Ayat

Terjemahan Per Kata
رَّبِّ
Tuhan/Pemelihara
ٱلسَّمَٰوَٰتِ
langit(jamak)
وَٱلۡأَرۡضِ
dan bumi
وَمَا
dan apa
بَيۡنَهُمَا
diantara keduanya
ٱلرَّحۡمَٰنِۖ
Yang Maha Pengasih
لَا
tidak
يَمۡلِكُونَ
mereka kuasa
مِنۡهُ
daripadaNya/dengan Dia
خِطَابٗا
bicara
رَّبِّ
Tuhan/Pemelihara
ٱلسَّمَٰوَٰتِ
langit(jamak)
وَٱلۡأَرۡضِ
dan bumi
وَمَا
dan apa
بَيۡنَهُمَا
diantara keduanya
ٱلرَّحۡمَٰنِۖ
Yang Maha Pengasih
لَا
tidak
يَمۡلِكُونَ
mereka kuasa
مِنۡهُ
daripadaNya/dengan Dia
خِطَابٗا
bicara
Terjemahan

(yaitu) Tuhan (pemelihara) langit, bumi, dan apa yang ada di antara keduanya, Yang Maha Pengasih. Mereka tidak memiliki (hak) berbicara dengan-Nya.
Tafsir

(Rabb langit dan bumi) dapat dibaca Rabbis Samaawaati Wal Ardhi dan Rabus Samaawaati Wal Ardhi (dan apa yang ada di antara keduanya; Yang Maha Pemurah) demikian pula lafal Ar-Rahmaan dapat dibaca Ar-Rahmaanu dan Ar-Rahmaani disesuaikan dengan lafal Rabbun tadi. (Mereka tiada memiliki) yakni makhluk semuanya (di hadapan-Nya) di hadapan Allah ﷻ (sepatah kata pun) yaitu tiada seseorang pun yang dapat berbicara kepada-Nya karena takut kepada-Nya.
Tafsir Surat An-Naba': 37-40
Tuhan Yang memelihara langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya; Yang Maha Pemurah. Mereka tidak dapat berbicara dengan Dia. Pada hari, ketika roh dan para malaikat berdiri bersaf-saf, mereka tidak berkata-kata kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan Yang Maha Pemurah; dan ia mengucapkan kata yang benar. Itulah hari yang pasti terjadi.
Maka barang siapa yang menghendaki, niscaya ia menempuh jalan kembali kepada Tuhannya. Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepada kalian (wahai orang kafir) siksa yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya; dan orang kafir berkata, "Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah. Allah subhanahu wa ta’ala menceritakan tentang kebesaran dan keagungan-Nya, bahwa sesungguhnya Dia adalah Tuhan yang menguasai langit dan bumi serta semua yang ada pada keduanya dan semua yang ada di antara keduanya.
Dan bahwa sesungguhnya Dia adalah Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang rahmat-Nya mencakup segala sesuatu. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Mereka tidak dapat berbicara dengan Dia. (An-Naba: 37) Yakni tiada seorang pun yang mampu memulai berbicara kepada-Nya kecuali dengan seizin-Nya. Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya.(Al-Baqarah: 255) Semakna pula dengan firman-Nya yang lain, yaitu: Di kala datang hari itu, tidak ada seorang pun yang berbicara, melainkan dengan izin-Nya. (Hud: 105) Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: Pada hari ketika roh dan para malaikat berdiri bersaf-saf, mereka tidak berkata-kata. (An-Naba: 38) Ulama tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan makna yang dimaksud dengan roh dalam ayat ini; ada beberapa pendapat di kalangan mereka mengenainya.
Pertama, menurut apa yang diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan roh adalah arwah Bani Adam (anak-anak Adam). Kedua, mereka adalah anak-anak Adam, menurut Al-Hasan dan Qatadah. Qatadah mengatakan bahwa hal ini merupakan sesuatu yang disembunyikan oleh Ibnu Abbas. Ketiga, mengatakan bahwa mereka adalah suatu makhluk Allah yang bentuknya seperti Bani Adam, tetapi mereka bukan malaikat dan bukan pula manusia, mereka juga makan dan minum.
Demikianlah menurut Ibnu Abbas, Mujahid, Abu Saleh, dan Al-A'masy. Keempat, menyebutkan bahwa dia adalah Jibril. Ini menurut apa yang dikatakan oleh Asy-Sya'bi, Sa'id ibnu Jubair, dan Adh-Dhahhak. Hal ini berdalilkan dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala yang menyebutkan: dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan. (Asy-Syu'ara: 193 194). Muqatil ibnu Hayyan mengatakan bahwa Ar-Ruh adalah malaikat yang paling mulia dan paling dekat dengan Allah subhanahu wa ta’ala Serta penyampai wahyu. Kelima, bahwa yang dimaksud dengan Ar-Ruh adalah Al-Qur'an. Ini menurut Ibnu Zaid, yang berarti semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al-Qur'an) dengan perintah Kami. (Asy-Syura: 52), hingga akhir ayat.
Keenam, mengatakan bahwa Ar-Ruh adalah malaikat yang besarnya sama dengan seluruh makhluk bila digabungkan menjadi satu. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Pada hari ketika Ruh berdiri. (An-Naba: 38), Bahwa makna yang dimaksud dengan Ruh ialah malaikat yang paling besar tubuhnya. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Khalaf Al-Asqalani, telah menceritakan kepada kami Rawwad ibnul Jarrah, dari Abu Hamzah, dari Asy-Sya'bi, dari Alqamah, dari Ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Ar-Ruh berada di langit yang keempat, dia lebih besar daripada semua langit, semua gunung, dan semua malaikat; setiap harinya ia bertasbih kepada Allah sebanyak dua belas ribu kali tasbih.
Dan dari setiap tasbih yang dibacanya Allah menciptakan malaikat yang kelak di hari kiamat akan datang membentuk satu saf tersendiri. Pendapat ini gharib sekali. Imam Ath-Thabarani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Aus Al-Masri, telah menceritakan kepada kami Wahbullah ibnu Rauq ibnu Hubairah, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Bakr, telah menceritakan kepada kami Al-Auza'i, telah menceritakan kepadaku ‘Atha’, dari Abdullah ibnu Abbas, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: Sesungguhnya Allah mempunyai seorang malaikat seandainya diperintahkan, "Telanlah tujuh langit dan bumi sekali telan!" Tentulah malaikat itu dapat melakukannya, dan bacaan tasbihnya ialah, "Mahasuci Engkau di mana pun Engkau berada.
Tetapi hadits ini gharib sekali, mengenai predikat marfu'-nya masih perlu diteliti. Barang kali hadits ini mauquf hanya sampai pada Ibnu Abbas saja, yang berarti bersumber dari apa yang diterimanya dari berita-berita Israiliyat; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Ibnu Jarir tidak berani memutuskan dengan salah satu dari pendapat-pendapat tersebut. Tetapi menurut hemat saya, pendapat yang lebih mendekati kepada kebenaran hanya Allah jualah Yang Maha Mengetahui ialah yang mengatakan Ruh adalah Bani Adam alias manusia.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan Yang Maha Pemurah. (An-Naba: 38) Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: Di kala datang hari itu, tidak ada seorang pun yang berbicara, melainkan dengan izin-Nya. (Hud: 105) Dan sebagaimana yang disebutkan dalam hadits shahih: ". Dan tiada yang berbicara di hari itu kecuali hanya para rasul. Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan ia mengucapkan kata yang benar. (An-Naba: 38) Yakni perkataan yang hak, dan termasuk perkataan yang hak ialah kalimah "Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah." Demikianlah menurut apa yang dikatakan oleh Abu Saleh dan Ikrimah.
Firman Allah Swt: Itulah hari yang pasti terjadi. (An-Naba: 39) Artinya, pasti terjadinya dan tidak terelakkan lagi. Maka barang siapa yang menghendaki, niscaya ia menempuh jalan kembali kepada Tuhannya. (An-Naba: 39) Yaitu jalan untuk kembali yang menghantarkan dia kepada-Nya dan yang akan ditempuhnya untuk sampai kepada-Nya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepada kalian (wahai orang kafir) siksa yang dekat. (An-Naba: 40) Maksudnya, pada hari kiamat nanti. Dikatakan demikian karena kepastian kejadiannya telah dekat, dan sesuatu yang pasti terjadi itu tidak dapat dielakkan lagi.
pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya. (An-Naba: 40) Yakni ditampilkan di hadapannya semua amal perbuatannya, yang baiknya dan yang buruknya, yang terdahulu dan yang terkemudian. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). (Al-Kahfi: 49) Dan firman Allah subhanahu wa ta’ala: Pada hari itu diberikan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya. (Al-Qiyamah: 13) Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan orang kafir berkata, "Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah. (An-Naba: 40) Orang kafir di hari itu berkhayal seandainya dirinya sewaktu di dunia berupa tanah dan bukan makhluk serta tidak dikeluarkan ke alam wujud.
Demikian itu terjadi ketika dia menyaksikan azab Allah terpampang di hadapannya dan ia melihat semua amal perbuatannya yang telah dicatat oleh para malaikat juru tulis amal perbuatan, yang semuanya mulia lagi bertakwa. Semua amal perbuatannya penuh dengan kerusakan dan dosa-dosa. Menurut pendapat lain, sesungguhnya orang kafir itu berkhayal demikian hanyalah setelah ia menyaksikan peradilan Allah subhanahu wa ta’ala saat menghukumi antara hewan-hewan terhadap kejadian-kejadian yang telah dilakukannya ketika di dunia dengan sesamanya.
Maka Allah memutuskan perkara di antara mereka dengan hukum-Nya yang Maha-adil yang tidak aniaya, sehingga kambing yang tidak bertanduk disuruh membalas terhadap kambing yang bertanduk yang dahulu sewaktu di dunia pernah menanduknya. Apabila peradilan telah dilakukan terhadap mereka, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman kepada mereka, "Jadilah kamu tanah!" Maka semuanya kembali menjadi tanah. Dan saat itulah orang kafir berkata, sebagaimana yang disitir oleh firman-Nya: Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah. (An-Naba: 40) Yaitu menjadi hewan, lalu dikembalikan menjadi tanah.
Hal yang semakna telah disebutkan di dalam hadits sangkakala yang terkenal, sebagaimana telah disebutkan pula dalam atsar-atsar yang bersumber dari Abu Hurairah, dan Abdullah ibnu Amr serta selain keduanya."
Tuhan yang menganugerahkan semua itu adalah Tuhan Pemelihara langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya. Dialah Tuhan Yang Maha Pengasih dan Mahakaya. Dia mempunyai rahmat yang sangat banyak. Mereka tidak mampu berbicara dengan Dia. Semua unduk dan patuh kepada-Nya, tidak ada yang mampu berbicara dengan-Nya kecuali atas seizin-Nya. 38. Tidak ada yang mampu berbicara langsung dengan Allah pada hari ketika ruh, yaitu Jibril, dan para malaikat lain yang berdiri bersaf-saf secara teratur dengan penuh tunduk dan khusyuk. Mereka, baik Jibril atau lainnya, tidak berani berkata-kata karena khidmatnya situasi saat itu, kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan Yang Maha Pengasih untuk berkata kepada-Nya, dan dia hanya mengatakan sesuatu yang benar dan diridai Allah.
Dalam ayat ini, Allah menerangkan bahwa Dialah Tuhan Yang memelihara langit dan bumi dan segala yang berada di antaranya dengan sifat-Nya sebagai Tuhan Yang Maha Pemurah. Keagungan Allah pada hari Kiamat itu tampak sekali, tidak seorang pun yang akan berbicara dengan Allah, melainkan dengan izin-Nya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
NIKMAT SURGA BAGI YANG BERTAKWA
Selalu Al-Qur'an mengadakan timbalan di antara ancaman dan bujukan, atau siksaan dengan karunia.
Ayat 31
“Sesungguhnya bagi orang-orang yang bertakwa ada tempat kemenangan." (ayat 31)
Ketakwaan, menyebabkan selamat perjalanan hidup itu sampai kepada akhir umur. Di akhirat kelak telah disediakan baginya Mafaza, tempat berdiam bagi orang- orang yang telah menang dalam menegakkan kebenaran.
Ayat 32
Tempat kemenangan itu ialah “Taman-taman dan anggun-anggun." (ayat 32)
Kebun-kebun yang subur, penuh dengan tumbuh-tumbuhan, kembang-kembang berbagai warna disertai buah-buahan yang lezat cita rasanya adalah tempat nikmat itu. Dan di antara buah-buahan yang banyak berbagai ragam, ada satu yang istimewa, yaitu anggur-anggur. Karena anggur itu kecil mungil dan bijinya tidak mengganggu.
Ayat 33
“Dan penawar-penawar muda yang sebaya." (ayat 33)
Taman-taman yang indah berwarna-warni, disertai buah-buahan yang lezat, lebih berarti sebagai tempat orang yang menang dalam perjuangan menantang hawa nafsu dalam hidup di dunia ini. Di dalamnya terdapat pula gadis-gadis perawan muda, yang di dalam bahasa Arab disebut Kawa'ib sebagai jamak dari Ka'ib, yang berarti gadis remaja yang susunya masih kencang. Dan mereka banyak, sebanyak diperlukan, dan usia mereka boleh dikatakan seumuran belaka.
Ayat 34
Ditambah lagi, “Dan piala-piala yang melimpah-limpah." (ayat 34)
Ayat 35
“Tidak akan mereka dengan padanya kata-kata yang sia-sia dan tidak pula kata-kata dusta." (ayat 35)
Jika di dunia ini taman-taman cinta birahi yang kaya dengan segala buah-buahan dan anggur, minuman berbagai rupa, perempuan cantik yang menggiurkan dan menimbulkan nafsu, barulah meriah bila orang telah mabuk-mabuk. Orang meminum tuak dan segala minuman keras ialah untuk menghilangkan rasa malu di dalam berbuat segala macam kecabulan. Keluarlah di sana segala perkataan kotor dan jijik. Maka suasana dalam surga bukanlah demikian. Bila disebutkan gadis-gadis remaja dan perawan-perawan sebaya itu, rasa seni dan keindahanlah yang tergetar, bukan hawa nafsu kelamin. Karena surga bukanlah semata menghidangkan pemuas kelamin. Yang ada dalam surga adalah kedamaian pikiran, ketenangan dan tenteram, tidak mendengar kata-kata sia-sia, seperti banyak terdengar di dunia ini dan tidak pula mendengar kata-kata bohong.
Ayat 36
Semuanya ini adalah “Ganjaran dari Tuhan engkau." Disebutkan ini agar kita dapat memperbedakannya dengan kepelisiran di dunia, yang sebagian besar bukan karena ganjaran Allah, melainkan ganjaran setan, yang akhirnya bukan nikmat, melainkan niqmat', alangkah jauh bedanya di antara nikmat dengan niqmat; “Pemberian yang cukup tersedia." (ujung ayat 36)
Allah menyatakan siapa diri-Nya dan bagaimana luas sifat Rububiyah-Nya. “Tuhan dari sekalian langit." As-Samawati adalah kata jamak dari as-Sama'. As-Sama' artinya satu langit. As- Samawati artinya beberapa langit. Karena telah tersebut di dalam Al-Qur'an sendiri bahwa langit itu sampai tujuh lapisan, lalu penafsir mengartikan dengan sekalian langit atau beberapa langit. Begitulah penerjemahan bahasa yang dapat dipakai oleh penafsir ini. Karena pemakaian kata jamak dari baitun yang berarti satu rumah, jamaknya ialah buyutun yang berarti banyak rumah. Dalam pemakaian kata sehari-hari bahasa Indonesia dan bahasa Melayu, banyak rumah disebut rumah-rumah. Kitabun untuk satu buku. Kutubun untuk banyak buku, dalam bahasa kita disebut banyak buku-buku. Tetapi untuk langit kalau banyak tidak dapat disebut artinya menjadi langit-langit. Karena langit-langit artinya bu-kanlah langit yang banyak, melainkan di dalam mulut kita yang sebelah atas! Itu sebabnya maka Samawati selalu saya artikan sekalian langit. Supaya ahli-ahli terjemah lama maklum adanya.
Ayat 37
“Dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya." Artinya, bahwa Allah ﷻ adalah Tuhan dari semuanya; Dia yang mengatur. Dia yang mentadbirkan perjalanannya. Dan lagi, “Yang Maha Pemurah." Atau diartikan juga Maha Penyayang, yaitu arti yang kita ambil untuk nama ar-Rahman.
“Tidaklah mereka berkuasa berkata-kata kepada-Nya." (ujung ayat 37)
Artinya, akan dirasakanlah betapa hebat kebesaran dan keagungan Allah Tuhan Sarwa Sekalian Alam pada hari itu. Meskipun hari itu hari nikmat, hari orang yang bertakwa akan menerima ganjaran dan karunia Ilahi, meskipun bagaimana rasa gembira, namun kebesaran Ilahi itu menyebabkan tiada seorang jua pun yang sanggup bercakap. Mulut tertutup semuanya, ditambah lagi oleh rasa terharu setelah menerima nikmat karunia-Nya.