Ayat
Terjemahan Per Kata
وَأَنَّا
dan bahwasannya kami
لَمَسۡنَا
kami meraba-raba/intip
ٱلسَّمَآءَ
langit
فَوَجَدۡنَٰهَا
maka kami mendapatnya
مُلِئَتۡ
dipenuhi
حَرَسٗا
penjagaan
شَدِيدٗا
sangat/keras
وَشُهُبٗا
dan suluh api yang menyala
وَأَنَّا
dan bahwasannya kami
لَمَسۡنَا
kami meraba-raba/intip
ٱلسَّمَآءَ
langit
فَوَجَدۡنَٰهَا
maka kami mendapatnya
مُلِئَتۡ
dipenuhi
حَرَسٗا
penjagaan
شَدِيدٗا
sangat/keras
وَشُهُبٗا
dan suluh api yang menyala
Terjemahan
(Jin berkata lagi,) “Sesungguhnya kami (jin) telah mencoba mengetahui (rahasia) langit. Maka, kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api.
Tafsir
Jin mengatakan: ("Dan sesungguhnya kami telah mencoba menyentuh langit) maksudnya kami telah bermaksud untuk mencuri pendengaran di langit (maka kami menjumpainya penuh dengan penjaga) para malaikat (yang kuat dan panah-panah api) yakni bintang-bintang yang membakar; hal ini terjadi setelah Nabi ﷺ diutus menjadi rasul.
Tafsir Surat Al-Jinn: 8-10
Dan sesungguhnya kami telah mencoba mengetahui (rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api, dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mendengar-dengarkan (berita-beritanya). Tetapi sekarang barang siapa yang (mencoba) mendengar-dengarkan (seperti itu), tentu akan menjumpai panah api yang mengintai (untuk membakarnya). Dan sesungguhnya kami tidak mengetahui (dengan adanya penjagaan itu) apakah keburukan yang dikehendaki bagi orang yang di bumi ataukah Tuhan mereka menghendaki kebaikan bagi mereka. Allah subhanahu wa ta’ala menceritakan tentang keadaan jin ketika Dia mengutus Rasul-Nya Nabi Muhammad ﷺ dan menurunkan kepadanya Al-Qur'an. Dan tersebutlah bahwa di antara pemeliharaan (penjagaan) Allah kepada Al-Qur'an ialah Dia memenuhi langit dengan penjagaan yang ketat di semua penjuru dan kawasannya, dan semua setan diusir dari tempat-tempat pengintaiannya, yang sebelumnya mereka selalu menduduki pos-posnya di langit.
Agar setan-setan itu tidak mencuri-curi dengar dari Al-Qur'an, yang akibatnya mereka akan menyampaikannya kepada para tukang tenung yang menjadi teman-teman mereka, sehingga perkara Al-Qur'an menjadi samar dan campur aduk dengan yang lainnya, serta tidak diketahui mana yang benar. Ini merupakan belas kasihan Allah subhanahu wa ta’ala kepada makhluk-Nya, juga merupakan rahmat dari-Nya kepada hamba-hamba-Nya, dan sebagai pemeliharaan-Nya terhadap Kitab-Nya yang mulia. Karena itulah maka jin mengatakan, sebagaimana yang diceritakan oleh firman-Nya dan sesungguhnya kami telah mencoba mengetahui (rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api, dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mendengar-dengarkan (berita-beritanya).
Tetapi sekarang barang siapa yang (mencoba) mendengar-dengarkan (seperti itu), tentu akan menjumpai panah api yang mengintai (untuk membakarnya). (Al-Jin: 8-9) Yaitu barang siapa di antara kami yang berani mencoba mencuri-curi dengar sekarang, niscaya ia akan menjumpai panah berapi yang mengintainya yang tidak akan Iuput dan tidak akan meleset darinya, bahkan pasti akan mengganyangnya dan membinasakannya. Dan sesungguhnya kami tidak mengetahui (dengan adanya penjagaan itu) apakah keburukan yang dikehendaki bagi orang yang di bumi ataukah Tuhan mereka menghendaki kebaikan bagi mereka. (Al-Jin: 10) Yakni kami tidak mengetahui peristiwa apa yang terjadi di langit, apakah keburukan yang dikehendaki bagi penduduk bumi, ataukah Tuhan mereka menghendaki kebaikan bagi mereka? Ini merupakan ungkapan etis kaum jin karena mereka menyandarkan keburukan kepada yang bukan pelakunya, sedangkan kebaikan mereka sandarkan kepada pelakunya, yaitu Allah subhanahu wa ta’ala Di dalam sebuah hadits shahih diungkapkan: Keburukan itu bukanlah dinisbatkan kepada Engkau.
Sebelum itu memang pernah juga terjadi pelemparan bintang-bintang yang menyala-nyala (meteor), tetapi tidak banyak terjadi, melainkan hanya sesekali saja dan jarang terjadi, seperti yang disebutkan di dalam hadits Al-Abbas, yang menceritakan bahwa ketika kami sedang duduk bersama Rasulullah ﷺ, tiba-tiba ada bintang yang dilemparkan (di langit) sehingga bintang itu menyala dengan terang. Maka Rasulullah ﷺ bertanya, "Bagaimanakah pendapat kalian tentang peristiwa ini?" Kami menjawab, "Kami beranggapan bahwa ada seorang yang besar dilahirkan, atau ada orang besar yang meninggal dunia." Maka Rasulullah ﷺ menjawab, "Bukan demikian, tetapi apabila Allah memutuskan suatu urusan di langit," hingga akhir hadits.
Kami telah mengemukakannya dengan lengkap dalam tafsir surat Saba'. Peristiwa penjagaan langit dengan penjagaan yang ketat itulah yang menggerakkan jin untuk mencari penyebabnya. Lalu mereka menyebar ke arah timur dan arah barat belahan bumi untuk mencari berita penyebabnya. Akhirnya mereka menjumpai Rasulullah ﷺ sedang membaca Al-Qur'an dengan para sahabatnya dalam shalat. Maka mereka mengetahui bahwa karena orang inilah langit dijaga ketat, lalu berimanlah kepadanya jin yang mau beriman, dan jin yang lainnya tetap pada kedurhakaan dan kekafirannya.
Hal ini disebutkan di dalam hadits Ibnu Abbas pada tafsir surat Al-Ahqaf, tepatnya pada firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al-Qur'an. (Al-Ahqaf: 29), hingga akhir ayat. Dan memang tidak diragukan lagi bahwa ketika peristiwa itu terjadi, yaitu banyaknya bintang yang menyala di langit dan selalu siap untuk dilemparkan bagi siapa yang akan mendekatinya, hal ini menyebabkan kegemparan di kalangan manusia dan jin; mereka kaget dan merasa takut dengan peristiwa tersebut.
Mereka mengira bahwa alam ini akan hancur, sebagaimana yang dikatakan oleh As-Suddi berikut ini. Bahwa sebelumnya langit tidak dijaga, melainkan bila di bumi terdapat seorang nabi atau agama Allah akan memperoleh kemenangan. Tersebutlah pula bahwa setan-setan sebelum Nabi Muhammad ﷺ diutus mempunyai pos-posnya tersendiri di langit yang terdekat untuk mendengar-dengarkan berita dari langit menyangkut peristiwa yang akan terjadi di bumi. Dan setelah Allah subhanahu wa ta’ala mengutus Nabi Muhammad ﷺ sebagai rasul, setan-setan itu dilempari dengan panah-panah berapi di suatu malam, maka kagetlah penduduk Taif dengan peristiwa tersebut. Mereka mengatakan, "Penduduk langit telah binasa." Mereka mengatakan demikian karena melihat hebatnya api yang menyala di langit dan bintang-bintang meteor di malam itu simpang siur di langit menjadikan langit terang benderang.
Maka mereka memerdekakan budak-budaknya dan melepaskan ternak mereka, lalu Abdu Yalil ibnu Amr ibnu Umair berkata kepada mereka, "Celakalah kalian, wahai orang-orang Taif, tahanlah harta benda kalian. Dan lihatlah dengan baik olehmu tempat-tempat bintang-bintang itu. Jika bintang-bintang itu masih tetap pada tempatnya masing-masing, berarti penduduk langit tidak binasa. Sesungguhnya kejadian ini tiada Lain karena Ibnu Abu Kabsyah, yakni Nabi Muhammad ﷺ Dan jika kalian lihat bintang-bintang tersebut tidak lagi berada di tempatnya masing-masing, berarti penduduk langit telah binasa." Maka mereka memandang langit dengan pandangan yang teliti, dan ternyata mereka melihat bintang-bintang itu masih ada di tempatnya, akhirnya mereka menahan harta mereka dan tidak dilepaskannya lagi.
Setan-setan merasa terkejut dengan peristiwa tersebut di malam itu, maka mereka menghadap kepada iblis pemimpin mereka dan menceritakan kepadanya peristiwa pelemparan yang dialaminya. Iblis memerintahkan kepada mereka, "Datangkanlah kepadaku dari tiap-tiap kawasan bumi segenggam tanah, aku akan menciumnya." Lalu. iblis menciumnya dan berkata, "Ini gara-gara teman kalian yang ada di Mekah." Maka iblis mengirimkan tujuh jin dari Nasibin.
dan mereka datang ke Mekah, maka mereka menjumpai Nabi Allah sedang berdiri mengerjakan salatnya di Masjidil Haram dalam keadaan membaca Al-Qur'an. Mereka makin mendekatinya karena ingin mendengarkan bacaan Al-Qur:an, dan hampir saja bagian yang menonjol dari tenggorokan mereka menyentuh Nabi ﷺ Kemudian mereka masuk Islam, maka Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan wahyu-Nya kepada Nabi-Nya yang menceritakan perihal mereka. Kami telah menerangkan bagian ini secara rinci di permulaan pembahasan kebangkitan Rasul dari kitab kami yang berjudul Kitabus Sirah, dengan keterangan yang panjang lebar."
Setelah berbicara yang berkaitan dengan tidak adanya hari kebangkitan, jin tersebut yang telah sadar tersebut melanjutkan ucapannya, "Dan sesungguhnya kami jin telah mencoba berusaha keras untuk mengetahui rahasia langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dari para malaikat dan panah-panah api yang menghalangi kami dan siapa pun untuk mendekat. "9. "Dan sesungguhnya kami jin dahulu yaitu sebelum Nabi Muhammad diutus Allah seringkali dapat menduduki satu tempat dari beberapa tempat di langit itu untuk mencuri dengar berita-beritanya ketika itu kami dapat mendengar tanpa gangguan apa pun. Tetapi sekarang setelah diutusnya Nabi Muhammad siapa pun yang mencoba mencuri dengar seperti itu pasti akan menjumpai panah-panah api yang mengintai untuk membakarnya.
Pada ayat ini, Allah menambah lagi pernyataan jin ketika Dia mengutus Nabi Muhammad dan menurunkan Al-Qur'an kepadanya serta menjaga beliau dari jin-jin itu. Langit ketika itu dijaga dengan ketat, dan panah-panah api disediakan di seluruh penjuru langit untuk mencegah jin-jin mendekatinya guna mencuri berita-berita yang dapat didengar, sebagaimana yang sering mereka lakukan.
Telah diriwayatkan oleh at-Tirmidhi, dan ath-thabrani dari Ibnu 'Abbas, ia berkata:
Dahulu jin-jin itu dapat naik ke langit untuk mendengar wahyu. Ketika mereka mendengar suatu kata lalu mereka tambah dengan sembilan kata lainnya. Ucapan (yang mereka dengar) adalah benar tetapi tambahan-tambahan mereka semuanya bohong. Ketika Nabi ﷺ diutus menjadi rasul, mereka dilarang menduduki tempat-tempat tersebut. Lalu mereka sampaikan larangan tersebut kepada Iblis; sedangkan ketika itu bintang-bintang belum dipakai untuk memanah jin-jin itu. Lalu iblis berkata kepada mereka, "Larangan itu disebabkan suatu kejadian di muka bumi," lalu Iblis mengirim tentara-tentaranya untuk menyelidiki kejadian tersebut. Mereka mendapatkan Nabi ﷺ yang sedang mengerjakan salat di antara dua gunung di Mekah, lalu mereka menemui Iblis dan menyampaikan penemuan mereka itu kepadanya, lalu Iblis berkata, "Inilah kejadian yang terjadi di permukaan bumi." (Riwayat at-Tirmizi dan ath-thabrani)
.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
LANGIT DIPENUHI DENGAN PENJAGAAN
Ayat 7
“Dan sesungguhnya mereka menyangka, sebagaimana kamu pun menyangka bahwa sekali-kali tidaklah akan dibangkitkan Allah seorang jua pun."
Dalam ayat ini diterangkanlah bahwa di kalangan jin itu ada juga terdapat yang kafir sebagai di kalangan manusia, yaitu mereka yang tidak percaya bahwa kelak manusia akan dibangkitkan di hari Kiamat. Tentu saja di kalangan jin mungkin ada yang tidak mempercayai itu, atau manusia sendiri tidak dapat memikirkan bagaimana jin akan dibangkitkan kembali, padahal jin tidak bertubuh jasmani sebagai manusia. Mereka adalah semacam makhluk halus yang tidak kelihatan. Bagaimana mereka akan mati? Dan kalau mereka tidak akan mati, bagaimana mereka akan berbangkit?
Allah menceritakan dalam wahyu ini, untuk menjadi pengajaran bagi kaum Quraisy yang selalu menantang Nabi Muhammad ﷺ. Padahal tidak mau percaya akan hari berbangkit itu adalah salah satu penghambat bagi manusia akan berbuat baik, sebagaimana juga bagi jin.
Ayat 8
“Dan sesungguhnya kami, telah kami sentuh langit itu."
Maksud jin menyentuh langit, ialah bahwa jin itu telah sampai juga terbang ke tempat yang tinggi, ke lawang langit, karena hendak mengetahui rahasia yang tersembunyi di langit, mencoba hendak mengetahuinya untuk melebihkan pengetahuannya dari manusia, atau untuk diajarkannya atau diberitahukannya kepada manusia-manusia yang selalu membuat hubungan dengan jin seperti disebut dalam ayat 6 di atas tadi.
Tetapi apa yang mereka temui?
“Maka kami dapati dia dipenuhi dengan penjagaan yang kuat dan panah api."
Rupanya langit itu mempunyai penjaga-penjaga yang kuat. Masing-masing mempunyai panah dan api. Itulah batu-batu meteor yang kelihatan bertebaran di angkasa luar! Tiap-tiap si jin. terutama jin jahat yang mencoba mendekati dinding langit, tiap itu pula penjaga yang kuat itu bertindak memanahnya, sehingga tidak dapat mendekat lagi.
Ayat 9
“Dan sesungguhnya kami menduduki daripadanya."
Yaitu daripada langit itu. “Tempat-tempat duduk untuk mendengar." Dalam ayat ini dipahamkan bahwa karena tidak berhasil mendekati ke tepi dinding langit, mereka menyediakan tempat-tempat duduk buat mendengar dari jauh apa gerak di langit. Malah setengah ahli tafsir menyatakan bahwa jin, iblis atau setan itu mencoba mendengarkan suara qalam Ilahi seketika menuliskan iradah
Allah yang akan mengeluarkan Kalimat kutil Karena jin. iblis, setan dan ‘ifrit itu masih berusaha hendak memengaruhi manusia, apatah lagi mereka ada mempunyai “agen-agen", yaitu dukun-dukun dan tukang-tukang tenung. Tetapi apa pula jadinya usaha mereka itu? Mereka mengaku terus terang bahwa keadaan telah berubah sekarang. Sambungan kata mereka dikisahkan Allah demikian.
“Tetapi barangsiapa yang mendengar sekarang, niscaya akan didapatinya panah-panah api mengintai."
Bilakah yang mereka katakan sekarang itu?
Menurut catatan al-Qurthubi dalam tafsirnya ialah bahwa al-Kalbi menafsirkan yang dimaksud dengan sekarang itu ialah sejak Nabi Muhammad diutus Allah menjadi Rasul. Usaha jin, iblis, setan dan ‘ifrit hendak mendekati langit, atau menyediakan tempat duduk buat mendengar-dengarkan rahasia langit itu sudah tidak dapat lagi. Kalau dahulu tidak dapat sampai ke tepi dindingnya, se-karang dari jauh saja pun sudah ada penjaga yang mengintip buat memanah kalau mendekat.
Abdul Malik bin Sabur mengatakan pula di zaman fitrah, kekosongan syari'at di antara Isa dengan Muhammad jalan untuk mendengar dan mengintip-ngintip ke langit itu tidaklah dijaga keras. Baru sesudah Nabi Muhammad ﷺ penjagaan itu sangat diperketat, sehingga bersihlah turunnya wahyu kepada Rasul yang suci, dibawa oleh Jibril. Rasul yang suci pula.
Ayat 10
“Dan sesungguhnya kami tidaklah mengetahui apakah yang buruk yang dikehendaki terhadap orang yang ada di bumi atau Tuhan mereka menghendaki yang baik."
Al-Qurthubi di dalam tafsirnya menyalinkan pendapat Ibnu Zaid tentang tafsir ayat ini. Menurut Ibnu Zaid ayat ini masih kisah perkataan jin-jin ketika mereka tidak dapat lagi mendekati langit, karena kerasnya penjagaan. Mereka pada mulanya belum tahu bahwa pintu buat mendengarkan berita langit sudah ditutup sama sekali dan turunnya wahyu tidak boleh diganggu oleh pengacauan Iblis. Maka oleh karena berita langit tidak bisa didengar lagi, jin-jin itu berkata sesamanya, apa gerangan sebabnya maka telah tertutup berita langit buat kita? Apakah bahaya yang akan menimpa isi bumi ataukah keadaan yang baik?
Dalam riwayat yang lain ialah bahwa meteor-meteor itu telah kelihatan di langit. Melayang dengan cepatnya, sehingga jin atau iblis yang mendekati langit tercampak tidak dapat mendekati lagi. Berita tentang sebab-sebabnya belum mereka ketahui. Maka timbullah cemas, baik di kalangan manusia ataupun di kalangan jin. Apakah agaknya yang akan terjadi di muka bumi? Yang burukkah atau yang baik. Kemudian barulah diketahui bahwa maksud Allah adalah yang baik, sebab Nabi sudah diutus. Suaranya yang lantang seketika shalat Shubuh membaca Al-Qur'an sudah kedengaran oleh jin-jin yang ada dekat di sana.
Dalam ayat terdapat cara pemakaian bahasa untuk menyucikan dan untuk menyatakan rasa hormat kepada Allah. Di suku yang pertama dikatakan atas nama Iblis dan jin-jin. “Kami tidaklah mengetahui apakah yang buruk yang dikehendaki terhadap orang yang di bumi," Di suku kata ini tidak disebutkan siapa yang menghendaki yang buruk itu, melainkan dikatakan yang dikehendaki, dibina bagi yang majhul. Sebab tidaklah layak dan tidaklah hormat kalau dikatakan, “Kami tidaklah mengetahui apakah Allah menghendaki yang buruk bagi yang di bumi." Tetapi pada suku lanjutan ayat dikatakan, “Atau Tuhan mereka menghendaki yang baik!"
Oleh sebab menyebut buruk, nama Allah tidak disebut. Tetapi setelah menyebutkan
menghendaki yang baik, baru dinyatakan nama Allah.
Ayat 11
“Dan sesungguhnya diantara kami ada yang saleh-saleh dan di antara kami tidak demikian."
Ayat ini pun masih rangkaian dari ayat-ayat yang sebelumnya. Yaitu setelah pendekatan ke langit dijaga ketat dan meteor telah mengawal ruang angkasa dan penerobosan iblis dan jin, dan setelah kemudian mereka dengar suara Nabi Muhammad membawa Al-Qur'an dengan jahar dalam shalat Shubuh, adalah di antara mereka yang terus insaf dan tunduk kepada Allah. Itulah yang dinamai jin Islam. Mereka adalah jin-jin yang saleh, mengaku kerasulan Muhammad dan kepada mereka Nabi kita pun turut diutus. Tetapi ada pula yang tidak demikian. Artinya tidak saleh.
Lawan dari saleh ialah thalih. Saleh artinya orang baik. Thalih artinya orang yang tidak memedulikan segala peraturan. Mereka melanggar, menyeleweng dan mendurhaka. Di dalam ayat ini pun terdapat didikan memakai bahasa yang halus. Yaitu untuk menekan perasaan kepada kesalehan tidaklah layak disebut lawannya, misalnya dikatakannya “Wa minnath thatihuun" (di antara kami ada yang thalih). Sebab dengan susun kata seperti tersebut di ayat ini, jin yang membicarakannya memberikan isyarat bahwa dia sendiri adalah termasuk yang saleh. Dalam susunan bicara tidak pula dia mau menyebut kata-kata yang kurang layak, lalu disebutnya saja, di antara kami tidak demikian. Lalu diujungnya saja dengan kata,
“Sesungguhnya adalah kami menempuh jalan bersimpang siur."
Qiradan kita artikan bersimpang-siur. Tidak sama tujuan karena ada yang menuju yang baik yang diridhai Allah dan ada pula yang menuju jalan lain menurut kehendak hatinya saja. Maka jalan yang ditempuh selain jalan Allah bersimpang siurlah tujuannya, kadang-kadang sebanyak kehendak orang yang melaluinya pula.
Kata al-Qurthubi, artinya bukanlah semua jin kafir. Ada yang kafir, ada yang beriman disertai saleh dan ada yang beriman tetapi tidak saleh.
Ayat 12
“Dan sesungguhnya kami telah yakin bahwa tidaklah kami akan sanggup melepaskan diri dari Allah di muka bumi."
Artinya, bahwasanya Maha Kekuasaan Allah tidaklah kami sanggup melepaskan diri dari ikatan ketentuan Allah itu.
“Dan tidak pula sanggup akan ini."
Sehingga misalnya dibiarkan Allah kami berlepas diri, dilepaskan oleh Allah dari genggaman kebesaran-Nya, namun kami terpaksa tetap di dalam lingkungan kuasa itu juga. Kami tidak sanggup lari. Ke mana kami akan lari, padahal tidak ada suatu daerah lain pun yang di luar dan jangkauan kekuasaan Allah.
Ayat 13
“Dan sesungguhnya kami setelah kami mendengar petunjuk berimanlah kami dengan dia."
Inilah keinsafan dari jin yang Islam, yang mengakui nubuwwat Rasulullah ﷺ. Mereka mengakui bahwa setelah mereka mendengar petunjuk. Petunjuk itu ada dalam 7 ayat al-Faatihah, didengar oleh jin Nabi ﷺ menjaharkannya di waktu shalat Shubuh, langsunglah mereka beriman. “Maka barangsiapa yang beriman kepada Tuhannya, tidaklah dia akan takut kerugian," tidak takut kerugian karena pahalanya tidak akan dikurangi.
“Dan tidak pula penambahan adzab."
Artinya tidak usah dia takut akan diberatkan kepadanya kesalahan orang lain.