Ayat
Terjemahan Per Kata
حَتَّىٰٓ
sehingga
إِذَا
apabila/tatkala
رَأَوۡاْ
mereka melihat
مَا
apa
يُوعَدُونَ
mereka dijanjikan/diancam
فَسَيَعۡلَمُونَ
maka mereka akan mengetahui
مَنۡ
siapa
أَضۡعَفُ
lebih lemah
نَاصِرٗا
penolong/pembantu
وَأَقَلُّ
dan lebih sedikit
عَدَدٗا
bilangan
حَتَّىٰٓ
sehingga
إِذَا
apabila/tatkala
رَأَوۡاْ
mereka melihat
مَا
apa
يُوعَدُونَ
mereka dijanjikan/diancam
فَسَيَعۡلَمُونَ
maka mereka akan mengetahui
مَنۡ
siapa
أَضۡعَفُ
lebih lemah
نَاصِرٗا
penolong/pembantu
وَأَقَلُّ
dan lebih sedikit
عَدَدٗا
bilangan
Terjemahan
Dengan demikian, apabila melihat (azab) yang diancamkan kepadanya, mereka akan mengetahui siapakah yang lebih lemah penolongnya dan lebih sedikit jumlahnya.
Tafsir
(Sehingga apabila mereka melihat) lafal hattaa di sini mengandung makna ibtidaiyah atau permulaan, dan sekaligus mengandung makna ghayah atau tujuan terakhir dari lafal yang diperkirakan sebelumnya; lengkapnya, mereka masih tetap berada di dalam kekafirannya sehingga mereka melihat (apa yang diancamkan kepada mereka) yaitu azab (maka mereka akan mengetahui) manakala azab itu datang menimpa mereka, yaitu dalam perang Badar atau pada hari kiamat nanti (siapakah yang lebih lemah penolongnya dan lebih sedikit bilangannya.") maksudnya pembantu-pembantunya, apakah mereka ataukah orang-orang mukmin; penafsiran ini menurut pendapat yang pertama, yaitu dalam perang Badar. Aku ataukah mereka; penafsiran ini berdasarkan pendapat yang kedua, yaitu pada hari kiamat nanti. Sebagian di antara mereka, atau di antara orang-orang kafir itu ada yang bertanya, kapankah datangnya ancaman yang dijanjikan itu? Kemudian turunlah firman selanjutnya, yaitu:.
Tafsir Surat Al-Jinn: 18-24
Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah. Dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (mengerjakan ibadah), hampir saja jin-jin itu desak-mendesak mengerumuninya. Katakanlah, "Sesungguhnya aku hanya menyembah Tuhanku dan aku tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan-Nya. Katakanlah, "Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan sesuatu kemudaratan pun kepadamu dan tidak (pula) sesuatu kemanfaatan. Katakanlah, "Sesungguhnya aku sekali-kali tiada seorang pun yang dapat melindungiku dari (azab) Allah dan sekali-kali tidak akan memperoleh tempat berlindung selain dari-Nya." Akan tetapi, (aku hanya) menyampaikan (peringatan) dari Allah dan risalah-Nya.
Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya baginyalah neraka Jahanam, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sehingga apabila mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka, maka mereka akan mengetahui siapakah yang lebih lemah penolongnya dan lebih sedikit bilangannya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya agar mengesakan-Nya dalam beribadah, tidak menyeru seorang pun selain-Nya dalam ibadahnya itu, dan tidak mempersekutukan Allah dengan siapa pun, seperti yang dikatakan oleh Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaaan Allah.
Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah. (Al-Jin: 18) Dahulu orang-orang Yahudi dan Nasrani apabila memasuki tempat peribadatan mereka, maka selalu memulainya dengan mempersekutukan Allah. Maka Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan kepada Nabi-Nya untuk selalu mengesakan-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa Ali ibnul Husain telah mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu bintis Saddi, telah menceritakan kepada kami seseorang lelaki yang senama dengannya, dari As-Suddi, dari Abu Malik atau Abu Saleh.
dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah. (Al-Jin: 18) Ibnu Abbas mengatakan bahwa pada hari ayat ini diturunkan, tiada sebuah masjid pun di bumi Allah selain Masjidil Haram dan Masjid Iliya di Baitul Maqdis. Al-A'masy mengatakan bahwa jin berkata, "Wahai Rasulullah, izinkanlah kami untuk ikut shalat bersamamu di masjidmu ini." Maka Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan firman-Nya: Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah.
Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah. (Al-Jin: 18) Maka Nabi ﷺ bersabda kepada mereka, "Salatlah kalian, tetapi jangan bercampur dengan manusia." Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Mahran, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Ismail ibnu Abu Khalid, dari Mahmud, dari Sa'id ibnu Jubair sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalanmya di samping (menyembah) Allah. (Al-Jin: 18) Jin bertanya kepada Nabi ﷺ, "Bagaimana kami dapat mendatangi masjid, sedangkan kami tinggal jauh darimu? Dan bagaimana kami dapat ikut shalat bersama engkau, sedangkan kami tinggal jauh darimu?" Maka turunlah firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan Sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah.
Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalanmya di samping (menyembah) Allah. (Al-Jin: 18) Sufyan telah meriwayatkan dari Khasif, dari Ikrimah, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan semua masjid. Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan anggota-anggota yang dipakai untuk sujud, yakni semuanya itu adalah milik Allah, maka janganlah digunakan untuk sujud kecuali kepada Allah yang memilikinya. Dan mereka sehubungan dengan pendapat ini telah mengetengahkan sebuah hadits shahih yang diriwayatkan melalui Abdullah ibnu Tawus, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Aku diperintahkan untuk bersujud pada tujuh anggota, yaitu kening seraya mengisyaratkan ke arah hidungnya, kedua telapak tangan, kedua lutut, dan (bagian dalam) jari jemari kedua kaki.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (mengerjakan ibadah), hampir saja jin-jin itu desak-mendesak mengerumuninya. (Al-Jin: 19) Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Allah menceritakan ketika jin-jin itu mendengar Nabi ﷺ membaca Al-Qur'an, hampir saja mereka menindihnya karena keinginan mereka yang sangat untuk mendengarkan bacaan Al-Qur'annya. Mereka berdesak-desakan di antara sesamanya untuk mendekat kepada Nabi ﷺ, sedangkan Nabi ﷺ sendiri tidak mengetahui keberadaan mereka, hingga datanglah kepada beliau ﷺ Malaikat Jibril yang mewahyukan kepadanya firman Allah subhanahu wa ta’ala: Katakanlah, "Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya sekumpulan jin telah mendengarkan (Al-Qur'an). (Al-Jin: 1) Yakni mereka mendengarkan bacaan Al-Qur'annya. Ini menurut suatu pendapat yang diriwayatkan dari Az-Zubair ibnu Awwam Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Ma'mar, telah menceritakan kepada kami Abu Muslim, dari Abu Uwanah, dari Abu Bisyr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa jin berkata kepada kaumnya: Dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (shalat), hampir saja jin-jin itu desak-mendesak mengerumuninya. (Al-Jin: 19) Bahwa ketika jin melihat Nabi ﷺ sedang mengerjakan shalat bersama para sahabatnya, maka mereka ikut rukuk dan sujud bersama beliau ﷺ Mereka sangat kagum dengan ketaatan para sahabat kepada beliau ﷺ Lalu mereka berkata kepada kaumnya: Dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (shalat), hampir saja jin-jin itu desak-mendesak mengerumuninya. (Al-Jin: 19) Ini merupakan pendapat kedua yang juga diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair.
Al-Hasan mengatakan bahwa ketika Rasulullah ﷺ bangkit mengucapkan kalimah, "Tidak ada Tuhan yang wajib disembah selain Allah," dan menyeru manusia untuk menyembah Tuhan mereka, hampir saja orang-orang Arab desak-mendesak mengerumuninya. Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (shalat), hampir saja jin-jin itu desak-mendesak mengerumuninya. (Al-Jin: 19) Bahwa manusia dan jin desak-mendesak berebutan untuk memadamkan kalimah ini, tetapi Allah menolak dan tetap menolongnya, melancarkannya dan memenangkannya atas orang-orang yang menentangnya. Ini merupakan pendapat ketiga yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Mujahid, dan Sa'id ibnu Jubair serta pendapat Ibnu Zaid, dan dipilih oleh Ibnu Jarir.
Pendapat inilah yang lebih kuat, karena dalam ayat yang selanjutnya disebutkan oleh firman-Nya: Katakanlah, "Sesungguhnya aku hanya menyembah Tuhanku dan aku tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan-Nya." (Al-Jin: 20) Yakni Rasul ﷺ berkata kepada mereka saat mereka mengganggunya, menentang dan mendustakannya, serta bersatu padu di antara sesamanya untuk melawan kebenaran yang disampaikannya, dan sepakat untuk memusuhinya: Sesungguhnya aku hanya menyembah Tuhanku. (Al-Jin: 20) Yaitu sesungguhnya aku hanya menyembah Tuhanku semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan aku berlindung dan bertawakal kepada-Nya. dan aku tidak mempersekutukan sesuatupun dengan-Nya. (Al-Jin: 20) Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: Katakanlah, "Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan sesuatu kemudaratan pun kepadamu dan tidak (pula) sesuatu kemanfaatan." (Al-Jin: 21) Yakni sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia seperti kalian yang diberi wahyu kepadaku, juga sebagai seorang hamba dari hamba-hamba Allah.
Aku tidak mempunyai kuasa untuk memberi kalian petunjuk dan tidak kuasa pula membuat kalian sesat, bahkan hal tersebut berada di tangan kekuasaan Allah subhanahu wa ta’ala semata. Kemudian Nabi ﷺ menceritakan tentang keadaan dirinya, bahwa tiada seorang pun yang dapat melindunginya dari azab Allah jika ia berbuat durhaka kepada-Nya. Yakni tidak ada seorang pun yang dapat menyelamatkan diriku dari azab-Nya. dan sekali-kali aku tiada akan memperoleh tempat berlindung selain dari-Nya. (Al-Jin: 22) Mujahid, Qatadah, dan As-Suddi berkata, "Tiada pelindung," Qatadah pun mengatakan pula sehubungan dengan makna firman-Nya: Katakanlah, "Sesungguhnya aku sekali-kali tiada seorangpun yang dapat melindungiku dari (azab) Allah dan sekali-kali tiada akan memperoleh tempat berlindung selain dari-Nya." (Al-Jin: 22) Maksudnya, tiada penolong dan tiada pelindung.
Menurut pendapat yang lain, tiada penyelamat dan tiada tempat berlindung. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Akan tetapi (aku hanya) menyampaikan (peringatan) dari Allah dan risalah-Nya. (Al-Jin: 23) Sebagian ulama tafsir mengatakan bahwa ini merupakan pengecualian dari firman-Nya: Katakanlah, "Sesungguhnya aku tidakkuasa mendatangkan sesuatu kemudaratanpun kepadamu dan tidak(pula) sesuatu kemanfaatan. "(Al-Jin: 21) Kelanjutannya ialah "Kecuali (aku hanya) menyampaikan (peringatan)." Akan tetapi, dapat pula ditakwilkan sebagai mustasna (pengecualian) dari firman-Nya: sekali-kali tiada seorang pun yang dapat melindungiku dari (azab) Allah. (Al-Jin: 22) Artinya, tiada seorang pun yang dapat melindungiku dari azab-Nya dan tiada pula yang dapat menyelamatkan diriku kecuali bila aku menyampaikan risalah yang diamanatkan kepadaku untuk menyampaikannya.
Dengan demikian, berarti semakna dengan apa yang disebutkan oleh ayat lain melalui firman-Nya: Wahai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (Al-Maidah: 67) Adapun firman Allah Swt: Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya baginyalah neraka Jahanam, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. (Al-Jin: 23) Yakni aku menyampaikan risalah Allah kepadamu; dan barang siapa yang durhaka kepada-Nya sesudah itu, maka balasan yang akan diterimanya adalah dimasukkan ke dalam neraka Jahanam.
mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya. (Al-Jin: 23) Yaitu tiada jalan selamat bagi mereka darinya dan tiada pula mereka dikeluarkan darinya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Sehingga apabila mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka, maka mereka akan mengetahui siapakah yang lebih lemah penolongnya dan lebih sedikit bilangannya. (Al-Jin: 24) Yakni manakala mereka (manusia dan jin) yang musyrik menyaksikan dengan mata kepala mereka sendiri apa yang pernah diancamkan kepada mereka di hari kiamat.
Maka pada hari itu mereka akan mengetahui siapakah yang lebih lemah penolongnya dan lebih sedikit bilangannya (kekuatannya), apakah mereka ataukah orang-orang mukmin yang mengesakan Allah? Dengan kata lain, tidak, bahkan orang-orang musyrik sama sekali tiada penolong bagi mereka, dan mereka lebih sedikit bilangannya dibandingkan dengan bala tentara Allah subhanahu wa ta’ala"
Sikap durhaka manusia terus akan berlanjut dan baru berhenti setelah mereka melihat azab neraka. Inilah yang diisyaratkan oleh ayat ini. Sehingga apabila mereka melihat azab yang diancamkan kepadanya dan itu pasti akan terjadi, maka mereka akan mengetahui siapakah yang lebih lemah penolongnya dan lebih sedikit jumlahnya, apakah Nabi Muhammad ataukah para pendurhaka. 25. Kaum musyrik apabila diancam dengan siksa, seringkali melecehkan dan bertanya untuk tujuan mengejek, kapankah datangnya ancaman itu. Katakanlah wahai Nabi Muhammad, 'Aku tidak mengetahui, apakah azab yang diancamkan kepadamu itu sudah dekat ataukah Tuhanku menetapkan waktunya masih lama, aku tidak diberitahu tentang hal itu. '.
Allah lalu menghibur dan menenteramkan Nabi Muhammad serta mengejek orang-orang kafir karena kekurangperhatian mereka terhadap jin, sedangkan mereka mengaku sebagai cerdik pandai, dan juga karena kecerobohan mereka mendustakan dan mengejek sesuatu. Akan tetapi di samping itu, mereka cepat mengakui kebenaran jin serta mengharap petunjuk darinya. Dalam ayat ini, Allah menjelaskan bahwa orang-orang kafir senantiasa menghina dan mengejek orang-orang mukmin sehingga mereka melihat dengan mata kepala sendiri siksa-siksa yang dijanjikan kepada mereka. Ketika itu, barulah mereka sadar siapakah sebenarnya yang hina, apakah orang-orang mukmin yang mentauhidkan Allah ataukah orang-orang musyrik yang tidak mempunyai pembantu dan penolong?
sehingga apabila mereka telah melihat apa yang diancamkan kepada mereka, baik azab maupun Kiamat, maka mereka akan mengetahui siapa yang lebih jelek kedudukannya dan lebih lemah bala tentaranya. (Maryam/19: 75).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Sampai kepada ayat 20 boleh dikatakan bahwa kisah tentang jin-jin yang mendengar Al-Qur'an lalu beriman kepada Rasul dan cerita tentang percakapan mereka telah selesai. Yang jadi hikmah tertinggi dari turunnya surah al-Jinn ini ialah untuk membuktikan kepada kaum Quraisy yang masih musyrik itu bahwa meskipun mereka tidak mau menerima seruan dan dakwah Nabi, namun bangsa jin yang halus itu ada yang baru sekali mereka dengar, mereka pun terus beriman dan terus pula mengajak kawannya yang lain supaya turut beriman. Maka banyaklah kata hikmah terungkap dalam pengislaman makhluk yang halus itu.
Tampak pula dalam rentetan ayat ini bahwa tidaklah semua diketahui oleh Nabi bahwa ada makhluk halus yang beriman kepadanya. Setelah Allah memberitahu dengan perantaraan wahyu barulah Nabi mengetahuinya. Dan dapatlah pula diketahui bahwasanya perjuangan bangsa jin menegakkan kebenaran atau hendak menuju jalan lurus kepada Allah lama juga sulitnya dengan yang ditempuh oleh manusia. Sehingga Allah pun menjanjikan bagi barangsiapa yang beristiqamah, tetap teguh dan kuat, tidak berganjak dan tidak menyimpang dari tujuan semula, bahwa Allah akan memberinya air yang segar, air yang jernih dan sejuk, sebagai obat haus dari perjalanan yang payah dan melelahkan menegakkan kebenaran.
Sekarang pada ayat 20 kembalilah Allah menyuruh Rasul-Nya menjelaskan pendirian, yang dikemukakannya di hadapan orang- orang masih musyrik itu,
Ayat 20
“Katakanlah" —Ya Muhammad!—
“Yang aku seru hanya Tuhanku." Aku tidak dapat menyeru yang lain. Sebab yang lain itu tidak lebih tidak kurang, hanya makhluk semacam aku jua.
“Dan tidaklah aku mempersekutukan dengan Dia sesuatu jua pun."
Artinya, bahwa bagaimanapun kalian menyakiti aku, menghalang-halangi langkahku dan membujuk merayu aku agar berdamai dengan kalian, lalu bersama-sama menyembah dan memuja berhala yang kalian sembah dan puja, namun aku tidaklah dapat mengubah pendirianku dan mengkhianati isi hatiku. Aku tidak dapat mempersekutukan yang lain dengan Allah. Untuk menegakkan pendirian itu aku bersedia menerima apa saja yang hendak kalian timpakan ke atas diriku.
Kadang-kadang datanglah tantangan yang sudah melewati batas dan mereka yang masih musyrik itu. Sampai pernah mereka mengatakan kalau memang berhala yang kami sembah ini salah, apa hukuman yang akan engkau jatuhkan kepada kami? Apakah engkau sanggup membinasakan kami? Tantangan ini disuruh jawab oleh Allah,
Ayat 21
“Katakanlah, “Sesungguhnya aku tidaklah kuasa untuk mendatangkan kepada kamu, baik kemudharatan dan tidak pula yang menyenangkan."
Keyakinan tauhid memang begitu. Di dalam kepercayaan yang demikian teguhnya kepada Allah dia selalu mengakui bahwa dirinya tidak apa-apa, dirinya tidak dapat berbuat, buat menurunkan bahaya kepada yang menantangnya dan tidak pula dapat memberikan upah atau penghargaan kepada yang beriman kepadanya, itu adalah urusan Allah semata-mata. Bagaimanapun dia ditantang supaya suka memperlihatkan kekuasaan namun dia mengakui terus terang bahwa dia adalah manusia sebagai orang-orang yang didatanginya dan didakwahinya itu jua.
Janganlah kalian sampai menantang aku meminta ketentuan, karena aku tidak ada kuasa apa-apa, baik untuk membawa bahaya bagi kalian atau untuk membela kalian. Sedangkan diriku sendiri tidaklah aku dapat menangkis jika Allah menghendaki sesuatu atas diriku.
Ayat 22
“Katakanlah, “Sesungguhnya aku ini, tiada seorang pun yang dapat melindungiku dari Allah."
Jika Allah hendak mendatangkan bahaya kepada diriku, tidak seorang pun yang dapat melindungiku dari bahaya itu. Sebab tidak ada satu kekuatan pun pada makhluk untuk menangkis kehendak dari Yang Mahakuasa.
“Dan sekali-kali tidaklah akan kudapat selain Dia tempat bersembunyi."
Kalau di suku kata pertama dikatakan bahwa tidak seorang pun dapat melindungi, ialah supaya jangan ada terkhayal dalam ingatan bahwa akan ada makhluk yang kuat menantang Allah. Di ujung ayat disebutkan bahwa tempat berlindung atau tempat bersembunyi melindungkan diri dari murka Allah hanyalah kembali kepada Allah jua. Lari menghampirinya untuk mengelakkan murkanya. Tobat berarti kembali. Maka janganlah lari ke tempat.jauh, karena tidak ada yang jauh dari bawah kekuasaan Allah. Lebih baik meniarap, sujud, tunduk menekur ke bawah cerpu Allah memohon ampun dan maghfirah. Inilah yang diajarkan Nabi kepada mereka yang selama ini berkeras kepala itu.
Ayat 23
“Kecuali hanya menyampaikan daripada Allah dan tugas-tugas yang Dia amanahkan. "
Oleh sebab itu telah dijelaskan oleh Nabi ﷺ bahwa kewajiban beliau buat menghukum orang, bukan mengutuk orang, bukan memurkai yang durhaka. Kewajiban beliau hanya dua, yaitu pertama ialah balaagh, menyampaikan. Disebut juga tabligh. Kedua ialah melaksanakan tugas-tugas atau mission, yaitu inti sari yang akan ditablighkan itu, menunjukkan contoh dan teladan dengan perbuatan, yang bertabligh adalah satu di antaranya. Di sinilah bertemu empat misi, empat risalah yang wajib lengkap pada seorang rasul. Yaitu shiddiq (jujur], amanah (setia menyampaikan pesan), tabligh (menyampaikan), dan fathanah (bijaksana). Kesatuan dari yang empat inilah risalah atau misi yang jadi kemestian seorang Rasul. Mustahil dia pendusta, atau khianat, atau menyembunyikan sebagian dari wahyu, atau goblok, tidak mengetahui keadaan manusia yang didatanginya.
“Dan barangsiapa yang mendurhaka kepada Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya untuk mereka adalah api neraka Jahannam." Sebagai hukuman atas keras kepala batunya menolak seruan kebenaran.
“Dalam keadaan kekal mereka di dalamnya selama-lamanya."
Karena jiwa mereka sudah terlalu kotor, laksana sehelai kain bagus yang sudah terlalu lama terbenam di dalam luluk atau lumpur. Meskipun kemudian telah dapat dikeluarkan, namun kalau dicuci bagaimanapun dengan sabun dalam air jernih yang tergenang, dia tidak dapat bersih lagi sebab luluk lumpur dosa itu telah jadi satu dengan tiap-tiap helai benangnya.
Ayat 24
“Sehingga apabila telah mereka lihat kelak apa yang dijanjikan kepada mereka itu."
Yaitu adzab api neraka Jahannam yang dijanjikan itu. “Maka akan mereka ketahuilah siapa yang paling lemah penolongnya." Walaupun waktu di dunia dia merasai banyak penolong, banyak pembantu dan banyak pengawal. Di neraka kelak tidak seorang jua pun penolong, pembantu dan pengawal itu yang muncul.
“Dan siapa yang lebih kecil bilangannya."
Hayunan kata dari ayat ini ialah memberi ingat kaum musyrikin atau penantang Kebenaran Allah yang dibawa Rasul, yang membangga karena dia berkuasa, mempunyai banyak penolong dan pembela, dan membanggakan karena banyak pengikut yang setia. Kalau sudah mendekam dalam penjara neraka, mana lagi pembela? Mana lagi banyak teman dan banyak pengikut? Jangankan di akhirat! Sedangkan di dunia, seorang yang berkuasa besar di kala mulanya, apabila terbukti bersalah melanggar undang-undang negara, lalu dihukum dan dipenjarakan, siapa lagi yang akan menolong sampai di sana? Banyak kali dialami bahwa manusia memuja-muja hanyalah sementara “tampuk masih bergetah" kalau tampuk sudah layu, satu lalat pun tidak akan hinggap lagi.
Ayat 25
“Katakanlah, ‘Tidaklah aku mengetahui, apakah telah dekat apa yang dijanjikan kepada kamu itu."
Tadi sudah ada ancaman, bahwa barangsiapa yang durhaka kepada Allah dan Rasul akan jadi kayu api neraka Jahannam dan kekal di sana selamanya. Mereka bertanya, “Bila itu akan kejadian?" Bila adzab akan jatuh kepada kami? Atau ini hanya omong kosong saja, atau ancaman mempertakut-takuti kami yang tidak takut? Akan cepatkah kejadian itu? Maka tibalah jawaban Nabi dengan suruhan Allah bahwa beliau sendiri tidaklah tahu apakah telah dekat masa itu.
“Ataukah Tuhanku akan menjadikan adzab itu masa yang panjang lagi?"
Itu adalah ilmu Allah semata-mata. Meskipun sebagai Nabi, beliau yakin adzab siksaan itu pasti datang, namun beliau tidak mengetahui bila waktunya. Tetapi permulaan adzab telah datang kepada mereka tidak lama kemudian.
Pemimpin-pemimpin musyrikin sebagian besar tewas binasa dalam Peperangan Badar, malahan Abu Lahab mati terkejut menerima berita kekalahan.
Allah itu ialah
Ayat 26
“Yang Maha Mengetahui apa yang gaib."
Kunci kegaiban itu dipegang sendiri oleh Allah, bahkan banyak di antaranya malaikat sendiri pun tidak tahu.
“Dan tidak ada Dia menyatakan yang gaib itu kepada seorang jua pun."
Dengan ayat ini dijelaskan bahwa tidak seorang pun yang mengetahui keadaan yang gaib, tidak Nabi, tidak Rasul, tidak jin dan tidak malaikat. Rahasia yang gaib semata- mata dalam genggaman Allah. Oleh sebab itu tidaklah dapat dipercayai kalau ada seorang manusia yang mengakui dirinya bisa mengetahui yang gaib apa yang akan terjadi di belakang hari. Di dalam surah Luqmaan ayat penghabisan (ayat 34), diterangkan ada lima hal yang hakikatnya gaib bagi manusia. Pertama ilmu tentang bila akan terjadi hari Kiamat, kedua kekuasaan menurunkan hujan, ketiga pengetahuan tentang nasib anak yang masih terkandung di dalam rahim ibunya, keempat pengetahuan apa yang akan dikerjakan besok hari, meskipun telah direncanakan, dan kelima seorang pun tidak ada yang tahu di bumi mana dia akan meninggal dunia. Yang sangat mengetahui soal-soal itu dengan teliti hanyalah Allah saja!
Tetapi ada juga orang yang dikecualikan, lalu diberi agak sedikit pengetahuan tentang yang gaib.
Ayat 27
“Kecuali barangsiapa yang Dia ridhai dari Rasul."
An-Nasafi menjelaskan ayat ini dalam tafsirnya, “Artinya ialah bahwa yang diberi pengecualian ialah Rasul yang diridhai oleh Allah buat diberi pengetahuan setengah dari ilmu yang gaib." Artinya tidaklah seluruh yang gaib diberitahukan Allah kepada Rasul yang diridhai-Nya itu. Sekian ringkasan tafsiran an-Nasafi.
Abus Su'ud menjelaskan lagi dalam tafsirnya, “Maka tidaklah Allah membukakan rahasia yang gaib itu sesempurna-sempurnanya kepada Rasul yang diridhai itu sampai mencapai ‘ainal yaqin. Allah menganugerahkan kepadanya sebagian dari yang gaib yang ada sangkut pautnya dengan risalahnya." Sekian ringkasan tafsir dari Abus Su'ud ditambahkan lagi beberapa perumpamaan anugerah Allah kepada Rasul-Nya yang diridhai-Nya itu ialah seumpama terkaan Nabi Yusuf tentang makanan yang akan disediakan penjaga penjara untuknya dan untuk kedua orang pengawal raja yang lama terpenjara, atau tabir-tabir mimpi yang beliau jelaskan sejelas-jelasnya, sampai mimpi raja akan terjadi tujuh tahun subur bumi dan tujuh tahun kemarau. Dan pada Nabi kita Muhammad ﷺ dibukakan pula beberapa kali rahasia yang gaib. Misalnya tentang kematian Negus Raja Habsyi yang telah memeluk agama Islam itu, bahwa dia telah meninggal tadi malam, lalu dishalatgaibkan di Madinah oleh Nabi dan sahabat-sahabatnya pada pagi harinya. Atau pertanyaan beliau kepada pamannya, Abbas, tentang uang yang disuruhnya simpan kepada istrinya, Ummul Fadhal, seketika akan terjadi Peperangan Badar, padahal percakapan suami istri empat mata. Atau kepastian beliau bahwa orang Rum sesudah kalah berperang dengan orang Persia (Iran) ketika Nabi belum hijrah, namun dalam beberapa tahun saja sesudah itu, Rum pasti menang kembali, sehingga beliau izinkan sahabat-sahabatnya, Abu Bakar bertaruh dengan orang Quraisy tentang kemenangan Rum yang sudah pasti itu.
Lanjutan ayat mengatakan lagi,
“Maka sesungguhnya Dia mengadakan di hadapannya dan di belakangnya penjaga-penjaga."
Rasul-rasul yang telah diridhai oleh Allah itu selalu dikawal, selalu dijaga baik di mukanya atau di belakangnya. Al-Qasyani menjelaskan “Penjagaan itu, baik dari sisi Allah sendiri yang selalu menghadapkan wajah kepadanya, sesudah itu ialah Ruhul Qudus dan berbagai Nur (cahaya) Malakut, yaitu alam Malaikat dan Alam Rabbani. Ataupun dari penjagaan pada badan diri Rasul itu sendiri. Maka perangai-perangainya yang utama dan kelakuannya yang mulia disertai sinar-sinar ruhani yang timbul memancar dari dalam dirinya sendiri berkat taatnya selalu kepada Allah dan teguh setianya mengerjakan ibadah, semuanya itu menjadi pengawal bagi Rasul itu dari gangguan-gangguan jin, dan terpelihara pula lidahnya daripada keseleo, terlanjur menambah atau mengurangi wahyu yang dia terima, sehingga tidak bercampur aduk dengan waham, waswas dan khayal, hingga melancarlah wahyu itu dari makrifatnya yang yakin, maknanya yang suci, alirannya yang gaib dan kasyaf yang hakiki." Demikian al-Qasyani.
Ayat 28
“Karena Dia hendak membuktikan bahwa mereka telah menyampaikan tugas-tugas amanah dari Tuhan mereka."
Artinya dengan anugerah kelebihan yang istimewa disertai kawalan yang ketat itu, Allah hendak membuktikan atau melihat nyata bahwa Rasul-Nya yang diridhai-Nya telah melakukan tugas dengan sempurna sebagaimana yang dikehendaki Allah. “Dan Dia pun meliputi apa yang ada pada mereka." Sehingga lengkap dan langsunglah Rasul pilihan itu dalam perlindungan Allah.
“Dan Dia hitung segala sesuatu berapa bilangannya."
Sehingga tidak ada sesuatu yang bergerak yang terlepas dari hitungan Allah.
Dengan demikian sempurnalah pengawalan dan tilikan Allah kepada Rasul dan genaplah janji Allah di dalam melindungi seluruh alam ini dan sampailah Rahman dan Rahim Allah kepada hamba-Nya sekalian. Amin.