Ayat
Terjemahan Per Kata
وَبَنِينَ
dan anak-anak
شُهُودٗا
saksi-saksi/hadir
وَبَنِينَ
dan anak-anak
شُهُودٗا
saksi-saksi/hadir
Terjemahan
anak-anak yang selalu bersamanya,
Tafsir
(Dan anak-anak) yang jumlahnya sepuluh orang atau lebih (yang selalu bersama dia) di kala menyaksikan perayaan-perayaan dan kamu pun mendengar tentang persaksian mereka itu.
Tafsir Surat Al-Mudatsir: 11-30
Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian. Dan Aku jadikan baginya harta benda yang banyak, dan anak-anak yang selalu bersama dia, dan Kulapangkan baginya (rezeki dan kekuasaan) dengan selapang-lapangnya, kemudian dia ingin sekali supaya Aku menambahnya. Sekali-kali tidak (akan Aku tambah), karena sesungguhnya dia menentang ayat-ayat Kami (Al-Qur'an). Aku akan membebaninya mendaki pendakian yang memayahkan. Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan (apa yang ditetapkannya), maka celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan? Kemudian celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan? Kemudian dia memikirkan, sesudah itu dia bermasam maka dan merengut, kemudian dia berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri, lalu dia berkata, "(Al-Qur'an) ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu), ini tidak lain hanyalah perkataan manusia.Aku akan memasukkannya ke dalam (neraka) Saqar.
Tahukah kamu apa (neraka) Saqar itu? Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan. (Neraka Saqar) adalah pembakar kulit manusia. Di atasnya ada sembilan belas (malaikat penjaga). Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, mengancam orang jahat itu yang telah diberi banyak nikmat duniawi oleh Allah, lalu ia membalasnya dengan kekafiran terhadap nikmat-nikmat yang telah diberikan kepadanya, dan menggantinya dengan kekafiran serta keingkaran terhadap ayat-ayat Allah, dan mendustakannya serta menganggapnya sebagai perkataan manusia. Hal ini diungkapkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dengan menghitung-hitung nikmat yang telah Dia berikan kepadanya. Untuk itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian. (Al-Muddatstsir 11) Yakni dia keluar dari perut ibunya dalam keadaan sendirian, tidak berharta dan tidak beranak, kemudian Allah memberinya rezeki, harta benda yang banyak. (Al-Muddatstsir: 12) Yaitu harta yang berlimpah lagi banyak.
Suatu pendapat menyebutnya seribu dinar, pendapat yang lainnya mengatakan seratus ribu dinar, dan menurut pendapat yang lainnya berupa lahan pertanian yang sangat luas, sedangkan pendapat yang lainnya lagi mengatakan selain itu. Dan Allah menjadikan baginya, dan anak-anak yang selalu bersama dia. (Al-Muddatstsir: 13) Mujahid mengatakan makna yang dimaksud ialah tidak pernah absen darinya dan selalu ada bersamanya, tidak pernah bepergian untuk berniaga, melainkan semuanya itu telah ditangani oleh budak-budaknya dan orang-orang upahannya (pegawainya), sedangkan mereka hanya tinggal saja bersama ayah mereka, dan ayah mereka merasa senang selalu bersama mereka serta merasa terhibur.
Mereka (anak-anak) itu menurut apa yang disebutkan oleh As-Suddi, Abu Malik dan ‘Ashim ibnu Umar ibnu Qatadah ada tiga belas orang. Ibnu Abbas dan Mujahid mengatakan sepuluh orang anak. Hal ini merupakan nikmat yang tiada taranya, yaitu keberadaan anak-anak di dekat orang tua mereka. dan Kulapangkan baginya (rezeki dan kekuasaan) dengan selapang-lapangnya. (Al-Muddatstsir: 14) Yakni Aku berikan kepadanya berbagai macam harta benda dan peralatan serta hal-hal lainnya. kemudian dia ingin sekali supaya Aku menambahnya.
Sekali-kali tidak (akan Aku tambah), karena sesungguhnya dia menentang ayat-ayat Kami (Al-Qur'an). (Al-Muddatstsir: 15-16) Yaitu ingkar karena dia mengingkari nikmat-nikmat-Nya sesudah mengetahui. Maka Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam ayat selanjutnya: Aku akan membebaninya mendaki pendakian yang memayahkan. (Al-Muddatstsir: 17)
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, dari Darij, dari Abul Haisam, dari Abu Sa'id, dari Rasulullah ﷺ yang telah bersabda: Wail adalah nama sebuah jurang di dalam neraka Jahanam, orang kafir dijatuhkan ke dalamnya selama empat puluh musim gugur sebelum mencapai dasarnya. Dan Su'ud adalah nama sebuah gunung dari api neraka yang orang kafir naik mendakinya selama tujuh puluh musim semi, kemudian terjatuh darinya dalam masa yang sama, untuk selama-lamanya.
Imam At-Tirmidzi meriwayatkannya dari Abdu ibnu Humaid, dari Al-Hasan ibnu Musa Al-Asy-yab dengan sanad yang sama. Kemudian Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini gharib, kami tidak mengenalnya kecuali hanya melalui hadits Ibnu Lahi'ah, dari Darij. Demikianlah menurut Imam At-Tirmidzi. Ibnu Jarir telah meriwayatkannya pula dari Yunus, dari Abdullah ibnu Wahb, dari Amr ibnul Haris, dari Darij, tetapi di dalamnya terdapat hal yang gharib dan munkar.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Dzar'ah dan Ali ibnu Abdur Rahman yang dikenal dengan Allan Al-Muqri yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Minjab, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Ammar Ad-Duhani, dari Atiyyah Al-Aufi, dari Abu Sa'id, dari Nabi ﷺ sehubungan dengan makna firman Allah Swt: Aku akan membebaninya mendaki pendakian yang memayahkan. (Al-Muddatstsir: 17) Lalu beliau ﷺ bersabda: Su'ud adalah sebuah gunung dari api di dalam neraka, orang kafir dipaksa untuk menaikinya. Maka apabila tangannya ia letakkan di gunung, tangannya itu lebur; dan apabila ia menariknya, maka kembali seperti semula.
Dan apabila ia letakkan kakinya, maka kakinya itu lebur; dan apabila ia angkat kembali, maka menjadi utuh seperti semula. Al-Bazzar dan Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui hadits Syarik dengan sanad yang sama. Qatadah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Su'ud adalah sebuah batu besar di dalam neraka Jahanam, orang kafir di seret di atasnya dengan muka di bawah.
As-Suddi mengatakan bahwa Su'ud adalah sebuah batu yang licin di dalam neraka Jahanam, orang kafir dipaksa untuk mendakinya. Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Aku akan membebaninya mendaki pendakian yang memayahkan. (Al-Muddatstsir: 17) Yakni kepayahan karena azab. Qatadah mengatakan azab yang tiada henti-hentinya, pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan (apa yang ditetapkannya). (Al-Muddatstsir: 18) Yaitu sesungguhnya Aku akan membebaninya mendaki pendakian yang memayahkan.
Yakni Kami mendekatkan azab yang berat kepadanya karena dahulu ia jauh dari iman, sebab dia telah memikirkan dan menetapkan. Dengan kata lain, dia menangguhkan pendapatnya tentang Al-Qur'an ketika ditanya mengenainya, dan ia memikirkan pendapat apa yang akan dibuat-buatnya terhadap Al-Qur'an, dan dia merekayasanya dengan merenungkannya terlebih dahulu. maka celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan? Kemudian celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan. (Al-Muddatstsir: 19-20) Ini merupakan kutukan terhadapnya.
kemudian dia memikirkan. (Al-Muddatstsir: 21) Maksudnya, kembali memikirkan dan merenungkannya. sesudah itu dia bermasam muka. (Al-Muddatstsir: 22) Yakni bermuka kecut dan menatapkan pandangannya. dan merengut. (Al-Muddatstsir: 22) Yaitu mukanya menjadi hitam dan menggambarkan rasa benci; termasuk ke dalam pengertian ini ucapan seorang penyair yang bernama Taubah ibnu Himyar:
Sesungguhnya sangat mencurigakan diriku sikapnya yang kulihat selalu menghambatku dan dia selalu berpaling dari keperluanku dengan muka yang merengut. Firman Allah Swt: kemudian dia berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri. (Al-Muddatstsir: 23) Yakni berpaling dari perkara hak dan mundur dengan rasa sombong, tidak mau tunduk kepada Al-Qur'an.
lalu dia berkata, "(Al-Qur'an) ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu)." (Al-Muddatstsir: 24) Artinya, ini merupakan sihir yang dinukil oleh Muhammad dari orang lain yang sebelumnya, lalu ia mempelajarinya. Karena itulah disebutkan dalam firman berikutnya: ini tidak lain hanyalah perkataan manusia. (Al-Muddatstsir: 25) Yakni bukan kalam Allah. Dan orang yang berkata demikian seperti yang disebutkan dalam konteks ayat adalah Al-Walid ibnul Mugirah Al-Makhzumi, salah seorang pemimpin dari Quraisy, la'natullah.
Dan tersebutlah di antara berita mengenai dirinya tentang hal ini diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, bahwa Al-Walid menemui Abu Bakar ibnu Abu Quhafah, lalu bertanya kepadanya tentang Al-Qur'an. Setelah mendapat jawaban dari Abu Bakar, lalu ia keluar dan menemui orang-orang Quraisy, dan berkatalah ia kepada mereka, "Sungguh menakjubkan dengan apa yang diucapkan oleh Ibnu Abu Kabsyah.
Demi Allah, apa yang dikatakannya bukanlah syair, bukan sihir, bukan pula kerasukan penyakit gila, tetapi sesungguhnya ucapannya itu benar-benar Kalamullah. Ketika segolongan orang-orang Quraisy mendengar ucapan Al-Walid ibnul Mugirah itu, maka mereka menebar hasutan dan mengatakan kepada orang-orang Quraisy, "Demi Allah, jika Al-Walid masuk agama baru, benar-benar orang-orang Quraisy pun akan mengikuti jejaknya." Ketika berita itu terdengar oleh Abu Jahal ibnu Hisyam, maka ia berkata, "Akulah yang akan menanganinya sebagai ganti kalian," lalu ia pergi dan masuk ke dalam rumah Al-Walid ibnul Mugirah.
Dan berkatalah ia kepada Al-Walid, 'Tidakkah engkau perhatikan kaummu, sesungguhnya mereka telah mengumpulkan dana untuk diberikan kepadamu?" Al-Walid ibnul Mugirah balik bertanya, "Bukankah aku ini orang yang terkaya di antara mereka dan juga paling banyak memiliki anak?" Abu Jahal mengatakan kepadanya, "Mereka membicarakan bahwa engkau masuk ke dalam rumah Ibnu Abu Quhafah hanyalah untuk mendapatkan makan darinya." Al-Walid bertanya, "Apakah betul mereka (kaumku) menggunjing aku demikian? Demi Allah, sekarang aku tidak akan mendekati Abu Quhafah lagi, juga Umar dan Ibnu Abu Kabsyah, dan tiadalah apa yang dikatakannya melainkan sihir yang dipelajari." Maka Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan firman-Nya: Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian. (Al-Muddatstsir: 11) Sampai dengan firman-Nya: Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan. (Al-Muddatstsir: 28) Qatadah mengatakan bahwa mereka mengira Al-Walid ibnul Mugirah mengatakan, "Demi Allah, sesungguhnya aku perhatikan apa yang dikatakan oleh lelaki ini, ternyata perkataannya itu bukanlah syair, dan sesungguhnya perkataannya itu benar-benar sangat manis dan benar-benar sangat indah.
Dan sesungguhnya kata-katanya itu benar-benar tinggi dan tiada yang lebih tinggi daripadanya, dan aku tidak meragukan lagi bahwa kata-katanya itu mempunyai pengaruh yang sangat memukau bagaikan pengaruh sihir." Maka Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan firman-Nya: maka celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan. (Al-Muddatstsir: 19) Hingga firman-Nya: sesudah itu dia bermasam muka dan merengut. (Al-Muddatstsir: 22) Yakni mengernyitkan keningnya dan mukanya berubah menjadi merengut. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnuSaur, dari Ma'mar, dari Abbad ibnu Mansur, dari Ikrimah, bahwa Al-Walid ibnul Mugirah datang kepada Nabi ﷺ Maka beliau membacakan kepadanya Al-Qur'an, kemudian seakan-akan Al-Walid menjadi lunak hatinya kepada Nabi ﷺ Ketika hal tersebut terdengar oleh Abu Jahal, maka Abu Jahal ibnu Hisyam datang menemuinya dan berkata, "Wahai Paman, sesungguhnya kaummu telah menghimpun dana untukmu." Al-Walid balik bertanya, "Mengapa?" Abu Jahal menjawab, "Mereka akan memberikannya kepadamu, karena sesungguhnya engkau telah datang kepada Muhammad berbeda dengan sikapmu yang sebelumnya." Al-Walid berkata, "Orang-orang Quraisy telah mengetahui bahwa diriku adalah orang yang paling banyak hartanya." Abu Jahal berkata, "Kalau begitu, berikanlah tanggapanmu tentang dia, agar kaummu mengetahui bahwa engkau mengingkari apa yang dikatakannya (Muhammad), dan bahwa engkau benci kepadanya." Al-Walid bertanya, "Lalu apakah yang harus kukatakan? Demi Allah, tiada seorang pun dari kalian yang lebih mengetahui daripada aku tentang syair, dan tiada pula yang lebih mengetahui tentang puisi dan sajak selain dariku, dan tiada pula yang lebih mengetahui tentang syair jin selain dariku.
Demi Allah, apa yang dikatakan Muhammad itu tidak mirip dengan sesuatu pun dari itu. Demi Allah, sesungguhnya dalam ucapan yang dikatakannya benar-benar terkandung keindahan yang tiada taranya. Dan sesungguhnya ucapannya itu benar-benar dapat menghancurkan (mengalahkan) semua yang ada di bawahnya, dan sesungguhnya ia benar-benar tinggi dan tiada yang lebih tinggi daripada dia." Abu Jahal berkata, "Demi Allah, kalau begitu kaummu tidak akan senang sebelum engkau mengatakan sesuatu yang tidak enak terhadapnya." Al-Walid menjawab, "Kalau begitu, biarkanlah aku berpikir terlebih dahulu." Setelah ia berpikir, lalu berkata, "Sesungguhnya Al-Qur'an yang dikatakannya itu tiada lain merupakan sihir yang dipelajari dari orang lain." Maka turunlah firman Allah subhanahu wa ta’ala: Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian. (Al-Muddatstsir: 11) Sampai dengan firman-Nya: Di atasnya ada sembilan belas (malaikat penjaga). (Al-Muddatstsir: 30) Muhammad ibnu Ishaq dan yang lain yang bukan hanya seorang telah meriwayatkan hal yang semisal.
As-Suddi mengira bahwa mereka (orang-orang Quraisy) ketika berkumpul di Darun Nudwah, mereka telah sepakat untuk menyatukan pendapat mereka tentang Nabi Muhammad dengan pendapat yang mendiskreditkannya, sebelum datang kepada mereka delegasi orang-orang Arab untuk menunaikan ibadah haji. Tujuannya ialah agar mereka terhalang dan tidak mengikutinya serta tidak tertarik kepadanya. Maka sebagian dari mereka ada yang mengatakannya seorang penyair, sebagian yang lain mengatakannya seorang tukang sihir, dan yang lainnya lagi mengatakan tukang tenung, sedangkan yang lainnya lagi mengatakannya orang gila.
Hal ini diceritakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala melalui firman-Nya yang mengatakan: Perhatikanlah, bagaimana mereka membuat perbandingan-perbandingan tentang kamu, lalu sesallah mereka, mereka tidak sanggup (mendapatkan) jalan (untuk menentang kerasulanmu). (Al-Furqan: 9) dan (Al-Isra: 48) Dengan adanya semua itu Al-Walid berpikir untuk mengada-adakan pendapat dari dirinya sendiri tentang Nabi ﷺ, dan dia terus berpikir dan berpikir, sesudah itu dia bermasam muka dan merengut, lalu menentukan sikap dan berkata, "Al-Qur'an ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari dari orang-orang dahulu, ini tidak lain hanyalah perkataan manusia." Maka Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Aku akan memasukkannya kedalam (neraka) Saqar. (Al-Muddatstsir: 26) Yakni Aku akan mengepung dia dengan api neraka dari segala penjurunya. Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Tahukah kamu apa (neraka) Saqar itu? (Al-Muddatstsir: 27) Ini menggambarkan tentang keadaannya yang sangat menakutkan dan amat mengerikan, lalu ditafsirkan oleh firman selanjutnya: Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan. (Al-Muddatstsir: 28) Yakni yang memakan daging mereka, urat dan otot serta kulit mereka habis dibakar, kemudian diganti lagi dengan yang lainnya, sedangkan mereka tetap menjalani siksaan itu; tidaklah mereka mati dan tidak pula hidup.
Demikianlah menurut Ibnu Buraidah dan Abu Sinan serta selain keduanya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: (Neraka Saqar) adalah pembakar kulit manusia. (Al-Muddatstsir: 29) Mujahid mengatakan, bahwa yang dimaksud ialah membakar kulit. Abu Razin mengatakan, makna yang dimaksud ialah api neraka itu menjiiat kulit dengan sekali jilatan sehingga menghanguskannya menjadi hitam lebih gelap dari kelamnya malam hari. Zaid ibnu Aslam mengatakan, bahwa tubuh mereka didekatkan kepada neraka. Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: (Neraka Saqar) adalah pembakar kulit manusia. (Al-Muddatstsir: 29) Maksudnya, apinya membakar hangus kulit.
Ibnu Abbas mengatakan, yang membakar kulit manusia. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Di atasnya ada sembilan belas (malaikat penjaga). (Al-Muddatstsir: 30) Yaitu dari barisan terdepan Malaikat Zabaniyah (juru siksa), bentuk tubuh mereka besar-besar dan penampilan mereka sangat kasar lagi bengis. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Dzar'ah, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Zaidah, telah menceritakan kepadaku Haris, dari Amir, dari Al-Barra yang mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Diatasnya ada sembilan belas (malaikat penjaga). (Al-Muddatstsir: 30) Sesungguhnya ada segolongan orang-orang Yahudi menanyakan kepada seorang lelaki dari sahabat Rasulullah ﷺ tentang para penjaga neraka Jahanam, maka lelaki itu menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Lelaki itu datang dan menceritakan hal itu kepada Nabi ﷺ, lalu saat itu juga Allah menurunkan firman-Nya: Di atasnya ada sembilan belas (malaikat penjaga). (Al-Muddatstsir: 30) Kemudian Nabi ﷺ memanggil para sahabatnya dan bersabda: Panggillah mereka (orang-orang Yahudi) itu.
Ingatlah, sesungguhnya aku akan menanyakan kepada mereka tentang warna tanah surga jika mereka datang kepadaku. Ingatlah, sesungguhnya warna tanah surga itu bagaikan tepung terigu yang putih. Ternyata mereka datang, lalu menanyakan kepada beliau tentang para penjaga neraka Jahanam. Maka Nabi ﷺ mengisyaratkan dengan jari jemari kedua telapak tangannya sebanyak dua kali, sedangkan pada yang kedua kali beliau menggenggamkan jari jempolnya (yakni sembilan belas malaikat penjaga). Lalu Nabi ﷺ bertanya, "Ceritakanlah kepadaku tentang warna tanah surga." Mereka berkata kepada pemimpin mereka, "Wahai Ibnu Salam, jawablah mereka !" Ibnu Salam menjawab, "Seakan-akan putihnya seperti adonan roti." Maka Rasulullah ﷺ bersabda: Ingatlah, sesungguhnya roti itu tiada lain terbuat dari tepung.
Demikianlah menurut apa yang dikatakan oleh Ibnu Abu Hatim, yakni dari Al-Barra. Tetapi menurut pendapat yang terkenal, hadits ini dari Jabir ibnu Abdullah, sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Hafidzh Abu Bakar Al-Bazzar di dalam kitab musnadnya. Ia mengatakan: telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ubaidah, telah menceritakan kepada kami Sufyan dan Yahya ibnu Hakarn, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Mujalid, dari Asy-Sya'bi, dari Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa seorang lelaki datang kepada Nabi ﷺ, lalu berkata, "Wahai Muhammad, sahabat-sahabatmu telah dikalahkan, hari ini." Nabi ﷺ bertanya, "Mengapa?" Lelaki itu menjawab, "Orang-orang Yahudi mengatakan kepada mereka, 'Apakah nabimu telah memberitahukan kepadamu tentang jumlah para malaikat penjaga neraka?' Mereka menjawab, 'Kami tidak mengetahuinya sebelum menanyakannya kepada nabi kami'." Rasulullah ﷺ bersabda, "'Apakah suatu kaum yang ditanyai tentang sesuatu yang tidak mereka ketahui dapat dikatakan mereka dikalahkan, sedangkan mereka hanya menjawab, 'Kami tidak mengetahuinya sebelum menanyakannya kepada Nabi kami'? Undanglah musuh-musuh Allah itu kemari, tetapi mereka pernah meminta kepada nabi mereka supaya Allah menampakkannya kepada mereka terang-terangan.", Maka Rasulullah ﷺ memerintahkan agar mereka dipanggil menghadap kepadanya, lalu mereka pun datang dan bertanya, "Wahai Abul Qasim, berapakah jumlah penjaga neraka itu?" Nabi ﷺ memberi petunjuk kepada sahabatnya dengan isyarat jari jemari kedua tangannya sebanyak dua kali, sedangkan yang kedua kalinya beliau genggamkan salah satu jarinya, seraya bersabda, "Jumlahnya segini." Lalu Nabi ﷺ bersabda kepada para sahabatnya: Jika kamu ditanya mengenai warna tanah surga, maka tanah surga itu putih seperti tepung gandum.
Ketika mereka menanyakan tentang bilangan penjaga neraka, dan Nabi ﷺ memberitahukannya kepada mereka, lalu beliau ﷺ bertanya kepada mereka, "Bagaimanakah warna tanah surga?" Maka sebagian dari mereka memandang kepada sebagian yang lain, lalu berkata, "Seperti roti, wahai Abul Qasim."Nabi ﷺ bersabda, "Roti itu terbuat dari tepung." Imam At-Tirmidzi meriwayatkan hal yang sama dalam tafsir ayat ini dari Ibnu Abu Umar, dari Syaiban dengan sanad yang sama. Ia serta Al-Bazzar mengatakan hadits ini tidak dikenal melainkan hanya melalui riwayat Mujahd. Imam Ahmad telah meriwayatkannya dari Ali ibnul Madini, dari Sufyan tanpa menyebutkan darmak (tepung terigu)."
11-13. Di antara tokoh pendurhaka yang menjadi latar belakang turunnya ayat-ayat ini dan akan mengalami kesulitan pada hari Kiamat adalah al-Walid bin al-Mugirah. Terhadap tokoh ini dan siapa saja yang perilakunya sama dengan al-Walid, maka Allah menegaskan demikian, Biarkanlah Aku yang bertindak terhadap orang yang Aku sendiri telah menciptakannya, tanpa bantuan dari siapa pun. Penciptaan manusia pastilah melibatkan kedua orang tua, namun pada ayat ini peran itu dinafikan karena menunjukkan ancaman yang serius terhadap yang durhaka. Dan orang tersebut juga Aku berikan baginya kekayaan yang melimpah melalui sebab-sebab yang telah ditetapkan, dan juga anugerah berupa anak-anak yang selalu bersamanya,14-16. Ayat ini melanjutkan uraian tentang keistimewaan yang diberikan Allah kepada al-Walid bin al-Mugirah. Dan di samping itu Aku berikan baginya kelapangan hidup seluas-luasnya. Kemudian dia juga berharap ingin sekali agar Aku menambahnya dengan bentuk anugerah lainnya, bahkan kalau bisa diberikan surga. Aneka nikmat yang dianugerahkan kepadanya mestinya dia syukuri dengan berbuat baik, ternyata malah membangkang maka tidak bisa terpenuhi keinginannya! Sesungguhnya dia telah menentang ayat-ayat Kami yakni Al-Qur'an.
Ayat ini mengungkapkan bahwa Allah pun menganugerahkan kepada hartawan dan bangsawan Quraisy ini putra yang selalu ikut serta bersamanya. Sebab dia orang kaya dan tidak memerlukan bantuan orang lain mengurus anaknya, maka anaknya tidak perlu mengembara ke negeri lain untuk mencari rezeki karena semuanya harus berdekatan dengan ayahnya sendiri. Ada pula yang mengartikan bahwa anak-anak al-Walid selalu mendampinginya apabila ia menghadiri pertemuan atau perayaan-perayaan, sehingga menimbulkan kesan akan kebesaran dan kemuliaannya. Putra-putra yang dibanggakan itu ada 7 orang (al-Walid, Khalid, 'Imarah Hisyam, 'As, Qais, dan 'Abdussyam). Tiga orang di antaranya (Khalid, Hisyam, dan 'Imarah) telah masuk Islam, memenuhi seruan Nabi Muhammad.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 11
“Biarkan Aku dan orang yang Aku ciptakan itu sendirian."
Inti sari dari ayat ini ialah menyuruh Nabi kita Muhammad ﷺ meneruskan usahanya mengadakan seruan dan dakwah, memberi peringatan kepada kaumnya. Dia tidak usah turut memikirkan tentang orang yang menyombong karena merasa diri seorang yang mampu dan terpandang, lalu menjadi penantang dan pencemooh kepada seruan Nabi Muhammad itu.
Ahli-ahli tafsir menyebutkan nama orang yang dituju itu, yaitu Walid bin Mughirah. Nabi Muhammad tidak usah turut susah memikirkan orang seperti itu. Serahkan saja kepada Allah membereskan orang itu. Karena yang menciptakan orang itu adalah Allah sendirian, tiada berserikat dengan yang lain. Allah mudah saja menentukan hukum-Nya terhadap makhluk-Nya yang sombong itu. Maka arti yang terkandung dari kalimat “sendirian" di ujung ayat ialah bahwa Allah sendiri yang menguasai orang itu. Tetapi ar-Razi menyalinkan juga dalam tafsirnya bahwa sendirian dalam ayat ini bukan disifatkan untuk Allah, karena tidak pun disebut sudah terang bahwa Allah berdiri sendirinya. Tetapi yang dimaksud menurut ar-Razi ialah si Walid itu sendiri; yang karena pertolongan Allah sekarang telah kaya, namun pada mulanya dia hanya hidup kesepian sendirian. Yang setelah dia kaya raya, lupa dia akan kesendiriannya dahulu itu.
Ayat 12
“Dan telah Aku jadikan untuknya harta benda yang berkembang."
Dalam ayat ini dijelaskanlah anugerah Allah kepada Walid bin Mughirah itu. Dia diberi Allah harta benda yang bukan mati, melainkan mamdud, yaitu berkembang terus. Kalau harta benda itu tanah wilayah, maka tanam-tanaman yang ditanam di dalamnya memberikan hasil yang berkembang berlipat ganda tiap tahun. Demikian pula kalau harta benda itu binatang ternak, dia berkembang, beranak-pinak, dari beberapa ekor menjadi berpuluh ekor. Disebutkan dalam kitab-kitab tafsir tentang ternaknya yang berkembang itu. ada unta, ada sapi-sapi, ada kambing sepadang-sepadang. Harta bendanya, kebun-kebun yang di Thaif pun mengeluarkan hasil yang banyak sekali. Muqatil mengatakan bahwa dia mempunyai kebun-kebun yang tidak berhenti mengeluarkan hasil. Ada yang berbuah hanya di musim dingin saja dan ada pula yang berbuah di musim panas. Sebab itu tidak berhenti mengambil hasil.
Ayat 13
“Dan anak-anak yang selalu hadir."
Mujahid meriwayatkan bahwa anak beliau yang laki-laki sepuluh orang banyaknya. Anak perempuan tidak disebut karena adat zaman jahiliyyah tidak mau menyebut-nyebut anak perempuan. Anak laki-laki yang sepuluh itu hanya tujuh disebut ar-Razi dalam tafsirnya. Yang tua bernama al-Walid pula menurut nama ayahnya, sesudah itu Immarah, Hisyam, al-Ash, Qais, Abdu Syams. Yang masuk Islam hanya tiga, yaitu Immarah, Khalid, dan Hisyam. Yang lain hidup menurut kehidupan ayahnya. Semuanya itu berada di Mekah bersama ayahnya, tidak ada yang berpindah ke tempat lain. Dan tersebut pula bahwa semuanya itu kaya raya dan hidup sendiri. Sebab itu semuanya pun menambah kebanggaan ayah mereka. Rasa bangga dengan hadirnya semua anak-anak di hadapan mata dan melihat perkembangan mereka menurut bakat masing-masing adalah terhitung kekayaan utama juga dalam kehidupan manusia. Hal seperti ini senantiasa diulang-ulangi dalam Al-Qur'an,
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan hidup di dunia." (al-Kahf: 46)
Maka bagi Walid bin Mughirah telah tercapai kedua kebanggaan atau persiapan hidup itu: harta berkembang, anak-anak pun berkembang.
Ayat 14
“Dan telah. Aku lapangkan untuknya selapang-lapangnya."
Artinya bahwa sesudah harta banyak yang berkembang, sesudah anak-anak yang disaksikan pertumbuhan dan perkembangannya di hadapan mata, awak pun disegani orang, terkemuka, berjalan didahulukan orang selangkah, ditinggikan orang seranting. Tidak berani orang memutuskan suatu hal kalau tidak meminta buah pikirannya terlebih dahulu. Apatah lagi pergaulannya pun luas pula. Sampai dia diberi orang julukan atau gelar “al-Wahiid", atau “Nan Tunggal" dan dipanggilkan orang “kembangnya Quraisy". Yang dekat jolong bertemu, yang tinggi tampak dari jauh.
Ayat 15
“Kemudian itu dia masih saja tamak akan Aku tambah."
Artinya, meskipun sudah demikian perhiasan dunia yang dimilikinya, telah cukup dari segala segi: harta benda berkembang, anak-anak banyak dan berjaya semua, berada di hadapan matanya, awak pun disegani orang pula, namun kelobaan untuk minta tambahan lagi, minta tambah lagi, tambah lagi, tidaklah berhenti. Itulah nafsu manusia yang tidak mau penuh, masih merasa kurang saja.
Apakah keinginannya yang tidak terbatas itu akan selalu dikabulkan Allah?
Di ayat yang selanjutnya Allah telah menegaskan
Ayat 16
“Sekali-kali tidak!"
Keinginannya yang demikian tidaklah akan terus-menerus dikabulkan oleh Allah. Tidak ada manusia yang sampai ke akhir langkahnya dalam hidup ini akan dapat dipuaskan saja nafsunya. Berbagai rintangan yang tidak dapat diatasi akan ditemuinya di tengah perjalanan. Meskipun misalnya seorang manusia diberi kekayaan berkembang luas dan anak keturunan berkembang biak pula, namun usianya mesti lanjut. Dan bila usia telah lanjut, tenaga pun telah berkurang. Bagaimanapun banyaknya nikmat Allah, bertumpuk bagai gunung, akan diapakankah nikmat itu kalau misalnya selera telah patah? Alangkah tepat pepatah orang Melayu yang berkata, “Gigi tanggal arawan murah, awak tua janda bermusim."
Arawan ialah tulang muda yang enak digeretuk dengan gigi yang kuat. Arawan itu menimbulkan nafsu makan bagi orang yang giginya masih kuat. Tetapi kalau gigi telah tanggal, meskipun arawan telah murah dijual di pasar, tidaklah ada faedahnya lagi karena gigi buat menggeretuknya sudah tidak ada. Demikian juga jika diri sudah mulai tua, sehingga tenaga memberi “nafkah batin" sudah sangat mundur. Meskipun sudah banyak perempuan janda yang muda-muda, yang cantik-cantik, tidaklah akan dapat dinikmati lagi janda muda yang bermusim itu.
Apatah lagi kalau iman kepada Allah tidak ada walaupun kaya raya. Al-Walid bin Mughirah demikianlah halnya.
“Sesungguhnya dia terhadap ayat-ayat Kami adalah penantang."
Menantang kita jadikan arti daripada kalimat ‘aniida. ‘Aniid sama juga dengan ‘inaad. inaad itu termasuk satu cabang kufur yang jahat. Kufur itu tiga macam. Pertama, kafir inkar. Artinya tidak mau terima, lahir batin, mulut tidak terima, hati pun tidak. Kedua, kafir nifaaq. Artinya hati tidak terima, tetapi mulut pura-pura terima. Ketiga, kafir ‘inaad. Artinya
hati telah menerima, tetapi mulut masih berkeras bertahan, tidak mau terima. Segala alasannya telah patah, tempat tegak telah goyah, tetapi demi menjaga kedudukan atau gengsi ditolaknya juga kebenaran itu. Itulah dia ‘Aniid, penentang.
Ar-Razi mengatakan dalam tafsirnya bahwa kafir ‘inaad itu adalah yang sekeji-keji kufur.
Ayat 17
“Akan Aku timpakan kepadanya deiita yang memayahkan."
Sebagai akibat daripada sikapnya menantang kebenaran, padahal hati sanubarinya telah menerima, Allah akan menimpakan kepadanya suatu kegelisahan batin yang luar biasa, suatu peperangan di antara kebenaran yang menggelagak dari dalam, dengan hawa nafsu yang bertahan atas pendirian yang salah. Itu akan membuat dia payah sendiri. Sebab kalau mudah mendustai orang lain, adalah amat sukar berdusta dengan diri sendiri. Maka kalau pikiran telah kacau, pedoman hidup akan goncang sehingga pegangan pun hilang. Dikatakan oleh Allah bahwa dia akan menderita tekanan batin yang memayahkan. Seibarat orang yang mendaki bukit yang tinggi, bertambah didaki puncak itu bertambah jauh, sehingga segala tenaga pun habislah di tengah jalan. “Yang dikandung berciciran, yang dikejar tidak dapat." Disangka harta benda dan kekayaan yang banyak akan dapat menjadi benteng sandaran diri, padahal diri bertambah lucut ke dalam lubang kesulitan hidup. Kusut pikiran yang sukar untuk diselesaikan.
Maka tersebutlah di dalam suatu riwayat bahwa pada suatu hari Walid bin Mughirah itu lewat di hadapan Nabi ﷺ Beliau waktu itu sedang membaca surah “Ha-Mim Sajadah" (Fushshilat). Sesampai pada ayat,
“Maka jika mereka berpaling katakanlah; “Aku peringatkan kepada kamu pekikan ngeri sebagai pekikan terhadap ‘Ad dan Tsamud (Fushshilat: 13)
Rupanya Walid sangat ngeri mendengar ayat itu, sampai dia memohon kepada Nabi ﷺ dengan katanya, “Di atas nama Allah dan di atas nama hubungan darah di antara kita, saya mohon kepada engkau, ya Muhammad, hentikanlah membaca hingga itu!" Dia berkata demikian karena Walid telah merasakan benar bahwa kalau Muhammad berdoa, doanya akan diperkenankan Allah dan kalau dia mengeluarkan suatu ucapan, maka ucapannya itu bukanlah kata sembarang kata, bukan main-main dan olok-olok. Setelah dia kembali kepada kaumnya, berkatalah Walid, “Demi Allah! Telah saya dengar ucapan Muhammad itu sebentar ini. Ucapannya itu bukan ucapan manusia dan bukan perkataan jin. Enak didengar telinga, manis diucapkan mulut, katanya di atas dan tak dapat diatasi.
Itu adalah suara hati Walid yang belum terpengaruh oleh yang lain.
Tetapi mendengar dia bercakap demikian timbullah susah dalam hati musyrikin Quraisy, Kalau-kalau Walid telah kena pengaruh Muhammad. Kalau Walid yang terpengaruh, ranaplah Quraisy akan jatuh ke bawah kuasa Muhammad. Ini mesti dicegah.
Lalu berkata Abu Jahal, “Serahkan kepadaku, aku membereskan!"
Maka pergilah Abu jahal menemui Walid, lalu dia berkata, “Kami mendengar bahwa engkau sudah kena pengaruh Muhammad. Sedih kami mendengarkan berita itu. Kalau sekali engkau tertarik, engkau akan payah melepaskan diri, apatah lagi kalau sudah termakan makanannya. Sebab itu kami telah mengumpulkan uang untuk engkau buat belanja jangan sampai engkau mendekatinya atau sahabatnya."
Mendengar perkataan Abu Jahal yang demikian, Walid merasa sangat tersinggung.
Lalu dia berkata, “Sedangkan makan mereka saja tidak kenyang, bagaimana saya akan mengambil harta dari mereka?" Timbul marahnya dan disambungnya perkataan, “Saya sanggup menghancurkan Muhammad dan pengikutnya itu. Kalian mau memberi saya bantuan belanja, padahal kalian tahu berapa banyak kekayaan saya. Demi berhala Laata! Demi berhala Uzza, saya tidak perlu bantuan harta kalian. Cuma saya hendak berkata sesungguhnya. Kalian selalu mengatakan Muhammad itu gila! Kalau dia gila, pernah kalian lihat dia tercekik? Mereka menjawab, “Tidak pernah, demi Allah!" Kalian katakan dia itu seorang penyair! Padahal pernahkah kalian mendengar dia agak sekali mengucapkan suatu syair? Mereka jawab, “Demi Allah, tidak pernah kami dengar dia bersyair!"
Katanya pula, “Kalian tuduh dia seorang pembohong besar. Kalau memang dia pembohong, pernahkah kalian mengadakan suatu percobaan atas kebohongannya? Mereka pun menjawab, “Tidak pernah, Demi Allah!"
Lalu kalian tuduh pula bahwa dia itu kahin (tukang tenung). Kalau tuduhan itu benar pernahkah kalian alami bahwa dia pernah melakukan pertenungan? Seorang tukang tenung (dukun) biasanya memakai mantra dengan sajak-sajaknya, sambil badannya bergerak-gerak, adakah kalian lihat dia begitu? Mereka jawab, “Tidak pernah kami lihat, Demi Allah!" Mereka pun mengaku selama ini bahwa Nabi itu adalah ash-Shadiq, al-Amin, orang yang jujur dan dipercaya.
Karena semuanya itu tidak menurut pendapat Walid, lalu orang-orang Quraisy itu bertanya, “Siapakah dia itu sebenarnya? Cobalah keluarkan pendapatmu hai al-Walid, siapakah Muhammad itu sebenarnya?"