam, maka keadaan ini tersiar hingga terdengar oleh kaum muslim yang ada di negeri Habsyah. Mendengar berita itu mereka kembali ke Mekah yang keadaannya kini relatif aman bagi mereka. Kaum muslim bertambah banyak dan kian hari kian bertambah jumlahnya. Selain itu masuk Islam pula orang-orang Anshar yang ada di Madinah dalam jumlah yang cukup banyak, sehingga Islam tersiar di Madinah; dan penduduk Madinah banyak yang datang ke Mekah menemui Rasulullah ﷺ. Ketika orang-orang Quraisy melihat perkembangan itu, maka mereka mengadakan persekongkolan untuk memfitnah dan menindas orang-orang mukmin.
Lalu orang-orang musyrik Mekah mulai melancarkan fitnahnya terhadap kaum mukmin, sehingga kaum mukmin mengalami paceklik yang hebat (karena diboikot oleh mereka). Peristiwa ini merupakan fitnah yang terakhir. Fitnah yang melanda kaum mukmin di masa itu ada dua, yaitu; Pertama, yang menyebabkan sebagian dari mereka hijrah ke negeri Habsyah. Hijrah mereka ke Habsyah berdasarkan perintah dari Nabi ﷺ, dan Nabi ﷺ mengizinkan mereka untuk berangkat ke negeri Habsyah. Sedangkan fitnah lainnya terjadi di saat mereka kembali ke Mekah dan melihat penduduk Madinah berdatangan memeluk agama Islam.
Kemudian datanglah kepada Rasulullah ﷺ dari Madinah para pemimpin orang-orang yang telah masuk Islam dari kalangan mereka. Lalu mereka menjumpai Nabi ﷺ pada musim haji, dan mereka langsung berbaiat mengucapkan janji setianya kepada Nabi ﷺ di Aqabah. Mereka pun mengucapkan janji serta ikrar mereka, "Bahwasanya kami adalah sebagian dari kamu, dan kamu adalah sebagian dari kami. Dan barang siapa di antara sahabat-sahabatmu datang kepada kami, maka kami akan membelanya sebagaimana kami membela diri kami sendiri."
Pada saat itulah orang-orang Quraisy memperkeras penindasannya kepada kaum muslim. Maka Rasulullah ﷺ memerintahkan para sahabatnya untuk keluar menuju Madinah. Peristiwa ini merupakan fitnah yang paling akhir, dan fitnah ini pulalah yang menyebabkan Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya hijrah ke Madinah. Saat itulah Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: “Dan perangilah mereka, supaya tidak ada lagi fitnah, dan supaya agama itu semata mata bagi Allah.” (Al Anfal :39)
Kemudian Muhammad ibnu Jarir meriwayatkannya dari Yunus ibnu Abdul A'la, dari Ibnu Wahb, dari Abdur Rahman ibnu Abuz Zanad, dari ayahnya, dari Urwah ibnuz Zubair, bahwa Al-Walid (yakni Ibnu Abdul Malik ibnu Marwan) berkirim surat kepada Urwah yang isinya seperti apa yang disebutkan di atas. Sanad hadits ini shahih sampai kepada Urwah ibnuz Zubair.
[Selesai tafsir juz ke-9]
Meskipun ucapan Tuhan itu bernada keras dan berisi ancaman, akan tetapi pintu tobat masih tetap terbuka lebar. Maka katakanlah wahai Nabi Muhammad kepada orang-orang yang kafir itu, yakni Abu Sufyan dan kawan-kawannya, serta siapa pun yang tidak percaya keesaan Allah dan berusaha memadamkan cahaya ajaran-Nya, Jika mereka berhenti dari kekafirannya dan memeluk Islam serta tidak memerangi Nabi Muhammad dan para pengikutnya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka yang telah lalu; dan jika mereka kembali lagi melakukan dosa serupa dan memerangi Nabi, maka Allah akan menjatuhkan sanksi atas mereka, karena sungguh, berlaku kepada mereka sunnah, yakni ketetapan Allah, terhadap orang-orang dahulu yang disegerakan jatuhnya sanksi sehingga binasa. Allah akan memenangkan kebenaran atas kebatilan, selama orang-orang yang berpihak pada kebenaran itu tetap tunduk kepada-Nya dan mengikuti ketentuan-ketentuan untuk menang. Ayat yang lalu mengancam jatuhnya siksa bagi yang melanjutkan pembangkangan. Salah satu cara Allah menyiksa adalah melalui kaum muslim, karena itu ayat ini memerintahkan kaum muslim bahwa jika mereka terus membangkang dan berusaha menghalangi kebebasan, maka bertindaklah dan perangilah terus mereka itu sampai tidak ada lagi fitnah, yakni kekacauan, penganiayaan terhadap kaum mukmin dan atau syirik, dan supaya agama atau ketaatan seluruhnya hanya bagi Allah semata. Jika mereka berhenti dari penganiayaan dan atau kemusyrikan serta berpihak pada kebenaran, maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan sekecil dan tersembunyi apa pun, lahir dan batin, sehingga memperlakukan mereka seimbang dengan sikap dan kelakuan mereka.
Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad dan pengikut-pengikutnya untuk menyatakan kepada orang-orang kafir Quraisy, yaitu Abu Sufyan dan pengikut-pengikutnya bahwa Allah memberikan tawaran kepada mereka, apabila mereka mau menghentikan permusuhannya kepada seruan Nabi Muhammad dan menghentikan tipu-dayanya dalam menghalang-halangi tersebarnya agama Allah, mereka masih diberi kesempatan untuk bertaubat. Dan Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka yang sudah mereka lakukan dan mereka tidak akan mengalami siksaan di akhirat.
Demikian juga Rasulullah tidak akan memerangi mereka dan tidak akan menuntut balas terhadap tindakan-tindakan mereka yang telah mereka lakukan baik berupa penyiksaan, pengusiran, pembunuhan, perampasan, maupun lain-lainnya. Hal ini adalah merupakan ketentuan Islam yaitu mencintai perdamaian selama ajaran Islam dapat tersebar di muka bumi dan tidak dihalang-halangi. Akan tetapi apabila seruan agama Islam dihalang-halangi maka umat Islam akan bertindak terhadap orang-orang yang menghalang-halangi tersebut.
Allah memberikan ancaman dan peringatan bahwa apabila mereka tetap tidak menghiraukan seruan itu dan mereka tetap bersikap keras dalam memusuhi ajaran Islam, serta menghalang-halangi dan memerangi kaum muslim, maka sunnah Allah yang telah berlaku terhadap orang-orang dahulu kembali berlaku, yaitu Allah akan membantu perjuangan orang-orang mukmin dan menghancurkan tipu-daya orang-orang kafir.
Allah berfirman:
Sesungguhnya Kami akan menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari tampilnya para saksi (hari Kiamat). (al-Mumin/40: 51)
Untuk memberikan gambaran bahwa apabila orang-orang musyrikin itu betul-betul menghentikan tindakan mereka yang memusuhi Nabi Muhammad menerima seruannya dan masuk Islam, niscaya mereka dapat pengampunan dari Allah. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan Amr bin al-ash berkata:
"Setelah Allah meresapkan agama Islam betul-betul ke dalam hatiku, aku pun datang kepada Nabi dan berkata: "Ulurkan tanganmu, aku akan membaiat kamu. Maka Rasulullah mengulurkan tangan kanannya, lalu aku menarik tanganku. Nabi bertanya: "Mengapa engkau menarik tanganmu?" Aku menjawab: "Aku akan menentukan suatu syarat". Rasulullah bertanya: "Engkau akan mensyaratkan apa?" Aku menjawab: "Aku ingin agar Allah mengampuni aku." Rasulullah bersabda: "Tidakkah engkau mengetahui hai Amr, bahwasanya Islam itu menghapuskan apa yang terjadi sebelumnya, dan bahwasanya hijrah itu telah menghapuskan apa yang sebelumnya dan haji itu menghilangkan dosa-dosa yang sebelumnya." (Riwayat Muslim dari Amr bin al-ash).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Kekalahan besar yang diderita oleh kaum musyrikin di dalam Peperangan Badar itu menimbulkan sakit hati yang sebesar-besarnya pada kaum Quraisy. Dengan tewasnya pemimpin-pemimpin sebagai Abu Jahal, Utbah dan lain-lain menyebabkan pimpinan langsung jatuh ke tangan Abu Sufyan. Dalam satu riwayat disebutkan bahwa Abu Sufyan pergi menemui kabilah-kabilah sekitar Mekah mengumpulkan harta benda untuk membelanjai perang menuntut balas. Menurut Said bin Jubair, Abu Sufyan berusaha menyewa 2.000 orang Habsyi (Negro) untuk membantu mereka menghadapi Perang Uhud. Bahkan menurut keterangan al-Hakam bin Utaibah, Abu Sufyan yang terkenal bakhil itu pun, untuk membelanjai Peperangan Uhud, telah mengeluarkan uang simpanannya 40 uqiyah emas. Satu uqiyah pada masa itu 42 miskal emas. Maka, datanglah ayat ini, yang mengisyaratkan perbuatan mereka.
Ayat 36
‘Sesungguhnya orang-orang yang kafir ilu menafkahkan harta benda mereka untuk menghambat orang daripada jalan Allah."
Mereka hendak mencoba dengan segala daya upaya terus-terusan menghalangi jalan Allah, menghambat dan merintangi. Mereka masih hendak terus memerangi Nabi Allah dan ajaran Islam. “Maka, mereka akan membelanjakan harta itu." Akan mereka belanjakan untuk menegakkan jalan setan. Karena kalau yang mereka perangi itu jalan Allah yang benar, niscaya jalan yang mereka tempuh tidak lain daripada jalan setan. Harta benda itu akan habis mereka musnahkan. “Akan tetapi, kemudian dia akan menjadi penyesalan atas mereka." Sebab berapa pun mereka menyediakan harta benda, tidaklah mereka yang akan menang. Bahkan harta benda yang mereka kumpul untuk membelanjai peperangan melawan Islam, kelaknya akan jatuh menjadi ghanimah rampasan perang kaum Muslimin. Mereka akan menyesal sendiri lantaran itu. “Kemudian itu mereka akan dikalahkan." Sebab itu, harta benda yang mereka kumpulkan pembelanjai peperangan itu adalah perbuatan sia-sia yang timbul dari hawa nafsu dan kekufuran belaka,
“Dan orang-orang yang kafir itu, kepada Jahannamlah mereka akan dikumpulkan."
Harta benda itu akan jatuh ke dalam tangan kaum Muslimin dan mereka bukan kian lama kian naik, melainkan kian menurun. Sebagian besar dari mereka akan tewas lagi dalam perang menghadapi kaum Muslimin dan mana yang tewas dalam kekufurannya itu, nerakalah tempat mereka.
Meskipun sebab nuzul ayat masih bertalian dengan Perang Badar, dan balas dendam kaum musyrikin kelaknya di Peperangan Uhud, yang pada surah Aali ‘Imraan sudah banyak dibicarakan, tetapi ayat ini adalah bekal perisai juga bagi kaum Muslimin sampai akhir zaman. Perhatikanlah betapa di zaman sekarang orang menghambur-hamburkan uang berjuta-juta dollar tiap tahun, bahkan tiap bulan untuk menghalangi jalan Allah yang telah dipegang teguh oleh kaum Muslimin, Perhatikanlah betapa zending dan misi Kristen dari Negara-negara Barat memberi belanja penyebaran agama Kristen ke tanah-tanah dan negeri-negeri Islam. Di antara penyebaran Kristen dan penjajahan Barat terhadap kerja sama yang erat guna melemahkan keyakinan umat Islam kepada agamanya.
Sehingga ada yang berkata bahwa walaupun orang Islam itu tidak langsung menukar agamanya, sekurang-kurangnya bila mereka tidak mengenal agamanya lagi, sudahlah suatu keuntungan besar bagi mereka. Jika bapak-bapaknya dan ibu-ibunya masih saja berkuat memegang iman kepada Allah dan Rasul, moga-moga dengan sistem pendidikan secara baru, jalan pikiran si anak hendaknya berubah sama sekali dengan jalan pikiran kedua orang-tuanya.
Demikian juga propaganda anti-agama, mencemoohkan agama, dan menghapuskan kepercayaan sama sekali kepada adanya Allah. Itu pun dikerjakan pula oleh orang kafir dengan mengeluarkan belanja yang besar. Yang menjadi sasaran tiada lain daripada negeri-negeri Islam.
Di samping itu ada lagi usaha merusakkan moral pemuda di negeri-negeri Islam, dengan menyebarkan majalah-majalah dan buku-buku yang menimbulkan rangsangan nafsu dan syahwat, gambar-gambar porno, dan film-film cabul perusak jiwa pemuda yang baru bangkit pancaroba. Sasarannya tidak lain melainkan pemuda-pemuda di negeri Islam juga.
Maka, apabila kita perhatikan ayat yang tengah kita tafsirkan ini, yang sebab nuzulnya adalah usaha musyrikin Quraisy, lalu disambut oleh penegasan Allah bahwa usaha mereka akan gagal, mereka akan menyesal, sebab mereka akan kalah. Sebabnya ialah karena Rasulullah ﷺ. Dan, para sahabat di waktu itu selalu pula siap dan waspada, dengan senjata di tangan, dengan semangat berkurban dan jihad kaum Muslimin, sehingga mereka merasa pasti bahwa kemenangan ada di pihak Islam. Maka, dibandingkan kepada keadaan sekarang, marilah kita berpikir, adakah kita bersiap atau adakah pada kita semangat Islam yang diwariskan Rasul, sehingga kita sanggup menangkis segala serangan, perang agama dan perang kebudayaan yang tidak diumumkan, tetapi dijalankan itu? Yang senjatanya bukan bom dan meriam, tetapi lebih dahsyat daripada bom dan meriam? Sehingga seorang ayah yang masih tunggang-tunggik mengerjakan shalat lima waktu telah banyak yang berbeda agama dengan anak kandungnya?
Kemudian datang lanjutan ayat,
Ayat 37
“Karena Allah hendak menyisihkan yang buruk dari yang baik."
Artinya, jika orang yang tidak percaya kepada Allah itu membelanjakan harta benda untuk menghalangi jalan Allah, janganlah jadi heran. Sebab, dengan adanya perjuangan terus-menerus seperti itu, Allah akan dapat mengadakan saringan dan penyisihan di antara yang buruk dari yang baik. Semacam yang dinamai sekarang dengan “kristalisasi". Percobaan-percobaan yang hebat, serangan kaum kafir yang terus-menerus tidak lain gunanya ialah untuk menyisihkan mana yang buruk dan mana yang baik. Maka, orang yang beriman akan bertambah kuat imannya lantaran itu. “Dan akan Dia jadikan yang buruk itu setengahnya atas yang setengah, lalu Dia tumpukkan sekaliannya." Artinya, saringan itu akan berjalan terus. Mulanya akan tersisihlah yang buruk itu sehingga tidak tercampur lagi kepada yang baik.
Perjuangan terus-menerus membuat yang baik jadi lebih baik dan terpadu satu dan kuat. Yang buruk pun akan mencari pula yang sejenis lalu terkumpul sehingga lebih jelas siapa dia, siapa kawan dan siapa lawan. “Kemudian Dia masukkan ke neraka Jahannam." Kejahatan dan keburukan mereka di dunia akan mereka bawa terus, menjadi corak hidup mereka sampai ke akhirat dan di akhirat nerakalah tempat yang disediakan buat mereka.
“Mereka itulah orang-orang yang rugi."
Mereka menjadi rugi, sebab apa yang mereka perjuangkan di atas dunia bukanlah perkara yang benar. Perhatikanlah, sampai kepada zaman kita sekarang ini, telah terjadi suatu peperangan, kedua pihak yang berperang selalu mencari dalih, berusaha dan berpropaganda untuk “membenarkan" sikap mereka, walaupun sikap itu tidak benar, hanyalah akan membawa rugi juga. Tenaga habis, harta benda punah, nyawa melayang, hasil tidak ada, hanya kalah dan rugi, dan di akhirat ditunggu oleh nyala Jahannam.
Ucapan-ucapan dalam ayat ini adalah menunjukkan kepastian jiwa atas kemenangan. Maka, datanglah ayat selanjutnya.
Ayat 38
“Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu: jika mereka mau berhenti, akan diampunilah bagi mereka apa yang telah berlalu."
Artinya, meskipun telah demikian tegasnya kesalahan sikap mereka, dan telah tegas pula bahwa mereka tidak akan menang, melainkan kalah di dunia dan Jahannam di akhirat, tetapi pintu buat tobat masih terbuka. Kalau mereka segera meninggalkan sikap permusuhan, lalu masuk ke dalam Islam maka segala sikap-sikap jahat mereka yang telah lalu tidak akan dibuka-buka lagi, mereka diberi maaf dan dianggap sebagai kawan.
“Namun, jika mereka kembali lagi maka sungguh telah berlalu contoh orang-orang yang terdahulu."
Maksud kembali di sini ialah kembali memerangi Rasul dan agama. Orang Quraisy yang telah dikalahkan dalam Peperangan Badar dan telah menderita kerugian harta dan jiwa yang sangat menyengsarakan mereka, kalau ada yang tobat, akan diterima tobatnya dan hal-hal yang telah lalu tidak akan disebut singkap lagi. Akan tetapi, kalau mereka mau mengulangi berperang lagi, Rasul dan orang-orang yang Mukmin selalu siap menghadapi dan mereka boleh mengingat contoh teladan bagaimana kesudahan nasib umat-umat yang telah berlalu yang menentang rasul-rasul dan nabi-nabi Allah; mereka hancur dan celaka.
Dengan keterangan ini dapatlah dipahami bahwa pintu selamanya terbuka buat menerima kedatangan dan ketundukan mereka dan pintu perang pun tetap pula terbuka, kalau mereka masih meneruskan perlawanan. Pendirian yang ditentukan oleh ayat ini dipegang terus oleh Rasul, sampai akhir hayat beliau dan jadi pedoman pula bagi kaum Muslimin seterusnya.
Amr bin al-Ash dahulu adalah seorang pemuda harapan kaum Quraisy buat menentang Rasul. Sampai dia diangkat kaum Quraisy menjadi utusan menghadap Najasyi di Habsyi (Abessinia) meminta agar kaum Muslimin yang hijrah ke sana di bawah pimpinan Ja'far bin Abi Thalib, sebagai meminta perlindungan politik supaya dikembalikan ke Mekah. Usahanya itu tidak berhasil. Dalam perlawanan-perlawanan terhadap Rasul sesudah itu, dia selalu turut.
Namun, akhirnya dia insaf maka sesudah Perdamaian Hudaibiyah, bersama Khalid bin Walid dia datang sendiri ke Madinah, tobat dan menyatakan diri menjadi muslim.
Menurut sebuah Hadits Muslim, Amr bin al-Ash sendiri bercerita, “Setelah Allah mem-bukakan hatiku kepada Islam lalu aku datang kepada Nabi Muhammad ﷺ. Dan, berkata, ‘Berikanlah tanganmu, ya Rasulullah, karena aku hendak berbaiat (menyatakan kesetiaan)."‘ Lalu beliau menghulurkan tangan kanannya, tetapi aku tarik tanganku kembali. Lalu, beliau bertanya, “Mengapa engkau begitu?" Aku jawab: “Aku hendak mengemukakan satu syarat!" Lalu tanya beliau, “Syarat apa yang engkau minta?" Aku jawab, “Supaya engkau beri ampun aku!" Lalu sabda beliau, ‘Tidakkah engkau tahu wahai Amr? Bahwa Islam meruntuhkan apa yang sebelumnya? Dan hijrah pun meruntuhkan apa yang sebelumnya? Dan haji pun meruntuhkan yang sebelumnya?"
Artinya dengan mengucap dua kalimat syahadat, segala yang lama-lama itu sudah habis dengan sendirinya, sehingga tidak perlu meminta ampun lagi. Pengakuan Islam itu sendiri sudahlah menjadi pintu dari segala ampunan.
Serangan Khalid bin Walidlah yang menyebabkan kekalahan kaum Muslimin dalam Peperangan Uhud. Setelah dia hijrah ke Madinah dan menyatakan masuk Islam, hari itu juga dia sudah lebur ke dalam masyarakat Islam.
Bahkan Abu Sufyan, yang sejak permulaan perjuangan, sampai saat terakhir dengan takluknya Mekah memusuhi Rasul, yang istrinya Hindun merobek dada Hamzah setelah beliau tewas di Perang Uhud, lalu menguis jantungnya yang masih bergerak-gerak ketika direnggutkan nya dari dalam dadanya, setelah dia menyatakan takluk ketika Mekah akan ditaklukkan, di saat masuknya ke Islam itu juga dia diberi maaf atas kesalahannya selama ini, bahkan diberi kehormatan besar bahwa orang yang berlindung ke dalam rumahnya tidak akan dipengapakan, sebagai juga orang yang berlindung ke dalam masjid.
Ayat 39
“Dan, perangilah mereka sehingga tidak ada fitnah lagi dan jadilah agama seluruhnya untuk Allah."
Di sini kita bertemu perkataan fitnah yang ketiga kali. Di ayat 25 kita disuruh berawas diri dari bahaya fitnah, yang bukan saja akan menimpa orang yang zalim, bahkan orang baik-baik pun bisa terkena. Itulah fitnah cemburu-mencemburui dan perpecahan sesama sendiri, yang akan menghancurkan kekuatan kita. Di ayat 28 diperingatkan pula bahwasanya anak-anak dan harta-harta adalah fitnah bagi diri seseorang, yang berarti cobaan. Di ayat ini kita bertemu sekali lagi dengan kata fitnah. Kaum Muslimin di bawah pimpinan Nabinya disuruh teruskan berperang terhadap kaum musyrikin itu, sehingga fitnah habis. Sebelum kaum musyrikin itu kalah dan habis kekuatan mereka, mereka masih akan tetap menimpakan fitnah yang berarti cobaan juga bagi iman kaum Muslimin. Yaitu kaum musyrikin itu akan selalu menghalangi, menghambat orang Islam mengerjakan agama mereka, bahkan memaksa orang Islam supaya kembali kepada agama mereka yang lama. Mereka halangi masuk Masjidil Haram, mereka ejek-ejek dan mereka bersiul-siul dan bertepuk tangan kalau ada orang Islam sedang mengerjakan thawaf. Sehingga lantaran itulah mereka terpaksa hijrah ke negeri Habsyi dua kali dan akhirnya hijrah ke Madinah.
Sekarang orang Islam diwajibkan memerangi mereka, sehingga mereka kalah dan hancur, sehingga mereka tidak dapat lagi memfitnah orang mengerjakan agama, dan jadilah agama itu seluruhnya untuk Allah. Sebab, apabila Islam telah mencapai kekuasaan, tidak akan terjadi lagi menghalangi orang mengerjakan agamanya, yaitu menyembah Allah Yang Maha Esa dengan sebenar-benar persembahan, dan tidak ada paksaan dalam agama. Malahan setelah Islam berkuasa di Madinah, orang Yahudi bebas mengerjakan agama mereka. Dan, mereka diperangi bukanlah lantaran mereka Yahudi, melainkan lantaran mereka menentang kekuasaan Rasul yang sah di negeri itu, padahal pada mula masuk ke negeri itu telah diperbuat perjanjian yang diakui oleh kedua belah pihak, akan hidup bertetangga secara damai dan baik. Sebagaimana telah kita uraikan pada surah al-Baqarah ayat 256 (juz 3), tidak ada paksaan pada agama. Di zaman jahiliyyah beberapa orang anak orang Anshar mereka serahkan ke dalam pendidikan orang Yahudi, lalu anak itu menjadi Yahudi. Setelah ayah mereka masuk Islam dan menjadi ansharul Islam, mereka hendak mengambil anak mereka kembali dengan cara paksaan dari tangan Yahudi itu, lalu dicegah oieh Rasulullah ﷺ, karena agama bukanlah soal paksaan. Kalau orang musyrikin itu diperangi, bukanlah karena agama mereka, melainkan mengajak mereka yang mengakui penganut agama Hanif Nabi Ibrahim, supaya kembali kepada dasar asli agama itu, bukan mengerjakan agama campur aduk, yang tidak tentu ujung pangkalnya itu.
“Maka, jika mereka berhenti, sesungguhnya Allah terhadap apa yang mereka kerjakan itu adalah melihat."
Sebagai sambungan dan kenyataan dari ayat-ayat yang selanjutnya. Musyrik itu akan terus diperangi, sampai mereka tidak berkutik lagi untuk memfitnah orang mengerjakan agama, sehingga agama menjadi bersih dari segala gangguan dan langsung memuja beribadah kepada Allah. Sampai mereka kalah atau sampai mereka berhenti, tidak melawan lagi. Apabila mereka tidak melawan lagi, mereka pun tidak akan diperangi lagi, malahan Allah sendiri melihat bagaimana tingkah-laku mereka selanjutnya. Maka, berlakulah di dalam Islam beberapa peraturan, yaitu negeri yang ditaklukkan dan dikalahkan, dan negeri yang meminta damai. Yang kalah dan takluk diperintah langsung oleh kekuasaan Islam (seluruhnya dikuasai). Dan, yang meminta damai (shulh) dihentikan memeranginya, lalu disuruh membayar upeti. Dalam penyerangan yang sedang hebat, kalau pihak musuh meminta berdamai, penyerangan segera dihentikan dan diadakan penyelesaian, Dan, mereka langsung di bawah perlindungan.
Ayat 40
“Dan, jika mereka berpaling."
Yaitu tidak mau memedulikan seruan damai, yang telah diatur menurut peraturan yang khusus, melainkan mereka meneruskan perlawanan juga.
“Maka, ketahuilah olehmu, bahwasanya Allah adalah pelindungmu, semulia-mulia pelindung, semulia-mulia penolong."
Di sini ditegaskan bahwa terhadap orang yang demikian, janganlah kamu ragu-ragu, hendaklah hadapi terus, sebab Allah akan menjadi pelindungmu. Orang yang yakin akan perlindungan Allah pasti menang. Sebab, kalau Allah yang menjadi pelindung, tidaklah perlindungan-Nya itu akan mengecewakan dan kalau Allah yang menjadi penolong, tidaklah pertolongan-Nya akan sia-sia.
Ayat ini menunjukkan tujuan peperangan dalam Islam dengan sejelas-jelasnya. Tujuan perang hanya membuat sebagai penghalang agama tidak berkutik lagi. Kalau mereka tunduk, ketundukan mereka diterima dan ditilik. Akan tetapi, kalau mereka tidak mau diajak berunding, melainkan hendak terus juga, hendaklah hadapi terus sampai mereka tidak bangun lagi. Allah menjamin akan menolong.
Dan, kelak kita akan bertemu dengan ayat 60 dari surah ini, yang memerintahkan kaum Muslimin selalu siap dan waspada, selalu sedia kekuatan peperangan, alat senjata, perlengkapan dan perbekalan dan kuda kendaraan sehingga musuh berpikir 1.000 kali terlebih dahulu sebelum berhadapan dengan kaum Muslimin.
Dengan ayat-ayat yang kita terima langsung dari Al-Qurran, dengan sendirinya tertolaklah tuduhan musuh-musuh Islam di zaman sekarang, yang menyatakan bahwa Islam dimajukan dengan pedang. Islam tidak dipaksakan dan dimajukan dengan pedang. Dia tidak akan mengganggu agama lain, bahkan melindungi kalau dia berkuasa. Akan tetapi, kalau dia tidak berpedang, tidak bersenjata, pastilah tenaga-tenaga jahat dalam dunia ini akan mengganggunya; dan telah berkali-kali mengganggunya, sampai sekarang!