Ayat
Terjemahan Per Kata
إِنَّ
sesungguhnya
عَلَيۡنَا
atas Kami
جَمۡعَهُۥ
mengumpulkannya
وَقُرۡءَانَهُۥ
dan membacakannya
إِنَّ
sesungguhnya
عَلَيۡنَا
atas Kami
جَمۡعَهُۥ
mengumpulkannya
وَقُرۡءَانَهُۥ
dan membacakannya
Terjemahan
Sesungguhnya tugas Kamilah untuk mengumpulkan (dalam hatimu) dan membacakannya.
Tafsir
(Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya) di dadamu, maksudnya membuat kamu dapat menghafalnya (dan bacaannya) yakni membuatmu pandai membacanya; atau membuat mudah dibaca olehmu.
Tafsir Surat Al-Qiyamah: 16-25
Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Qur'an karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya. Sekali-kali janganlah demikian. Sebenarnya kamu (wahai manusia) mencintai kehidupan dunia, dan meninggalkan (kehidupan) akhirat. Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat. Dan wajah-wajah (orang kafir) pada hari itu muram, mereka yakin bahwa akan ditimpakan kepadanya malapetaka yang amat dahsyat. Ini merupakan pengajaran dari Allah subhanahu wa ta’ala kepada Rasul-Nya tentang bagaimana dia harus menerima wahyu dari malaikat yang ditugaskan-Nya. Karena sesungguhnya beliau selalu tergesa-gesa menerimanya dan mendahului malaikat dalam membacanya. Maka Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan kepadanya bahwa apabila malaikat datang membawa wahyu kepadanya, hendaklah ia mendengarkannya terlebih dahulu sampai malaikat itu menyelesaikan penyampaiannya, dan Allah-lah yang akan menjaminnya untuk dapat menghimpunkannya di dalam dadanya dan memudahkan baginya dalam menyampaikannya sesuai dengan apa yang ia terima dari malaikat.
Dan hendaknyalah ia biarkan malaikat menerangkan, menafsirkan, dan menjelaskannya terlebih dahulu. Maka keadaan pertama ialah menghimpunkan wahyu di dalam dada beliau, keadaan kedua cara membacanya, dan keadaan ketiga mengenai tafsir dan penjelasannya. Untuk itulah maka disebutkan oleh firman-Nya: Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Qur'an karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. (Al-Qiyamah: 16) Makna yang dimaksud ialah menguasai wahyu Al-Qur'an yang diturunkan kepadanya, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al-Qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah, "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.(Thaha: 114) Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya. (Al-Qiyamah: 17) Yakni menghimpunkannya di dalam dadamu.
dan membacanya. (Al-Qiyamah: 17) Maksudnya, membuatmu pandai membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya. (Al-Qiyamah: 18) Yaitu apabila malaikat telah membacakannya kepadamu dari Allah subhanahu wa ta’ala maka ikutilah bacaannya itu. (Al-Qiyamah: 18) Yakni dengarkanlah terlebih dahulu, kemudian bacalah ia sebagaimana yang telah diajarkannya kepadamu. Kemudian sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya. (Al-Qiyamah: 19) Yaitu sesudah engkau hafal dan engkau baca, maka Kami akan menjelaskan dan menerangkannya kepadamu serta memberimu ilham mengenai maknanya sesuai dengan apa yang Kami kehendaki dan Kami tentukan. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, dari Abu Uwwanah, dari Musa ibnu Abu Aisyah, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pada asal mulanya merasa berat bila sedang menerima wahyu, dan beliau menggerakkan kedua bibirnya (mengikuti bacaan malaikat).
Sa'id ibnu Jubair melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Ibnu Abbas berkata kepadanya, "Dan aku menggerakkan pula kedua bibirku sebagaimana Rasulullah ﷺ menggerakkan kedua bibirnya." Musa ibnu Abu Aisyah mengatakan bahwa Sa'id berkata kepadanya, "Aku menggerakkan kedua bibirku sebagaimana Ibnu Abbas menggerakkan kedua bibirnya." Setelah itu Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan firman-Nya: Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Qur'an karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. (Al-Qiyamah: 16-17) Yakni menghimpunkannya di dalam dadamu, kemudian kamu dapat membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu. (Al-Qiyamah: 18) Maksudnya, dengarkanlah terlebih dahulu dengan penuh perhatian dan diamlah. Kemudian sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya. (Al-Qiyamah: 19) Sesudah itu apabila Jibril berangkat, maka Nabi ﷺ membacanya seperti apa yang dibacakan oleh Jibril kepadanya. Imam Bukhari dan Imam Muslim telah meriwayatkan hal ini melalui berbagai jalur dari Musa ibnu Abu Aisyah dengan sanad yang sama.
Menurut lafal Imam Bukhari, disebutkan bahwa apabila Jibril datang, beliau menundukkan kepalanya; dan apabila Jibril telah pergi, maka beliau membacanya seperti apa yang telah dijanjikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala kepadanya. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Yahya At-Taimi, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Abu Aisyah, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ apabila wahyu diturunkan kepadanya, maka beliau mengalami keadaan yang berat karenanya. Dan apabila wahyu sedang diturunkan kepadanya, hal itu dapat diketahui melalui gerakan kedua bibirnya.
Kedua bibir beliau kelihatan bergerak sejak awal penurunan wahyu karena khawatir bagian permulaan wahyunya terlupakan sebelum bagian yang terakhirnya selesai. Maka Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan firman-Nya: Janganlah kamu gerakkan lidahmu unluk (membaca) Al-Qur'an karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. (Al-Qiyamah: 16) Hal yang sama telah dikatakan oleh Asy-Sya'bi, Al-Hasan Al-Basri, Qatadah, Mujahid, dan Adh-Dhahhak serta selain merekayang bukan hanya seorang, bahwa sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan hal tersebut. Ibnu Jarir telah meriwayatkan melalui jalur Al-Aufi, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Qur'an karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. (Al-Qiyamah; 16) Bahwa beliau tidak pernah berhenti dari membaca Al-Qur'an karena takut dijadikan melupakannya.
Maka Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan firman-Nya: Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Qur'an karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya. (Al-Qiyamah: 16-17) Yakni Kamilah yang akan menghimpunkannya untukmu. dan membacanya. (Al-Qiyamah: 17) Yaitu Kamilah yang akan menjadikan kamu dapat membacanya hingga kamu tidak akan melupakannya. Ibnu Abbas dan Atiyyah Al-Aufi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Kemudian sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya. (Al-Qiyamah: 19) Yakni menjelaskan apa-apa yang dihalalkannya dan apa-apa yang diharamkannya. Hal yang sama dikatakan oleh Qatadah. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Sekali-kali janganlah demikian. Sebenarnya kamu (wahai manusia) mencintai kehidupan dunia dan meninggalkan (kehidupan) akhirat. (Al-Qiyamah: 20-21) Sesungguhnya yang mendorong mereka mendustakan hari kiamat, menentang wahyu kebenaran dan Al-Qur'an yang mulia yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya tiada lain karena tujuan mereka hanyalah kehidupan dunia yang segera dan mereka sama sekali melupakan kehidupan akhirat.
Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. (Al-Qiyamah: 22) Berakar dari kata an-nadarah artinya cerah, berseri, dan riang gembira. Kepada Tuhannyalah mereka melihat. (Al-Qiyamah: 23) Yakni melihat Tuhannya dengan terang-terangan, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari rahimahullah di dalam kitab sahihnya: Sesungguhnya kamu kelak akan melihat Tuhanmu dengan terang-terangan. Dan sesungguhnya mengenai masalah melihatnya kaum mukmin kepada Allah subhanahu wa ta’ala di negeri akhirat (di surga) telah dikuatkan oleh adanya hadits-hadits shahih yang diriwayatkan melalui berbagai jalur yang mutawatir, yang telah dinukil oleh para imam ahli hadits, sehingga tidak mungkin ditolak atau dicegah lagi kebenarannya. Hadits yang bersumber dari Abu Sa'id dan Abu Hurairah yang keduanya ada di dalam kitab Shahihain disebutkan bahwa sejumlah orang bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah kita dapat melihat Tuhan kita di hari kiamat nanti?" Rasulullah ﷺ balik bertanya: "Apakah kamu berdesak-desakan saat melihat matahari dan bulan di hari yang tak berawan? Mereka menjawab, "Tidak.
Rasulullah ﷺ bersabda, "Sesungguhnya kalian akan melihat Tuhan kalian seperti itu." Di dalam kitab Shahihain dari Jarir, disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ memandang rembulan di malam purnama, lalu bersabda: Sesungguhnya kamu akan melihat Tuhanmu sebagaimana kamu melihat rembulan ini; jika kamu mampu untuk meluangkan waktumu guna mengerjakan shalat sebelum matahari terbit dan sebelum tenggelamnya, maka lakukanlah. Di dalam kitab Shahihain disebutkan melalui Abu Musa yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Ada dua surga yang semua wadahnya dan segala isinya dari emas, dan ada pula dua surga yang semua wadahnya dan segala isinya dari perak. sedangkan tiada penghalang antara kaum (penghuni surga) dan kesempatan mereka untuk melihat Allah Swt, melainkan hanya selendang Keagungan-(Nya) yang menghijab Zat-Nya di dalam surga Adn.
Di dalam hadits ifrad Imam Muslim disebutkan melalui Suhaib, dari Nabi ﷺ Yang telah bersabda: Apabila ahli surga telah masuk surgaNabi ﷺ melanjutkanAllah subhanahu wa ta’ala berfirman, "Apakah kamu menginginkan sesuatu tambahan yang Aku akan berikan kepadamu? Mereka menjawab, "Bukankah Engkau telah menjadikan wajah kami putih (bercahaya), dan bukankah Engkau telah memasukkan kami ke dalam surga dan menyelamatkan kami dari neraka?Nabi Saw, melanjutkan, bahwa lalu Allah membuka tirai hijab-(Nya), maka tiada sesuatu nikmat pun yang diberikan kepada mereka lebih disukai oleh mereka selain memandang kepada Zat Tuhan mereka; inilah yang dimaksud dengan tambahan.
Kemudian Nabi ﷺ membaca firman-Nya: Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. (Yunus: 26) Di dalam hadits ifrad Imam Muslim disebutkan sebuah hadits dari Jabir yang menyebutkan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala menampakkan diri-Nya dengan penampilan yang penuh dengan keridaan kepada orang-orang mukmin. Semua hadits di atas menunjukkan bahwa orang-orang mukmin dapat melihat Tuhan mereka di tempat pemberhentian hari kiamat dan juga di taman-taman surga. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik ibnu Abjar, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Abu Fakhitah, dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Sesungguhnya ahli surga yang paling rendah kedudukannya benar-benar perlu waktu dua ribu tahun untuk melihat semua kerajaannya; bagian yang terjauhnya dapat ia lihat sebagaimana ia melihat bagian yang terdekatnya; ia melihat semua istri dan pelayannya.
Dan sesungguhnya ahli surga yang paling utama kedudukannya benar-benar dapat melihat Zat Allah setiap harinya sebanyak dua kali. Imam At-Tirmidzi meriwayatkannyadari Abdu ibnu Humaid, dari Syababah, dari Israil, dari Nuwayyir yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Umar , lalu disebutkan hal yang semisal. Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa Abdul Malik ibnu Abjar telah meriwayatkan hadits ini dari Mujahid, dari Ibnu Umar.
Demikian pula Ats-Tsauri, dia meriwayatkannya dari Nuwayyir, dari Mujahid, dari Ibnu Umar, tetapi tidak marfu'. Seandainya tidak khawatir akan menjadikan pembahasan bertele-tele, tentulah kami akan mengemukakan hadits-hadits mengenai hal ini berikut semua jalur periwayatan dan lafal-lafaznya, baik dari kitab Shahih, kitab Hisan, kitab Masanid, maupun kitab Sunan. Dan kami hanya dapat mengetengahkannya secara terpisah-pisah di berbagai tempat dalam tafsir ini, dan hanya kepada Allah-lah kita memohon taufik.
Masalah ini Alhamdulillah telah menjadi kesepakatan di antara para sahabat dan para tabi'in serta kaum Salaf dari umat ini (yakni orang-orang mukmin dapat melihat Zat Tuhannya di hari kemudian). Sebagaimana hal ini telah disepakati pula di kalangan para imam Islam dan para ulama pemberi petunjuk manusia. Mengenai pendapat orang yang menakwilkan lafal ila dalam ayat ini sebagai bentuk tunggal dari ala yang artinya nikmat-nikmat, seperti yang dikatakan oleh Ats-Tsauri, dari Mansur, dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Kepada Tuhannyalah mereka melihat. (Al-Qiyamah: 23) Bahwa makna yang dimaksud menjadi seperti berikut, "Orang-orang mukmin di hari itu menunggu pahala dari Tuhan mereka." Ibnu Jarir telah meriwayatkan pendapat ini melalui berbagai jalur dari Mujahid.
Hal yang sama dikatakan pula oleh Abu Saleh. Maka sesungguhnya pendapat ini jauh panggang dari api. Lalu bagaimanakah jawaban orang yang berpendapat demikian dengan adanya firman Allah subhanahu wa ta’ala yang mengatakan: Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat) Tuhan mereka. (Al-Muthaffifin: 15) Imam Syafii mengatakan bahwa tidaklah orang-orang durhaka dihalangi dari melihat Tuhan mereka, melainkan karena telah diketahui bahwa orang-orang yang bertakwa dapat melihat Tuhan mereka. Telah banyak pula hadits-hadits dari Rasulullah ﷺ secara mutawatir menunjukkan pengertian yang sama dengan konteks ayat yang mulia, yaitu firman-Nya: Kepada Tuhannyalah mereka melihat. (Al-Qiyamah: 23) Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail Al-Bukhari, telah menceritakan kepada kami Adam, telah menceritakan kepada kami Al-Mubarak, dari Al-Hasan sehubungan dengan makna firman Allah subhanahu wa ta’ala: Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. (Al-Qiyamah: 22) Yakni tampak indah berseri-seri dan ceria.
Kepada Tuhannyalah mereka melihat. (Al-Qiyamah: 23) Bahwa mereka memandang kepada Khaliq, dan sudah sepantasnya bagi mereka berseri-seri karena melihat kepada Zat Khaliqnya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan wajah-wajah (orang kafir) pada hari itu muram, mereka yakin bahwa akan ditimpakan kepadanya malapetaka yang amat dahsyat. (Al-Qiyamah: 24-25) Begitulah penampilan wajah orang-orang durhaka kelak di hari kiamat, bermuram durja. Qatadah mengatakan tampak kelabu. As-Suddi mengatakan, warna wajah mereka berubah. Ibnu Zaid mengatakan bahwa basirah artinya muram.
mereka yakin bahwa akan ditimpakan kepadanya malapetaka yang amat dahsyat. (Al-Qiyamah: 25) Tazunnu di sini bermakna yakin, bukan mengira. Mujahid mengatakan bahwa faqirah artinya kebinasaan. Qatadah mengatakan keburukan. As-Suddi mengatakan bahwa mereka merasa yakin pasti binasa. Ibnu Zaid mengatakan mereka merasa pasti bahwa dirinya masuk neraka. Hal ini sama dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya: pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram. (Ali Imran: 106) Banyak muka pada hari itu berseri-seri, tertawa dan gembira ria, dan banyak (pula) muka pada hari itu tertutup debu, dan ditutup lagi oleh kegelapan.
Mereka itulah orang-orang kafir lagi durhaka. ('Abasa: 38-42) Dan firman Allah subhanahu wa ta’ala: Banyak muka pada hari itu tunduk terhina, bekerja keras lagi kepayahan, memasuki api yang sangat panas (neraka). (Al-Ghasyiyah: 2-4) sampai dengan firman-Nya: Banyak muka pada hari itu berseri-seri, merasa senang karena usahanya, dalam surga yang tinggi. (Al-Ghasyiyah: 8-10) Dan masih banyak ayat lainnya yang berkonteks sama."
16-17. Kalau ayat-ayat yang lalu menjelaskan tentang orang-orang yang enggan memperhatikan Al-Qur'an, kelompok ayat ini menjelaskan tentang yang sangat memperhatikan Al-Qur'an. Jangan engkau, wahai Nabi Muhammad, gerakkan lidahmu untuk membaca Al-Qur'an sebelum Malaikat Jibril selesai membacakannya, karena hendak cepat-cepat menguasainya. Sesungguhnya Kami yang akan mengumpulkannya di dadamu dan membacakannya, sehingga engkau menjadi pandai dan lancar dalam membacanya. 18-19. Caranya adalah apabila Kami melalui malaikat Jibril telah selesai membacakannya kepadamu maka ikutilah bacaannya itu dengan lidah serta pikiran dan hatimu secara sungguh-sungguh. Kemudian sesungguhnya Kami yang akan menjelaskan makna-maknanya.
Allah menjelaskan bahwa larangan mengikuti bacaan Jibril ketika ia sedang membacakannya adalah karena sesungguhnya atas tanggungan Allah-lah mengumpulkan wahyu itu di dalam dada Muhammad dan membuatnya pandai membacanya. Allah-lah yang bertanggung jawab bagaimana supaya Al-Qur'an itu tersimpan dengan baik dalam dada atau ingatan Muhammad, dan memantapkannya dalam kalbunya. Allah pula yang memberikan bimbingan kepadanya bagaimana cara membaca ayat itu dengan sempurna dan teratur, sehingga Muhammad hafal dan tidak lupa selama-lamanya.
Apabila Jibril telah selesai membacakan ayat-ayat yang harus diturunkan, hendaklah Muhammad ﷺ membacanya kembali. Nanti ia akan mendapatkan dirinya selalu ingat dan hafal ayat-ayat itu. Tegasnya pada waktu Jibril membaca, hendaklah Muhammad diam dan mendengarkan bacaannya.
Dari sudut lain, ayat ini juga berarti bahwa bila telah selesai dibacakan kepada Muhammad ayat-ayat Allah, hendaklah ia segera mengamalkan hukum-hukum dan syariat-syariatnya.
Semenjak perintah ini turun, Rasulullah senantiasa mengikuti dan mendengarkan dengan penuh perhatian wahyu yang dibacakan Jibril. Setelah Jibril pergi, barulah beliau membacanya dan bacaannya itu tetap tinggal dalam ingatan beliau. Diterangkan dalam hadis riwayat al-Bukhari bahwa Ibnu 'Abbas berkata:
Setelah perintah itu turun, Rasulullah selalu mendengarkan dan memperhatikan ketika Jibril datang, setelah Jibril pergi beliau membacanya sebagaimana diajarkan Jibril. (Riwayat al-Bukhari dari Ibnu 'Abbas).
.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
ANJURAN KEPADA NABI ﷺ TENTANG MEMBACA AL-QUR'AN
Ayat 16
“Janganlah engkau gunakan lidah engkau karena hendak bergegas dengan dia."
Dengan empat ayat ini (16 sampai 19) Allah mengajarkan kepada Nabi kita bagaimana cara beliau menerima Al-Qur'an ketika wahyu itu datang dibawakan oleh Malaikat Jibril. Tersebutlah di dalam kitab-kitab tafsir bahwa Nabi ﷺ bilamana Jibril datang membawa wahyu, baru saja Jibril membaca pangkal wahyu itu, beliau telah menggerakkan lidah menirukan bacaan itu. Maka di dalam ayat ini diajarkanlah oleh Allah, jika malaikat itu datang membawa wahyu hendaklah beliau dengarkan terlebih dahulu baik-baik, dengan tidak perlu beliau ikuti sebelum wahyu selesai dengan ucapan lidahnya.
Ayat 17
“Sesungguhnya tanggungan Kamilah mengumpulkannya."
Yaitu bahwa dengan jaminan dari Allah sendiri mana saja wahyu yang datang kepada diri beliau, tidaklah ada yang akan hilang. Bahkan semuanya akan terkumpul dalam ingatan, dalam hafalan beliau, tidak ada yang akan berserak-serak.
“Dan membacakannya."
Artinya bahwa cara bacaan Al-Qur'an itu pun akan diajarkan dan dijaminkan juga oleh Allah.
Ayat 18
“Maka apabila telah Kami baca akan dia."
Yang dimaksud dengan ucapan Kami di sini ialah malaikat yang akan bertindak membaca Al-Qur'an menurut apa yang diperintahkan oleh Allah. Sebab malaikat itu bertindak adalah atas izin Allah dan atas perintah Allah.
“Maka ikutilah bacaannya itu."
Yakni setelah selesai malaikat membacanya, barulah boleh beliau mengikuti sepanjang bacaan Jibril itu. Sehingga bacaan Al-Qur'an itu benar-benar asli menurut yang diterima dari Jibril dan Jibril menerima dari Allah.
Maka ikutilah bacaannya itu. Yaitu bacaan malaikat yang membawakan wahyu ilahi.
Di sini terdapatlah dua keterangan yang jelas untuk menghilangkan keraguan.
Pertama bacaan yang didengar oleh Nabi itu ialah bacaan Malaikat Jibril. Bukan yang didengar langsung oleh Nabi Muhammad dari bisikan Allah. Ini untuk menolak orang yang mempermurah-murah urusan ini. Ada orang-orang yang mengatakan bahwa dia mendapat ilham. Dia mendengar sendiri bisikan di telinga. Menyuruh dia berbuat begini, melarang dia berbuat begitu. Lalu dengan mudah saja dia mengatakan bahwa itu adalah suara Allah.
Sedangkan Nabi ﷺ sendiri mengakui bahwa suara yang didengarnya itu ialah suara malaikat, bukan suara Allah.
Menurut riwayat dari Bukhari, “Apabila Jibril datang membawa wahyu, Nabi ﷺ menekur mendengarkan wahyu itu. Kelak bila Jibril telah pergi, beliau ulang membacanya sebagaimana bacaan yang diterimanya dari Jibril itu"
Dengan keterangan ayat ini pula, yaitu apabila telah Kami baca, maka ikutilah bacaannya itu, teranglah bahwa bukan saja makna wahyu yang diterima Nabi langsung, bahkan juga kalimat-kalimatnya. Maka isi Al-Qur'an tidaklah berubah daripada apa yang didengar oleh Nabi dari Jibril. Dengan keterangan ini tertolaklah penaksiran setengah orang bahwa hanya isi wahyu yang diterima Nabi dari Allah dengan perantaraan Jibril, adapun lafazh dari kalimat-kalimatnya adalah karangan Nabi Muhammad ﷺ sendiri. Ini adalah taksiran orang yang tidak mengerti isi wahyu dan tidak paham maksud ayat-ayat Al-Qur'an. Padahal keterangan ini dikuatkan pula oleh ayat 44 dari Surah al-Haaqqah bahwa sekiranya Muhammad mengada-adakan sebagian dari kata-kata di atas nama Kami, niscaya akan Kami pegang tangan kanannya dan Kami potong urat tali jantungnya. (Lihatlah kembali tafsir ayat 44, 45, dan 46 surah al-Haaqqah itu dalam Juz 29 ini juga).
Ayat 19
“Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kami pula menjelaskannya."
Artinya, bahwasanya Al-Qur'an sebagai wahyu adalah ijmal, yaitu memberikan penerangan yang pokok saja. Adapun bacaannya, artinya penjelasannya secara terperinci, itu pun tanggung jawab Allah juga. Yaitu dengan jalan memberikan petunjuk kepada Nabi sendiri sampai beliau mencapai kecerdasan akal yang tinggi. Dan Jibril itu sendiri disuruh Allah datang mengajarkan beberapa, per-buatan sebagai contoh dan teladan yang akan diikuti oleh Rasul dan diajarkan kepada umat. Misalnya di dalam Al-Qur'an ada perintah mengerjakan shalat. Bagaimana cara mengerjakan shalat itu, berapa kali ruku, berapa kali sujud, berapa rakaat tiap-tiap shalat. Itu pun diajarkan langsung sebagai bacaan atau penjelasan. Kadang-kadang disebut juga hayyinatin minal huda, artinya penjelasan daripada petunjuk. Kadang-kadang disebut juga hikmah. Kata yang umum ialah disebut sunnah, yaitu perkataan Rasulullah. Perbuatan beliau dan taqrir, yaitu perbuatan orang lain yang beliau lihat tidak beliau tegur.
Oleh sebab itu maka ilmu tentang sunnah ini pun telah menjadi ilmu yang tersendiri dalam Islam. Sebab keterangan-keterangan tentang Sunnah Nabi itu dikumpul daripada riwayat-riwayat orang yang diterima. Lalu dinilai perkataan itu dan dinilai pula siapa yang meriwayatkan, untuk disisihkan mana yang shahih, yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan menurut dasar ilmu pengetahuan dan mana yang dhaif, artinya lemah, bahkan mana yang maudhu', artinya yang palsu, yang harus dibuang sama sekali, sebab tidak mungkin Nabi mengatakan demikian.