Ayat
Terjemahan Per Kata
وَأَنَّهُمۡ
dan bahwasannya mereka
ظَنُّواْ
mereka menyangka
كَمَا
sebagai mana
ظَنَنتُمۡ
persangkaanmu
أَن
bahwa
لَّن
tidak akan
يَبۡعَثَ
membangkitkan
ٱللَّهُ
Allah
أَحَدٗا
seorang
وَأَنَّهُمۡ
dan bahwasannya mereka
ظَنُّواْ
mereka menyangka
كَمَا
sebagai mana
ظَنَنتُمۡ
persangkaanmu
أَن
bahwa
لَّن
tidak akan
يَبۡعَثَ
membangkitkan
ٱللَّهُ
Allah
أَحَدٗا
seorang
Terjemahan
Sesungguhnya mereka (jin) mengira sebagaimana kamu (orang musyrik Makkah) mengira bahwa Allah tidak akan membangkitkan kembali siapa pun (pada hari Kiamat).
Tafsir
(Dan sesungguhnya mereka) yakni jin-jin itu (menyangka sebagaimana sangkaan kalian) hai manusia (bahwa) bentuk takhfif dari anna, asalnya annahu (Allah sekali-kali tidak akan membangkitkan seorang pun.") sesudah matinya.
Tafsir Surat Al-Jinn: 1-7
Katakanlah (wahai Muhammad), "Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya sekumpulan jin telah mendengarkan (Al-Qur'an), lalu mereka berkata: Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al-Qur'an yang menakjubkan, (yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya. Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seorang pun dengan Tuhan kami, dan bahwasanya Mahatinggi kebesaran Tuhan kami, Dia tidak beristri dan tidak (pula) beranak. Dan bahwasanya orang yang kurang akal daripada kami dahulu selalu mengatakan (perkataan) yang melampaui batas terhadap Allah, dan sesungguhnya kami mengira bahwa manusia dan jin sekali-kali tidakakan mengatakan perkataan yang dusta terhadap Allah.
Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antarajin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan. Dan sesungguhnya mereka (jin) menyangka sebagaimana persangkaan kamu (orang-orang kafir Mekah), bahwa Allah sekali-kali tidak akan membangkitkan seorang (rasul) pun." Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk menceritakan kepada kaumnya bahwa ada makhluk jin yang mendengarkan bacaan Al-Qur'an-nya, lalu mereka beriman dan membenarkannya serta taat kepadanya. Untuk itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Katakanlah (wahai Muhammad), "Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya sekumpulan jin telah mendengarkan (Al-Qur'an), lalu mereka berkata: Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al-Qur'an yang menakjubkan, (yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar." (Al-Jin: 1-2) Yakni memberi petunjuk ke jalan yang lurus dan keberhasilan. lalu kami beriman kepadanya. Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seorang pun dengan Tuhan kami. (Al-Jin: 2) Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al-Qur'an. (Al-Ahqaf: 29) Telah kami sebutkan hadits-hadits yang berkaitan dengan ayat ini dalam tafsir surat Al-Ahqaf, sehingga tidak perlu diulangi lagi di sini.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan bahwasanya Maha tinggi kebesaran Tuhan kami. (Al-Jin: 3) Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: kebesaran Tuhan kami. (Al-Jin: 3) Yaitu perbuatan, perintah, dan takdir-Nya. Ad-Dahak telah mengatakan dari Ibnu Abbas bahwa kebesaran Allah adalah tanda-tanda-Nya dan nikmat-nikmat-Nya yang ada pada makhluk-Nya. Dan telah diriwayatkan dari Mujahid dan Ikrimah, bahwa makna yang dimaksud ialah kebesaran (keagungan) Allah Tuhan kami. Qatadah mengatakan bahwa Mahatinggi kebesaran, keagungan, dan perintah-Nya.
As-Suddi mengatakan bahwa Mahatinggi perintah (urusan) Tuhan kami. Diriwayatkan dari Abu Darda dan Mujahid, serta Ibnu Juraij, bahwa Mahatinggi sebutan-Nya. Sa'id ibnu Jubair telah mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan bahwasanya Mahatinggi kebesaran Tuhan kami. (Al-Jin: 3) Yakni Mahatinggi Tuhan kami. Adapun mengenai apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Yazid Al-Kufi, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Amr, dari ‘Atha’, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa al-jadd ialah kakek.
Seandainya jin mengetahui bahwa manusia mempunyai kakek, niscaya mereka tidak akan mengatakan, "Jaddu Rabbina. Sanad riwayat ini jayyid, tetapi aku tidak memahami makna kalam ini, barangkali ada sesuatu yang gugur dari perkataannya; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dia tidak beristri dan tidak (pula) beranak. (Al-Jin: 3) Artinya, Mahatinggi Allah dari beristri dan beranak. Jin mengatakan bahwa Mahasuci Tuhan Yang Mahabesar lagi Mahamulia dari hal tersebut, yaitu dari mempunyai istri dan anak.
Hal ini dikatakan oleh jin ketika mereka masuk Islam dan beriman kepada Al-Qur'an. Kemudian mereka (jin) mengatakan sebagaimana yang disitir oleh firman-Nya: Dan bahwasanya orang yang kurang akal daripada kami dahulu selalu mengatakan (perkataan) yang melampaui batas terhadap Allah. (Al-Jin: 4) Mujahid, Ikrimah, Qatadah, dan As-Suddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Orang yang kurang akal daripada kami. (Al-Jin: 4) Mereka bermaksud iblis. yang melampaui batas. (Al-Jin: 4) Menurut As-Suddi, dari Abu Malik, artinya perkataan yang melampaui batas. Menurut Ibnu Zaid, artinya zalim yang besar.
Dapat pula ditakwilkan arti firman-Nya, "Safihuna," sebagai isim jenis yang pengertiannya mencakup semua orang yang beranggapan bahwa Allah beristri dan beranak. Karena itu, disebutkan oleh firman-Nya: Dan bahwasanya orang yang kurang akal daripada kami dahulu selalu mengatakan. (Al-Jin: 4) Yakni sebelum dia masuk Islam. (perkataan) yang melampaui batas terhadap Allah. (Al-Jin: 4) Maksudnya, kata-kata yang batil dan palsu alias tidak benar. Karena itulah maka dalam firman berikutnya disebutkan: dan sesungguhnya kami mengira bahwa manusia dan jin sekali-kali tidak akan mengatakan perkataan yang dusta terhadap Allah. (Al-Jin: 5) Yaitu sebelum ini kami tidak mengira bahwa manusia dan jin bersepakat membuat kedustaan terhadap Allah subhanahu wa ta’ala karena mereka menisbatkan kepada-Nya punya anak dan punya istri.
Dan setelah kami mendengar Al-Qur'an ini dan kami beriman kepadanya, barulah kami mengetahui bahwa mereka dusta terhadap Allah dalam pengakuan mereka itu. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan. (Al-Jin: 6) Yakni kami dahulu berpandangan bahwa diri kami lebih utama daripada manusia karena mereka sering meminta perlindungan kepada kami, bila mereka berada di sebuah lembah atau suatu tempat yang mengerikan seperti di hutan dan tempat-tempat lainnya yang angker.
Sebagaimana yang sudah menjadi kebiasaan orang-orang Arab di masa Jahiliah mereka; mereka meminta perlindungan kepada pemimpin jin di tempat mereka beristirahat agar mereka tidak diganggu olehnya. Perihalnya sama dengan seseorang dari mereka bila memasuki kota musuh mereka di bawah jaminan perlindungan orang besar yang berpengaruh di kota tersebut. Ketikajin melihat bahwa manusia itu selalu meminta perlindungan kepada mereka karena takut kepada mereka, maka justru jin-jin itu makin membuatnya menjadi lebih takut, lebih ngeri, dan lebih kecut hatinya.
Dimaksudkan agar manusia itu tetap takut kepada mereka dan lebih banyak meminta perlindungan kepada mereka, sebagaimana yang dikatakan oleh Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan. (Al-Jin: 6) Yaitu makin menambah manusia berdosa, dan jin pun sebaliknya makin bertambah berani kepada manusia. Ats-Tsauri telah meriwayatkan dari Mansur, dari Ibrahim sehubungan dengan makna firman-Nya: maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan. (Al-Jin: 6) Artinya, jin makin bertambah berani kepada manusia.
As-Suddi mengatakan bahwa dahulu bila seseorang melakukan perjalanan bersama keluarganya, dan di suatu tempat ia turun istirahat, maka ia mengatakan, "Aku berlindung kepada pemimpin jin lembah ini agar aku jangan diganggu atau hartaku atau anakku atau ternakku." Qatadah mengatakan bahwa apabila dia meminta perlindungan kepada jin selain dari Allah, maka jin makin menambah gangguannya kepada dia, dan membuatnya makin merasa takut.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id alias Yahya ibnu Sa'id Al-Qattan, telah menceritakan kepada kami Wahb ibnu Jarir, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Az-Zubair ibnul Kharit, dari Ikrimah yang mengatakan bahwa dahulu jin takut kepada manusia, sebagaimana sekarang manusia takut kepada jin, atau bahkan lebih parah dari itu.
Dan tersebutlah bahwa pada mulanya apabila manusia turun istirahat di suatu tempat, maka jin yang menghuni tempat ini bubar melarikan diri. Tetapi pemimpin manusia mengatakan, "Kita meminta perlindungan kepada pemimpin jin penghuni lembah ini." Maka jin berkata, "Kita lihat manusia takut kepada kita, sebagaimana kita juga takut kepada mereka." Akhirnya jin mendekati manusia dan menimpakan kepada mereka penyakit kesurupan dan penyakit gila.
Yang demikian itu disebutkan oleh firman-Nya: Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan. (Al-Jin: 6) Yakni dosa. Abul Aliyah dan Ar-Rabi' serta Zaid ibnu Aslam telah mengatakan sehubungan dengan makna rahaqa, bahwa artinya takut. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman Allah subhanahu wa ta’ala: maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan. (Al-Jin: 6) Rahaqan artinya dosa.
Hal yang sama dikatakan oleh Qatadah. Menurut Mujahid, rahaqan artinya kekufuran dan kedurhakaan. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Farwah ibnul Migra Al-Kindi, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim ibnu Malik Al-Muzani, dari Abdur Rahman ibnu Ishaq, dari ayahnya, dari Kirdam ibnus Sa-ib Al-Ansari yang mengatakan bahwa ia keluar bersama ayahnya dari Madinah untuk suatu keperluan.
Demikian itu terjadi di saat berita Rasulullah ﷺ di Mekah tersiar. Maka malam hari memaksa kami untuk menginap di tempat seorang penggembala ternak kambing. Dan ketika tengah malam tiba, datanglah seekor serigala, lalu membawa lari seekor anak kambing, maka si penggembala melompat dan berkata, "Wahai penghuni lembah ini, tolonglah aku!" Maka terdengariah suara seruan yang tidak kami lihat siapa dia, mengatakan, "Wahai Sarhan (nama serigala itu), lepaskanlah anak kambing itu!" Maka anak kambing itu bergabung kembali dengan kumpulan ternak dengan berlari tanpa mengalami luka apa pun.
Dan Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan kepada Rasul-Nya di Mekah ayat berikut, yaitu firman-Nya: Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosadan kesalahan. (Al-Jin: 6) Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Ubaid ibnu Umair, Mujahid, Abul Aliyah, Al-Hasan, Sa'id ibnu Jubair, dan Ibrahim An-Nakha'i hal yang semisal. Barangkali serigala yang mengambil anak kambing itu adalah jelmaan jin untuk menakut-nakuti manusia agar manusia takut kepadanya, kemudian ia mengembalikan anak kambing itu ketika manusia meminta tolong dan memohon perlindungan kepadanya, hingga manusia itu menjadi sesat, dihinakan oleh jin dan mengeluarkannya dari agamanya; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan sesungguhnya mereka (jin) menyangka sebagaimana persangkaan kamu (orang-orang kafir Mekah), bahwa Allah sekali-kali tidak akan membangkitkan seorang (rasul)pun. (Al-Jin: 7) Yakni Allah tidak akan mengutus seorang rasul pun sesudah masa itu. Demikianiah menurut apa yang dikatakan oleh Al-Kalabi dan Ibnu Jarir."
Dan sesungguhnya mereka jin mengira seperti kamu orang kaum musyrik Mekah yang juga mengira bahwa Allah tidak akan membangkitkan kembali siapa pun pada hari Kiamat untuk dimintai pertanggungjawaban atas segala perbuatannya.
8. Setelah berbicara yang berkaitan dengan tidak adanya hari kebangkitan, jin tersebut yang telah sadar tersebut melanjutkan ucapannya, "Dan sesungguhnya kami jin telah mencoba berusaha keras untuk mengetahui rahasia langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dari para malaikat dan panah-panah api yang menghalangi kami dan siapa pun untuk mendekat. ".
Selanjutnya diterangkannya bahwa jin yang tidak beriman itu mengira sebagaimana perkiraan manusia, bahwa Allah tidak akan mengutus seorang rasul pun kepada makhluk-Nya untuk mengajak mereka kepada tauhid dan iman kepada-Nya dan hari kiamat.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
LANGIT DIPENUHI DENGAN PENJAGAAN
Ayat 7
“Dan sesungguhnya mereka menyangka, sebagaimana kamu pun menyangka bahwa sekali-kali tidaklah akan dibangkitkan Allah seorang jua pun."
Dalam ayat ini diterangkanlah bahwa di kalangan jin itu ada juga terdapat yang kafir sebagai di kalangan manusia, yaitu mereka yang tidak percaya bahwa kelak manusia akan dibangkitkan di hari Kiamat. Tentu saja di kalangan jin mungkin ada yang tidak mempercayai itu, atau manusia sendiri tidak dapat memikirkan bagaimana jin akan dibangkitkan kembali, padahal jin tidak bertubuh jasmani sebagai manusia. Mereka adalah semacam makhluk halus yang tidak kelihatan. Bagaimana mereka akan mati? Dan kalau mereka tidak akan mati, bagaimana mereka akan berbangkit?
Allah menceritakan dalam wahyu ini, untuk menjadi pengajaran bagi kaum Quraisy yang selalu menantang Nabi Muhammad ﷺ. Padahal tidak mau percaya akan hari berbangkit itu adalah salah satu penghambat bagi manusia akan berbuat baik, sebagaimana juga bagi jin.
Ayat 8
“Dan sesungguhnya kami, telah kami sentuh langit itu."
Maksud jin menyentuh langit, ialah bahwa jin itu telah sampai juga terbang ke tempat yang tinggi, ke lawang langit, karena hendak mengetahui rahasia yang tersembunyi di langit, mencoba hendak mengetahuinya untuk melebihkan pengetahuannya dari manusia, atau untuk diajarkannya atau diberitahukannya kepada manusia-manusia yang selalu membuat hubungan dengan jin seperti disebut dalam ayat 6 di atas tadi.
Tetapi apa yang mereka temui?
“Maka kami dapati dia dipenuhi dengan penjagaan yang kuat dan panah api."
Rupanya langit itu mempunyai penjaga-penjaga yang kuat. Masing-masing mempunyai panah dan api. Itulah batu-batu meteor yang kelihatan bertebaran di angkasa luar! Tiap-tiap si jin. terutama jin jahat yang mencoba mendekati dinding langit, tiap itu pula penjaga yang kuat itu bertindak memanahnya, sehingga tidak dapat mendekat lagi.
Ayat 9
“Dan sesungguhnya kami menduduki daripadanya."
Yaitu daripada langit itu. “Tempat-tempat duduk untuk mendengar." Dalam ayat ini dipahamkan bahwa karena tidak berhasil mendekati ke tepi dinding langit, mereka menyediakan tempat-tempat duduk buat mendengar dari jauh apa gerak di langit. Malah setengah ahli tafsir menyatakan bahwa jin, iblis atau setan itu mencoba mendengarkan suara qalam Ilahi seketika menuliskan iradah
Allah yang akan mengeluarkan Kalimat kutil Karena jin. iblis, setan dan ‘ifrit itu masih berusaha hendak memengaruhi manusia, apatah lagi mereka ada mempunyai “agen-agen", yaitu dukun-dukun dan tukang-tukang tenung. Tetapi apa pula jadinya usaha mereka itu? Mereka mengaku terus terang bahwa keadaan telah berubah sekarang. Sambungan kata mereka dikisahkan Allah demikian.
“Tetapi barangsiapa yang mendengar sekarang, niscaya akan didapatinya panah-panah api mengintai."
Bilakah yang mereka katakan sekarang itu?
Menurut catatan al-Qurthubi dalam tafsirnya ialah bahwa al-Kalbi menafsirkan yang dimaksud dengan sekarang itu ialah sejak Nabi Muhammad diutus Allah menjadi Rasul. Usaha jin, iblis, setan dan ‘ifrit hendak mendekati langit, atau menyediakan tempat duduk buat mendengar-dengarkan rahasia langit itu sudah tidak dapat lagi. Kalau dahulu tidak dapat sampai ke tepi dindingnya, se-karang dari jauh saja pun sudah ada penjaga yang mengintip buat memanah kalau mendekat.
Abdul Malik bin Sabur mengatakan pula di zaman fitrah, kekosongan syari'at di antara Isa dengan Muhammad jalan untuk mendengar dan mengintip-ngintip ke langit itu tidaklah dijaga keras. Baru sesudah Nabi Muhammad ﷺ penjagaan itu sangat diperketat, sehingga bersihlah turunnya wahyu kepada Rasul yang suci, dibawa oleh Jibril. Rasul yang suci pula.
Ayat 10
“Dan sesungguhnya kami tidaklah mengetahui apakah yang buruk yang dikehendaki terhadap orang yang ada di bumi atau Tuhan mereka menghendaki yang baik."
Al-Qurthubi di dalam tafsirnya menyalinkan pendapat Ibnu Zaid tentang tafsir ayat ini. Menurut Ibnu Zaid ayat ini masih kisah perkataan jin-jin ketika mereka tidak dapat lagi mendekati langit, karena kerasnya penjagaan. Mereka pada mulanya belum tahu bahwa pintu buat mendengarkan berita langit sudah ditutup sama sekali dan turunnya wahyu tidak boleh diganggu oleh pengacauan Iblis. Maka oleh karena berita langit tidak bisa didengar lagi, jin-jin itu berkata sesamanya, apa gerangan sebabnya maka telah tertutup berita langit buat kita? Apakah bahaya yang akan menimpa isi bumi ataukah keadaan yang baik?
Dalam riwayat yang lain ialah bahwa meteor-meteor itu telah kelihatan di langit. Melayang dengan cepatnya, sehingga jin atau iblis yang mendekati langit tercampak tidak dapat mendekati lagi. Berita tentang sebab-sebabnya belum mereka ketahui. Maka timbullah cemas, baik di kalangan manusia ataupun di kalangan jin. Apakah agaknya yang akan terjadi di muka bumi? Yang burukkah atau yang baik. Kemudian barulah diketahui bahwa maksud Allah adalah yang baik, sebab Nabi sudah diutus. Suaranya yang lantang seketika shalat Shubuh membaca Al-Qur'an sudah kedengaran oleh jin-jin yang ada dekat di sana.
Dalam ayat terdapat cara pemakaian bahasa untuk menyucikan dan untuk menyatakan rasa hormat kepada Allah. Di suku yang pertama dikatakan atas nama Iblis dan jin-jin. “Kami tidaklah mengetahui apakah yang buruk yang dikehendaki terhadap orang yang di bumi," Di suku kata ini tidak disebutkan siapa yang menghendaki yang buruk itu, melainkan dikatakan yang dikehendaki, dibina bagi yang majhul. Sebab tidaklah layak dan tidaklah hormat kalau dikatakan, “Kami tidaklah mengetahui apakah Allah menghendaki yang buruk bagi yang di bumi." Tetapi pada suku lanjutan ayat dikatakan, “Atau Tuhan mereka menghendaki yang baik!"
Oleh sebab menyebut buruk, nama Allah tidak disebut. Tetapi setelah menyebutkan
menghendaki yang baik, baru dinyatakan nama Allah.
Ayat 11
“Dan sesungguhnya diantara kami ada yang saleh-saleh dan di antara kami tidak demikian."
Ayat ini pun masih rangkaian dari ayat-ayat yang sebelumnya. Yaitu setelah pendekatan ke langit dijaga ketat dan meteor telah mengawal ruang angkasa dan penerobosan iblis dan jin, dan setelah kemudian mereka dengar suara Nabi Muhammad membawa Al-Qur'an dengan jahar dalam shalat Shubuh, adalah di antara mereka yang terus insaf dan tunduk kepada Allah. Itulah yang dinamai jin Islam. Mereka adalah jin-jin yang saleh, mengaku kerasulan Muhammad dan kepada mereka Nabi kita pun turut diutus. Tetapi ada pula yang tidak demikian. Artinya tidak saleh.
Lawan dari saleh ialah thalih. Saleh artinya orang baik. Thalih artinya orang yang tidak memedulikan segala peraturan. Mereka melanggar, menyeleweng dan mendurhaka. Di dalam ayat ini pun terdapat didikan memakai bahasa yang halus. Yaitu untuk menekan perasaan kepada kesalehan tidaklah layak disebut lawannya, misalnya dikatakannya “Wa minnath thatihuun" (di antara kami ada yang thalih). Sebab dengan susun kata seperti tersebut di ayat ini, jin yang membicarakannya memberikan isyarat bahwa dia sendiri adalah termasuk yang saleh. Dalam susunan bicara tidak pula dia mau menyebut kata-kata yang kurang layak, lalu disebutnya saja, di antara kami tidak demikian. Lalu diujungnya saja dengan kata,
“Sesungguhnya adalah kami menempuh jalan bersimpang siur."
Qiradan kita artikan bersimpang-siur. Tidak sama tujuan karena ada yang menuju yang baik yang diridhai Allah dan ada pula yang menuju jalan lain menurut kehendak hatinya saja. Maka jalan yang ditempuh selain jalan Allah bersimpang siurlah tujuannya, kadang-kadang sebanyak kehendak orang yang melaluinya pula.
Kata al-Qurthubi, artinya bukanlah semua jin kafir. Ada yang kafir, ada yang beriman disertai saleh dan ada yang beriman tetapi tidak saleh.
Ayat 12
“Dan sesungguhnya kami telah yakin bahwa tidaklah kami akan sanggup melepaskan diri dari Allah di muka bumi."
Artinya, bahwasanya Maha Kekuasaan Allah tidaklah kami sanggup melepaskan diri dari ikatan ketentuan Allah itu.
“Dan tidak pula sanggup akan ini."
Sehingga misalnya dibiarkan Allah kami berlepas diri, dilepaskan oleh Allah dari genggaman kebesaran-Nya, namun kami terpaksa tetap di dalam lingkungan kuasa itu juga. Kami tidak sanggup lari. Ke mana kami akan lari, padahal tidak ada suatu daerah lain pun yang di luar dan jangkauan kekuasaan Allah.
Ayat 13
“Dan sesungguhnya kami setelah kami mendengar petunjuk berimanlah kami dengan dia."
Inilah keinsafan dari jin yang Islam, yang mengakui nubuwwat Rasulullah ﷺ. Mereka mengakui bahwa setelah mereka mendengar petunjuk. Petunjuk itu ada dalam 7 ayat al-Faatihah, didengar oleh jin Nabi ﷺ menjaharkannya di waktu shalat Shubuh, langsunglah mereka beriman. “Maka barangsiapa yang beriman kepada Tuhannya, tidaklah dia akan takut kerugian," tidak takut kerugian karena pahalanya tidak akan dikurangi.
“Dan tidak pula penambahan adzab."
Artinya tidak usah dia takut akan diberatkan kepadanya kesalahan orang lain.








