Ayat
Terjemahan Per Kata
وَيۡلٞ
kecelakaan
يَوۡمَئِذٖ
pada hari itu
لِّلۡمُكَذِّبِينَ
bagi orang-orang yang mendustakan
وَيۡلٞ
kecelakaan
يَوۡمَئِذٖ
pada hari itu
لِّلۡمُكَذِّبِينَ
bagi orang-orang yang mendustakan
Terjemahan
Celakalah pada hari itu para pendusta (kebenaran).
Tafsir
(Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan.).
Tafsir Surat Al-Mursalat: 16-28
Bukankah Kami telah membinasakan orang-orang yang dahulu? Lalu Kami iringkan (azab Kami terhadap) mereka dengan (mengazab) orang-orang yang datang kemudian. Demikianlah Kami berbuat terhadap orang-orang yang berdosa. Kecelakaan besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan. Bukankah Kami menciptakan kamu dari air yang hina, kemudian Kami letakkan dia dalam tempat yang kokoh (rahim), sampai waktu yang ditentukan, lalu Kami tentukan (bentuknya), maka Kamilah sebaik-baik yang menentukan. Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan.
Bukankah Kami menjadikan bumi (tempat) berkumpul. orang-orang hidup dan orang-orang mati. dan Kami jadikan padanya gunung-gunung yang tinggi, dan Kami memberimu minum air yang tawar? Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Bukankah Kami telah membinasakan orang-orang yang dahulu. (Al-Mursalat: 16) Yakni yang mendustakan para rasul dan menentang apa yang disampaikan oleh mereka. Lalu Kami iringkan (azab Kami terhadap) mereka dengan (mengazab) orang-orang yang datang kemudian. (Al-Mursalat: 17) dari kalangan orang-orang yang serupa dengan mereka.
Karena itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya: Demikianlah Kami berbuat terhadap orang-orang yang berdosa. Kecelakaan besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan. (Al-Mursalat: 18-19) Demikianlah menurut Ibnu Jarir. Kemudian disebutkan dalam firman selanjutnya seraya menyebutkan nikmat yang telah dikaruniakan-Nya kepada makhluk-Nya dengan berdalilkan penciptaan pertama yang menunjukkan kepada kekuasaan-Nya yang mampu membangkitkan mereka hidup kembali. Bukankah Kami menciptakan kamu dari air yang hina? (Al-Mursalat: 20) Maksudnya, lemah lagi hina bila dibandingkan dengan kekuasaan Tuhan Yang Maha Pencipta.
Sebagaimana yang telah disebutkan di dalam surat Yasin melalui hadits Bisyar ibnu Jahhasy yang menyebutkan: Wahai anak Adam, apakah yang menghalangi-Ku dari berbuat terhadapmu, padahal Akn telah menciptakanmu dari sesuatu yang hina seperti ini (air mani)? Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Kemudian Kami letakkan dia dalam tempat yang kokoh (rahim). (Al-Mursalat:21) Kami himpunkan dia dalam rahim, yaitu tempat bagi air mani laki-laki dan indung telur; dan memang rahim dijadikan untuk itu dan dapat memelihara air mani yang ada di dalamnya.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: sampai waktu yang ditentukan. (Al-Mursalat: 22) Yakni sampai masa tertentu. enam bulan, atau sembilan bulan. Karena ituiah disebutkan dalam firman berikutnya: lalu Kami tentukan (bentuknya), maka Kamilah sebaik-baik yang menentukan. Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan. (Al-Mursalat: 23-24) Kemudian disebutkan dalam firman selanjutnya: Bukankah Kami menjadikan bumi (tempat) berkumpul, orang-orang hidup dan orang-orang mati. (Al-Mursalat: 25-26) Ibnu Abbas mengatakan bahwa kifatan artinya penyimpanan. Mujahid mengatakan bahwa mayat dikebumikan hingga tidak terlihat. Asy-Sya'bi mengatakan bahwa bagian dalam bumi untuk orang-orang mati kalian, sedangkan bagian luarnya untuk orang-orang hidup kalian.
Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid dan Qatadah. dan Kami jadikan padanya gunung-gunung yang tinggi. (Al-Mursalat: 27) Yaitu gunung-gunung untuk menstabilkan bumi agar tidak berguncang dan tidak pula bergetar. dan Kami memberimu minum air yang tawar? (Al-Mursalat: 27) Maksudnya, tawar dan enak diminum dari langit atau dari mata air yang menyumber dari bumi. Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan. (Al-Mursalat: 28) Yakni bagi orang yang merenungkan semua makhluk ini yang menunjukkan kepada kebesaran kekuasaan Penciptanya, sesudah itu dia tetap mendustakan-Nya dan kafir kepada-Nya.
23-24. Lalu Kami tentukan bentuknya serta masa kelahirannya, maka Kamilah sebaik-baik yang menentukan bentuk setiap makhluk. Celakalah pada hari itu, bagi mereka yang mendustakan kebenaran. 25-26. Nikmat penciptaan manusia telah diuraikan, kini nikmat lain yang diberikan kepada manusia yaitu tempat kediaman di bumi yang nyaman untuk ditinggali. Bukankah Kami jadikan bumi untuk tempat berkumpul, bagi yang masih hidup di permukaan bumi mereka berkeliaran, dan di perut bumi makhluk yang sudah mati itu dikuburkan'.
Dalam ayat ini, Allah menerangkan bahwa terlepas dari semua itu kalau memang manusia tak mau mengubah tabiat dan karakternya, tetap saja kafir laknat, dan lebih dari itu juga berusaha merongrong kewibawaan Ilahi itu dengan mempersekutukan-Nya dengan makhluk lain ciptaan-Nya, dan sama sekali tidak yakin adanya hari kebangkitan, hari manusia menerima ganjaran amal perbuatan baiknya, maka Tuhan mengancam untuk kedua kalinya, "Celaka besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan.".
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
CELAKA BESAR BAGI ORANG YANG MENDUSTAKAN
Ayat 20
“Bukankah telah Kami ciptakan kamu daripada air yang lemah?"
Dalam beberapa tafsir min maa'in mahiinin diartikan daripada air yang hina. Mahiin diartikan hina. Bila direnungkan makna sejati dari kalimat mahiin itu. maka tidaklah tepat rasanya jika diartikan ke dalam bahasa kita dengan hina. Karena arti hina bagi kita ialah sangat rendah? Kalau yang rendah akhlaknya atau budi pekertinya disebut seorang yang hina. Rakyat yang tidak mempunyai kedudukan tidak berdarah bangsawan disebut orang yang hina dina. Sebab itu maka terjemah dari mahiin, tidaklah tepat kalau hina. Orang yang mula menafsirkan Al-Qur'an ke dalam bahasa Melayu dalam abad Ketujuh belas (kira-kira sekitar tahun 1620) yaitu Syekh Abdurrauf menafsirkan saja mahiin itu dengan bahasa Arab juga, yaitu dhaif, artinya lemah.
Penafsiran mahiin dengan lemah lebih dekat kepada maksud. Air mani jauh lebih lemah daripada air biasa! Air biasa bisa meruntuhkan gunung, menghantam lurah dan membuat sungai dan bisa menjadi lautan. Tetapi air mani adalah lemah. Kalau tidaklah mani itu dijadikan Allah masyaajin (…) yakni bercampur di antara mani laki-laki dengan mani perempuan, teranglah mani jadi air yang lemah saja. Bahkan mani yang tertumpah misalnya di tempat tidur, teranglah mendatangkan jijik, dan kadang-kadang menimbulkan bau yang tidak enak.
Di dalam kalangan ulama fiqih terjadi juga perselisihan pendapat apakah mani itu najis atau bersih. Hadits-hadits yang dirawikan dari Aisyah, ada yang dirawikan Bukhari dan ada yang dirawikan Muslim menerangkan bahwa pernah ada mani lekat di kain Rasulullah yang akan beliau pakai pergi shalat ke mesjid. Lalu lekas-lekas dibersihkan oleh Aisyah, dengan jalan mencuci tempat yang kena mani itu dengan air, sehingga seketika beliau pergi shalat masih kelihatan bekas yang dicuci itu.
Ulama-ulama dalam madzhab Syafi'i memandang bahwa mani bukanlah najis. Mereka beralasan kepada salah satu hadits Nabi yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas oleh ad-Daruquthni dan al-Baihaqi. Yaitu ketika ditanya orang Rasulullah ﷺ tentang mani yang lekat pada kain, maka Rasulullah ﷺ telah menjawab,
“Sesungguhnya kedudukan mani itu sama saja dengan ingus, dahak, dan selesma. Cukup jika kamu bersihkan sofa dia dengan potongan kain atau rumput bersih." (HR al-Baihaqi)
Memang air mani jika belum berpadu adalah air yang masih lemah tidak berarti. Lekat di baju mesti dibersihkan. Lekat di seprai tempat tidur mesti dicuci. Bukan karena najisnya, melainkan karena kotornya. Bukanlah tiap yang kotor dianggap najis. Kalau baju kita kena kuah gulai jadi kotor, namun kuah gulai bukanlah najis.
Dan air mani yang salah pakai, percampuran yang tidak teratur bisa pula membawa penyakit yang berbahaya. Dan mani bercampur aduk yang kotor itu bisa tumbuh bibit dari penyakit sipilis dan gonorhua yang merusakkan hidup manusia, merusak alat kelamin dan merusak peranakan. Hasil penyakit itu bisa tinggal dalam moncong/ara/ perempuan sedang hamil. Bila anaknya akan lahir, mata anak itu akan kena oleh air penyakit itu dan buta.
Tetapi apabila mani si laki-laki dengan mani si perempuan telah bercampur menurut kadarnya yang tertentu, itulah yang bergabung di dalam rahim.
Ayat 21
“Lalu Kami jadikan dia dalam penempatan yang kukuh."
Di sini terdapat kalimat qaraarin makiin kita artikan penempatan yang kukuh. Arti yang asli dari qaraar ialah menetap dan arti makiin ialah kukuh. Atau mulai mengukuh.
Menurut keterangan daripada ahli-ahli penyelidikan tentang pembentukan tubuh manusia sejak semula jadi ialah bahwa pada mula pertemuan kedua belah pihak mani itu, dalam keadaan dia mulai bercampur, ada satu ketika “cacing" kecil dalam mani laki-laki mencari-cari sampai bertemu dengan telur halus dalam mani perempuan. Kalau dia telah bertemu, dia pun melekat dan tidak berpisah lagi. Waktu itulah dia qaraar, artinya menetap. Oleh karena tempatnya telah tersedia, yaitu apa yang dalam bahasa asli kita disebut peranakan dan dalam bahasa Arab disebut rahim kedua zat halus itu, cacing pihak laki-laki dan telur pihak perempuan telah bertemu dan qaraar, sedang tempatnya berlindung, yaitu rahim sangat terpelihara untuk dia bersemai dengan baik, maka kukuhlah dia di sana. Sudah sukar untuk memisahkannya lagi. Kecuali kalau ada satu gangguan dari luar diri perempuan itu yang akan menyebabkan gugurnya.
Ayat 22
“Sampai waktu yang ditentukan"
Waktu-waktu yang ditentukan itu telah dijelaskan pada ayat-ayat yang lain. Tentang pertumbuhan sejak dari nuthfah, naik jadi ‘alaqah, kemudian jadi mudhghah, lalu jadi tulang dan diselimuti dengan daging, telah diterangkan pada awal surah al-Mu'minuun (ayat 12 sampai 14, Juz 18). Diterangkan juga pada akhir dari surah al-Qiyaamah dan pada pangkal dari surah al-Insaan. Alhasil pada ketiga surah berturut-turut, yaitu al-Qiyaamah, al-Insaan dan surah al-Mursalaat ayat 20 sampai 23 ini dan beberapa keterangan di surah yang lain, dapatlah kita ketahui kejadian manusia dengan jelas sekali.
Ayat 23
“Lalu Kami tentukan."
Kami tentukan, yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan diri manusia yang ter- cipta dari air mani yang lemah itu. Ditentukan berapa umurnya, berapa tinggi badannya ditentukan keseimbangan panjang badan dengan ukuran kaki dan tangan dan kepala, sehingga misalnya apabila seseorang pencari jejak melihat jejak kaki seseorang, dia sudah dapat menentukan berapa tinggi orang itu dan bagaimana bentuk wajahnya. Ditentukan pula bunyi suaranya, sehingga tidak ada dua orang dalam dunia ini yang sama bunyi suaranya. Ditentukan pula garisgaris telapak tangannya, ujung jarinya, garis bibirnya. Ditentukan pula ukuran kapasitas atau kesanggupan. Maka si manusia tadi akan bertindak mengisi hidupnya menurut tenaga yang diberikan Allah kepadanya, tidak berlebih daripada ukuran yang telah ditentukan itu, sehingga si fulan yang telah ditakdirkan, ditentukan jadi si fulan, tidaklah dia akan jadi si fuhin.
“Maka Kamilah yang sebaik-baik yang menentukan"
Memang, siapa lagi selain Allah yang lebih baik dalam menentukan? Sampai ketentuan letak telinga sebelah kanan dan kiri dari wajah, letak kedua belah mata yang dilindungi oleh kedua belah alis. Mana yang akan dicela dan dikritik pada kejadian manusia?
Sampai kepada susunan jari tangan yang lima. Mengapa empu tangan terpisah sendiri daripada telunjuk, jari tengah, jari manis dan kelingking? Dan mengapa tidak sama rata? Heran kita tentang perasaan halus pada lidah, yang dapat membedakan pedas, manis, pahit, asam, asin, sangar, segar dan basi. Heran kita tentang alat yang terletak dalam telinga, mengapa dia dapat mendengar, dan mata mengapa dia dapat melihat dan hidung dapat membedakan bau yang harum dengan yang busuk. Demikian juga tentang ma'idah, yaitu pencernaan dalam perut. Penyisihan di antara tempat makanan dengan tempat minuman. Tempat masuknya satu, yaitu mulut. Tempat keluarnya dua, yaitu dubur (lubang belakang) dan qubul (lubang di muka).
Kemudian itu terdapat pula perbedaan pribadi, sepuluh orang bersaudara, satu ayah dan satu ibu. Namun sepuluh pula rupanya, sepuluh pula suaranya, sepuluh pula sidik jarinya, sepuluh pula perangainya. Semuanya itu ditentukan dengan teratur, dengan bawaan sendiri-sendiri.
Pada masa tafsir ini disusun tidak kurang daripada empat miliar penduduk dunia laki-laki dan perempuan. Berlain-lain warna kulitnya menurut iklim negerinya, ada kulit putih, kulit kuning, kulit hitam, kulit langsat, kulit sawo matang. Separuh, artinya sekitar kira-kira dua miliar laki-laki dan dua miliar perempuan. Kepada masing-masing perempuan itu dianugerahkan kecantikan, yang satu tidak menyerupai yang lain. Kepada mereka dianugerahkan dua miliar pasang mata yang semuanya ada daya tarik sendiri. Pikirkanlah itu, semuanya tidak ada yang serupa, padahal semuanya sama jenisnya, yaitu anak manusia. Semuanya sama kejadiannya, yaitu pergabungan mani seorang laki-laki dengan mani seorang perempuan. Dan semuanya itu kecil halus asalnya, dengan mikroskop dipandang, yang kelihatan hanya bintik hitam kecil. Padahal dalam bintik hitam kecil itu terdapat beratus ribu “cacing" laki-laki dan “telur" perempuan.
Sebab itu maka jika ingin hendak mengetahui kekayaan Allah pandanglah dengan penuh pemikiran dan perasaan keadaan manusia ataupun alam yang di keliling manusia. Tepatlah ujung ayat 23 itu.
“Maka Kamilah yang sebaik-baik yang menentukan."
Ayat 24
“Celaka besanlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan."
Mereka akan mendapat celaka besar, masuk neraka wailun di hari Kiamat itu karena mereka tidak mempergunakan pikiran dengan sebaik-baiknya. Nikmat Allah diterimanya, tetapi pikirannya tidak berjalan. Kalau pikiran berjalan, terutama memikirkan diri sendiri, atau memikirkan sesudah kawin dengan seorang perempuan, beberapa bulan kemudian diberi Allah putra. Terbentang di hadapan matanya I'tibar, yaitu sesuatu yang patut jadi buah pikiran, namun kejadian itu lalu demikian saja. Alangkah hinanya!