Ayat
Terjemahan Per Kata
وَأَنَّهُۥ
dan bahwasannya
لَمَّا
tatkala
قَامَ
berdiri
عَبۡدُ
hamba
ٱللَّهِ
Allah
يَدۡعُوهُ
ia menyeru-Nya/menyembah-Nya
كَادُواْ
hampir mereka
يَكُونُونَ
adalah mereka
عَلَيۡهِ
atasnya
لِبَدٗا
berkerumun
وَأَنَّهُۥ
dan bahwasannya
لَمَّا
tatkala
قَامَ
berdiri
عَبۡدُ
hamba
ٱللَّهِ
Allah
يَدۡعُوهُ
ia menyeru-Nya/menyembah-Nya
كَادُواْ
hampir mereka
يَكُونُونَ
adalah mereka
عَلَيۡهِ
atasnya
لِبَدٗا
berkerumun
Terjemahan
Sesungguhnya ketika hamba Allah (Nabi Muhammad) berdiri menyembah-Nya (melaksanakan salat), mereka (jin-jin) itu berdesakan mengerumuninya.
Tafsir
(Dan bahwasanya) dapat dibaca annahu dan innahu; juga merupakan kalimat baru, sedangkan dhamir yang ada ialah dhamir sya'n (tatkala hamba Allah berdiri) yakni Nabi Muhammad ﷺ (menyembah-Nya) beribadah kepada-Nya di lembah Nakhl (hampir saja mereka) yakni jin-jin yang mendengarkan bacaan Al-Qur'an itu (desak-mendesak mengerumuninya) yaitu sebagian di antara mereka menindih sebagian yang lain berjejal-jejal karena keinginan mereka yang sangat untuk mendengarkan bacaan Al-Qur'an. Lafal libadan dapat pula dibaca lubadan; dan merupakan bentuk jamak dari lubdatun.
Tafsir Surat Al-Jinn: 18-24
Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah. Dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (mengerjakan ibadah), hampir saja jin-jin itu desak-mendesak mengerumuninya. Katakanlah, "Sesungguhnya aku hanya menyembah Tuhanku dan aku tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan-Nya. Katakanlah, "Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan sesuatu kemudaratan pun kepadamu dan tidak (pula) sesuatu kemanfaatan. Katakanlah, "Sesungguhnya aku sekali-kali tiada seorang pun yang dapat melindungiku dari (azab) Allah dan sekali-kali tidak akan memperoleh tempat berlindung selain dari-Nya." Akan tetapi, (aku hanya) menyampaikan (peringatan) dari Allah dan risalah-Nya.
Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya baginyalah neraka Jahanam, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sehingga apabila mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka, maka mereka akan mengetahui siapakah yang lebih lemah penolongnya dan lebih sedikit bilangannya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya agar mengesakan-Nya dalam beribadah, tidak menyeru seorang pun selain-Nya dalam ibadahnya itu, dan tidak mempersekutukan Allah dengan siapa pun, seperti yang dikatakan oleh Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaaan Allah.
Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah. (Al-Jin: 18) Dahulu orang-orang Yahudi dan Nasrani apabila memasuki tempat peribadatan mereka, maka selalu memulainya dengan mempersekutukan Allah. Maka Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan kepada Nabi-Nya untuk selalu mengesakan-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa Ali ibnul Husain telah mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu bintis Saddi, telah menceritakan kepada kami seseorang lelaki yang senama dengannya, dari As-Suddi, dari Abu Malik atau Abu Saleh.
dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah. (Al-Jin: 18) Ibnu Abbas mengatakan bahwa pada hari ayat ini diturunkan, tiada sebuah masjid pun di bumi Allah selain Masjidil Haram dan Masjid Iliya di Baitul Maqdis. Al-A'masy mengatakan bahwa jin berkata, "Wahai Rasulullah, izinkanlah kami untuk ikut shalat bersamamu di masjidmu ini." Maka Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan firman-Nya: Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah.
Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah. (Al-Jin: 18) Maka Nabi ﷺ bersabda kepada mereka, "Salatlah kalian, tetapi jangan bercampur dengan manusia." Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Mahran, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Ismail ibnu Abu Khalid, dari Mahmud, dari Sa'id ibnu Jubair sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalanmya di samping (menyembah) Allah. (Al-Jin: 18) Jin bertanya kepada Nabi ﷺ, "Bagaimana kami dapat mendatangi masjid, sedangkan kami tinggal jauh darimu? Dan bagaimana kami dapat ikut shalat bersama engkau, sedangkan kami tinggal jauh darimu?" Maka turunlah firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan Sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah.
Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalanmya di samping (menyembah) Allah. (Al-Jin: 18) Sufyan telah meriwayatkan dari Khasif, dari Ikrimah, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan semua masjid. Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan anggota-anggota yang dipakai untuk sujud, yakni semuanya itu adalah milik Allah, maka janganlah digunakan untuk sujud kecuali kepada Allah yang memilikinya. Dan mereka sehubungan dengan pendapat ini telah mengetengahkan sebuah hadits shahih yang diriwayatkan melalui Abdullah ibnu Tawus, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Aku diperintahkan untuk bersujud pada tujuh anggota, yaitu kening seraya mengisyaratkan ke arah hidungnya, kedua telapak tangan, kedua lutut, dan (bagian dalam) jari jemari kedua kaki.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (mengerjakan ibadah), hampir saja jin-jin itu desak-mendesak mengerumuninya. (Al-Jin: 19) Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Allah menceritakan ketika jin-jin itu mendengar Nabi ﷺ membaca Al-Qur'an, hampir saja mereka menindihnya karena keinginan mereka yang sangat untuk mendengarkan bacaan Al-Qur'annya. Mereka berdesak-desakan di antara sesamanya untuk mendekat kepada Nabi ﷺ, sedangkan Nabi ﷺ sendiri tidak mengetahui keberadaan mereka, hingga datanglah kepada beliau ﷺ Malaikat Jibril yang mewahyukan kepadanya firman Allah subhanahu wa ta’ala: Katakanlah, "Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya sekumpulan jin telah mendengarkan (Al-Qur'an). (Al-Jin: 1) Yakni mereka mendengarkan bacaan Al-Qur'annya. Ini menurut suatu pendapat yang diriwayatkan dari Az-Zubair ibnu Awwam Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Ma'mar, telah menceritakan kepada kami Abu Muslim, dari Abu Uwanah, dari Abu Bisyr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa jin berkata kepada kaumnya: Dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (shalat), hampir saja jin-jin itu desak-mendesak mengerumuninya. (Al-Jin: 19) Bahwa ketika jin melihat Nabi ﷺ sedang mengerjakan shalat bersama para sahabatnya, maka mereka ikut rukuk dan sujud bersama beliau ﷺ Mereka sangat kagum dengan ketaatan para sahabat kepada beliau ﷺ Lalu mereka berkata kepada kaumnya: Dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (shalat), hampir saja jin-jin itu desak-mendesak mengerumuninya. (Al-Jin: 19) Ini merupakan pendapat kedua yang juga diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair.
Al-Hasan mengatakan bahwa ketika Rasulullah ﷺ bangkit mengucapkan kalimah, "Tidak ada Tuhan yang wajib disembah selain Allah," dan menyeru manusia untuk menyembah Tuhan mereka, hampir saja orang-orang Arab desak-mendesak mengerumuninya. Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (shalat), hampir saja jin-jin itu desak-mendesak mengerumuninya. (Al-Jin: 19) Bahwa manusia dan jin desak-mendesak berebutan untuk memadamkan kalimah ini, tetapi Allah menolak dan tetap menolongnya, melancarkannya dan memenangkannya atas orang-orang yang menentangnya. Ini merupakan pendapat ketiga yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Mujahid, dan Sa'id ibnu Jubair serta pendapat Ibnu Zaid, dan dipilih oleh Ibnu Jarir.
Pendapat inilah yang lebih kuat, karena dalam ayat yang selanjutnya disebutkan oleh firman-Nya: Katakanlah, "Sesungguhnya aku hanya menyembah Tuhanku dan aku tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan-Nya." (Al-Jin: 20) Yakni Rasul ﷺ berkata kepada mereka saat mereka mengganggunya, menentang dan mendustakannya, serta bersatu padu di antara sesamanya untuk melawan kebenaran yang disampaikannya, dan sepakat untuk memusuhinya: Sesungguhnya aku hanya menyembah Tuhanku. (Al-Jin: 20) Yaitu sesungguhnya aku hanya menyembah Tuhanku semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan aku berlindung dan bertawakal kepada-Nya. dan aku tidak mempersekutukan sesuatupun dengan-Nya. (Al-Jin: 20) Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: Katakanlah, "Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan sesuatu kemudaratan pun kepadamu dan tidak (pula) sesuatu kemanfaatan." (Al-Jin: 21) Yakni sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia seperti kalian yang diberi wahyu kepadaku, juga sebagai seorang hamba dari hamba-hamba Allah.
Aku tidak mempunyai kuasa untuk memberi kalian petunjuk dan tidak kuasa pula membuat kalian sesat, bahkan hal tersebut berada di tangan kekuasaan Allah subhanahu wa ta’ala semata. Kemudian Nabi ﷺ menceritakan tentang keadaan dirinya, bahwa tiada seorang pun yang dapat melindunginya dari azab Allah jika ia berbuat durhaka kepada-Nya. Yakni tidak ada seorang pun yang dapat menyelamatkan diriku dari azab-Nya. dan sekali-kali aku tiada akan memperoleh tempat berlindung selain dari-Nya. (Al-Jin: 22) Mujahid, Qatadah, dan As-Suddi berkata, "Tiada pelindung," Qatadah pun mengatakan pula sehubungan dengan makna firman-Nya: Katakanlah, "Sesungguhnya aku sekali-kali tiada seorangpun yang dapat melindungiku dari (azab) Allah dan sekali-kali tiada akan memperoleh tempat berlindung selain dari-Nya." (Al-Jin: 22) Maksudnya, tiada penolong dan tiada pelindung.
Menurut pendapat yang lain, tiada penyelamat dan tiada tempat berlindung. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Akan tetapi (aku hanya) menyampaikan (peringatan) dari Allah dan risalah-Nya. (Al-Jin: 23) Sebagian ulama tafsir mengatakan bahwa ini merupakan pengecualian dari firman-Nya: Katakanlah, "Sesungguhnya aku tidakkuasa mendatangkan sesuatu kemudaratanpun kepadamu dan tidak(pula) sesuatu kemanfaatan. "(Al-Jin: 21) Kelanjutannya ialah "Kecuali (aku hanya) menyampaikan (peringatan)." Akan tetapi, dapat pula ditakwilkan sebagai mustasna (pengecualian) dari firman-Nya: sekali-kali tiada seorang pun yang dapat melindungiku dari (azab) Allah. (Al-Jin: 22) Artinya, tiada seorang pun yang dapat melindungiku dari azab-Nya dan tiada pula yang dapat menyelamatkan diriku kecuali bila aku menyampaikan risalah yang diamanatkan kepadaku untuk menyampaikannya.
Dengan demikian, berarti semakna dengan apa yang disebutkan oleh ayat lain melalui firman-Nya: Wahai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (Al-Maidah: 67) Adapun firman Allah Swt: Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya baginyalah neraka Jahanam, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. (Al-Jin: 23) Yakni aku menyampaikan risalah Allah kepadamu; dan barang siapa yang durhaka kepada-Nya sesudah itu, maka balasan yang akan diterimanya adalah dimasukkan ke dalam neraka Jahanam.
mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya. (Al-Jin: 23) Yaitu tiada jalan selamat bagi mereka darinya dan tiada pula mereka dikeluarkan darinya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Sehingga apabila mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka, maka mereka akan mengetahui siapakah yang lebih lemah penolongnya dan lebih sedikit bilangannya. (Al-Jin: 24) Yakni manakala mereka (manusia dan jin) yang musyrik menyaksikan dengan mata kepala mereka sendiri apa yang pernah diancamkan kepada mereka di hari kiamat.
Maka pada hari itu mereka akan mengetahui siapakah yang lebih lemah penolongnya dan lebih sedikit bilangannya (kekuatannya), apakah mereka ataukah orang-orang mukmin yang mengesakan Allah? Dengan kata lain, tidak, bahkan orang-orang musyrik sama sekali tiada penolong bagi mereka, dan mereka lebih sedikit bilangannya dibandingkan dengan bala tentara Allah subhanahu wa ta’ala"
Dan sesungguhnya ketika hamba Allah yaitu Nabi Muhammad berdiri menyembah-Nya yaitu melaksanakan salat dengan sungguh-sungguh, mereka, jin-jin itu berdesakan mengerumuninya karena merasa takjub dengan apa yang mereka lihat dan dengar. 20. Katakanlah, wahai Nabi Muhammad, kepada yang takjub tersebut bahwa, sesungguhnya aku hanya menyembah Tuhanku dan aku tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan-Nya baik malaikat, berhala, manusia jin atau makhluk apa pun. '
Dalam ayat ini, dijelaskan bahwa ketika Nabi Muhammad menyembah Allah, maka jin-jin yang menyaksikannya menjadi heran dan tercengang melihat cara Nabi dan para sahabat menyembah-Nya. Keheranan itu juga dikarenakan bacaan Al-Qur'an yang belum pernah mereka dengar. Lebih-lebih lagi ketika melihat para sahabat sebagai makmum mengikuti Nabi Muhammad salat dalam keadaan berdiri, rukuk, dan sujud.
Al-hasan dan Qatadah berkata, "Ketika hamba Allah menyiarkan risalah dengan memanggil untuk mentauhidkan Allah, berbeda dengan ibadah orang-orang musyrik kepada berhala-berhala mereka, maka hampir orang-orang kafir yang menentang dan memusuhi Nabi Muhammad, bersatu padu dan bantu-membantu dalam memusuhi-Nya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
PENGAKUAN KAUM JIN
Kemudian itu jin tadi berkata lagi, sepanjang yang diceritakan oleh Allah kepada Rasul-Nya Muhammad ﷺ.
Ayat 14
“Dan sesungguhnya kami, ada di antara kami yang menyerah diri (kepada Allah)."
Sebagaimana diketahui menyerah diri adalah arti yang terpenting dari kalimat Islam. Mereka itu telah mengakui bahwa di antara mereka adalah Muslimun. Artinya mereka telah mengakui bahwa tidak ada Tuhan yang lain lagi, kecuali Allah, “Dan ada yang menyimpang." Menyimpang ialah bahwa meskipun dalam batinnya sendiri telah mengakui bahwa tidak ada lagi jalan yang benar kecuali jalan Allah, tidak ada Tuhan selain Allah, tetapi karena dorongan nafsu menantang, mereka simpangkan jalan mereka dari kebenaran itu. Sebab itu Allah selanjutnya berfirman, “Maka barangsiapa yang menyerah"—tegasnya barangsiapa yang telah memilih jalan Islam.
“Itulah mereka yang memilih jalan yang benar."
Maka selamatlah mereka dalam perjalanan itu. Sebab yang mereka tempuh ialah jalan yang sesuai dengan perihidupnya yang sejati, yang bukan berlawan dengan batinnya sendiri.
Ayat 15
“Dan adapun yang menyimpang."
Dari jalan yang benar dan tidak mau menyerahkan dirinya kepada Allah, melainkan menyerahkan diri kepada hawa nafsunya sendiri,
“Maka adalah mereka itu untuk Jahannam jadi kayu api."
Keterangan ayat yang demikian adalah kesimpulan yang wajar dari sikap memilih jalan hidup yang salah. Karena tidaklah mungkin susunan angka yang salah memberikan jumlah yang benar.
Ayat 16
“Dan bahwasanya kalau mereka tetap lurus menempuh jalan itu."
Yang dimaksud dengan jalan yang tetap lurus, tidak berbelok dan tidak menyimpang ialah niat dan sengaja, azam atau keyakinan yang terletak dalam hati dan kesadaran manusia.
Garis lurus ialah jarak yang paling dekat di antara dua titik. Mata kita dapat mengukur dengan penglihatan hubungan tempat kita tegak melihat dengan objek yang dilihat oleh mata kita. Misalnya puncak gunung yang tinggi, atau seberang lautan yang kita lihat di tepi pantai. Tetapi apabila kita tempuh dengan badan kita, jelaslah bahwa lurusnya hanya pada penglihatan saja. Adapun jalan buat mencapai tujuan mata itu tidaklah lurus, melainkan jika dia di puncak gunung, terpaksalah gunung di-daki. Kalau di seberang laut, terpaksalah lautan itu dilayari. Ternyatalah perjalanan berbelok-belok, atau terpaksa pelayaran menempuh laut itu kadang-kadang bertentangan dengan angin, sehingga haluan bahtera terkencong bukan dengan kemauan kita ke tempat yang lain, sehingga pernah dibuat orang jadi syair.
“Tidaklah tiap-tiap yang diinginkan seseorang akan dapat dicapainya. (Sebab) angin berembus bukanlah selalu menuruti keinginan kapal."
Tetapi keikhlasan hati sejak mulai berjalan atau mulai berlayar, itulah yang tidak boleh berubah. Walaupun jalannya sukar, mendaki, menurun, melereng; ketika mendaki keringat mengalir sampai ke kaki. Ketika melalui lurah dan gurun, badan penat peluh pun turun, namun tujuan tidak boleh berubah. Akhir kelaknya niscaya akan sampai juga kepada yang dituju.
Demikian pun juga ketika berlayar mengarungi lautan. Perahu yang didorongkan oleh angin yang mengembus kain layar adalah menjadi keahlian bagi nakhoda mengatur layar itu sehingga dapat berpirau. Walaupun melawan angin, namun tujuan tidaklah lepas, meskipun pelayaran itu akan lambat sampai. Biar lambat asal selamat!
Pengalaman membuktikan bahwa perjalanan menuju titik tujuan tertentu tidaklah sesusah memikirkan dan melihatnya. Itulah sebabnya maka kita disuruh selalu mendekatkan diri kepada Allah dengan ibadah, terutama dengan shalat. Dan dalam shalat selalu kita membaca al-Faatihah, yang satu di antara inti ayatnya ialah “ihdinash shirathal mustaqiim" Tunjukilah kami jalan yang lurus!
Jalan yang lurus, ash-shirathal mustaqim itu, atau istiqaamah, tegak teguh dan tetap tiada menyimpang, dinamai juga sabilillah! Jalan Allah! Berkali-kali diperingatkan suapya kita berjihad, bekerja keras, bersungguh-sungguh, berjuang dengan segenap tenaga menempuh dan menegakkan jalan Allah itu. Sehingga jihad dijadikan sebagian yang sangat utama dalam menegakkan agama.
Lantaran itulah maka orang yang tetap lurus, tidak menyimpang dalam menempuh jalan itu dijanjikan oleh Allah pada lanjutan ayat,
“Niscaya akan Kami beri minum mereka dengan air yang segar."
Kepayahan mendaki atau menurun, perjuangan yang kadang-kadang meminta tenaga tidak berbatas, bahkan kadang-kadang mengalirkan keringat, bahkan air mata, bahkan darah, yang ditempuh oleh seorang yang setia kepada Tuhannya, penuh iman penuh takwa sudahlah sepatutnya jika Allah menyambut kesampaiannya kepada tujuan dengan air yang jernih dan segar, sejuk dan menghilangkan dahaga!
Ayat yang selanjutnya memberi kejelasan lagi bagaimana sukar menempuh jalan yang lurus itu.
Ayat 17
“Untuk akan Kami beri cobaan mereka padanya."
Tegasnya ialah bahwa berjalan lurus, berniat lurus di atas jalan yang ditentukan oleh Allah bukanlah perkara mudah; percobaannya amat banyak! Percobaan dari halangan musuh, rayuan hawa nafsu, gamitan dari setan dan iblis dan barang benda dunia yang disangka air, padahal gejala panas yang bernama fatamorgana. Dari jauh kelihatan seperti air; setelah ditempuh hanya kekeringan jua yang bertemu. Tetapi sekali Allah telah berjanji bahwa barangsiapa yang dapat melepaskan diri dari cobaan dan ujian, dia akan ditunggu Allah dengan air yang menyegarkan tenaga, maka Allah tidak akan mungkir kepada janjinya lagi. “Dan barangsiapa yang berpaling daripada peringatan Tuhannya," karena kurang yakinnya akan janji Tuhannya.
“Niscaya mereka akan dibawanya kepada adzab yang berat."
Adzab yang berat itu ialah di dunia dan di akhirat. Seorang yang sengaja menyimpang dari jalan yang benar karena dorongan hawa nafsu, hanya sebentar saja yang merasakan senang, yaitu sebelum kehendak nafsunya lepas. Dorongan nafsu pertama itu dinamai nafsul ammarah, nafsu pendorong. Setelah badan terdorong timbullah tekanan batin dari nafsul lawwamah, nafsu yang menyesali diri. Sesal yang tidak berkeputusan. Bertambah sadar manusia akan dirinya, bertambah dia insaf akan salahnya jalan yang dia tempuh, bertambahlah keras desakan sesal! Kalau jalan keluar, yaitu tobat kembali kepada Allah, orang itu akan disiksa, akan diadzab amat berat di dunia ini oleh dirinya sendiri. Orang yang putus asa banyak yang membunuh diri, itu pun siksaan yang berat. Orang yang putus asa banyak yang ingin menenangkan pikiran dengan meminum minuman keras! Padahal setelah dia sadar kembali akan dirinya, penyesalan batin tidaklah dapat disembuhkan dengan mabuk itu.
Entah apa pula adzab siksaan berat yang akan dirasakannya di akhirat kelak.
Ayat 18
“Dan bahwasanya mesjid-mesjid itu adalah untuk Allah semata-mata."
Bunyi ayat ini pun masih ada sambungan dengan ayat-ayat sebelumnya. Kita bersujud, kita bertekun. Kita mendirikan rumah-rumah ibadah, terutama yang bagi kita pemeluk agama Islam dinamai masjid, yang berarti tempat bersujud. Yang kita sujud di sana, sampai kita merendahkan diri mencecahkan kening kita ke lantai atau ke atas tanah sekalipun, tidak lain hanya Allah. Allah tidak boleh kita persekutukan dengan yang lain. Yang kita sembah, kita puja dan puji hanya Allah saja! Maka yang kita tuju hanya Allah saja, tidak ada tujuan lain. Garis paralel, dua sesaing, selamanya tidak akan bertemu ujungnya. Apatah lagi kalau tiga garis paralel, sebagaimana kepercayaan orang Kristen, atau berbilang tempat sujud seperti beberapa agama yang lain.
“Maka janganlah kamu seru bersama Allah sesuatu jua pun."
Inilah ketegasan tauhid dan inilah kesatuan tujuan. Inilah yang dirumuskan di dalam ucapan yang masyhur,
“Ya Tuhanku! Engkaulah tujuanku dan Ridha Engkaulah yang kuharapkan."
Maka orang yang mula-mula sekali menegakkan jalan itu dan menempuh jalan yang lurus dengan dirinya sendiri akan jadi teladan dari umatnya ialah Nabi Muhammad ﷺ. Tugasnya begitu berat. Dia diutus bukan kepada manusia saja, malahan kepada jin juga! Tetapi dia pula orang yang paling banyak menderita karena menegakkan jalan itu. Lanjutan ayat menjelaskan,
Ayat 19
“Dan bahwasanya tatkala hamba Allah itu telah berdiri (shalat) menyeru akan Dia."
Sebagaimana yang digariskan Allah itu, yaitu hanya Allah yang diserunya, hanya kepada Allah dia sujud, dan dia tidak sujud kepada yang lain sedikit pun.
“Nyarislah mereka itu mendesak-desak mengerumuninya."
Menurut riwayat yang disampaikan oleh Said bin Jubair yang diterimanya dari gurunya lbnu Abbas, ayat ini pun masih mengisahkan kesan yang didapat oleh jin yang melihat Nabi ﷺ melakukan shalat Shubuh itu. Begitu besar dan berat percobaan yang ditimpakan oleh kaumnya, kaum Quraisy terhadap dirinya karena menyampaikan dakwahnya, namun shalat beliau dan sujud beliau kepada Allah bertambah khusyu dan sahabat-sahabat beliau pun menjadi makmum dengan setia, berkerumun mendekati beliau. Ini disaksikan oleh jin-jin dan disampaikannya kepada teman-temannya yang tidak hadir.