Ayat
Terjemahan Per Kata
وَلَوۡ
dan kalau sekiranya
عَلِمَ
mengetahui
ٱللَّهُ
Allah
فِيهِمۡ
pada mereka
خَيۡرٗا
kebaikan
لَّأَسۡمَعَهُمۡۖ
tentu Dia jadikan mereka mendengar
وَلَوۡ
dan kalau
أَسۡمَعَهُمۡ
Dia jadikan mereka mendengar
لَتَوَلَّواْ
niscaya mereka berpaling
وَّهُم
dan/sedang mereka
مُّعۡرِضُونَ
orang-orang yang memalingkan diri
وَلَوۡ
dan kalau sekiranya
عَلِمَ
mengetahui
ٱللَّهُ
Allah
فِيهِمۡ
pada mereka
خَيۡرٗا
kebaikan
لَّأَسۡمَعَهُمۡۖ
tentu Dia jadikan mereka mendengar
وَلَوۡ
dan kalau
أَسۡمَعَهُمۡ
Dia jadikan mereka mendengar
لَتَوَلَّواْ
niscaya mereka berpaling
وَّهُم
dan/sedang mereka
مُّعۡرِضُونَ
orang-orang yang memalingkan diri
Terjemahan
Seandainya Allah mengetahui ada kebaikan pada diri mereka, pasti Dia jadikan mereka dapat mendengar. Seandainya Allah menjadikan mereka dapat mendengar, niscaya mereka berpaling dan memang memalingkan diri.
Tafsir
(Kalau sekiranya Allah mengetahui kebaikan pada mereka) bakat yang baik di dalam mendengarkan perkara yang hak (tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar) dengan pendengaran yang disertai pemahaman. (Dan jika Allah menjadikan mereka dapat mendengar) sebagai perumpamaan, karena Allah telah mengetahui bahwa tidak ada kebaikan dalam diri mereka (niscaya mereka pasti berpaling juga) dari perkara yang hak itu (sedangkan mereka memalingkan diri") dari menerima perkara hak yang mereka dengar itu karena keras hati dan ingkar.
Tafsir Surat Al-Anfal: 20-23
Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kalian berpaling dari-Nya, sedangkan kalian mendengar (perintah-perintah-Nya)
Dan janganlah kalian menjadi sebagai orang-orang (munafik) yang berkata, "Kami mendengarkan, " padahal mereka tidak mendengarkan.
Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah orang-orang yang tuli dan bisu yang tidak mengerti apa-apa pun.
Kalau sekiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar. Dan kalau Allah menjadikan mereka dapat mendengar, niscaya mereka pasti akan berpaling juga, dan mereka memalingkan diri (dari apa yang mereka dengar itu).
Ayat 20
Allah ﷻ memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman agar taat kepada-Nya dan taat kepada Rasul-Nya. Lalu Allah memperingatkan mereka agar jangan menentang-Nya dan menyerupakan diri dengan orang-orang yang kafir kepada-Nya serta menentang-Nya. Untuk itulah Allah ﷻ berfirman:
“Dan janganlah kalian berpaling dari-Nya.” (Al-Anfal: 20)
Artinya, janganlah kalian meninggalkan taat kepada-Nya dan berpaling dari mengerjakan perintah-perintah-Nya serta meninggalkan semua larangan-Nya.
“Sedangkan kalian mendengar (perintah-perintah-Nya).” (Al-Anfal: 20)
Yakni sesudah kalian mengetahui apa yang diserukan-Nya kepada kalian untuk kalian kerjakan.
Ayat 21
“Dan janganlah kalian menjadi seperti orang-orang (munafik) yang berkata, ‘Kami mendengarkan,’ padahal mereka tidak mendengarkan.” (Al-Anfal: 21)
Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah orang-orang musyrik. Pendapat inilah yang dipilih oleh ibnu Jarir.
Sedangkan menurut Ibnu Ishaq, yang dimaksud dengan mereka ialah orang-orang munafik, karena sesungguhnya mereka menampakkan dirinya seakan-akan mereka mendengar dan menanggapinya, padahal hati mereka tidaklah demikian.
Ayat 22
Kemudian Allah ﷻ memberitahukan bahwa manusia jenis ini merupakan makhluk yang paling buruk, dan kedudukannya sama dengan binatang. Untuk itu Allah ﷻ berfirman:
“Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah orang-orang yang tuli.” (Al-Anfal: 22)
Yakni tidak mau mendengarkan kebenaran.
“Dan bisu.” (Al-Anfal: 22)
Yaitu tidak mau memahaminya (diam seribu bahasa). Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
“Yang tidak mengerti apa pun.” (Al-Anfal: 22)
Mereka adalah seburuk-buruk makhluk, karena sesungguhnya semua makhluk selain mereka taat kepada Allah menuruti apa yang mereka diciptakan untuknya. Sedangkan mereka diciptakan oleh Allah untuk beribadah kepada-Nya, tetapi mereka ingkar kepada-Nya.
Karena itulah mereka diserupakan dengan binatang, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: “Dan perumpamaan (orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan saja.” (Al-Baqarah: 171), hingga akhir ayat. Dalam ayat lainnya lagi disebutkan: “Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (Al-A'raf: 179)
Menurut pendapat lainnya lagi, yang dimaksud dengan mereka yang disebutkan dalam ayat ini adalah segolongan orang dari kalangan Bani Abdud Dar, satu puak dari kabilah Quraisy. Pendapat ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Mujahid, kemudian dipilih oleh Ibnu Jarir.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang munafik.
Menurut kami, dalam hal ini tidak ada bedanya antara kaum musyrik dan orang-orang kafir serta orang-orang munafik, karena masing-masing dari mereka tidak mempunyai pemahaman yang benar dan tidak mempunyai tujuan beramal saleh. Kemudian Allah ﷻ memberitakan bahwa mereka adalah orang-orang yang tidak mempunyai pemahaman yang benar, tidak pula mempunyai niat yang benar, sekalipun diumpamakan mempunyai pemahaman.
Ayat 23
“Kalau sekiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar.” (Al-Anfal: 23)
Yakni niscaya Allah menjadikan mereka dapat memahami. Bentuk lengkapnya ialah 'tetapi tidak ada kebaikan pada diri mereka, maka mereka tidak dijadikan mempunyai pemahaman, karena sesungguhnya Allah mengetahui bahwa seandainya Dia membuat mereka dapat mendengar, yakni mempunyai pemahaman.
“Niscaya mereka pasti akan berpaling juga.” (Al-Anfal: 23)
Yakni berpaling dari hal itu dengan sengaja dan terdorong oleh keingkarannya, padahal mereka sudah memahaminya.
“Dan mereka memalingkan diri.” (Al-Anfal: 23)
Memalingkan diri dari apa yang telah mereka dengar dan mereka pahami itu.
Masih berkaitan dengan mereka yang tidak mendengar dan tidak menggunakan akalnya, ayat ini menegaskan sekiranya Allah berkehendak mengetahui dengan ilmu-Nya yang azali, bahwa ada keinginan untuk menerima dan mengamalkan kebaikan pada mereka, tentu Dia jadikan mereka dapat mendengar sehingga memperoleh hidayah. Pengandaian dalam ayat ini bukan berarti Allah tidak tahu, tetapi Allah Mahatahu bahwa pada mereka tidak ada kebaikan. Dan jika Allah menjadikan mereka dapat mendengar dan memahamai kebenaran, niscaya mereka akan tetap meninggalkan juga apa yang mereka dengar itu, dan mereka dalam keadaan memalingkan diri dari kebenaran, sebab mereka telah dikuasai hawa nafsu.
Pada ayat ke-20 Allah menuntut orang-orang beriman untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan selanjutnya mengecam mereka yang enggan mendengar dan menggunakan akalnya, maka sebagai kesimpulannya Allah meminta orang beriman untuk memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya. Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah sebagai bukti keimananmu seruan Allah dan Rasul Nabi Muhammad, dengan sepenuh hati apabila dia, yakni Rasul menyerumu kepada sesuatu ajakan apa pun, karena seruan itu merupakan sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu, dengan mengerjakan perintah dan menegakkan hukum Allah yang menjamin kehidupan jiwa, raga, pikiran, dan kalbu kalian. Memenuhi seruan itu akan mendatangkan kebaikan dalam hidup di dunia dan akhirat. Dan ketahuilah, dengan penuh keyakinan, bahwa sesungguhnya Allah akan membuat dinding pemisah yang akan membatasi antara manusia dan keinginan hatinya jika mendapat bisikan hawa nafsu, karena Dialah Yang menguasai seluruh jiwa dan raga manusia. Dan ketahuilah sesungguhnya kepada-Nyalah, tidak kepada lainNya, kamu akan dikumpulkan untuk diminta pertanggungjawaban dan masing-masing akan mendapat balasan yang setimpa.
Allah memberikan pernyataan terhadap orang-orang munafik dan orang-orang musyrik bahwa andaikata mereka mempunyai kemauan untuk beriman dan harapan untuk mengikuti petunjuk yang disampaikan oleh Rasulullah, tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar. Tetapi lantaran bakat mereka, untuk menerima petunjuk Allah telah dikotori dengan noda-noda kemusyrikan dan kenifakan, maka tidak ada jalan lain lagi untuk mengarahkan bakat-bakat mereka untuk menerima petunjuk.
Seumpama Allah menjadikan mereka dapat memahami seruan Rasul itu tentulah mereka enggan melaksanakan apa yang mereka dengar, apa lagi untuk mengamalkannya, karena di dalam hati mereka telah bersarang keingkaran dan kekafiran. Dari firman Allah itu dapat dipahami bahwa derajat orang yang mendengarkan seruan Rasul itu bertingkat-tingkat.
1. Ada orang yang sengaja tidak mau mendengarkan seruan Rasul secara terang-terangan dan menyambutnya dengan permusuhan sejak semula, karena mereka merasa bahwa seruannya itu akan menghancurkan keyakinannya.
2. Ada orang yang mendengarkan seruan Rasul, akan tetapi tidak berniat untuk memahami dan memikirkan apa yang diserukan, seperti orang-orang munafik.
3. Ada orang yang mendengarkan seruan Rasul dengan maksud mencari kesempatan untuk membantah dan menolaknya. Hal serupa ini dilakukan oleh orang-orang musyrik dan ahli kitab yang mengingkari kebenaran ayat Al-Qur'an.
4. Ada orang yang mendengarkan dengan maksud ingin memahami dan memikirkan seruan Rasul. Tetapi adakalanya ajaran Islam itu dijadikan sebagai pengetahuan yang dipergunakan untuk tujuan-tujuan tertentu dan adakalanya ajaran Islam itu dijadikan bahan pembicaraan dan sasaran kritikan. Perbuatan ini dilakukan oleh kebanyakan orang-orang orientalis.
.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 20
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya."
Di sinilah terletak rahasia dari kemenangan. Orang yang suka dan duka, pada berat dan ringan. “Dan janganlah kamu berpaling daripadanya." Artinya, jangan bertindak sendiri-sendiri, jangan lebih mementingkan kehendak diri sendiri sehingga berpaling dari Rasul.
“Padahal kamu mendengar."
Padahal kamu selalu mendengarkan perintah dan kerahan beliau. Maka, dengarkanlah perintah itu dengan sepenuh perhatian, masukkan ke dalam hati dan amalkan, sekali-kali jangan menyimpang kepada yang lain, terutama di dalam menghadapi suatu hal yang sulit. Disebut taat kepada Allah dan Rasul, sebab apa yang disampaikan oleh Rasul itu sekali-kali tidak datang dari yang lain, melainkan diterimanya langsung dari Allah. Di dalam perintah Rasul itu terkandung iman, Islam, dan ihsan. Oleh Sebab itu, yang dimaksud dengan mendengar pada ayat ini ialah menghadapkan segenap perhatian kepadanya, sehingga tidak ada yang lepas buat diamalkan.
Ayat 21
“Dan, janganlah kamu jadi seperti orang-orang yang berkata, ‘Kami telah mendengar, padahal tidaklah mereka mendengar.'"
Memang banyak orang yang memasang telinga, tetapi di antara telinganya tidak diper-talikannya dengan pertalian hatinya. Sebab, itu, misalnya jika kita tanyakan, ‘Adakah engkau dengarkan?" Dia menjawab, ‘Ada." Lalu ditanyai lagi, “Apakah isi pembicaraan yang kamu dengarkan itu?" Dia tidak menjawab, sebab dia tidak mengerti. Atau tidak ada perhatian.
Kemudian datanglah ayat selanjutnya;
Ayat 22
“Sesungguhnya yang sejahat jahat makhluk yang merayap di sisi Allah, ialah orang-orang yang pekak, tuti, bisu, dan tidak mempergunakan akal."
Di dalam surah an-Nuur ayat 45 pernah disebutkan tentang binatang yang merayap di atas bumi ini atau merangkak atau menjalar. Ada binatang itu yang merayap di atas perutnya, artinya menjalar; sebagai ular, lipan, ulat-ulat dan semacamnya, lipas (kecoa) dan lain-lainnya. Ada yang berjalan dengan kedua kakinya, yaitu manusia. Dia pun binatang merayap juga. Manusia itu adalah binatang yang berpikir (hayawanun nathiq homo-sapiens). Dan, ada pula yang merayap dengan kaki empat, yaitu segala binatang yang kita kenal, baik yang jinak ataupun yang liar. Maka, di antara segala binatang itu, yang paling hina ialah binatang yang pekak, tuli, bisu, karena tidak memakai akalnya. Siapa binatang itu? Tentu saja manusia, sebagai binatang merayap berkaki dua. Manusia kalau tidak mempergunakan akalnya, lebih hinalah dia daripada binatang merayap dengan perut dan melangkah dengan kaki empat. Kalau kerbau tidak pandai berkata-kata dan kalau sebangsa pukang pekak dan tuli saja, tidak peduli ketika dipanggil, tidaklah dia disalahkan orang. Akan tetapi, kalau hal ini terjadi pada manusia maka manusialah yang sejahat-jahat makhluk merayap di dalam dunia ini.
Sebab binatang merayap yang berjalan dengan dua kaki, yang bernama manusia itu, dilebihkan dari sekalian binatang penghuni bumi dengan akalnya yang bisa berpikir dan telinganya yang bisa mendengar dan mulutnya yang bisa berkata-kata.
Dia dihitung menjadi pekak dan tuli, apabila telinganya tidak dipergunakannya buat mendengar. Dan, dia terhitung menjadi bisu, kalau mulutnya tidak dapat mengatakan yang benar. Sebab, yang menjadi sentral hidup dari pendengaran, penglihatan, dan perkataan ialah akal budi. Kalau akal budi yang padam, hidupnya sebagai manusia tidak berarti lagi. Dia menjadi lebih hina daripada binatang, sebab dia menjadi manusia yang tidak berguna.
Kerbau masih dapat dipergunakan pembawa gerobak dan pedati, lembu pembajak sawah, gajah pengangkut kayu, kambing pemerah susu dan diambil dagingnya dan kulitnya dan bulunya. Manusia yang tidak berakal, akan dipergunakan buat apa, selain dari menambah pusing pemerintah menyediakan bahan makanan? Tentang ini telah diuraikan pula pada ayat 179 dari surah belum lama berselang.
Ayat 23
“Dan, jika Allah telah membuktikan pada mereka ada kebaikan, niscaya Allah akan membuat mereka mendengar."
Renungkanlah hal ini, untuk menghilangkan paham yang salah terhadap perintah agama. Perhatikanlah, siapa yang disebut orang mukallaf, yaitu yang dipikuli kewajiban agama, yaitu orang yang baligh lagi berakal. Orang mukallaf yang baligh lagi berakal, itulah yang diberi perintah berbuat baik dan dilarang berbuat jahat. Anak yang belum baligh, belum ada tanda taklif, dan-orang yang gila, yang disebut tolol, yang tidak ada akal sama sekali, tidaklah mukallaf. Jika dia bertelanjang bulat di muka orang banyak, tidak ada orang yang akan menyalahkannya. Dia tidak wajib shalat dan puasa. Dia hanya dijaga saja oleh orang lain, supaya jangan merusak atau mati karena kesia-siaannya sendiri. Sebab itu, perintah agama dipikulkan pada orang yang berakal. Ayat ini menyatakan, bahwa kalau Allah telah membuktikan bahwa pada seseorang ada dasar yang baik, artinya bahwa akal pemberian Allah itu dipergunakan dengan baik, niscaya Allah akan menjadikan telinganya dapat mendengar. Atau jiwanya dapat mendengar, sehingga terbimbinglah dia di dalam garis agama yang benar dan iman yang sempurna. Akan tetapi, ber-lain halnya dengan orang yang ada akal, tetapi akal itu dipergunakan buat maksud-maksud yang salah, sebagai pemuka-pemuka Quraisy itu. Banyak mereka mempunyai orang-orang yang berakal, tetapi akal busuk, sebagai Abu Jahal dan teman-temannya itu. Maka, berkatalah lanjutan ayat, “Dan kalau Allah telah membuat mereka mendengar, mereka akan berpaling pula." Artinya, bukan tidak sampai kepada mereka seruan, bukan mereka tidak mendengar apa yang disampaikan oleh Rasul. Ada mereka dengar, tetapi mereka salahkan artinya. Mereka dengar buat mereka tentang dan lawan.
“Padahal mereka menjauhkan diri."
Bertambah mereka dengar, bertambah mereka menjauhkan diri. Mereka takut menghadapi kebenaran dan menjunjung tingginya, sebab mereka pandang merugikan bagi kehendak hawa nafsu mereka.
Maka, di dalam tiga ayat ini berturut-turut kita telah diberi tahu nilai pendengaran, memasang telinga dan memasang hati.
Niscaya maksud pendengaran yang terutama di sini ialah mendengar ajaran Rasulullah, mendengar pengajaran agama sebaik-baiknya buat diamalkan. Mendengar Al-Qur'an dibacakan dan hadits Rasulullah diperkatakan. Yang lain juga akan kita dengarkan. Perkataan sesama manusia juga akan kita dengarkan, untuk menimbang mana yang benar dan mana yang salah. Bahkan suara musik yang merdu juga kita dengarkan, supaya kita dapat membedakan suara yang merdu dan suara yang sumbang salah. Akan tetapi, sebagai rangka dari ayat tentang taat kepada Allah dan Rasul, niscaya yang dimaksud dan yang utama buat didengar, ialah perintah-perintah Allah dan larangan-laranganNya untuk kebahagiaan hidup kita sendiri. Mendengar buat dipahamkan dan mendengar buat diamalkan.
Janganlah sampai kita asyik mendengarkan bacaan Al-Qur'an dengan suara yang merdu, dari seorang ahli qiraat yang pandai berlagu, lalu kita lupa diri karena merdunya, dan tidak berkesan isinya ke dalam hidup kita. Bacaan Al-Qur'an yang merdu memang semacam musik yang indah, tapi itu hanya hingga telinga saja. Belum tentu rnasuk ke dalam hati. Kita mesti kembali ke pangkal surah tadi, yaitu sehendaknya mendengar pembacaaan ayat-ayat Allah itu menambah bagi iman kita. Kalau iman tidak bertambah lantaran mendengar pembacaan Al-Qur'an, samalah kita dengan seburuk-buruk binatang merayap yang disebutkan oleh ayat tadi, atau lebih jahat dari itu; yaitu bertambah mendengar, bertambah jauh dari Al-Qur'an.