Ayat
Terjemahan Per Kata
إِنَّهُمۡ
sesungguhnya mereka
كَانُواْ
adalah mereka
لَا
tidak
يَرۡجُونَ
mengharapkan
حِسَابٗا
perhitungan
إِنَّهُمۡ
sesungguhnya mereka
كَانُواْ
adalah mereka
لَا
tidak
يَرۡجُونَ
mengharapkan
حِسَابٗا
perhitungan
Terjemahan
Sesungguhnya mereka tidak pernah mengharapkan perhitungan.
Tafsir
(Sesungguhnya mereka tidak mengharapkan) artinya, mereka tidak takut (kepada hisab) karena mereka ingkar kepada adanya hari berbangkit.
Tafsir Surat An-Naba': 17-30
Sesungguhnya Hari Keputusan adalah suatu waktu yang ditetapkan, yaitu hari (yang pada waktu itu) ditiup sangkakala, lalu kamu datang berkelompok-kelompok, dan dibukalah langit, maka terdapatlah beberapa pintu; dan dijalankanlah gunung-gunung, maka menjadi fatamorganalah ia. Sesungguhnya neraka Jahanam itu (padanya) ada tempat pengintai, lagi menjadi tempat kembali bagi orang-orang yang melampaui batas, mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya, mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman, selain air yang mendidih dan nanah, sebagai pembalasan yang setimpal.
Sesungguhnya mereka tidak takut kepada hisab, dan mereka mendustakan ayat-ayat Kami dengan sesungguh-sungguhnya. Dan segala sesuatu telah Kami catat dalam suatu kitab. Karena itu, rasakanlah. Dan Kami sekali-kali tidak akan menambah kepada kamu selain dari azab. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, menceritakan tentang Hari Keputusanyaitu hari kiamat bahwa sesungguhnya hari itu telah ditetapkan waktu yang tertentu bagi kejadiannya, tidak diundurkan, dan tidak dikurangi (dimajukan), dan tiada seorang pun yang mengetahui tentang ketetapan waktunya secara tertentu melainkan hanya Allah subhanahu wa ta’ala Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dan Kami tiadalah mengundurkannya, melainkan sampai waktu tertentu. (Hud: 104) Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: yaitu hari (yang pada waktu itu) ditiup sangkakala, lalu kalian datang berkelompok-kelompok. (An-Naba: 18) Mujahid mengatakan bergelombang-gelombang atau rombongan-rombongan.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah setiap umat datang bersama dengan rasulnya sendiri, semakna dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya: (Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya. (Al-Isra: 71) Imam Bukhari sehubungan dengan firman-Nya: yaitu hari (yang pada waktu itu) ditiup sangkakala, lalu kamu datang berkelompok-kelompok. (An-Naba: 18) mengatakan bahwa: telah menceritakan kepada kami Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Al-Abumasy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: "Jarak waktu di antara kedua tiupan adalah empat puluh. Mereka (para sahabat) bertanya, "Apakah empat puluh hari? Rasulullah ﷺ menjawab, "Aku tidak mau mengatakannya. Mereka bertanya, "Apakah empat puluh bulan?" Rasulullah ﷺ menjawab, "Aku menolak untuk mengatakannya. Mereka bertanya lagi, "Apakah empat puluh tahun? Rasulullah ﷺ menjawab, "Aku menolak untuk mengatakannya. Lalu Rasulullah ﷺ melanjutkan, "Kemudian Allah menurunkan hujan dari langit, maka bermunculanlah mereka sebagaimana tumbuhnya sayur-mayur. Tiada suatu anggota tubuh pun dari manusia melainkan pasti hancur kecuali satu tulang, yaitu tulang ekornya, maka darinyalah makhluk disusun kembali kelak di hari kiamat.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan dibukalah langit, maka terdapatlah beberapa pintu. (An-Naba: 19) Yakni membentuk jalan-jalan atau jalur-jalur untuk turunnya para malaikat. dan dijalankanlah gunung-gunung, maka menjadi fatamorganalah ia. (An-Naba: 20) Semakna dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya: Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (An-Naml: 88) Dan firman-Nya: dan gunung-gunung seperti bulu yang dihambur-hamburkan. (Al-Qari'ah: 5) Dan dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya: maka menjadi falamorganalah ia. (An-Naba: 20) Artinya, terbayang oleh orang yang memandangnya seakan-akan gunung itu adalah sesuatu benda, padahal kenyataannya tidaklah demikian; sesudah itu gunung-gunung tersebut lenyap sama sekali tanpa bekas, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang gunung-gunung, maka katakanlah, "Tuhanku akan menghancurkannya (di hari kiamat) sehancur-hancurnya, maka Dia akan menjadikan (bekas) gunung-gunung itu datar sama sekali, tidak ada sedikit pun kamu lihat padanya tempat yang rendah dan yang tinggi-tinggi. (Thaha: 105-107) Dan firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan (ingatlah) akan hari (yang ketika itu) Kami perjalankan gunung-gunung dan kamu akan melihat bumi itu datar. (Al-Kahfi: 47) Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: Sesungguhnya neraka Jahanam itu adalah tempat yang telah disediakan. (An-Naba: 21) Yakni tempat yang telah disediakan dan dikhususkan, bagi orang-orang yang melampaui batas. (An-Naba: 22) Mereka adalah para pembangkang, para pendurhaka yang menentang rasul-rasul Allah.
sebagai tempat kembali (mereka). (An-Naba: 22) Yaitu sebagai tempat kembali dan tempat menetap serta tempat mereka berpulang. Al-Hasan dan Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah Swt: Sesungguhnya neraka Jahanam itu (padanya) ada tempat pengintai. (An-Naba: 21) Maksudnya, tiada seorang pun yang akan masuk surga melainkan harus melewati neraka. Maka jika ia mempunyai jawaz (paspor), selamatlah ia; dan apabila tidak mempunyainya, maka ia ditahan. Sufyan Ats-Tsauri mengatakan bahwa di atas neraka terdapat tiga buah jembatan. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya. (An-Naba: 23) Yakni mereka tinggal di dalam neraka selama berabad-abad, bentuk jamak dari hiqbun, yang artinya suatu masa dari zaman.
Mereka berselisih pendapat tentang kadarnya masa ini. Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Ibnu Humaid, dari Mahran, dari Sufyan Ats-Tsauri, dari Ammar Ad-Duhni, darr Salim ibnu Abul Ja'd yang mengatakan bahwa Ali ibnu Abu Thalib pernah bertanya sehubungan dengan penanggalan kamariah hijriah, "Apakah yang kalian jumpai dalam Kitabullah tentang makna al-hiqbu? Lalu dijawab, "Kami menjumpainya berarti delapan puluh tahun, tiap tahun mengandung dua belas bulan, dan tiap bulan mengandung tiga puluh hari, dan setiap hari lamanya sama dengan seribu tahun." Hal yang sama telah diriwayatkan dari Abu Hurairah, Abdullah ibnu Amr, Ibnu Abbas, Sa'id ibnu Jubair, Amr ibnu Maimun, Al-Hasan, Qatadah, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan Adh-Dhahhak.
Telah diriwayatkan pula dari Al-Hasan dan As-Suddi, bahwa lamanya tujuh puluh tahun dengan ketentuan yang sama. Telah diriwayatkan dari Abdullah ibnu Amr, bahwa satu hiqbu adalah empat puluh tahun, tiap hari darinya sama lamanya dengan seribu tahun menurut perhitunganmu. Keduanya diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Basyir ibnu Ka'b mengatakan, pernah diceritakan kepadanya bahwa satu hiqbu adalah tiga ratus tahun, dua belas bulan pertahunnya, dan setiap tahunnya mengandung tiga ratus enam puluh hari, dan lama tiap harinya sama dengan seribu tahun.
Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim. Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Amr ibnu Ali ibnu Abu Bakar Al-Isfidi, telah menceritakan kepada kami Marwan ibnu Mu'awiyah Al-Fazzari, dari Ja'far ibnuz Zubair, dari Al-Qasim, dari Abu Umamah, dari Nabi ﷺ sehubungan dengan makna firman-Nya: mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya. (An-Naba: 23) Bahwa al-hiqbu adalah satu bulannya bulan yang berisikan tiga puluh hari, dan tahunnya berisikan dua belas bulan, dan satu tahunnya berisikan tiga ratus enam puluh hari; setiap harinya sama dengan seribu tahun menurut perhitunganmu; maka satu hiqbu adalah tiga puluh ribu tahun.
Hadits ini munkar sekali. Al-Qasim dan orang yang meriwayatkan darinya yaitu Ja'far ibnuz Zubair kedua-duanya hadisnya tidak terpakai. ". Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Mirdas, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Muslim alias Abul Ala yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Sulaiman At-Taimi, "Apakah ada seseorang yang dikeluarkan dari neraka?" Maka ia menjawab bahwa telah menceritakan kepadaku Nafi', dari Ibnu Umar, dari Nabi ﷺ yang telah bersabda: Demi Allah, tiada seorang pun yang dikeluarkan dari neraka sebelum tinggal di dalamnya selama berabad-abad.
Lalu ia menyebutkan bahwa satu hiqbu ialah delapan puluh tahun lebih setiap tahunnya mengandung tiga ratus enam puluh hari menurut perhitunganmu. Kemudian Sulaiman ibnu Muslim Al-Basri mengatakan bahwa pendapat inilah yang terkenal. As-Suddi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya. (An-Naba: 23) Yakni tujuh ratus hiqbu, setiap hiqbu tujuh puluh tahun, setiap tahun tiga ratus enam puluh hari, dan setiap hari sama dengan seribu tahun menurut perhitunganmu.
Muqatil ibnu Hayyan telah mengatakan bahwa sesungguhnya ayat ini telah di-mansukh oleh firman Allah subhanahu wa ta’ala yang mengatakan: Karena itu, rasakanlah. Dan Kami sekali-kali tidak akan menambah kepada kalian selain dari azab. (An-Naba: 30) Khalid ibnu Ma'dan telah mengatakan bahwa ayat ini dan firman Allah subhanahu wa ta’ala: kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). (Hud: 107) berkenaan dengan ahli tauhid (yang berbuat durhaka); keduanya diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Kemudian Ibnu Jarir mengatakan bahwa dapat pula ditakwilkan bahwa firman Allah subhanahu wa ta’ala: mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya. (An-Naba: 23) Berkaitan dengan firman-Nya: mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman. (An-Naba: 24) Kemudian Allah mengadakan lagi bagi mereka sesudahnya azab yang lain yang berbeda dengan azab yang sebelumnya.
Selanjutnya Ibnu Jarir mengatakan bahwa pendapat yang shahih mengatakan bahwa azab di neraka itu tiada habis-habisnya, seperti yang dikatakan oleh Qatadah dan Ar-Rabi' ibnu Anas. Yang hal ini telah dikatakannya sebelumnya, bahwa telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abdur Rahim Al-Burqi, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Abu Salamah, dari Zuhair, dari Salim yang mengatakan bahwa aku mendengar Al-Hasan ditanya tentang makna firman Allah subhanahu wa ta’ala: mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya. (An-Naba: 23).
Lalu Al-Hasan menjawab, bahwa makna ahqab tiada bilangannya melainkan hanyalah menunjukkan kekal di dalam neraka. Tetapi jika mereka menyebutkan al-hiqbu adalah tujuh puluh tahun, itu berarti setiap hari darinya sama dengan seribu tahun menurut perhitunganmu. Sa'id telah meriwayatkan dari Qatadah sehubungan dengan makna firman Allah subhanahu wa ta’ala: mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya. (An-Naba: 23) Yang dimaksud dengan berabad-abad adalah masa yang tiada habis-habisnya, setiap kali habis satu abad datang lagi abad selanjutnya, tanpa ada batasnya.
Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya. (An-Naba: 23) Bahwa tiada seorang pun yang mengetahui bilangan masa tersebut kecuali hanya Allah subhanahu wa ta’ala Telah diriwayatkan pula kepada kami bahwa al-hiqbu sama dengan delapan puluh tahun, dan setiap tahunnya mengandung tiga ratus enam puluh hari, sedangkan setiap harinya sama dengan seribu tahun menurut perhitunganmu. Kedua pendapat diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman. (An-Naba: 24) Yakni di dalam neraka Jahanam mereka tidak menjumpai hal yang menyejukkan hati mereka, tidak pula menjumpai minuman yang baik buat pengisi perut mereka.
Oleh karena itu, maka disebutkan dalam firman berikutnya: selain air yang mendidih dan nanah. (An-Naba: 25) Abul Aliyah mengatakan bahwa ini merupakan lawan kata dari sebelumnya; kesejukan diganti dengan air yang mendidih dan minuman yang enak diganti dengan nanah. Yang dimaksud dengan hamim ialah air yang panasnya telah mencapai puncak didihnya; dan yang dimaksud dengan gassaq ialah campuran dari nanah, keringat, air mata, dan yang keluar dari luka-luka ahli neraka, dinginnya tidak terperikan, dan baunya yang busuk tidak tertahankan.
Kami telah menerangkan tentang gassaq ini dalam tafsir surat Sad, hingga tidak perlu diulangi lagi. Semoga Allah melindungi kita dari hal tersebut berkat karunia dan kemurahan-Nya. Ibnu Jarir mengatakan bahwa suatu pendapat ada yang mengatakan bahwa firman-Nya: mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya. (An-Naba: 24) Yakni tidak dapat tidur selamanya, seperti yang dikatakan oleh Al-Kindi: ... Terasa sejuk olehku moncong wadah minumannya, tetapi rasa kantuk yang menyerang diriku menghalangiku dari mereguknya.
Yang dimaksud dengan al-bard (dingin) ialah rasa kantuk yang berat. Demikianlah menurut penuturan Ibnu Jarir, tetapi dia tidak menisbatkan syair ini kepada siapa pun. Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkannya melalui jalur As-Suddi, dari Murrah At-Tayyib; dan ia telah menukilnya pula dari Mujahid. Al-Bagawi telah meriwayatkannya pula dari Abu Ubaidah dan Al-Kisa-i. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: sebagai pembalasan yang setimpal. (An-Naba: 26) Yaitu siksaan yang sedang mereka alami ini merupakan hasil dari amal perbuatan mereka yang rusak selama mereka berada di dunia.
Demikianlah menurut Mujahid dan Qatadah serta selain keduanya yang bukan hanya seorang. Kemudian dalam firman berikutnya disebutkan: Sesungguhnya mereka tidak takut kepada hisab. (An-Naba: 27) Yakni mereka sama sekali tidak percaya bahwa di alam akhirat ada kehidupan lain yang mereka akan mendapati balasan amal perbuatannya dan menjalani hisab (perhitungan)nya. dan mereka mendustakan ayat-ayat Kami dengan sesungguh-sungguhnya. (An-Naba: 28) Dahulu mereka mendustakan hujah-hujah Allah dan bukti-bukti kebenaran-Nya terhadap makhluk-Nya, yang Dia turunkan kepada para rasul-Nya, tetapi mereka menyambutnya dengan kedustaan dan keingkaran.
Firman Allah Swt: dengan kedustaan yang sesungguh-sungguhnya. (An-Naba: 28) Yaitu takziban (dengan sesungguh-sungguhnya), ini merupakan bentuk masdar yang bukan berasal dari fi'il (kata kerja)nya. Ulama Nahwu mengatakan bahwa pernah ada seorang Arab Badui meminta fatwa dari Al-Farra sehubungan dengan tahalhil di Marwah, "Apakah memotong rambut yang lebih engkau sukai ataukah mencukurnya pendek-pendek?" Yakni dengan memakai ungkapan al-qissar (sewazan dengan kizzaba). Dan sebagian dari mereka mengucapkan dalam salah satu bait syairnya, ..... "Sesungguhnya telah lama masa yang menghambat dia dari menemaniku dan dari menunaikan keperluannya yang banyak disebabkan keadaanku yang sengsara." Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan segala sesuatu telah Kami catat dalam suatu kitab. (An-Naba: 29) Sesungguhnya Kami mengetahui amal perbuatan semua hamba dan Kami telah mencatatkannya atas mereka, maka Kami akan membalaskannya terhadap mereka; jika baik, maka balasannya baik; danjika buruk, maka balasannya buruk.
Firman Allah Swt: Karena itu, rasakanlah. Dan Kami sekali-kali tidak akan menambah kepada kalian selain dari azab. (An-Naba: 30) Yakni dikatakan kepada penduduk neraka, "Rasakanlah akibat dari perbuatanmu, maka Kami tidak akan menambahkan kepada kalian selain azab yang beraneka ragam." Qatadah telah meriwayatkan dari Abu Ayyub Al-Azdi, dari Abdullah ibnu Amr ibnul Asyang mengatakan bahwa tiada suatu ayat pun yang lebih keras bagi ahli neraka selain dari firman-Nya: Karena itu, rasakanlah.
Dan Kami sekali-kali tidak akan menambah kepada kalian selain dari azab. (An-Naba: 30) Bahwa mereka berada dalam tambahan azab selama-lamanya. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Muhammad ibnu Mus'ab As-Suri, telah menceritakan kepada kami Khalid ibnu Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Jusr ibnu Farqad, dari Al-Hasan yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Abu Barzah Al-Aslami tentang ayat yang paling keras di dalam Kitabullah atas ahli neraka.
Maka ia menjawab, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ membaca firman-Nya: Karena itu, rasakanlah. Dan Kami sekali-kali tidak akan menambah kepada kalian selain dari azab. (An-Naba: 30) Lalu beliau ﷺ bersabda: Binasalah kaum itu disebabkan perbuatan-perbuatan durhaka mereka kepada Allah subhanahu wa ta’ala Jusr ibnu Farqad hadisnya lemah sama sekali."
Mereka pantas menerima siksa Jahanam karena sesungguhnya dahulu mereka tidak pernah mengharapkan perhitungan amal di akhirat, bahkan mereka mendustakan dan menertawakan hari perhitungan itu. Jika mereka meyakini hari perhitungan, pasti mereka akan berbuat kebajikan. 28. Dan di samping itu, mereka benar-benar mendustakan ayat-ayat Kami tentang tauhid, kenabian, dan hari kebangkitan. Mereka mengatakan bahwa Al-Qur'an adalah cerita usang yang penuh kebohongan.
Setelah menerangkan azab neraka secara garis besar dalam ayat-ayat yang lalu, maka dalam ayat-ayat berikut ini Allah menyebutkan perincian terhadap dosa itu, yaitu terbagi atas dua bagian: pertama, mereka tidak takut kepada hari perhitungan karena mengingkari kedatangannya. Oleh karena itu, mereka tidak takut melakukan pelanggaran-pelanggaran itu sesuai dengan ajakan hawa nafsunya. Kedua, mereka mendustakan ayat-ayat Allah dan apa yang disebutkan dalam Al-Qur'an tentang kewajiban mentauhidkan Allah sesuai dengan seruan para rasul serta mempercayai hari kebangkitan.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
PENDERITAAN DALAM NERAKA JAHANNAM
Hari Kiamat artinya Hari Berbangkit; dinamai juga Hari Keputusan. Karena pada waktu itulah Allah akan memutuskan perkara tiap-tiap makhluk-Nya; yang baik dan yang buruk. Maka diterangkanlah akibat yang akan diterima oleh hamba Allah yang durhaka.
Ayat 21
“Sesungguhnya neraka Jahannam itu selalu mengawasi." (ayat 21)
Atau selalu menunggu dan memerhatikan orang-orang yang kufur yang akan dilemparkan ke dalamnya.
Ayat 22
“Bagi orang-orang yang durhaka, adalah dia tempat kembali." (ayat 22)
Thaghiin kita artikan saja secara ringkas dengan orang-orang yang durhaka, meskipun isi makna mungkin lebih jauh dari itu. Sebab kata thaghiin itu adalah satu sumber (mashdar) dengan thaghut, yang berarti orang atau barang yang dipuja-puja dan diagung-agungkan, sehingga dia sombong dan berlaku sesuka hati. Sebab itu pula maka diktator atau orang yang bersimaharajalela karena kekuasaan dinamai Thaghiyah. Lantaran itu dapatlah dipahamkan bahwa orang yang thaghiin, yang akan masuk ke dalam neraka Jahannam itu, ialah orang yang hanya memperturutkan kemauan sendiri, tidak mau menuruti aturan Allah dan Rasul-Nya.
Ayat 23
“Akan tinggal mereka di sana beberapa huqub lamanya." (ayat 23)
Arti satu huqub menurut orang Arab ialah sekira delapan puluh tahun. Sekarang dalam ayat ini bertemu kata jamak daripada huquban, yaitu ahqaba. Artinya akan menderitalah orang yang durhaka itu terpendam dalam neraka Jahannam berkali-kali delapan puluh tahun (bukan sekali saja). Atau seperti ditafsirkan oleh al-Qurthubi: Kinayatun ‘anit ta'bid; sebagai ungkapan dari makna kekekalan. Bila telah masuk, payah akan keluar lagi.
Ayat 24
“Tidak mereka akan merasakan dingin di sana."
Artinya ialah panas selalu, tidak sekali jua merasakan dingin.
“Dan tidak ada minuman." (ujung ayat 24)
Artinya bahwa segala minuman yang akan dapat menghilangkan dahaga tidaklah akan diberikan di sana.
Ayat 25
“Kecuali air mendidih dan air luka (nanah)" (ayat 25)
Tentu itu bukan melepaskan haus melainkan menambah adzab.
Ayat 26
“Suatu balasan yang setimpal." (ayat 26)
Ayat 27
“Karena sesungguhnya mereka tidak mengharap kepada perhitungan." (ayat 27)
Mereka tidak mempunyai harapan buat hari depan. Mereka tidak percaya bahwa segala amalan baik ataupun buruk di dunia ini, kelak akan diperhitungkan di hadapan Mahkamah Ilahi. Oleh sebab itu kalau mereka berbuat baik, bukanlah karena mereka mengharapkan mendapat ganjaran pahala dari Allah, dan kalau mereka berbuat yang jahat tidaklah mereka percaya bahwa kejahatannya itu diketahui oleh Allah dan akan diberi siksaan yang setimpal.
Ayat 28
“Dan mereka dustakan ayat-ayat Kami, sebenar-benar mendusta." (ayat 28)
Ayat boleh diartikan perintah Allah yang disampaikan oleh rasul-rasul Allah, sejak daripada Nuh sampai kepada Muhammad ﷺ, si thaghiin tidak juga mau peduli. Dan Al- Qur'an pun tersusun dari 6.236 ayat, itu pun tidak dipercayainya! Sama sekali ayat-ayat Allah itu didustakannya, atau dengan mulutnya, ataupun dengan perbuatannya, atau dengan munafiknya; percaya mulutnya, hatinya tidak. Ini sama sekali adalah mendustakan. Sebenar- benar mendustakan.
Ayat 29
“Padahal tiap-tiap sesuatunya telah Kami kumpulkan di dalam Kitab" (ayat 29)
Ayat ini boleh diartikan dua.
Pertama, tidaklah patut mereka mendustakan karena semuanya telah tertulis dengan jelas. Atau tidak patut mereka mendustakan, karena akal mereka yang murni atau yang dinamai fitrah tidak akan menolak kebenaran dari Allah itu.
Kedua, maknanya ialah bahwa manusia tidak akan dapat mengelakkan diri daripada perhitungan Allah yang sangat teliti di akhirat kelak. Sebab segala sesuatu yang telah dikerjakan oleh manusia, buruknya dan baiknya, semua sudah tertulis di dalam kitab di sisi Allah.
Ayat 30
“Sekarang rasakanlah!"
Yaitu jika datang Hari Pembalasan (Yaumul Jazaa') itu. Di saat itu kelak tidaklah akan dapat manusia berlepas diri lagi.
“Maka tidaklah akan Kami tambahkan lagi, melainkan adzab siksaan jua." (ujung ayat 30)
Artinya, bahwa sesampai di dalam neraka Jahannam itu janganlah mengharap adzab akan dikurangi, melainkan sebaliknyalah yang akan terjadi, yaitu penambahan adzab, berlipat ganda, dan terus-menerus.
Ada orang yang dengan semena-mena mencoba mengguncangkan kepercayaan Islam dengan menyebutkan bahwa ayat-ayat yang seperti ini adalah membuktikan bahwa Allah yang digambarkan oleh orang Islam itu kejam! Seorang Islam yang tidak mengerti serangan yang tengah dilakukan oleh pemeluk agama lain kepada Islam untuk mengguncang iman kaum Muslimin, tidak dapat membantah tuduhan tersebut, lalu merasa pula kalau-kalau Allah itu kejam. Padahal ayat-ayat seperti ini sangat memberikan bukti bahwa Allah itu tidak kejam! Kalau kejam semata-mata kejam, tidaklah akan diperingatkannya kepada hamba-hamba-Nya dengan perantaraan nabi-nabi-Nya, agar hamba-hamba-Nya ingat keadaan adzab itu, supaya si hamba menjauhkan diri daripadanya. Karena selama hidup di dunia inilah saat-saat yang semudah-mudahnya untuk mengelakkan adzab siksaan yang pedih itu, dengan cara mengikuti pimpinan yang disampaikan Allah dan dibawakan oleh rasul-rasul. Padahal sebelum adzab neraka di akhirat, kerap kali manusia telah menerima panjar (DP) adzab ketika di dunia ini juga. Misalnya adzab karena kusut pikiran, kacau akal, terguncang urat saraf dan sakit jiwa, yang semuanya itu berasal dari sebab pelanggaran garis-garis yang telah ditentukan oleh Allah.