Ayat
Terjemahan Per Kata
وَإِذۡ
dan ketika
يَمۡكُرُ
merencanakan tipu daya
بِكَ
terhadap kamu
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
كَفَرُواْ
kafir/ingkar
لِيُثۡبِتُوكَ
untuk mereka menahanmu
أَوۡ
atau
يَقۡتُلُوكَ
mereka membunuhmu
أَوۡ
atau
يُخۡرِجُوكَۚ
mereka mengusirmu
وَيَمۡكُرُونَ
dan mereka membuat tipu daya
وَيَمۡكُرُ
dan membuat tipu daya
ٱللَّهُۖ
Allah
وَٱللَّهُ
dan Allah
خَيۡرُ
sebaik-baik
ٱلۡمَٰكِرِينَ
pengatur tipu daya
وَإِذۡ
dan ketika
يَمۡكُرُ
merencanakan tipu daya
بِكَ
terhadap kamu
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
كَفَرُواْ
kafir/ingkar
لِيُثۡبِتُوكَ
untuk mereka menahanmu
أَوۡ
atau
يَقۡتُلُوكَ
mereka membunuhmu
أَوۡ
atau
يُخۡرِجُوكَۚ
mereka mengusirmu
وَيَمۡكُرُونَ
dan mereka membuat tipu daya
وَيَمۡكُرُ
dan membuat tipu daya
ٱللَّهُۖ
Allah
وَٱللَّهُ
dan Allah
خَيۡرُ
sebaik-baik
ٱلۡمَٰكِرِينَ
pengatur tipu daya
Terjemahan
(Ingatlah) ketika orang-orang yang kufur merencanakan tipu daya terhadapmu (Nabi Muhammad) untuk menahan, membunuh, atau mengusirmu. Mereka membuat tipu daya dan Allah membalas tipu daya itu. Allah adalah sebaik-baik pembalas tipu daya.
Tafsir
(Dan) ingatlah hai Muhammad (ketika orang-orang kafir Quraisy merencanakan tipu muslihat terhadap dirimu) mereka mengadakan pertemuan di Darun Nadwah tempat mereka bermusyawarah guna mengadakan makar terhadap dirimu (untuk menangkapmu) untuk mengikatmu dan memenjarakanmu (atau membunuhmu) di mana mereka secara beramai-ramai membunuhmu (atau mengusirmu) dari Kota Mekah. (Mereka merencanakan tipu muslihat) terhadap dirimu (akan tetapi Allah menggagalkan rencana mereka dengan cara memberikan pemberitahuan kepadamu melalui wahyu-Nya akan rencana mereka dan Dia memerintahkan kamu untuk keluar terlebih dahulu. (Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu muslihat). Dia Maha Mengetahui tentang tipu muslihat.
Tafsir Surat Al-Anfal: 30
Dan (ingatlah) ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah selihai-lihai Pembalas tipu daya.
Ibnu Abbas, Mujahid, dan Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “Untuk menangkapmu.” (Al-Anfal: 30) Yakni untuk membelenggumu.
‘Atha’ dan Ibnu Zaid mengatakan, makna yang dimaksud ialah 'untuk menangkapmu'.
As-Suddi mengatakan bahwa al-isbat artinya memenjarakan dan mengikat. Apa yang dikatakan oleh As-Suddi ini mencakup semua pendapat yang disebutkan di atas. Dalam pendapat ini tersimpulkan semua pendapat di atas, mengingat pengertian inilah yang kebanyakan dilakukan oleh seseorang yang hendak berbuat jahat terhadap orang lain.
Sunaid telah meriwayatkan dari Hajjaj, dari Ibnu Juraij, bahwa ‘Atha’ pernah mengatakan bahwa dia pernah mendengar Ubaid ibnu Umair berkata bahwa ketika orang-orang Quraisy merencanakan usaha mereka terhadap diri Nabi ﷺ untuk menangkapnya atau membunuhnya atau mengusirnya, maka pamannya (yaitu Abu Thalib) bertanya kepada beliau, "Tahukah kamu apakah yang direncanakan oleh mereka terhadap dirimu?" Nabi ﷺ menjawab, "Mereka hendak memenjarakanku, atau membunuhku atau mengusirku." Abu Thalib bertanya keheranan, "Siapakah yang memberitahukanmu?" Nabi ﷺ menjawab, "Tuhanku." Abu Thalib berkata, "Sebaik-baik Tuhan adalah Tuhanmu, perintahkanlah kepadanya untuk tetap berbuat baik." Nabi ﷺ menyangkal, "Saya memerintahkan kepada-Nya? Tidak, bahkan Dia-lah yang memerintahkan kepadaku."
Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Ismail Al-Masri yang dikenal dengan nama julukan Al-Wasawisi, telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid ibnu Abu Daud, dari Ibnu Juraij, dari ‘Atha’, dari Ubaid ibnu Umair, dari Al-Muttalib ibnu Abu Wida'ah, bahwa Abu Thalib berkata kepada Rasulullah ﷺ, "Apakah yang direncanakan kaummu terhadap dirimu?" Nabi ﷺ menjawab, "Mereka bermaksud untuk memenjarakanku, atau membunuhku atau mengusirku." Abu Thalib bertanya, "Siapakah yang memberitahukan hal itu kepadamu?" Nabi ﷺ menjawab, "Tuhanku." Abu Thalib berkata, "Sebaik-baik Tuhan adalah Tuhanmu, maka pesankanlah kepada-Nya untuk tetap berbuat baik.” Nabi ﷺ menyangkal, "Aku memerintahkan kepada-Nya? Tidak, bahkan Dia-lah yang memerintahkan kepadaku." Al-Muttalib ibnu Wida'ah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu turunlah firman-Nya: “Ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkapmu dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu.” (Al-Anfal: 30), hingga akhir ayat.
Penyebutan Abu Thalib dalam hadits ini sangat aneh, bahkan tidak dapat diterima, mengingat ayat ini adalah ayat Madaniyah. Kemudian kisah ini dan persekongkolan orang-orang Quraisy untuk melakukan makar guna memenjarakan Nabi ﷺ atau mengusirnya atau membunuhnya hanyalah terjadi di malam hijrah. Hal ini pun baru terjadi selang tiga tahun kemudian, sesudah Abu Thalib meninggal dunia. Dengan meninggalnya Abu Thalib barulah mereka berani berbuat seenaknya terhadap diri Nabi ﷺ; di masa Abu Thalib masih ada, mereka tidak berani berbuat demikian karena Abu Thalib selalu melindungi dan membelanya serta menanggung semua bebannya.
Dalil yang menunjukkan kebenaran dari pendapat yang kami katakan ialah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muhammad ibnu lshaq ibnu Yasar, penulis kitab Al-Magazi. Ia meriwayatkannya dari Abdullah ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas. Muhammad ibnu Ishaq telah mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepadanya Al-Kalbi, dari Bazan maula Ummu Hani, dari Ibnu Abbas. bahwa segolongan orang dari kalangan orang-orang terhormat kabilah Quraisy mengadakan pertemuan di Darun Nadwah.
Kemudian Iblis muncul di kalangan mereka dalam rupa seorang syekh yang anggun. Ketika mereka melihatnya, mereka berkata, "Siapakah engkau ini?" Iblis yang berupa orang tua itu menjawab, "Aku seseorang dari Najd. Aku mendengar bahwa kalian mengadakan pertemuan, maka aku berkeinginan untuk menghadiri pertemuan kalian ini, dan saran serta pendapatku nanti niscaya tidak akan sia-sia bagi kalian." Mereka berkata, "Kalau begitu, silakan masuk." Maka iblis pun bergabung bersama dengan mereka.
Iblis membuka pembicaraannya, "Kemukakanlah pendapat kalian terhadap lelaki ini (Nabi ﷺ). Demi Allah, benar-benar telah dekat waktunya dia akan menyaingi urusan kalian dengan urusannya." Seseorang di antara mereka berkata, "Penjarakanlah dia dalam keadaan dibelenggu, kemudian tunggulah saat kematiannya dalam keadaan demikian, sebagaimana telah mati orang-orang yang sebelumnya yang serupa dengan dia dari kalangan ahli syair, seperti Zuhair dan Nabigah. Sesungguhnya dia hanyalah salah seorang dari mereka."
Maka si iblis musuh Allah itu yang berupa seorang tua dari Najd itu menjerit seraya berkata, "Demi Allah, ini bukanlah pendapat yang tepat bagi kalian. Demi Allah, Tuhannya kelak benar-benar akan membebaskannya dari tahanannya untuk dihantarkan lagi kepada para sahabatnya. Dan dalam waktu yang dekat para sahabatnya pasti akan berhamburan menuju kepadanya untuk membebaskannya dari tangan kalian, lalu para sahabatnya membelanya dari ulah kalian. Maka saya tidak dapat menjamin keselamatan kalian, mereka pasti akan mengeluarkan (mengusir) kalian dari negeri kalian sendiri."
Para hadirin dalam pertemuan itu berkata, "Orang tua ini benar, maka kemukakanlah oleh kalian pendapat lainnya." Salah seorang dari mereka ada yang mengatakan, "Kita usir saja dia sehingga kita terbebas darinya, karena sesungguhnya apabila dia telah diusir, niscaya tidak akan membahayakan kalian apa yang diperbuatnya di mana pun ia berada selagi jauh dari kalian; dan urusannya bukan lagi di antara kalian, tetapi di kalangan orang lain."
Iblis berkata, "Demi Allah, ini pun bukan pendapat yang tepat bagi kalian, bukankah kalian telah mendengar sendiri tutur katanya yang manis dan lisannya yang fasih sehingga dapat mengetuk hati orang yang mendengar pembicaraannya? Demi Allah, seandainya kalian melakukan hal itu, dan dia menyeru orang-orang Arab, niscaya semua orang Arab akan mendukungnya. Kemudian mereka benar-benar akan datang kepada kalian untuk mengusir kalian dari negeri kalian dan membunuh para pemimpin kalian."
Mereka berkata, "Benarlah apa yang dikatakannya, demi Allah. Maka kemukakanlah pendapat lainnya." Abu Jahal la'natullahi 'alaihi mengemukakan pendapatnya, "Demi Allah, sesungguhnya aku menyarankan kepada kalian suatu pendapat yang belum kalian sadari sebelumnya. Menurutku tiada pendapat lain kecuali yang akan kukemukakan." Mereka berkata, "Pendapat apakah itu?" Abu Jahal berkata, "Kalian harus mengambil seorang pemuda yang kuat dan sigap dari setiap kabilah. Kemudian setiap pemuda dipersenjatai dengan pedang yang tajam, lalu mereka memukulnya secara beramai-ramai dengan sekali pukul. Apabila dia (Muhammad) terbunuh, maka darahnya terbagi-bagi di kalangan semua kabilah yang terlibat. Maka menurut dugaanku kabilah Bani Hasyim tidak akan kuat berperang menghadapi semua kabilah Quraisy. Apabila mereka menyadari kemampuannya, niscaya mereka mau menerima 'aql (diat), sehingga kita terbebas darinya dan kita telah memutus gangguannya."
Maka si orang tua dari Najd itu berkata, "Ini baru suatu pendapat yang jitu, demi Allah. Menurut hematku pendapat yang terbaik adalah apa yang baru dikemukakan oleh orang ini."
Maka mereka bubar dengan kesepakatan yang bulat atas usul Abu Jahal itu. Kemudian Malaikat Jibril datang kepada Nabi ﷺ dan memerintahkan kepadanya agar jangan menginap di tempat tidur yang biasa ditempatinya, dan memberitahukan kepadanya tentang tipu muslihat dan makar yang akan dilakukan oleh kaumnya. Pada malam itu Rasulullah ﷺ tidak menginap di rumahnya, dan saat itu juga Allah memerintahkan kepadanya untuk berhijrah, lalu Allah menurunkan kepadanya surat Al-Anfal setibanya di Madinah. Di dalam surat Al-Anfal disebutkan nikmat-nikmat yang telah dilimpahkan oleh Allah kepadanya dan ujian yang telah ditimpakan kepadanya dari sisi-Nya: “Dan (ingatlah) ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah selihai-lihai Pembalas tipu daya.” (Al-Anfal: 30)
Sehubungan dengan ucapan orang-orang kafir Quraisy yang mengatakan, "Tunggulah saat kematiannya seperti kematian orang-orang yang sebelumnya dari kalangan para penyair," Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: “Bahkan mereka mengatakan, ‘Dia adalah seorang penyair yang kami tunggu-tunggu kecelakaan menimpanya’." (Ath-Thur: 30) Hal tersebut terjadi pada hari pertemuan mereka untuk berbuat makar terhadap Nabi ﷺ yang dikenal dengan 'hari Zahmah'. Hal seperti ini pun telah diriwayatkan dari As-Suddi.
Dan sehubungan dengan niat mereka untuk mengusirnya dari Mekah, Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: “Dan sesungguhnya benar-benar mereka hampir membuatmu gelisah di negeri (Mekah) untuk mengusirmu darinya; dan kalau terjadi demikian, niscaya-sepeninggalmu mereka tidak tinggal, melainkan sebentar saja.” (Al-Isra: 76)
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Aufi dari Ibnu Abbas.
Hal yang serupa telah diriwayatkan dari Mujahid, Urwah ibnuz Zubair, Musa ibnu Uqbah, Qatadah, Miqsam, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Yunus ibnu Bukair telah meriwayatkan dari Ibnu Ishaq, bahwa lalu Rasulullah ﷺ tinggal dalam keadaan menunggu perintah Allah (untuk hijrah). Hingga manakala kabilah Quraisy mengadakan pertemuan dan sepakat untuk berbuat makar terhadap dirinya menurut apa yang mereka kehendaki, maka Jibril a.s. datang kepada Nabi ﷺ dan memerintahkan beliau agar malam itu tidak tidur di tempat biasanya. Lalu Rasulullah ﷺ memanggil Ali ibnu Abu Thalib dan memerintahkannya untuk tidur di tempat tidurnya serta menyelimuti dirinya dengan kain selimut hijau yang biasa dipakainya, maka Ali mengerjakan apa yang diperintahkan kepadanya.
Selanjutnya Rasulullah ﷺ sendiri keluar dengan melewati kaum musyrik yang telah berada di depan pintu rumahnya. Nabi ﷺ keluar dengan membawa segenggam pasir, kemudian beliau taburkan pasir itu ke atas kepala mereka. Mereka tidak dapat melihatnya karena Allah telah menutupi mata mereka dari Nabi-Nya hingga mereka tidak dapat melihatnya. Nabi ﷺ keluar seraya membacakan firman-Nya: “YaSin, Demi Al-Qur'an yang penuh hikmah.” (Yasin: 1-2) sampai dengan firman-Nya: “Dan Kami tutup mata mereka sehingga mereka tidak dapat melihat.” (Yasin: 9)
Al-Hafidzh Abu Bakar Al-Baihaqi mengatakan, hal yang menguatkan riwayat di atas telah diriwayatkan dari Ikrimah.
Ibnu Hibban di dalam kitab Shahih-nya dan Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak telah meriwayatkan melalui hadits Abdullah ibnu Usman ibnu Khatsyam, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Siti Fatimah masuk menemui Rasulullah ﷺ seraya menangis. Maka Nabi ﷺ bertanya, "Wahai putriku, apakah yang menyebabkan engkau menangis?" Siti Fatimah menjawab, "Wahai ayahku, bagaimana aku tidak menangis, sedangkan golongan orang-orang terkemuka dari kabilah Quraisy telah membuat perjanjian dengan nama Lata, Uzza, dan Manat yang ketiga di Hijir, bahwa seandainya mereka melihatmu, maka mereka akan bersama-sama bangkit ke arahmu untuk membunuhmu secara beramai-ramai. Tidak ada seorang pun dari mereka melainkan telah mengenali bagiannya dari darahmu."
Rasulullah ﷺ bersabda, "Ambilkanlah air wudu untukku." Lalu Rasulullah ﷺ berwudu, kemudian keluar menuju masjid. Ketika mereka melihatnya, mereka berkata, "Ini dia orangnya!" Tetapi dengan serta merta kepala mereka tertunduk dan mereka tidak dapat mengangkat pandangannya. Lalu Rasulullah ﷺ mengambil segenggam pasir dan menaburkannya kepada mereka seraya bersabda, "Semoga wajah-wajah ini kelilipan." Maka tiada seorang lelaki pun dari mereka yang terkena oleh pasir itu melainkan pasti gugur dalam Perang Badar dalam keadaan kafir.
Imam Hakim mengatakan bahwa hadits ini shahih dengan syarat Imam Muslim, tetapi keduanya tidak mengetengahkannya. Imam Hakim mengatakan bahwa ia tidak melihat adanya cela dalam sanad hadits ini.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, telah menceritakan kepadaku Usinan Al-Jariri, dari Miqsam maula Ibnu Abbas yang menceritakan hadits berikut dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: “Dan (ingatlah) ketika orang-orang kafir Quraisy memikirkan tipu muslihat terhadapmu.” (Al-Anfal: 30), hingga akhir ayat. Bahwa orang-orang Quraisy mengadakan musyawarah di Mekah pada suatu malam.
Sebagian dari mereka mengatakan, "Besok pagi kita tangkap dia, lalu kita ikat." Yang mereka maksudkan adalah Nabi ﷺ. Sebagian yang lain mengatakan, "Tidak, tetapi kita harus membunuhnya." Sedangkan sebagian lagi mengatakan, "Tidak, tetapi kita usir saja dia." Lalu Allah ﷻ memperlihatkan makar tersebut kepada Nabi-Nya. Maka Ali tidur di tempat tidur Rasulullah ﷺ, dan Nabi ﷺ sendiri berangkat menuju gua, sedangkan orang-orang musyrik semalaman menjaga Ali yang mereka sangka Nabi ﷺ. Kemudian pada pagi harinya mereka menyerangnya secara bersamaan, tetapi ketika mereka membuka selimutnya ternyata dia adalah Ali. Allah membalas tipu muslihat mereka. Lalu mereka bertanya, "Ke manakah temanmu?”
Lalu mereka menelusuri jejaknya. Ketika mereka sampai di bukit, mereka kehilangan jejak, kemudian mereka mendaki bukit itu dan melewati gua yang dimaksud, tetapi mereka melihat di pintu gua itu ada sarang laba-laba. Maka mereka berkata, "Seandainya dia memasuki gua ini, niscaya sarang laba-laba itu tidak akan ada lagi di mulutnya.” Nabi ﷺ tinggal di dalam gua itu selama tiga malam.
Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Muhammad ibnu Ja'far ibnuz Zubair, dari Urwah ibnuz Zubair yang mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah selihai-lihai Pembatas tipu daya.” (Al-Anfal: 30) Yakni engkau (Muhammad) membalas tipu daya mereka dengan tipu daya-Ku Yang Maha Teguh, hingga Aku selamatkan kamu dari mereka.
Nabi Muhammad pun diingatkan oleh Allah tentang nikmat yang harus disyukuri, terutama ketika Allah menyelamatkannya dari upaya jahat orang-orang kafir Mekah. Dan ingatlah wahai Nabi Muhammad, ketika tokoh dan pemuka orang-orang kafir Mekah, terutama dari kalangan kaum Quraisy memikirkan dan merencanakan tipu daya terhadapmu Nabi Muhammad untuk mence-lakakanmu dengan menangkap dan memenjarakanmu, atau membunuhmu, atau mengusirmu dari Mekah. Mereka selalu memikirkan dan membuat tipu daya dan Allah membuat apa yang serupa dengan tipu daya yang lebih hebat, sehingga menggagalkan tipu daya mereka itu. Mereka mengatur rencana jahat, tapi Allah juga punya rencana menyelamatkan dirimu dari kejahatan mereka. Dan rencana Allah itu lebih baik, lebih kuat dan lebih unggul, karena Allah adalah sebaik-baik pembalas tipu daya. Begitulah rencana makar mereka terhadap Rasulullah, dan masih ada lagi sikap buruk mereka terhadap apa yang diturunkan kepada beliau. Dan perhatikanlah sikap permusuhan yang diperlihatkan oleh orang-orang kafir apabila ayat-ayat Kami, yakni ayat-ayat Al-Qur'an, dibacakan atau disampaikan oleh siapa pun kepada mereka. Kebodohan dan keangkuhan mereka yang sangat, mendorong mereka untuk berkata, Sesungguhnya kami telah mendengar ayat-ayat seperti ini. Ia biasa biasa saja, tidak memiliki keistimewaan, jika kami menghendaki niscaya kami dapat membacakan atau membuat yang seperti ini. Yang dibacakan dari ayat-ayat Al-Qur`an ini tidak lain hanyalah dongeng orang-orang terdahulu.
Allah mengingatkan Nabi Muhammad dan sahabatnya tentang suatu peristiwa yang pernah mereka alami, pada saat mereka berada di Mekah. Mereka diselamatkan dari siksaan orang-orang musyrikin. Ketika itu orang-orang kafir Quraisy merencanakan tipu-daya yang harus dilakukan terhadap Nabi, yaitu menawan Nabi sehingga ia tidak dapat bertemu dengan manusia dan tidak dapat lagi menyebarkan agama Islam, atau membunuh Nabi dengan cara yang menyukarkan kabilahnya untuk menuntut balas, sehingga tidak menyebabkan bahaya bagi siapa yang membunuhnya, atau mengusir Nabi dan mengasingkan ke tempat yang terpencil.
Pada saat itu orang-orang kafir Quraisy merencanakan tipu-daya. Allah memberikan bantuan-Nya kepada Nabi Muhammad, yaitu Allah menggagalkan usaha mereka dengan jalan memerintahkan Nabi dan sahabatnya hijrah ke Medinah, sehingga Nabi dan para sahabatnya terhindar dari tipu-daya orang musyrikin.
Allah menegaskan bahwa Dia adalah sebaik-baik pembalas tipu-daya, yaitu dapat mengalahkan tipu-daya orang-orang musyrikin, dan orang-orang kafir Quraisy yang ingin mencelakakan Nabi.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 30
“Dan, ingatlah tatkala telah mengatur tipu daya orang-orang yang kafir itu terhadap engkau, buat menawan engkau atau membunuh engkau atau mengeluarkan engkau."
Ketiga-tiga maksud ini telah pernah dimusyawarahkan oleh kaum musyrikin, terutama oleh pemuka-pemuka mereka di Mekah. Menurut riwayat dari Ibnul Ishaq dalam sirahnya, Ibnu Jarir dalam tafsirnya, Ibnul Mundzir, Ibnu Abi Hatim dalam tafsir mereka pula, dan Abu Nu'aim dan al-Baihaqi dalam Dalailui Nubuwwah, riwayat dari Ibnu Abbas bahwa orang-orang yang terkemuka dari kabilah-kabilah Quraisy itu berkumpul memperkatakan sikap yang akan diambil terhadap Nabi ﷺ ke Majelis Darun Nadwah, yaitu balairung mereka yang terkenal itu.
Masing-masing menyatakan pikiran, sikap apa yang baik dilakukan terhadap Muhammad. Maka, satu goiongan mengatakan lebih baik dia segera ditangkap dibelenggu tangannya dan dimasukkan ke dalam penjara, diputuskan hubungannya dengan dunia luar, dikirim saja makanan ke dalam dan dibiarkan di sana sampai dia mati.
Yang lain menyatakan pula satu cara lain, yaitu dia diusir dan dibuang dari dalam negeri Mekah, dan tidak boleh lagi masuk ke dalam Mekah buat selama-lamanya.
Dalam riwayat itu disebutkan bahwa seorang orang tua, yang mengatakan bahwa dia datang dari Nejd, minta izin masuk dalam majelis itu. Orang tidak kenal siapa dia selama ini. Pembawa riwayat mengatakan bahwa dia adalah iblis sendiri menjelmakan diri sebagai manusia. Maka, dia pun turut campur memberikan nasihatnya, lalu membantah kedua usul itu. Tentang usul yang pertama, orang tua dari Nejd itu membantah, mengatakan bahwa pengikut-pengikut Muhammad tentu akan mengeluarkannya dari dalam penjara dengan paksa, lalu mereka keluar bersama-sama dari negeri ini, sehingga kamu tidak aman kalau keluar hendak pergi ke mana-mana dari dalam negeri ini. Usul yang kedua dibantahnya pula. Katanya, kamu sendiri tahu bahwa Muhammad itu sangat bijak berkata-kata, pandai menarik hati orang, lidahnya amat fasih. Maka, kalau kamu buang dia dari dalam negeri ini, dia akan mencari pengikut yang lebih banyak, dan orang-orang Arab di luar Mekah akan mengikutinya dengan setia, maka negerimu ini akan mereka serang, kamu semua akan diusir dari dalamnya dan pemuka-pemuka kamu akan dibunuhnya.
Kemudian Abu Jahal mengemukakan usul yang ketiga, “Kita ambil dari tiap-tiap kabilah seorang pemuda yang gagah dan tiap-tiap pemuda itu kita beri sebilah pedang, kemudian semua pemuda itu disuruh menikam Muhammad sampai mati dan dengan demikian darahnya menjadi terbagi-bagi pada seluruh kabilah, sehingga Bani Hasyim (kabilah Muhammad ﷺ). tidak sanggup buat memaklumkan perang pada seluruh Quraisy dan dengan demikian habislah soal Muhammad ini dan terlepaslah kita dari kekacauan yang dibawanya selama ini."
Mendengar usul Abu Jahal yang demikian, berkatalah orang tua dari Nejd itu, “Itulah pendapat yang paling jitu dan tepat, tidak ada jalan lain lagi yang lebih bagus daripada itu."
Dalam riwayat itu pula diterangkan bahwa setelah mufakat itu putus, Jibril datang kepada Rasulullah ﷺ mencegahnya tidur di tempat tidurnya yang biasa pada malam itu. Nasihat Jibril itu diterima Rasulullah, sehingga tidak beliau tidur di tempat tidurnya.
Kita menerima riwayat yang terkenal ini dan kita pun boleh memakai tinjauan bahwa orang tua itu bukanlah benar-benar iblis yang menjelma merupakan diri sebagai orangtua dari Nejd, tetapi seorang manusia yang sangat benci kepada Nabi ﷺ. Dan, kepada Islam, tidak menyebutkan siapa namanya, lalu dikatakannya saja bahwa dia datang dari Nejd. Perbuatannya adalah sebagai iblis, yang menunjukkan tipu daya siasat busuk buat mencelakakan Nabi kita. Dan, kita pun dapat pula menyatakan penaksiran bahwa Rasulullah ﷺ sendiri telah berjaga-jaga sejak lama karena beberapa orang sahabatnya, di antaranya Umar bin Khaththab sudah disuruh berangkat lebih dahulu ke Madinah. Tidak juga jauh dari kemungkinan bahwa di antara yang hadir dalam majelis itu ada juga orang yang dikirim Rasulullah sebagai mata-mata. Di antaranya paman beliau sendiri, Abbas bin Abdul Muthalib, tidak menyatakan diri dengan terang menyetujui Islam, tetapi dia selalu membantu kemenakannya dengan diam-diam, bahkan turut hadir ketika menerima tetamu kaum Anshar, ketika diperbuat persetiaan (baiat) Aqabah.
Olehsebabitu.selainkitamenerimadengan penuh riwayat bahwa Jibril yang membisikkan kepada Rasulullah ﷺ menyuruh berkisar tempat tidur pada malam itu, kemungkinan laporan dari mata-mata beliau pun ada. Maka, tipu daya tiga tingkatan, pertama menangkap dan memasukkannya ke penjara, kedua membuangnya dan tidak boleh tinggal selama-lamanya di Mekah, dan ketiga membunuhnya dengan mengerahkan pemuda-pemuda dari tiap-tiap kabilah, sebagai tipu daya dari kaum kafir itu, diperingatkan kembali oleh Allah kepada Rasul-Nya, dan menjadi peringatan pula bagi kita, bahwasanya Peperangan Badar yang hebat itu, yang di sana pemuka-pemuka Quraisy yang penting, termasuk Abu Jahal sendiri telah tewas, bukanlah sesuatu yang tidak berpangkal. Jika mereka dengan tipu daya jahat hendak membunuh Nabi maka kekalahan mereka di Perang Badar bukanlah suatu kecurangan dari Rasulullah ﷺ terhadap me-reka, tetapi balasan dari lanjutan kejahatan mereka sendiri, yang memang dengan sengaja mengerahkan lebih 1.000 orang tentara untuk menghancurkan Nabi ﷺ
“Dan, mereka mengatur tipu daya, sedang Allah pun mengatur tipu daya dan Allah itu adalah sepandal-pandai pengatur tipu daya."
Dalam kisah bagaimana hijrahnya Rasulullah ﷺ ke Madinah, kita melihat betapa gagalnya tipu daya kaum Quraisy itu, yang digagalkan oleh tipu daya Allah. Meskipun keduanya disebut makar, yang kita artikan tipu daya, tetapi corak tipu daya adalah berbeda.
Tipu daya si kafir bermaksud jahat, membunuh Rasul dan memadamkan Islam sebelum tumbuh. Mereka berhadapan dengan tipu daya Allah, yang bermaksud membela Rasul-Nya dan memberi kemenangan kepada agama-Nya. Rasulullah tidak tidur di tempat tidurnya yang biasa, melainkan disuruhnya Ali bin Abi Thalib tidur di tempat itu, lalu beliau menyelusup keluar dari dalam kepungan ketika pengepung-pengepung itu tertidur nyenyak, mungkin karena kepayahan berjaga-jaga sejak siang. Dan, ketika Rasul ﷺ telah keluar, baru mereka tersentak, dan langsung masuk ke rumahnya. Allah pun melanjutkan tipu dayanya yang lebih baik dari segala tipu daya, yaitu mereka buka lebih dahulu selimut Ali. Jelas kelihatan oleh mereka bukan Muhammad yang tidur di situ, melainkan Ali. Mereka takut melanggar perintah ketua-ketua yang menyuruh, sehingga Ali tidak mereka bunuh.
Sampai ketika mereka mengadakan pengejaran dan memeriksa sekitar puncak Gunung Tsur, tidak mereka menekur buat melihat Rasulullah ﷺ yang bersembunyi di dalam gua bersama Abu Bakar. Mereka hanya melihat ke atas saja, padahal kaki mereka kelihatan oleh Nabi ﷺ. Dan, Abu Bakar r.a. Setelah hari ketiga mereka bersembunyi di sana, yang selalu diantari makanan oleh Asma binti Abu Bakar, sambii pura-pura menggembala kambing, baru mereka meneruskan per-jalanan ke Madinah.
Saat-saat yang penting itu menunjukkan pertolongan Allah dengan tipu daya yang bagus dan lebih baik, tipu daya Allah berhasil. Dan, di sini kita melihat pula bahwa Rasulullah sendiri pun tidak hanya menyerah kepada “siasat" tipu daya Allah saja, dia pun berikhtiar. Kecerdikan Asma binti Abu Bakar yang berulang-ulang ke tempat itu sampai tiga hari, membawakan Rasul ﷺ Dan, ayahnya roti pun adalah satu bagian dari tipu daya Allah itu, yang memberikan petunjuk kepada si gadis kecil itu buat melakukan perbuatan yang amat berbahaya. Akhirnya selamatlah Rasul ﷺ sampai di Madinah. Selanjutnya maka segala tipu daya yang diatur Quraisy menjadi gagal, mereka kalah menyolok mata di dalam Perang Badar, dan lanjutan tipu daya Allah berhasil. Islam menang buat seterusnya.
Ayat 31
“Dan, apabila dibacakan kepada mereka itu ayat-ayat Kami, mereka berkata: sungguh telah kami dengar! Kalau kami mau, kami pun dapat mengatakan yang serupa.
Sebagaimana kita maklumi, karena jelas terlukis dalam Al-Qur'an, pada ayat-ayat yang turun di Mekah, banyaklah diperingatkan kepada mereka dari hal kisah-kisah Rasul-rasul yang terdahulu, kisah Nuh, Hud, Shalih, Luth, Syu'aib, dan lain-lain. Mereka diseru agar cobalah dengarkan cerita-cerita umat yang dahulu itu maka mereka jawab bahwa kisah-kisah itu telah mereka dengar, dan bahkan mengatakan pula bahwa mereka pun sanggup pula membuat kisah-kisah yang demikian.
“Dan, mereka katakan, Ini tidak lain, hanyalah dongeng-dongeng orang-orang punbakala."
Kisah umat dan rasul-rasul yang dahulu itu yang maksud isinya ialah semata-mata untuk mengajarkan bagi mereka, bagaimana adzab Allah kepada kaum yang durhaka dan tidak menerima seruan dan ajakan rasul-rasul mereka, bukanlah itu mereka terima sebagai suatu pengajaran dan perbandingan, tetapi mereka katakan bahwa semuanya itu hanya dongeng-dongeng saja. Kata dongeng adalah arti daripada kalimat bahasa Arab usthurah dan jamaknya asaathir, yaitu cerita orang dulu-dulu yang dikarang-karang saja, tidak berujung dan berpangkal dan penuh khayat, sebagai disebut oleh orang Yunani mythos atau mythologi. Lantaran menganggap kisah-kisah itu hanya dongeng, mereka mengatakan bahwa di kalangan mereka pun ada yang pintar menguraikan dongeng-dongeng seperti demikian. Karena memang ada seorang ahli dongeng dalam kalangan mereka, bernama an-Nadhr bin al-Harits dari kabilah Bani Abdid-Dar. Nadhr ini sudah banyak mengembara ke negeri lain, terutama dia pernah tinggal lama di negeri Persia. Dia banyak mempelajari dongeng-dongeng Persia, sebagai cerita Pahlawan Rustum dengan Asfandiar. Dan, dia pun banyak melawat ke Syam. Dan, dia pun banyak pula mendengar dongeng-dongeng Bani Israil, yang berdasar kepada cerita Taurat dan Injil.
Telah mereka coba menandingi wahyu Allah dengan susunan dongeng pusaka Persia dan Yahudi, Nadhr telah tampil ke muka melakukan tugasnya. Akan tetapi, apa hasilnya? Dongeng bahasa Persia dan bahasa Ibrani telah disalinkan ke dalam bahasa Arab, tentu susun kata dan pengaruhnya sudah lain, Nadhr sendiri tidak sanggup membuat susunannya ke dalam bahasa Arab yang menarik, meskipun dia seorang ahli syair. Bagaimana dongeng-dongeng itu akan dapat berhadapan di hadapan ayat Allah yang turun sebagai wahyu? Sedang sebelum itu mereka semuanya pun kenal bahwa Muhammad bukan seorang ahli syair. Kesudahannya seorang dari pemuka mereka sendiri yang bernama al-Walid bin Mughirah mengakui terus-terang, “Kita kenal Muhammad itu sejak dahulu bukan seorang yang pernah berbohong kepada sesamanya manusia, bagaimana pula dia akan berbohong terhadap Allah?" Pengakuannya ini dikatakannya terus-terang di hadapan Abu Jahal dan Akhnas. Al-Walid bin Mughirah ini juga yang pernah mengakui terus-terang, setelah dia mendengar ayat Al-Qur'an, “Di atas sekali, tidak dapat diatasi. Yang di bawahnya dihancurkannya."
Artinya, usaha kawannya Nadhr menyusun dongeng untuk merintangi orang dari Al-Qur'an, menjadi hancur oleh kemuliaan dan keindahan Al-Qur'an. Sebab itu, mereka mencari lagi tipu daya lain, yaitu berusaha sekeras-kerasnya supaya jangan mendengar agar jika Al-Qur'an itu dibaca. Akan tetapi, Abu Jahal sendiri pun pernah melanggar janjinya sendiri, lalu sembunyi-sembunyi pergi tengah malam mendengar-dengarkan Rasulullah ﷺ membaca Al-Qur'an dari balik dinding.