Ayat
Terjemahan Per Kata
فَرَّتۡ
ia lari
مِن
dari
قَسۡوَرَةِ
singa
فَرَّتۡ
ia lari
مِن
dari
قَسۡوَرَةِ
singa
Terjemahan
lari dari singa.
Tafsir
(Lari dari singa) lari sekencang-kencangnya karena menghindar dan menyelamatkan diri dari singa.
Tafsir Surat Al-Mudatsir: 38-56
Tiap-tiap diri bertanggungjawab atas apa yang telah diperbuatnya, kecuali golongan kanan, berada di dalam surga, mereka saling menanyakan, tentang (keadaan) orang-orang yang berdosa, "Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?" Mereka menjawab, "Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin, bahkan kami biasa membicarakan yang batil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya, dan kami mendustakan hari pembalasan, sampai datang kepada kami kematian. Maka syafaat dari orang-orang yang memberikan syafaat tidak berguna lagi bagi mereka.
Maka mengapa mereka (orang-orang kafir) berpaling dari peringatan (Allah)?" Seakan-akan mereka itu keledai liar yang lari terkejut, lari dari singa. Bahkan tiap-tiap orang dari mereka berkehendak supaya diberikan kepadanya lembaran-lembaran yang terbuka. Sekali-kali tidak. Sebenarnya mereka tidak takut kepada negeri akhirat. Sekali-kali tidak demikian halnya. Sesungguhnya Al-Qur'an itu benar-benar peringatan. Maka barang siapa menghendaki, niscaya dia mengambil pelajaran darinya (Al-Qur'an). Dan mereka tidakakan mengambil pelajaran darinya kecuali (jika) Allah menghendakinya. Dia (Allah) adalah Tuhan Yang patut (kita) bertakwa kepada-Nya dan yang berhak memberi ampun. Allah subhanahu wa ta’ala memberitahukan bahwa: Tiap-tiap diri bertanggungjawab atas apa yang telah diperbuatnya. (Al-Muddatstsir: 38) Yakni bergantung kepada amal perbuatannya sendiri kelak di hari kiamat, Demikianlah menurut apa yang dikatakan oleh Ibnu Abbas dan yang lainnya.
Kecuali golongan kanan. (Al-Muddatstsir: 39) karena sesungguhnya mereka. berada di dalam surga, mereka saling menanyakan, tentang (keadaan) orang-orang yang berdosa. (Al-Muddatstsir: 40-41) Yaitu mereka bertanya kepada orang-orang yang berdosa, sedangkan mereka sendiri berada di gedung-gedung surga yang tinggi-tinggi, dan yang ditanyai oleh mereka berada di dasar neraka. Mereka bertanya: "Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?" Mereka menjawab, "Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin.(Al-Muddatstsir: 42-44) Maksudnya. kami tidak pernah menyembah Tuhan kami dan tidak pernah pula berbuat baik kepada makhluk-Nya dari sejenis kami.
bahkan kami biasa membicarakan yang batil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya. (Al-Muddatstsir: 45) Yakni kami membicarakan hal-hal yang tidak kami ketahui. Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa setiap ada orang yang sesat berbicara, maka kami ikut sesat bersamanya. dan kami mendustakan hari pembalasan, sampai datang kepada kami kematian. (Al-Muddatstsir. 46-47) Yang dimaksud dengan perkara yang meyakinkan adalah kematian. Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal). (Al-Hijr: 99) Rasulullah ﷺ telah bersabda, Adapun dia yakni Usman ibnu Maz'un ajal kematian dari Tuhannya telah datang kepadanya." Firman Allah Swt: Maka syafaat dari orang-orang yang memberikan syafaat tidak berguna lagi bagi mereka. (Al-Muddatstsir: 48) Yaitu orang yang mempunyai sifat demikian, tiada manfaat baginya syafaat dari orang-orang yang memberi syafaat di hari kiamat nanti.
Karena sesungguhnya syafaat itu hanya berhasil dilakukan terhadap orang yang berhak menerimanya. Adapun jika orang yang mati dalam keadaan kafir, maka kelak di hari kiamat baginya hanyalah neraka, tiadajalan lain baginya dan ia kekal di dalamnya untuk selama-lamanya. Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Maka mengapa mereka (orang-orang kafir) berpaling dari peringatan (Allah)? (Al-Muddatstsir: 49) Maksudnya, mengapa orang-orang kafir yang sebelum kamu itu berpaling dari seruan dan peringatan yang kamu tujukan kepada mereka. seakan-akan mereka itu keledai liar yang lari terkejut, lari dari singa. (Al-Muddatstsir: 50-51) Yakni seakan-akan antipati mereka terhadap perkara yang hak dan berpalingnya mereka darinya adalah seperti keledai liar (zebra) yang lari dari hewan pemangsa yang mengintainya, siap untuk menerkamnya.
Demikianlah menurut Abu Hurairah dan Ibnu Abbas dalam suatu riwayat yang bersumber darinya, dan Zaid ibnu Aslam serta putranya (yaitu Abdur Rahman). Atau dari pemburu yang telah siap menembaknya, menurut riwayat lain dari Ibnu Abbas, dan ini merupakan pendapat jumhur ulama. Hammad ibnu Salamah telah meriwayatkan dari Ali ibnu Zaid, dari Yusuf ibnu Malik, dari Ibnu Abbas, bahwa asad atau singa memakai bahasa Arab, kalau menurut bahasa Habsyah disebut qaswaruh, menurut bahasa Persia disebut syair, dan menurut bahasa Nabtiyah disebut auba.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Bahkan tiap-tiap orang dari mereka berkehendak supaya diberikan kepadanya lembaran-lembaran yang terbuka. (Al-Muddatstsir: 52) Artinya, bahkan setiap orang dari orang-orang musyrik itu menginginkan agar diturunkan kepadanya sebuah kitab sebagaimana kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ Ini menurut pendapat Mujahid dan yang lainnya. Jadi, menurutnya semakna dengan firman-Nya: Apabila datang sesuatu ayat kepada mereka, mereka berkata, 'Kami tidak akan beriman sehingga diberikan kepada kami yang serupa dengan apa yang telah diberikan kepada utusan-utusan Allah." Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan-Nya. (Al-An'am: 124) Menurut riwayat lain yang juga dari Qatadah, mereka menginginkan agar diberi pembebasan tanpa amal perbuatan.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala selanjutnya menyebutkan: Sekali-kali tidak. Sebenarnya mereka tidak takut kepada negeri akhirat. (Al-Muddatstsir: 53) Yaitu sesungguhnya yang merusak mereka tiada lain ketidakpercayaan mereka kepada hari akhirat, dan mereka mendustakan keberadaannya. Selanjutnya disebutkan oleh firman-Nya: Sekali-kali tidak demikian halnya. Sesungguhnya Al-Qur'an itu benar-benar peringatan. (Al-Muddatstsir: 54) Yakni benar, Al-Qur'an itu adalah peringatan. Maka barang siapa menghendaki, niscaya dia mengambil pelajaran darinya (Al-Qur'an). Dan mereka tidak akan mengambil pelajaran darinya kecuali (jika) Allah menghendakinya. (Al-Muddatstsir: 55-56) Semakna dengan firman-Nya: Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu) kecuali bila dikehendaki Allah. (Al-Insan: 30) Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dia (Allah) adalah Tuhan Yang patut (kita) bertakwa kepada-Nya dan yang berhak memberi ampun. (Al-Muddatstsir: 56) Artinya, Dia berhak untuk ditakuti dan berhak memberi ampun terhadap dosa orang yang bertobat kepada-Nya dan kembali ke jalan-Nya, menurut Qatadah.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Habbab, telah menceritakan kepadaku Suhail saudara Hazm, telah menceritakan kepada kami Sabit Al-Bannani, dari Anas ibnu Malik yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ membaca firman-Nya: Dia (Allah) adalah Tuhan Yang patut (kita) bertakwa kepada-Nya dan yang berhak memberi ampun. (Al-Muddatstsir: 56) Lalu beliau ﷺ bersabda: Tuhan kalian telah berfirman, "Aku adalah Tuhan Yang berhak (kamu) bertakwa kepada-Nya, makajanganlah seseorang menjadikan Tuhan lain bersama-Ku. Maka barang siapa yang bertakwa kepada-Ku, hingga ia tidak menjadikan Tuhan lain bersama-Ku, maka dia adalah orang yang berhak mendapat ampunan (dari-Ku). Imam At-Tirmidzi dan Imam Ibnu Majah meriwayatkan hadits ini melalui Zaid ibnul Habbab, sedangkan Imam An-Nasai meriwayatkannya melalui hadits Al-Mu'afa ibnu Imran, keduanya dari Suhail ibnu Abdullah Al-Qat'i dengan sanad yang sama.
Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan gharib, Suhail orangnya kurang kuat. Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya dari ayahnya, dari Hudbah ibnu Khalid, dari Suhail dengan sanad yang sama. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Ya'la, Al-Bazzar, Al-Bagawi, dan lain-lainnya melalui hadits Suhail Al-Qat'i dengan sanad yang sama."
49-51. Konsekuensi yang akan dialami di akhirat sudah mereka ketahui, maka ayat ini mengecam para pendurhaka tersebut. Lalu mengapa mereka orang-orang kafir, berpaling dari peringatan Allah yakni Al-Qur'an dan juga tuntunan yang disampaikan Rasulullah, seakan-akan mereka keledai liar yang lari terkejut, lari dari singa. 52. Setelah digambarkan sikap lahiriah para pendurhaka yang lari kebingungan bagaikan keledai, kini dilukiskan tentang keadaan batin mereka. Bahkan yang lebih aneh lagi setiap orang dari mereka ingin agar diberikan kepadanya lembaran-lembaran kitab yang terbuka dari Tuhan.
Kemudian digambarkan pula sikap orang-orang musyrik dan kafir itu menghindarkan diri dari peringatan agama. Mereka diibaratkan seperti keledai liar yang lari terkejut menjauh dari singa. Artinya mereka orang-orang musyrik itu lari dari Muhammad ﷺ atau mereka yang kafir itu lari dari agama Islam, seperti keledai ketakutan lari dikejar singa, atau lari ketakutan karena diburu manusia (pemburu).
Ayat ini mengisyaratkan pula bahwa orang-orang yang seharusnya telah menerima seruan Islam dan mengambil pelajaran dari peringatan-peringatan yang diberikan Allah, malah justru menentangnya tanpa sebab-sebab yang logis. Di sini pula kita perbandingkan bagaimana seekor keledai lari ketakutan tanpa arah. Demikian pula manusia lari dari agama tanpa alasan yang tepat. Sifat berusaha menghindarkan diri dari kewajiban-kewajiban agama seperti itu kita lihat sekarang, memang sejak dari dulu telah digambarkan oleh Al-Qur'an.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 49
“Mengapa mereka dari peringatan jadi berpaling?"
Artinya ialah sebagai pertanyaan mengandung keheranan, apa sebabnya ahli Mekah ketika peringatan telah datang disampaikan oleh Nabi Muhammad ﷺ mereka berpaling? Atau mereka tidak mau memedulikan? Muqatil menafsirkan bahwa berpaling atau menolak itu dua macam. Pertama juhud dan ingkar, yaitu menolak dengan berbagai alasan yang dicari-cari dan yang tidak masuk akal. Kedua tidak menolak dengan mulut tetapi tidak mau mengerjakan apa yang diperintahkan dan tidak mau menghentikan apa yang dilarang.
Ayat 50
“Seakan-akan mereka keledai liar yang terkejut"
Ayat 51
“Lari dari singa."
Keledai liar yang terkejut, dan dari singa adalah perumpamaan yang sangat tepat. Keledai itu karena takutnya akan diterkam singa, dia menggelinjang lari, biarpun tali pengikatnya akan putus. Walaupun singa itu masih jauh, namun dia masih berlari dengan sekencang-kencangnya karena takutnya akan bertemu dengan singa itu. Bagaimanapun diusahakan menghambatnya, dia tidak akan terhambat, bahkan akan lari terus.
Demikianlah perumpamaan dibuatkan oleh Allah tentang perangai kaum Quraisy di waktu Rasulullah ﷺ mula menyampaikan dakwah. Mereka begitu takut dan menyingkir, karena tidak mau kebiasaan-kebiasaan yang mereka terima dari nenek moyangnya diubah-ubah dan dicela-cela. Penyembahan kepada berhala telah mendarah mendaging,
Ayat 52
“Bahkan ingin tiap-tiap seseorang dari mereka supaya diberi lembaran-lembaran yang terbuka."
Tafsiran dari ayat ini adalah dua macam. Pertama ialah karena mereka tidak mau percaya kepada ajakan yang dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ yang menurut keterangan Nabi ﷺ adalah untuk kebahagiaan mereka sendiri. Untuk keselamatan mereka dunia dan akhirat. Kalau mereka ikut kehendak Rasulullah, niscaya Allah akan memberikan kepada mereka tempat yang layak dalam surga. Maka timbullah bantahan mereka, dengan berkata bahwa kalau benar Allah itu hendak menyeru mereka, hendaklah Allah itu sendiri berkirim surat kepada mereka masing-masing. Katakan dalam surat-surat yang terbuka itu bahwa surat itu tertuju kepada si fulan anak si fulan. Dalam tafsir yang lain pula sebagaimana oleh al-Qurthubi dalam tafsirnya, menurut satu riwayat dari lbnu Abbas, “Masing-masing supaya dikirimi surat menyatakan mereka dibebaskan daripada adzab neraka."
Mathar al-Warraaq berkata, “Mereka ingin diberi apa-apa oleh Allah tetapi dengan tidak usah beramal lebih dahulu."
Satu keterangan lagi, ada di antara mereka mendebat atau menantang perkataan Nabi yang pernah menjelaskan menurut wahyu bahwa segala amalan manusia buruk dan baik tercatat di sisi Allah. Mereka berkata, “Kalau itu benar, cobalah mintakan kepada Tuhanmu itu supaya dikirimkan kepada kami masing-masing daftar dari yang baik atau yang buruk yang kami kerjakan."
Jelaslah bahwa permintaan agar dikirimi surat masing-masing itu hanya semata-mata mencari jalan buat membantah saja. Inilah satu macam cara yang dikemukakan oleh orang yang enggan. Mereka cari-cari saja alasan yang tidak perlu, tidak lain untuk melepaskan diri dari tanggung jawab.
Ayat 53
“Sekali-kali tidak!"
Dibantahnyalah sekeras-kerasnya keinginan mereka minta dikirimi surat masing- masing itu. Karena itu bukanlah inti persoalan. Misalkan surat itu dikirimkan kepada masing-masing mereka, sebagaimana yang mereka inginkan, namun mereka tidak jugalah akan beriman lantaran itu. Bahkan mungkin saja mereka bertambah kafir. Sebab inti persoalan tidaklah diterima oleh hati sanubari mereka. Inti persoalan ialah pengakuan bahwa Allah itu adalah Maha Esa dan tiada Dia bersekutu dengan yang lain, baik berhala ataupun manusia.
“Bahkan meneka tidak takut akan hari akhinat."
Mereka tidak takut akan pembalasan hari akhirat karena mereka tidak percaya. Meskipun dari nenek moyang telah ada juga ajaran bahwa Hari Akhirat itu pasti terjadi, namun oleh karena mereka telah terpukau oleh kemegahan dunia, oleh harta benda, oleh kedudukan yang mewah, muramlah kepercayaan akan hari akhirat itu.
Ayat 54
“Sekali-kali tidak!"
Yaitu tambahan bantahan atas kehendak mereka agar kepada masing-masing mereka dikirimi surat langsung dari Allah. Itu tidak akan dikabulkan karena permintaan itu bukan dari iman timbulnya.
“Sesungguhnya dia adalah peringatan."
Memang telah turun dari sisi Allah, dibawa Malaikat Jibril dan diterima langsung oleh Nabi Muhammad ﷺ, yaitu Al-Qur'an. Dan wahyu Ilahi itu bukan surat kiriman untuk di-address-kan kepada masing-masing orang yang hidup di zaman itu, melainkan untuk menjadi peringatan bagi semua manusia yang berakal dan berbudi. Untuk pedoman dan pegangan hidup. Di dalamnya diajarkan mana yang baik yang akan dikerjakan dan mana yang buruk yang mesti dijauhi.
Ayat 55
“Maka barangsiapa yang menghendaki, niscaya dia akan mengingatnya."
Artinya barangsiapa yang ada perhatian niscaya akan berfaedahlah Al-Qur'an itu bagi membentuk hidupnya, budi pekertinya, kecenderungan jiwanya menempuh jalan yang lebih baik, dan selamatlah dia dunia dan akhirat.
Ayat 56
“Dan tidaklah mereka akan mengingatnya, kecuali jika Allah menghendaki."
Supaya hati jangan ragu-ragu dan jangan hanya menggantungkan pengharapan kepada kehendak Allah belaka maka membaca ayat ini hendaklah sampai kepada ujungnya.
“Dia adalah layak untuk tempat bertakwa dan layak untuk memberi ampun."
Oleh sebab itu maka hendaklah tiap orang berusaha mengenal Allah, makrifat terlebih dahulu terhadap Allah itu. Apabila terlebih dahulu kita sendiri telah menghadapkan perhatian dan memusatkan ingatan kepada Allah, itulah permulaan langkah buat Allah sendiri yang akan memimpin kita kepada jalan yang terang yang Dia ridhai. Dengan demikian selangkah demi selangkah kita pun maju ke muka, akan mendapat peringatan dan bimbingan dari Allah. Karena Allah itulah hanya, lain tidak, yang patut kita bertakwa kepada-Nya. Yaitu mengadakan hubungan yang tidak putus-putusnya. Kalau ketakwaan itu sudah mulai tumbuh dalam hati, niscaya sebagai makhluk yang lemah kita akan selalu memohonkan ampun kepada Allah jika terdapat kelalaian kita dan kesalahan, baik yang disengaja ataupun tidak disengaja.
Ayat ini ditafsirkan dengan jelas oleh Qatadah, “Artinya ialah bahwa Allah itulah yang sangat patut untuk ditakuti dan Dia pulalah yang sangat berhak untuk memberi ampun kepada barangsiapa yang memohon ampun dan bertobat kepada-Nya."
Bersabdalah Rasulullah ﷺ ketika beliau menjelaskan ayat ini,
“Berfirman Tuhan kamu, “Aku adalah patut buat tempat bertakwa, oleh sebab itu janganlah dijadikan beserta Aku tuhan yang lain. Barangsiapa yang bertakwa seraya tidak menjadikan tuhan yang selain Aku, maka dia pun patut untuk diberi ampun." (HR al-Imam Ahmad, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Semoga Allah mencurahkan ampunannya bagi penyusun tafsir yang tiada sepertinya ini dan bagi seluruh Muslimin dan Muslimah. Amin.
Selesai Tafsir Surah al-Muddatstsir. Alhamdulillah.