Ayat
Terjemahan Per Kata
قَالُواْ
mereka berkata
تِلۡكَ
itu
إِذٗا
jika demikian
كَرَّةٌ
pengembalian
خَاسِرَةٞ
kerugian
قَالُواْ
mereka berkata
تِلۡكَ
itu
إِذٗا
jika demikian
كَرَّةٌ
pengembalian
خَاسِرَةٞ
kerugian
Terjemahan
Mereka berkata, “Kalau demikian, itu suatu pengembalian yang merugikan.”
Tafsir
(Mereka berkata, "Hal itu) maksudnya, dihidupkan-Nya kami kembali (kalau begitu) atau seandainya hal itu benar terjadi (adalah pengembalian) suatu pengembalian (yang merugikan") diri kami. Lalu Allah berfirman:.
Tafsir Surat An-Nazi'at: 1-14
Demi (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras, dan (malaikat-malaikat) yang mencabut nyawa dengan lemah lembut, dan (malaikat-malaikat) yang turun dari langit dengan cepat, dan (malaikat-malaikat) yang mendahului dengan kencang, dan (malaikat-malaikat) yang mengatur urusan (dunia). (Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan) pada hari ketika tiupan pertama mengguncangkan alam, tiupan pertama itu diiringi oleh tiupan kedua. Hati manusia pada waktu itu sangat takut, pandangannya tunduk. (Orang-orang kafir) berkata, 'Apakah sesungguhnya kami benar-benar dikembalikan kepada kehidupan semula. Apakah (akan dibangkitkan juga) apabila kami telah menjadi tulang belulang yang hancur lumat? Mereka berkata, "Kalau demikian, itu adalah suatu pengembalian yang merugikan. Sesungguhnya pengembalian itu hanyalah dengan satu kali tiupan saja, maka dengan serta merta mereka hidup kembali di permukaan bumi.
Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Masruq, Sa'id ibnu Jubair, Abu Saleh, dan Abud Dulia serta As-Suddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Demi (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras. (An-Nazi'at: 1) Yakni para malaikat saat mencabut arwah Bani Adam. Maka di antara mereka ada yang mencabut rohnya dengan sulit, akhirnya ia'mencabutnya dengan paksa; dan di antara mereka ada yang mencabutnya dengan mudah seakan-akan melolos sesuatu yang mudah, dan inilah yang dimaksud oleh firman-Nya: dan (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemah lembut. (An-Nazi'at: 2)Demikianlah menurut Ibnu Abbas. Telah diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna an-nazi'at, bahwa yang dimaksud adalah arwah orang-orang kafir yang dicabut dengan paksa, kemudian dibenamkan di dalam neraka; demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Demi (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras. (An-Nazi'at: 1)Bahwa makna yang dimaksud ialah kematian. Al-Hasan Al-Basri mengatakan juga Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya.: Demi (malaikat-malaikat) yog mencabut (nyawa) dengan keras, dan (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemah lembut. (An-Nazi'at: 1-2) Bahwa makna yang dimaksud ialah bintang-bintang. ‘Atha’ ibnu Abu Rabah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, "An-Nazi'at" dan "an-nasyitat" bahwa makna yang dimaksud ialah busur yang dipakai dalam peperangan. Tetapi pendapat yang shahih adalah yang pertama dan dikatakan oleh kebanyakan ulama. Adapun mengenai firman-Nya: dan (malaikat-malaikat) yang turun dari langit dengan cepat. (An-Nazi'at: 3) Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah para malaikat.
Telah diriwayatkan pula dari Ali, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Abu Saleh hal yang semisal. Dan telah diriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: dan (malaikat-malaikat) yang turun dari langit dengan cepat. (An-Nazi'at: 3) Yakni maut alias kematian, Qatadah mengatakan bintang-bintang, ‘Atha’ ibnu Abu Rabah mengatakan perahu (kapal-kapal laut). Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan (malaikat-malaikat) yang mendahului dengan kencang. (An-Nazi'at: 4) Telah diriwayatkan dari Ali, Masruq, Mujahid, dan Abu Saleh serta Al-Hasan Al-Basri, bahwa makna yang dimaksud ialah para malaikat; Al-Hasan mengatakan bahwa para malaikat lebih dahulu beriman dan membenarkan Allah subhanahu wa ta’ala Diriwayatkan dari Mujahid, bahwa makna yang dimaksud ialah kematian; Qatadah mengatakan bintang-bintang, sedangkan ‘Atha’ mengatakan kuda yang dipakai untuk berjihad di jalan Allah subhanahu wa ta’ala Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan (malaikat-malaikat) yang mengatur urusan dunia. (An-Nazi'at: 5) Mujahid, ‘Atha’, Abu Saleh, Al-Hasan, Qatadah, Ar-Rabi ibnu Anas, dan As-Suddi mengatakan para malaikat.
Al-Hasan menambahkan, yaitu para malaikat yang mengatur urusan dunia dari langit, yakni dengan perintah dari Tuhannya, dan mereka tidak membuat-buatnya dalam urusan ini. Tetapi sikap Ibnu Jarir tidak memutuskan dengan salah satu dari pendapat-pendapat yang telah disebutkan di atas, melainkan hanya dia meriwayatkan sehubungan dengan makna mudabbirati amran, bahwa makna yang dimaksud adalah para malaikat.
Kemudian ia tidak menguatkan pendapat ini dan tidak pula menyanggahnya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: (Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan) pada hari ketika tiupan pertama mengguncangkan alam, tiupan pertama itu diiringi oleh tiupan kedua. (An-Nazi'at: 6-7) Ibnu Abbas mengatakan bahwa keduanya adalah tiupan sangkakala, yaitu tiupan yang pertama dan tiupan yang kedua. Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, Al-Hasan, Qatadah, dan Adh-Dhahhak serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Telah diriwayatkan dari Mujahid bahwa adapun tiupan yang pertama disebutkan oleh firman-Nya: (Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan) pada hari ketika tiupan pertama mengguncangkan alam. (An-Nazi'at: 6) Maka semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: Pada hari bumi dan gunung-gunung berguncangan. (Al-Muzzammil: 14) Sedangkan tiupan yang kedua dinamakan radifah, semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: dan diangkatlah bumi dan gunung-gunung, lalu dibenturkan keduanya sekali bentur. (Al-Haqqah: 14) ". Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abdullah ibnu Muhammad ibnu Aqil, dari AbutTufail ibnu Ubay Ka'b, dari ayahnya yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Tiupan pertama yang mengguncangkan dilakukan, lalu diiringi dengan tiupan yang kedua, maka datanglah maut berikut segala sesuatunya.
Maka seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah pendapatmu jika aku jadikan semua salawatku untukmu?" Rasulullah ﷺ menjawab: Kalau begitu, Allah akan menghindarkanmu dari semua kesusahan dunia dan akhiratmu. Imam At-Tirmidzi, Ibnu Jarir, dan Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan hal yang semisal melalui Sufyan Ats-Tsauri berikut dengan sanad yang sama. Lafal Imam At-Tirmidzi dan Ibnu Abu Hatim menyebutkan bahwa Rasulullah ﷺ apabila telah berlalu dua pertiga malam, beliau berdiri, lalu bersabda: Wahai manusia, ingallah kepada Allah, tiupan pertama yang mengguncangkan (akan) datang yang diiringi dengan tiupan yang kedua, maka datanglah maut berikut segala sesuatunya.
Firman Allah Swt: Hati manusia pada waktu itu sangat takut. (An-Nazi'at: 8) Ibnu Abbas mengatakan bahwa wajifah artinya takut. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid dan Qatadah. pandangannya tunduk. (An-Nazi'at: 9) Yakni pandangan mata orang-orang yang mengalaminya tunduk. Sesungguhnya kata kerja di sini dikaitkan dengan pandangan mata, mengingat ia menunjukkan gejala kejiwaan yang dialami oleh pelakunya. Makna yang dimaksud ialah mereka tampak hina dan rendah karena menyaksikan huru-hara yang mengerikan lagi sangat menakutkan di hari (kiamat) itu.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: (Orang-orang kafir) berkata, "Apakah sesungguhnya kami benar-benar dikembalikan kepada kehidupan yang semula? (An-Nazi'at: 10) Yaitu orang-orang musyrik Quraisy dan orang-orang yang sependapat dengan mereka yang mengingkari adanya hari berbangkit dan tidak percaya bahwa mereka akan dihidupkan kembali sesudah mereka dimasukkan ke dalam Liang kuburnya. Demikianlah menurut Mujahid. Mereka tidak percaya bahwa mereka akan dihidupkan kembali, padahal tubuh mereka telah hancur dan tulang belulang mereka sudah berantakan.
Karena itulah mereka mengatakan, sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya: Apakah (akan dibangkitkan juga) apabila kami telah menjadi tulang belulang yang hancur lumat? (An-Nazi'at: 11) Qiraat lain ada yang membacanya "naakhirah". Ibnu Abbas, Mujahid dan Qatadah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah sudah lapuk. Menurut Ibnu Abbas, makna yang dimaksud ialah tulang yang lapuk dan rapuh serta angin dapat masuk ke dalam rongga-rongganya. Mereka berkata, "Kalau demikian, itu adalah suatu pengembalian yang merugikan. (An-Nazi'at: 12) Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Muhammad ibnu Ka'b, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Abu Malik, As-Suddi, dan Qatadah, bahwa yang dimaksud dengan al-hafirah ialah kehidupan sesudah mati.
Ibnu Zaid mengatakan bahwa al-hafirah ialah neraka, dan betapa banyaknya nama neraka itu; neraka disebut pula dengan nama Jahim, Saqar, Jahanam, Hawiyah, Hafirah, Laza, dan Hutamah. Adapun mengenai ucapan mereka yang disebutkan oleh firman-Nya: Kalau demikian, itu adalah suatu pengembalian yang merugikan. (An-Nazi'at: 12) Muhammad ibnu Ka'b mengatakan bahwa orang-orang musyrik Quraisy mengatakan, "Sesungguhnya jika Allah menghidupkan kami kembali sesudah kami mati, berarti kami benar-benar merugi." Maka Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Sesungguhnya pengembalian itu hanyalah dengan satu kali tiupan saja, maka dengan serta merta mereka hidup kembali di permukaan bumi. (An-Nazi'at: 13-14) Yakni sesungguhnya kebangkitan itu hanyalah merupakan suatu perintah dari Allah yang tidak perlu ada pengulangan atau pengukuhan.
Maka begitu Allah memerintahkannya, dengan serta merta semua manusia hidup kembali dan berdiri serta melihat. Allah tinggal memerintahkan kepada Malaikat Israfil untuk meniup sangkakala, maka ditiuplah olehnya tiupan berbangkit (untuk menghidupkan semua makhluk), lalu dengan tiba-tiba seketika itu juga semua orang yang terdahulu dan yang terkemudian hidup kembali berdiri di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala seraya melihat. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman Allah subhanahu wa ta’ala: yaitu pada hari Dia memanggil kalian, lalu kamu mematuhi-Nya sambil memuji-Nya dan kamu mengira bahwa kamu tidak berdiam (di dalam kubur) kecuali sebentar saja. (Al-Isra: 52) Dan perintah Kami hanyalah satu perkataan seperti kejapan mata. (Al-Qamar: 50) Dan firman Allah subhanahu wa ta’ala: Tidak adalah kejadian kiamat itu, melainkan seperti sekejap mata atau lebih cepat (lagi). (An-Nahl: 77) Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya pengembalian itu hanyalah dengan satu kali tiupan saja. (An-Nazi'at: 13) Yakni sekali teriakan.
Ibrahim At-Taimi mengatakan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala sangat murka terhadap makhluk-Nya saat Dia menghidupkan mereka kembali. Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah teriakan kemurkaan. Abu Malik dan Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan bahwa makna zajratun wahidah ialah tiupan yang terakhir. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: maka dengan serta merta mereka hidup kembali di permukaan bumi. (An-Nazi'at: 14) Ibnu Abbas mengatakan bahwa as-sahirah artinya bumi seluruhnya. Hal yang sama dikatakan oleh Said ibnu Jubair, Qatadah, dan Abu Saleh.
Ikrimah, Al-Hasan, Adh-Dhahhak, dan Ibnu Zaid mengatakan bahwa as-sahirah artinya permukaan bumi. Mujahid mengatakan bahwa pada mulanya mereka berada di perut bumi lalu dikeluarkan di pemiukaannya. Mujahid mengatakan pula bahwa as-sahirah artinya tempat yang datar lagi rata. Ats-Tsauri mengatakan, as-sahirah artinya negeri Syam. Usman ibnu Abul Atikah mengatakan bahwa as-sahirah artinya tanah Baitul Maqdis, Wahb ibnu Munabbih mengatakan bahwa as-sahirah adalah sebuah gunung yang berada di sebelah Baitul Maqdis.
Qatadah mengatakan bahwa as-sahirah artinya Jahanam. Semua pendapat tersebut gharib, tetapi pendapat yang benar ialah yang mengatakan bahwa as-sahirah artinya permukaan bumi. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Husain, telah menceritakan kepada kami Hirzu ibnul Mubarak seorang syekh yang saleh, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnus Sirri, telah menceritakan kepada kami Mus'ab ibnu Sabit, dari Abu Hazim, dari Sahl ibnu Sa'd As-Sa'idi sehubungan dengan firman-Nya: maka dengan serta merta mereka hidup kembali di permukaan bumi. (An-Nazi'at: 14) Bahwa yang dimaksud adalah bumi yang berwarna putih tanahnya seperti adonan roti yang bersih.
Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: maka dengan serta merta mereka hidup kembali di permukaan bumi. (An-Nazi'at: 14) Yang dimaksud dengan bumi di sini adalah seperti yang disebutkan dalam firman-Nya: (Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit, dan mereka semua (di padang mahsyar) berkumpul menghadap ke hadirat Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa. (Ibrahim: 48) Dan mereka bertanya kepadamu tentang gunung-gunung, maka katakanlah, "Tuhanku akan menghancurkannya (di hari kiamat) sehancur-hancurnya, maka Dia akan menjadikan (bekas) gunung-gunung itu datar sama sekali, tidak ada sedikit pun kamu lihat padanya tempat yang rendah dan yang tinggi-tinggi. (Thaha: 105-107) Dan firman Allah Swt: Dan (ingatlah) akan hari (yang ketika itu) kami perjalankan gunung-gunung dan kamu akan melihat bumi itu datar. (Al-Kahfi:47) Bumi yang tadinya menjadi tempat gunung-gunung ditampakkan menjadi tanah yang datar.
Bumi tersebut bukanlah seperti bumi kita sekarang, melainkan bumi lain yang belum pernah dikerjakan suatu dosa pun di atas permukaannya dan belum pernah dialirkan setetes darah pun padanya."
Mereka yang ingkar itu berkata dengan nada mengejek, 'Kalau hal yang demikian itu benar-benar terjadi, itu adalah suatu pengembalian
yang merugikan bagi kami. Hal itu tidak akan terjadi kepada kami. '13. Pengembalian dan pembangkitan itu bukanlah hal yang sulit bagi Allah. Maka pengembalian itu hanyalah dengan sekali tiupan saja oleh Malaikat Israfil melalui tiupan yang kedua.
Dalam ayat ini akhirnya mereka berkata juga, "Kalau demikian, sungguh kami akan mengalami pengembalian yang sangat merugikan." Allah menjawab ejekan dan penyesalan mereka itu dengan menjelaskan bahwa pengembalian itu cukup sederhana saja, yaitu dapat terjadi hanya dengan satu kali tiupan saja oleh Malaikat Israfil.
Akhirnya mereka menyadari bahwa manusia tidak dapat memandang peristiwa hari kebangkitan itu sebagai mustahil. Sebab, dengan itu mereka dapat serta merta akan hidup kembali di permukaan bumi sebagai permulaan hari akhirat.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
BILA KIAMAT DATANG
Kita disuruh memerhatikan alam semesta ini semuanya, baik keindahan dari kecepatan bintang-bintang yang dapat dilihat mata atau kecepatan bertindak malaikat-malaikat yang dapat direnungkan dalam batin. Akhirnya sampailah renungan kita kepada kesimpulan, bahwa semua itu akan berakhir.
Ayat 6
“Di hari akan berguncanglah sesuatu yang berguncang." (ayat 6)
Akan berguncang sesuatu yang berguncang, yaitu bumi tempat kita hidup ini. Dipandang dari segi alam semesta, guncangan bumi itu hanya suatu soal kecil belaka, tetapi bagi kita yang hidup di dalamnya keguncangan itu adalah maut!
Ayat 7
“Diikuti pula oleh iringannya." (ayat 7)
Artinya, sesudah guncangan hebat yang pertama akan datang lagi guncangan kedua yang lebih dahsyat. Menurut suatu tafsir dari Ibnu Abbas keguncangan dua kali itu ialah permulaan kehancuran bumi dengan datangnya Kiamat Kubra itu. Tetapi menurut suatu hadits yang dirawikan oleh Tirmidzi guncangan yang pertama ialah bila maut telah datang dan guncangan kedua ialah permulaan pertanyaan di kubur.
Ayat 8
“Hati pada hari itu akan berdebar-debar." (ayat 8)
Hati berdebar lantaran takut dan ngeri memikirkan persoalan yang akan dihadapi setelah meninggalkan hidup yang sekarang, kegelisahan mengingat dosa-dosa yang telah lampau.
Ayat 9
“Pemandangannya akan tunduk ke bawah." (ayat 9)
Penglihatan tertunduk ke bawah karena sesal yang tidak berkeputusan, umur sudah habis, buat kembali kepada zaman yang lampau, tak dapat lagi.
Ayat 10
Tetapi orang-orang yang tidak mau percaya, yang menyangka bahwa hidup hanya hingga ini saja, dengan mati habislah segala perkara, tidaklah mereka mau percaya bahwa manusia akan dihidupkan kembali dalam kehidupan yang lain.
“Mereka akan berkata, ‘Apakah sesungguhnya kita akan dikembalikan sesudah bernada pada lubang kubur?'" (ayat 10)
Ayat 11
“Biarpun kita telah jadi tulang yang hancur?" (ayat 11)
Manalah mungkin orang yang telah mati akan dihidupkan kembali? Tulang yang telah hancur dalam kubur akan bangun kembali dari dalam kuburnya lalu menjadi manusia lagi?
Ayat 12
“Mereka berkata ‘Kalau begitu, itulah kekembalian yang rugi" (ayat 12)
Setelah mendengar keterangan sejelas itu disertai penjelasan yang meyakinkan, tersadar pikiran mereka sejenak, “Kalau memang kita akan dihidupkan kembali, niscaya rugilah kita, karena kita tidak bersiap terlebih dahulu menghadapi hari itu dengan amal-amal yang baik." Maka berjanjilah mereka dalam hati hendak memperbaiki hidup, hendak memilih jalan yang lebih baik. Namun janji tinggal janji, sebab mereka terpengaruh oleh pergaulan.
Ayat 13
“Maka sesungguhnya hal itu hanyalah pekik, sekali saja." (ayat 13)
Atau hardik sekali saja, atau sorak sekali saja. Artinya apabila saat itu datang, tidaklah ia memberi waktu dan peluang lama bagi manusia; dia akan datang hanya dengan sekali pekik, atau sekali hardik, atau sekali sorak. Datangnya sangat mengejutkan. Sekejap mata.
Ayat 14
“Maka mereka pun beradalah di bumi yang tandus." (ayat 14).
Ketika dibangunkan dari kematian itu mereka mendapati diri mereka telah keluar dari alam kubur, datang ke bumi yang telah lain bentuknya dari yang dahulu; bumi yang telah rata seperti padang maha luas, atau di sini dikata bumi yang telah tandus.