Ayat
Terjemahan Per Kata
وَٱتَّقُواْ
dan takutlah kamu
فِتۡنَةٗ
fitnah
لَّا
tidak
تُصِيبَنَّ
menimpa
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ظَلَمُواْ
(mereka) zalim
مِنكُمۡ
diantara kamu
خَآصَّةٗۖ
khusus
وَٱعۡلَمُوٓاْ
dan ketahuilah
أَنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
شَدِيدُ
sangat keras
ٱلۡعِقَابِ
siksa(Nya)
وَٱتَّقُواْ
dan takutlah kamu
فِتۡنَةٗ
fitnah
لَّا
tidak
تُصِيبَنَّ
menimpa
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ظَلَمُواْ
(mereka) zalim
مِنكُمۡ
diantara kamu
خَآصَّةٗۖ
khusus
وَٱعۡلَمُوٓاْ
dan ketahuilah
أَنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
شَدِيدُ
sangat keras
ٱلۡعِقَابِ
siksa(Nya)
Terjemahan
Peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Ketahuilah bahwa Allah Mahakeras hukuman-Nya.
Tafsir
(Dan peliharalah diri kalian daripada siksaan) jika siksaan menimpa kalian (ia tidak khusus menimpa orang-orang yang lalim saja di antara kalian) bahkan siksaan itu merata kepada mereka dan selain mereka. Dan cara untuk memelihara diri supaya jangan tertimpa siksaan ialah membenci penyebabnya, yaitu perkara mungkar. (Dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya) terhadap orang-orang yang melanggar perintah dan larangan-Nya.
Tafsir Surat Al-Anfal: 25
Dan peliharalah diri kalian dari siksa yang tidak hanya khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kalian. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksa-Nya.
Allah ﷻ memperingatkan hamba-hamba-Nya yang mukmin agar waspada terhadap fitnah. Yang dimaksud dengan fitnah ialah ujian dan bencana. Apabila ia datang menimpa, maka pengaruhnya meluas dan menimpa semua orang secara umum, tidak hanya orang-orang durhaka dan orang yang melakukan dosa saja, melainkan bencana dan siksa itu mencakup kesemuanya; tidak ada yang dapat menolaknya, tidak ada pula yang dapat melenyapkannya.
Seperti yang disebutkan oleh Imam Ahmad. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id maula Bani Hasyim, telah menceritakan kepada kami Syaddad ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Gailan ibnu Jarir, dari Mutarrif yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Az-Zubair, "Wahai Abu Abdullah, apakah yang mendorong kamu datang? Kamu telah menyia-nyiakan khalifah yang telah terbunuh, lalu sekarang kamu datang untuk menuntut darahnya." Az-Zubair menjawab, "Kami dahulu di masa Rasulullah ﷺ, Abu Bakar, Umar, dan Usman biasa membaca firman-Nya yang mengatakan: ‘Dan peliharalah diri kalian dari siksa yang tidak hanya khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kalian.’ (Al-Anfal: 25) Kami tidak menduga bahwa kami adalah orang-orang yang dimaksud, hingga fitnah itu terjadi di kalangan kita seperti yang kita alami sekarang.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bazzar melalui Mutarrif, dari Az-Zubair. Selanjutnya Al-Bazzar mengatakan, "Kami tidak mengetahui Mutarrif pernah meriwayatkan dari Az-Zubair selain dalam hadits ini."
Imam An-Nasai telah meriwayatkan hal yang serupa melalui hadits Jarir ibnu Hazim, dari Al-Hasan, dari Az-Zubair.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Haris, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami Mubarak ibnu Fudalah, dari Al-Hasan yang menceritakan bahwa Az-Zubair pernah mengatakan, "Sesungguhnya kami (para sahabat) merasa takut." Yang dimaksudkannya adalah tentang makna firman-Nya: “Dan peliharalah diri kalian dari siksa yang tidak hanya khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kalian.” (Al-Anfal: 25) Saat itu kami bersama dengan Rasulullah ﷺ dan kami tidak menduga bahwa ayat tersebut berkaitan khusus dengan kami."
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Humaid, dari Al-Hasan, dari Az-Zubair Daud ibnu Abu Hindun telah meriwayatkan dari Al-Hasan sehubungan dengan ayat ini, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Ali, Ammar, Talhah, dan Az-Zubair; semoga Allah melimpahkan keridaan-Nya kepada mereka.
Sufyan Ats-Tsauri telah meriwayatkan dari As-Silt ibnu Dinar, dari Uqbah ibnu Sahban; ia pernah mendengar Az-Zubair mengatakan bahwa sesungguhnya ia membaca ayat berikut selama beberapa tahun, sedangkan kami menduga bahwa kami bukan orang yang dimaksud, tetapi ternyata kamilah orang-orang yang dimaksud olehnya, yaitu firmannya: “Dan peliharalah diri kalian dari siksa yang tidak hanya khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kalian. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksa-Nya.” (Al-Anfal: 25)
Hal ini telah diriwayatkan melalui berbagai jalur, bersumber dari Az-Zubair ibnul Awwam.
As-Suddi mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan kaum muslim yang terlibat dalam Perang Badar secara khusus, dan ternyata dalam Perang Jamal fitnah itu melanda mereka sehingga mereka saling berperang satu sama lainnya.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: “Dan peliharalah diri kalian dari siksa yang tidak hanya khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kalian.” (Al-Anfal: 25) Khitab ayat ini secara khusus ditujukan kepada sahabat-sahabat Nabi ﷺ. Ali ibnu Abu Talhah mengatakan pula dari Ibnu Abbas dalam riwayat yang lainnya sehubungan dengan tafsir ayat ini, bahwa Allah memerintahkan kepada orang-orang mukmin, janganlah mereka menyetujui perkara yang mungkar yang terjadi di hadapan mereka, maka akibatnya Allah akan menimpakan siksa secara umum kepada mereka.
Tafsir ini terbilang sangat baik. Karena itulah sehubungan dengan tafsir firman-Nya, Mujahid mengatakan: “Dan peliharalah diri kalian dari siksa yang tidak hanya khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kalian.” (Al-Anfal: 25) Bahwa ayat ini berkenaan dengan mereka pula.
Hal yang sama dikatakan oleh Adh-Dhahhak dan Yazid ibnu Abu Habib serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Ibnu Mas'ud pernah mengatakan, "Tiada seorang pun di antara kalian melainkan akan tertimpa fitnah (ujian/cobaan). Sesungguhnya Allah ﷻ telah berfirman: ‘Sesungguhnya harta kalian dan anak-anak kalian hanyalah ujian (bagi kalian).’ (At-Taghabun: 15) Maka barang siapa yang memohon perlindungan di antara kalian, maka mohonlah perlindungan kepada Allah dari fitnah yang menyesatkan." Riwayat Ibnu Jarir.
Pendapat yang mengatakan bahwa fitnah ini secara umum menimpa para sahabat dan lainnya, sekalipun khitab ini ditujukan kepada mereka; pendapat inilah yang benar. Hal ini didukung oleh hadits-hadits yang memperingatkan agar bersikap waspada terhadap fitnah-fitnah. Karena itulah kami akan menjelaskan masalah ini dalam suatu pembahasan terpisah seperti halnya yang banyak dilakukan oleh para imam, mereka secara khusus menulis kitab-kitab mengenainya.
Di antara yang terpenting untuk disebutkan secara khusus dalam hal ini ialah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Imam Ahmad mengatakan: Telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnul Hajjaj, telah menceritakan kepada kami Abdullah (yakni Ibnul Mubarak), telah menceritakan kepada kami Saif ibnu Abu Sulaiman; ia pernah mendengar Addi ibnu Addi Al-Kindi mengatakan bahwa telah menceritakan kepadanya seorang maula (bekas budak) kami, bahwa ia pernah mendengar kakeknya (yakni Addi ibnu Umairah) mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya Allah ﷻ tidak akan menyiksa kalangan umum karena perbuatan yang dilakukan- oleh kalangan khusus, sebelum kalangan umum melihat di hadapan mereka perbuatan mungkar, sedangkan mereka mampu mencegahnya, lalu mereka tidak mencegahnya.
Apabila mereka melakukan hal tersebut (yakni diam saja melihat perkara mungkar dikerjakan di hadapan mereka), maka barulah Allah akan mengazab kalangan khusus (yang terlibat) dan kalangan umum (yang menyaksikannya).”
Di dalam sanad hadits ini terdapat seorang perawi yang dicurigai predikatnya, tidak ada seorang pun di antara pemilik kitab sittah yang mengetengahkannya.
Hadits lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad: Telah menceritakan kepada kami Sulaiman Al-Hasyimi, telah menceritakan kepada kami Ismail (yakni Ibnu Ja'far), telah menceritakan kepadaku Amr ibnu Abu Umar, dari Abdullalh ibnu Abdur Rahman Al-Asyhal, dari Huzaifah ibnul Yaman, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Demi Tuhan Yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaanNya, kalian benar-benar harus memerintahkan kepada kebajikan dan melarang perbuatan mungkar, atau Allah benar-benar dalam waktu yang dekat akan mengirimkan kepada kalian suatu siksa dari sisi-Nya, kemudian kalian benar-benar berdoa kepada-Nya, tetapi Dia tidak memperkenankan doa kalian.
Imam Ahmad telah meriwayatkannya pula dari Abu Sa'id dari Ismail ibnu Ja'far, dan ia mengatakan: Atau Allah benar-benar akan mengirimkan suatu kaum kepada kalian, kemudian kalian berdoa (memohon pertolongan) kepada-Nya, tetapi Dia tidak memperkenankan doa kalian.
Imam Ahmad mengatakan: Telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Numair, telah menceritakan kepada kami Zurr ibnu Habib Al-Juhanni Abur Raqqad yang mengatakan bahwa ia berangkat bersama maulanya ke rumah Huzaifah. Saat itu ia sedang mengatakan, "Sesungguhnya dahulu di masa Rasulullah ﷺ ada seorang lelaki yang mengucapkan suatu kalimat, lalu ia menjadi orang munafik. Dan sesungguhnya saya telah mendengar kalimat itu dari seseorang di antara kalian lebih empat kali dalam suatu majelis. Sesungguhnya kalian benar-benar mengerjakan amar ma'ruf dan nahi munkar, dan kalian benar-benar saling menganjurkan kepada kebaikan, atau Allah akan menimpakan kepada kalian semua suatu azab, atau Dia akan menguasakan kalian kepada orang-orang yang jahat di antara kalian, kemudian orang-orang pilihan kalian berdoa, tetapi doa mereka tidak diperkenankan."
Hadits lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Dia mengatakan: Telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, dari Zakaria; telah menceritakan kepada kami Amir yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar An-Nu'man ibnu Basyir berkhotbah, antara lain ia mengatakan seraya mengisyaratkan kepada telinganya dengan kedua jari telunjuknya (yang maksudnya dia telah mendengar ucapannya itu dari Nabi ﷺ): “Perumpamaan orang yang menegakkan batasan-batasan Allah dan arang yang melanggarnya serta orang yang berdiplomasi terhadapnya sama dengan suatu kaum yang menaiki sebuah kapal laut. Sebagian dari mereka ada yang menempati bagian bawah dari kapal itu, yaitu bagian yang paling tidak enak dan buruk; sedangkan sebagian yang lain menempati bagian atas (geladak)nya.
Orang-orang yang menempati bagian bawah kapal itu apabila mengambil air minum harus melalui orang-orang yang bertempat di atas mereka, sehingga mengganggunya. Akhirnya orang-orang yang tinggal di bagian bawah kapal itu mengatakan, "Seandainya saja kita membuat lubang untuk mengambil bagian kita hingga dapat mengambil air dan tidak mengganggu orang-orang yang ada di atas kita.” Jika orang-orang yang berada di atas membiarkan mereka untuk melakukan niatnya itu, niscaya mereka semuanya binasa (karena kapal akan tenggelam). Dan jika orang-orang yang berada di atas mau saling bantu dengan orang-orang yang ada di bawah mereka, niscaya mereka semuanya selamat.
Hadits diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara munfarid tanpa Imam Muslim. Imam Bukhari meriwayatkannya di dalam Bab "Syirkah" dan Bab "Syahadat" (Persaksian). Imam At-Tirmidzi meriwayatkannya di dalam Bab "Fitan" melalui berbagai jalur, dari Sulaiman ibnu Mahran Al-A'masy, dari Amir ibnu Syurahil Asy-Sya'bi dengan lafal yang sama.
Hadits lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa: Telah menceritakan kepada kami Husain, telah menceritakan kepada kami Khalaf ibnu Khalifah, dari Al-Laits, dari Alqamah ibnu Marsad, dari Al-Ma'rur ibnu Suwaid, dari Ummu Salamah istri Nabi ﷺ yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: “Apabila perbuatan-perbuatan maksiat muncul di kalangan umatku, maka Allah menimpakan azab dari sisi-Nya kepada mereka secara menyeluruh.” Ummu Salamah bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah bila di antara mereka terdapat orang-orang yang saleh?" Rasulullah ﷺ menjawab, "Ya, ikut tertimpa azab pula." Ummu Salamah bertanya, "Lalu bagaimanakah nasib mereka selanjutnya?" Rasulullah ﷺ bersabda, "Orang-orang saleh itu ikut tertimpa azab yang menimpa kaumnya, kemudian mendapat ampunan dan rida dari Allah ﷻ"
Hadits lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad: Telah menceritakan kepada kami Hajjaj ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Abu Ishaq, dari Al-Munzir ibnu Jarir, dari ayahnya yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Tiada suatu kaum pun yang mengerjakan kemaksiatan, sedangkan di antara mereka terdapat seorang lelaki yang paling kuat dan paling berpengaruh di antara mereka, lalu ia tidak mencegahnya, melainkan Allah akan menimpakan siksa kepada mereka secara menyeluruh, atau Allah menimpakan bencana siksa kepada mereka.”
Imam Abu Daud meriwayatkannya dari Musaddad, dari Abul Ahwas, dari Abu Ishaq dengan sanad yang sama.
Imam Ahmad mengatakan pula: Telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah; ia pernah mendengar Abu Ishaq menceritakan hadits berikut dari Ubaidillah ibnu Jarir, dari ayahnya, bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: “Tidak sekali-kali suatu kaum yang dilakukan perbuatan maksiat di kalangan mereka, sedangkan kaum itu lebih kuat dan lebih berpengaruh (lebih mayoritas) daripada orang-orang yang berbuat maksiat, lalu mereka tidak mencegahnya, melainkan Allah akan menimpakan siksa kepada mereka secara menyeluruh.”
Kemudian Imam Ahmad meriwayatkannya pula dari Waki dari Israil. Juga dari Abdur Razzaq dari Ma'mar, dari Aswad, dari Syarik dan Yunus; semuanya dari Abu Ishaq As-Subai'i dengan sanad yang sama. Ibnu Majah telah meriwayatkannya dari Ali ibnu Muhammad, dari Wakj', dengan sanad yang sama.
Imam Ahmad mengatakan: Telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepada kami Jami ibnu Abu Rasyid, dari Munzir, dari Al-Hasan ibnu Muhammad, dari istrinya, dari Aisyah yang sampai kepada Nabi ﷺ. Disebutkan bahwa Nabi ﷺ pernah bersabda: “Apabila kejahatan muncul di muka bumi, maka Allah menurunkan siksa-Nya kepada penduduk bumi. Siti Aisyah bertanya, ‘Bagaimanakah nasib orang-orang yang taat kepada Allah di antara mereka?’ Rasulullah ﷺ bersabda, "Ya ikut tertimpa pula, kemudian mereka beroleh rahmat dari Allah ﷻ.”
Dan di samping kamu berkewajiban memenuhi panggilan Allah dan Rasul-Nya, peliharalah dirimu dari siksaan yang ketika datang sekalikali tidak hanya menimpa secara khusus orang-orang yang zalim saja, yakni yang melanggar dan enggan memperkenankan seruan Rasul, di antara kamu, tetapi juga kepada mereka yang membiarkan kemungkaran merajalela. Lindungilah diri kalian dari dosa-dosa besar yang merusak tatanan masyarakat. Jauhilah sikap enggan berjihad di jalan Allah, perpecahan dan rasa malas melaksanakan kewajiban amar makruf nahi mungkar. Karena, akibat buruk dosa itu akan menimpa semua orang, tidak khusus hanya orang yang berbuat kejahatan saja. Ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksa-Nya. Salah satu bentuk bencana yang menimpa semua pihak'yang terlibat langsung dalam dosa atau tidak'adalah kekacauan dalam masyarakat, kegelisahan dan hilangnya rasa aman, serta penindasan. Ketika hukum itu diabaikan, semua orang merasa cemas sebagaimana pernah dialami masyarakat di Mekah. Oleh karenanya, mereka diingatkan kembali tentang itu agar dapat mensyukuri nikmat Allah. Dan ingatlah wahai kaum muslim'meski saat ini kamu telah menjadi bangsa yang kuat' masa-masa ketika kamu para muhajirin masih berjumlah sedikit, lagi tertindas karena satu dan lain sebab di bumi Mekah, atau di mana saja di persada bumi ini. Dan kamu dicekam rasa takut orang-orang Mekah atau di mana saja yang merupakan musuh-musuhmu akan menculik kamu satu per satu. Kemudian kamu berhijrah atas perintah Allah ke kota Yasrib (Madinah) atau ke mana saja yang ditetapkan Allah, maka Dia memberi kamu tempat menetap di Madinah atau lainnya dan menjadikan kamu kuat dengan pertolongan-Nya, terutama saat terjadi Perang Badar, dan menganugerahkan kepada kamu rezeki berupa harta rampasan perang dan lainnya yang baik-baik agar kamu bersyukur atas pemberian itu dan terus berjuang demi menjunjung tinggi kalimat yang benar.
.
Allah menyerukan kepada orang-orang beriman, agar memelihara diri mereka dari siksaan, yang tidak hanya khusus menimpa orang-orang zalim itu saja di antara orang-orang beriman. Maksudnya ialah apabila di dalam suatu kaum perbuatan maksiat telah merata maka Allah akan menyiksa mereka itu secara keseluruhan. Siksaan itu tidak hanya bagi orang yang melakukan kemaksiatan itu saja, akan tetapi siksaan itu akan menimpa mereka secara merata tanpa pilih kasih, meskipun di dalamnya terdapat juga orang-orang yang saleh yang berada di antara mereka itu.
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Tidak ada suatu kaum yang sebagian besar orang-orangnya lebih terpedaya melakukan kemaksiatan dari yang tidak melakukan, kemudian mereka tidak mau mengubahnya selain Allah akan menyiksa mereka dengan siksaan yang merata." (Riwayat Ahmad dari Jarir)
Oleh sebab itulah di dalam masyarakat ada institusi yang mengurus kemaslahatan dan mengurus amar maruf dan nahi mungkar. Lembaga ini hendaknya bertugas meneliti kemaksiatan yang timbul dalam masyarakat, serta berusaha pula untuk mencari cara-cara pencegahannya. Juga lembaga ini berusaha untuk menggiatkan masyarakat melakukan segala yang diperintahkan oleh agama dan menghentikan segala sesuatu yang dilarang. Apabila kemaksiatan itu telah merata, dan masyarakat telah melupakan agama, maka bencana yang akan menimpa masyarakat itu tidak hanya akan menimpa suatu kelompok atas golongan tertentu saja, tetapi bencana itu akan dirasakan oleh anggota masyarakat, secara keseluruhan dan merata.
Di akhir ayat ini Allah memperingatkan orang-orang mukmin agar mereka itu mengetahui bahwa Allah amat pedih siksaan-Nya. Siksaan Allah ditimpakan atas siapa saja yang melanggar hukum-Nya. Ancaman Tuhan yang sangat keras ini akan berlaku apabila kejahatan itu telah merajalela dan merata di segenap anggota masyarakat itu tanpa pandang bulu. Sedangkan ancaman-ancamannya di akhirat ditimpakan kepada orang-orang, yang melakukannya sesuai dengan berat ringannya perbuatan yang dilakukan oleh orang itu.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
AWAS DENGAN BAHAYA FITNAH
Ayat 25
“Dan, jauhilah olehmu suatu fitnah yang tidak akan menimpa orang-orang yang Zalim di antara kamu saja."
Sehubungan dengan peringatan atas kemenangan dalam Peperangan Badar yang dicapai karena ketaatan kepada Allah dan Rasul, persatuan yang bulat, disiplin yang keras laksana baja, lalu diiringi dengan kesediaan tiap-tiap diri menyambut seruan Allah dan Rasul maka di sini diperingatkanlah bahaya besar yang selalu akan mengancam. Yaitu bahaya fitnah. Hendaklah fitnah itu sangat dijauhi dan sangat dijaga jangan sampai kemasukan fitnah, sebab fitnah itu adalah amat berbahaya. Arti yang asal dari fitnah ialah percobaan. Kemudian berartilah dia perpecahan yang timbul di antara sesama sendiri dan keamanan pikiran tidak ada lagi. Di antara sate dengan yang lain timbullah tuduh-menuduh, cemburu-mencem-burui, salah-menyalahkan, sehingga kehancuran timbul dari dalam. Maka, apabila fitnah itu telah menjalar, yang akan kena bukan saja lagi orang yang aniaya atau yang bersalah, atau keladi asal mula fitnah, melainkan meratalah mengenai semua orang, baik orang curang atau pun orang jujur. Yang bersalah atau tidak bersalah, semua terlibat dalam fitnah.
Inilah bahaya besar yang merusakkan kesatuan agama atau kesatuan suatu bangsa atau keteguhan suatu pemerintahan. Sebab, pokok kesatuan suatu umat ialah karena persatuan kepercayaan dan lebih mementingkan kebesaran Allah dari kepentingan diri dan golongan. Jika kepentingan diri dan golongan sudah lebih terkemuka daripada kebesaran Allah, fitnah mesti datang. Akan terjadi huru-hara dan berkecamuk di antara kamu sesama kamu. Maka, yang dibangun selama ini akan runtuh dan hancur.
Berbagai macam riwayat telah diterangkan berkenaan dengan ayat ini. Apa yang di-peringatkan oleh ayat ini telah terjadi setelah Rasulullah ﷺ wafat. Fitnah yang paling besar ialah mati terbunuhnya khalifah yang ketiga, Utsman bin Affan, karena telah ti mbul golongan-golongan yang tidak puas dengan pemerintahan beliau, lalu mengadakan desakan-desakan ke-pada beliau agar gubernur di Mesir diganti, agar gubernur di tempat lain ditukar. Agar beliau jangan terlalu mementingkan mengangkat keluarga beliau sendiri untuk jabatan-jabatan penting. Kemudian setelah beberapa permintaan mereka dikabulkan, datang fitnah besar karena surat yang dikirimkan orang atas nama beliau, memakai cap tanda tangan beliau, menyuruh bunuh utusan yang membawa surah pencopotan gubernur Mesir dan menentukan ganti gubernur baru. Padahal, setelah surat itu diperlihatkan kepada beliau, beliau tidak mengakui, atau tidak tahu-menahu dan tidak pernah memerintahkan membuat surat seperti demikian. Sedang cincin cap beliau dipegang oleh sekretaris beliau, Marwan bin Hakam. Setelah Marwan ditanyai, dia pun mengatakan bahwa tidak ada dia menyuruh buat atau membuat sendiri surat itu. Orang percaya, bahwa dengan menilai keadaan Sayyidina Utsman selama ini, bahwa apa yang beliau katakan adalah benar, yaitu bahwa surat itu dibuat orang atas namanya, padahal beliau tidak tahu-menahu. Akan tetapi, pemberontak tidak mau percaya, sampai rumah beliau dikepung dan beliau dibunuh.
Untuk menetapkan tuduhan kepada Marwan bin Hakam pun tidak ada bukti yang nyata, sehingga sampai kepada zaman kita sekarang ini, ahii-ahli sejarah masih tetap mengakui bahwa siapa sebenarnya yang membuat surat palsu itu adalah gelap. Akan tetapi, kaum pemberontak yang datang dari Mesir itu sudah tidak dapat dikendalikan lagi. Akhirnya Sayyidina Utsman, Khalifah yang sudah berumur itu mati dibunuh sedang membaca Al-Qur'an. Istri beliau, Nailah, yang mencoba mempertahankan suaminya putus jari-jari tangannya kena pedang. Inilah pangkal fitnah besar yang hebat. Sayyidina Ali diangkat dengan terburu-buru menjadi khalifah oleh suara kaum pemberontak. Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidullah lari meninggalkan Madinah, menuruti ibu kita Aisyah yang sedang pergi naik haji ke Mekah; lalu ketiganya menggabungkan satu kekuatan buat menentang Sayyidina Ali; sebab menurut mereka dia diangkat dengan paksaan, bukan dengan suara sukarela. Dalam pada itu, Muawiyah di Syam (Damaskus) belum mau mengakui keangkatan Ali, dengan dalih menuntut bela atas kematian Utsman, sebab dia adalah keluarga Utsman yang terdekat sama-sama Bani Umaiyah.
Akhirnya tentara Muslimin yang ada di Madinah terpaksa dikerahkan oleh Ali buat menaklukkan Aisyah, Zubair, dan Thalhah terlebih dahulu, sehingga terjadilah Peperangan Unta yang terkenal. Sebab, Aisyah pemimpin peperangan itu dengan menaiki seekor unta.
Sayang sekali Zubair dan Thalhah terbunuh dalam peperangan itu dan Aisyah tertawan, lalu diiringkan kembali ke Madinah.
Selesai itu Ali menghadapkan kekuataan-nya memerangi Muawiyah, yang telah me-nyatupadukan kekuataannya dengan kekuatan Amr bin Ash di Syam. Maka, terjadi pulalah Peperangan Shiffin yang terkenal, yang memusnahkan 35.000 tentara Ali dan 45.000 orang tentara Muawiyah.
Kemudian terjadilah gencatan senjata dan perundingan di Daumatul Jandai di antara utusan Muawiyah dengan utusan Ali. Utusan Muawiyah ialah Amr bin Ash dan utusan Ali ialah Abu Musa al-Asy'ari. Dalam perundingan itu Abu Musa kalah siasat dan Amr bin Ash menang diplomasi. Maka, timbullah satu haluan pemuda yang berhaluan sangat kiri yang bernama “gerakan Khawarij", yang memandang bahwa sebab-sebab timbulnya perpecahan umat ialah tiga orang, yaitu Ah, Mu'awiyah, dan Amr bin Ash. Mereka ber-mufakat hendak membunuh ketiga orang ini. Akan tetapi, yang berhasil sampai terbunuh ialah Ali di Kufah. Amr bin Ash tidak pergi ke masjid di pagi yang nahas itu sebab dia sakit lalu digantikan oleh Kharijah. Maka, Kharijah yang terbunuh. Mu'awiyah keluar juga pagi itu, tetapi ketika diserbu oleh si pembunuh, tidaklah tepat kenanya, hanya mendapat luka enteng.
Maka, dengan sebab fitnah pertama yang timbul di Madinah tadi tidak diawasi permulaan terjadinya, pecah-belahlah kaum Muslimin, yang sampai sekarang ini bekasnya masih dirasai, yaitu dengan timbulnya firqah-firqah dan golongan. Perpecahan di antara kaum Syi'ah dengan kaum Ahlus Sunnah dan kaum Khawarij.
Sebagai tersebut dalam ayat ini, dia telah diperingatkan oleh Allah pada sehabis Peperangan Badar supaya awas, waspada dan pelihara benar-benar jangan sampai kemasukan fitnah, atau provokasi yang akan melemahkan kekuatan. Cobalah perhatikan orang-orang yang sebagai Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidullah. Ketiganya termasuk sahabat pilihan dan termasuk “Sahabat yang Sepuluh". Ikut dalam Peperangan Badar, semua tewas karena perselisihan sesama sendiri. Dan, orang-orang yang masuknya ke dalam Islam terkemudian, terutama Muawiyah, dengan dalih menuntut darah Utsman merebut kuasa mendirikan kerajaan dari keluarganya sendiri Bani Umaiyah.
Di ujung ayat berfirmanlah Allah, “
Dan ketahuilah bahwasanya Allah amatlah pedih siksaan-Nya."
Adzab siksaan Allah yang timbul karena fitnah merupakan adzab dunia yang paling pedih.
Bukan mainlah siksaan batin yang menimpa kaum Muslimin sesudah terjadi fitnah besar pembunuhan Sayyidina Utsman. Seluruh umat terlibat ke dalam kancah perpecahan bertahun-tahun lamanya. Orang-orang penting sebagai pembangun Islam, sejak Utsman, Ali, Zubair, Thalhah, tewas bukah karena perang dengan musuh dari luar, melainkan karena pedang kawan sendiri.
Hanya dua saja orang besar yang tidak mau campur, lalu mengundurkan diri dari sekalian kegiatan politik, yaitu: Sa'ad bin Abu Waqqash dan Abdullah bin Umar.
Padahal ini semuanya terjadi belum 25 tahun setelah Rasulullah ﷺ wafat. Di dalam sebuah riwayat dikabarkan bahwa pernah orang bertanya tentang ayat peringatan fitnah ini kepada Zubair bin Awwam.
Dengan mengeluh beliau menjawab, kami tidak sadar bahwa kamilah rupanya yang dituju oleh ayat ini.
Maka, pada tahun ke-40 Hijriyah, Hasan bin Ali menyerahkan kekuasaannya kepada Muawiyah bin Abu Sufyan, untuk meredakan suasana dan mencapai keamanan. Tahun ini dinamai orang “Tahun Persatuan" (‘aamul jama'ah).
Namun, ‘aamu) jama'ah itu kemudian terganggu lagi. Sebab, setelah Hasan meninggal, yang kata setengah riwayat kena racun, muncul adiknya H usai n menentang Yazid, anak Mu'awiyah, yang telah diangkat saja oleh ayahnya akan menjadi penggantinya di kala dia masih hidup, dengan kekuatan pedang. Akan tetapi, Husain dengan tentaranya yang kecil, dapat dihancurkan oleh tentara Yazid di Padang Karbala dan Husain sendiri mati terbunuh. Kematian Husain menjadi buah ratap kaum Syi'ah sampai sekarang ini. Dan, Abdullah bin Zubair mendirikan pemerintahan sendiri di Mekah, tidak mengakui kekuasaan Bani Umaiyah di Syam. Dia pun dihancurleburkan oleh tentara Bani Umaiyah di bawah pimpinan Hajjaj bin Yusuf.
Berlarut-larut ujung fitnah itu, sampai kerajaan Bani Umaiyah yang telah berdiri 80 tahun dapat ditumbangkan lagi oleh kekuatan Bani Abbas.
Bekas dan jejak daripada fitnah besar yang pertama, surat palsu yang dibuat orang atas nama Utsman, dan berpangkal dari pemerintahan beliau yang terlalu mengutamakan keluarga, sampai sekarang masih dirasai oleh Dunia Islam. Sebab itu, ayat ini menjadi peringatan bagi kaum Muslimin sebelum terjadinya. Dan, banyak hadits Rasulullah ﷺ memberi peringatan akan bahaya fitnah. Sesudah peringatan Al-Qur'an dan Hadits-hadits Rasulullah ﷺ itu, sudah empat belas abad usia Islam sampai sekarang. Musuh yang paling berbahaya ialah fitnah dari dalam, prasangka, tuduh menuduh, dan provokasi atau intimidasi dari dalam dan dari luar. Melihat betapa besar dan hebatnya fitnah yang datang, sepintas lalu dapatlah dipikirkan sudah lama Islam ini akan hancur dan hilang dari muka bumi, karena tikam menikam sesama sendiri. Syukurlah dia masih utuh dan di dalam hebatnya fitnah sesama sendiri, masih ada yang tidak terlibat, yang terus menjalankan rencana perluasan Islam ke Afrika, bahkan ke Andalusia dan juga ke Asia Tengah, daerah-daerah Samarkand dan Isfahan, Kabul, bahkan sampai masuk ke anak benua India.
Sehingga fitnah-fitnah itu tidaklah sampai merusakkan kepada pokok Islam sendiri, sebab Al-Qur'an masih ada. Namun, demikian, peringatan Allah dalam ayat ini perlulah menjadi pedoman bagi umat Islam di mana-mana, bahwasanya fitnah adalah amat berbahaya. Yang kena bukan saja yang zalim, bahkan meliputi juga kepada orang-orang yang tidak bersalah, dan adzab siksanya amat mendalam bekasnya ke dalam jiwa, telah meremukkan kekuatan Islam di zaman lampau. Sehingga pernah kejadian ada khalifah Bani Abbas di Baghdad, ada khalifah Bani Umaiyah di Andalusia, dan ada khalifah keturunan Ali di Mesir.
Semuanya saling cemburu-mencemburui, yang satu tidak mengaku yang lain, sehingga akhirnya khalifah Baghdad dihancurkan Houlako Khan dari bangsa Mongol. Khalifah Bani Umaiyah di Andalusia runtuh karena orang-orang besarnya tak ada lagi, lalu berganti dengan kerajaan-kerajaan Islam kecil-kecil di tiap-tiap kota, sehingga mudah bagi kerajaan Nasrani mematahkan satu demi satu. Dan, khalifah Fathimiyah di Mesir akhirnya hancur juga karena tidak mendapat sokongan rakyatnya yang bermadzhab Sunnah. Dan, yang paling menyedihkan atas kejatuhan khalifah Bani Abbas di Baghdad, ialah karena perdana menteri adalah orang Syi'ah dan khalifah sendiri orang Sunni. Perdana Menteri berkhianat, memudahkan masuknya musuh ke negeri yang jaya itu. Padahal, dia sendiri pun mati dibunuh oleh tentara musuh yang telah menghancurkan negerinya, karena musuh memandang bahwa orang seperti ini tidak ada perlunya dihidupi.
Islam masih ada dan hidup. Al-Qur'an pun masih utuh. Kita akan membangkitkan Islam kembali. Maka, ayat ini adalah pedoman penting bagi kita, yaitu awaslah bahaya fitnah.
Ayat 26
“Dati, ingatlah olehmu seketika kamu masih sedikit dan ditindas orang di bumi, takut akan diperkucilkan orang."
Ayat ini adalah sambungan, peringatan kepada kaum Muslimin sehabis Peperangan Badar. Sesudah diberi peringatan supaya berawas diri dari bahaya fitnah, diperingatkan bagaimana nasib mereka sebelum Islam tegak dengan kekuasaannya yang gemilang itu. Tidak ada lagi satu bahagian pun dari jazirah Arab itu pada masa itu yang tegak berdiri merdeka, kecuali di Mekah yang sedikit itu. Di timur, Arabia sudah di bawah kekuasaan Parsi, di utara di bawah kekuasaan Romawi, di selatan di bawah kekuasaan Habsyi. Yang tinggal merdeka hanya sedikit di sebelah barat, yaitu Mekah dan sekitarnya. Hanya yang sedikit itulah, itu pun ditindas orang pula, sehingga pernah Ka'bah hendak dihancurkan oleh tentara Abrahah, Panglima Perang Habsyi yang datang dari Yaman. Sehingga sejak itu rasa takutlah yang meliputi hati penduduk, takut akan diperculikkan orang, yaitu bangsa Parsi, Romawi, dan Habsyi.
“Maka, Dia telah memperlindungi kamu dan menyokong kamu dengan pertolongan-Nya dan dikaruniai-Nya kamu dengan sebagian yang baik-baik; supaya kamu berterima kasih."
Inilah peringatan Allah kepada kaum Muslimin, dan peringatan lagi bagi kaum Musyrikin yang masih menentang Islam bahwa sesudah peperangan Badar keadaan telah berubah. Bangkitnya Islam adalah satu zaman baru bagi bangsa Arab. Kepada orang Muhajirin yang terpaksa pindah dari Mekah ke Madinah, ayat ini memperingatkan nikmat Allah kepada mereka, sebab Allah telah melindungi mereka dari sebab kaum Anshar telah bersedia menerima mereka supaya hidup bersama menegakkan Islam di Madinah. Dan, Allah menyokong kamu, yaitu dengan kemenangan yang gilang-gemilang di Peperangan Badar itu; dan mereka, Muhajirin dan Anshar diberi rezeki yang baik-baik, yaitu rampasan perang yang benar-benar diambil dengan tenaga perjuangan. Semuanya itu hendaklah mereka syukuri.
Menurut riwayat dari Ibnul Mundzir dan Abusy-Syaikh dan Ibnu jarir, dari Qatadah, ketika beliau menafsirkan ayat ini, “Dan ingatlah olehmu ketika kamu masih sedikit" dan seterusnya, beliau berkata, “Penduduk negeri ini (Mekah, peny) dahulunya adalah rendah serendah-rendahnya, hidup yang paling melarat, perut yang paling lapar, badan telanjang, otak pun gelap. Tertegun di atas puncak batu, di antara dua kekuasaan, yaitu Parsi dan Romawi." Tidak ada, demi Allah, di dalam negeri mereka apa yang akan dikagumkan orang; yang hidup hiduplah dalam kemelaratan. Yang mati pergilah masuk neraka. Hanya dimakan orang saja, tidak pernah memakan. Tidak ada, demi Allah, satu kabilah pun di muka bumi ini yang lebih sengsara kehidupannya daripada mereka, sampai datangnya Islam. Maka, setelah Islam datang, berkuasalah mereka dalam negeri dan diluaskanlah oleh Allah rezeki untuk mereka, dan telah dijadikan-Nya kamu jadi raja di atas leher manusia. Dengan sebab Islamlah Allah Ta'aala telah memberikan kepada kamu apa yang kamu lihat sekarang ini. Oleh sebab itu, syukurilah Allah atas nikmat-Nya itu kepada orang-orang yang bersyukur; dan orang-orang yang bersyukur selalu akan ditambahi oleh Allah nikmatnya atas mereka." Demikian tafsiran Qatadah.
Menurut riwayat Abusy-Syaikh pula, bahwa Ibnu Jarir menafsirkan bunyi ayat: “Di-perkucilkan orang kamu." Dilarikan orang ke sana kemari, ditentukan, bukan menentukan, yaitu di Mekah di zaman jahiliyyah. “Maka, Dia telah melindungi kamu," yaitu dengan sebab datangnya agama Islam. Dan, menurut Ibnu Abbas pula, ditanyai orang Rasulullah ﷺ siapakah yang dimaksud dengan kata diper-kucilkan orang? Dan siapa yang dimaksud dengan orang itu? Rasulullah menjawab, “Ialah orang Parsi!"
As-Suddi menafsirkan “diberiperlindungan kamu" ialah perlindungan karena terbuka hati orang Anshar menerima mereka di Madinah dan “menyokong kamu dengan pertolongan-Nya," ialah pertolongan karena kemenangan di Perang Badar.
Maka, kumpulan ayat ini, sejak dari peringatan supaya berawas diri dari bahaya fitnah, lalu disambut dengan ayat ini, memperingatkan kepada kaum Muslimin di zaman Rasul tentang perubahan nasib mereka, daripada bangsa yang hina-dina, tidak dihargai orang, malahan ditindas dan diperkucilkan; kemudian menjadi bangsa besar karena Islam, sampai menguasai sebahagian besar dunia, patutlah menjadi peringatan lagi bagi seluruh kaum Muslimin di zaman kita. Berpuluh bahkan beratus tahun negeri-negeri Islam jatuh dalam cengkeraman bangsa-bangsa lain yang kuat dan gagah, diperkucilkan dan ditindas.
Maka, sekarang, Alhamdulillah, telah merdekalah sebagian besar dari negeri Islam, dan termasuklah negeri Islam Indonesia. Maka, awaslah diri dri fitnah dan syukuri Allah atas nikmat kemerdekaan yang telah diberikan, dan jadikanlah kemerdekaan itu menjadi jembatan emas untuk mencapai tujuan yang terakhir, yaitu menegakkan ridha Allah dalam negeri sendiri dan untuk memancarkan pula sinarnya ke seluruh dunia.
Al-Qur'an sebagai pedoman pertama masih ada. Dan, kita akan bangkit kembali, menyambung perjuangan Muhammad ﷺ menegakkan kebenaran dan keadilan di atas permukaan bumi ini.