Ayat
Terjemahan Per Kata
وَقَدۡ
dan sesungguhnya
خَلَقَكُمۡ
menciptakan kalian
أَطۡوَارًا
beberapa tingkatan
وَقَدۡ
dan sesungguhnya
خَلَقَكُمۡ
menciptakan kalian
أَطۡوَارًا
beberapa tingkatan
Terjemahan
Padahal, sungguh, Dia telah menciptakanmu dalam beberapa tahapan (penciptaan).
Tafsir
(Padahal sesungguhnya Dia telah menciptakan kalian dalam beberapa tingkatan kejadian) lafal athwaaran bentuk jamak dari lafal thaurun, artinya tahap; yakni mulai dari tahap air mani terus menjadi darah kental atau alaqah, hingga menjadi manusia yang sempurna bentuknya. Dan memperhatikan kejadian makhluk-Nya seharusnya menuntun mereka iman kepada yang telah menciptakannya.
Tafsir Surat Nuh: 5-20
Nuh berkata, Ya Tuhanku, Sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang, maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran). Dan Sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka. mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (ke mukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat. Kemudian Sesungguhnya aku telah menyeru mereka (kepada iman) dengan cara terang-terangan, kemudian Sesungguhnya aku (menyeru) mereka (lagi) secara terbuka dan dengan diam-diam, maka aku berkata (kepada mereka), 'Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu,' sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu, dan memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.
Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah? Padahal Dia sesungguhnya telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan kejadian. Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat? Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita. Dan Allah menciptakan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya, kemudian Dia mengembalikan kamu ke dalam tanah dan mengeluarkan kamu (darinya pada hari kiamat) dengan sebenar-benarnya.
Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan, supaya kamu menempuh jalan-jalan yang luas di bumi itu. Allah subhanahu wa ta’ala menceritakan perihal hamba dan Rasul-Nya Nuh a.s., bahwa dia mengadu kepada Tuhannya apa yang ia jumpai pada kaumnya dan kesabarannya dalam menghadapi mereka dalam masa yang cukup panjang, yaitu seribu tahun kurang lima puluh tahun; yang selama itu dia menerangkan dan menjelaskan kepada kaumnya serta menyeru mereka ke jalan petunjuk dan jalan yang lurus.
Untuk itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang. (Nun: 5) Yakni aku tiada hentinya menyeru mereka siang dan malam karena menjalankan perintah-Mu dan mencari pahala ketaatan kepada-Mu. maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran). (Nuh: 6) Yaitu setiap kali aku seru mereka untuk mendekati perkara yang hak, maka mereka makin lari darinya dan makin jauh menyimpang darinya. Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mangampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (ke mukanya). (Nuh: 7) Yakni mereka menutupi telinganya agar tidak dapat mendengar seruan yang aku tujukan kepada mereka.
Seperti halnya yang dilakukan oleh orang-orang kafir Quraisy, yang disebutkan oleh firman-Nya: Dan orang-orang yang kafir berkata, "Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan Al-Qur'an ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan (mereka)." (Fushshilat: 26) Adapun firman Allah Swt: dan menutupkan bajunya (ke mukanya). (Nuh: 7) Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa mereka menyembunyikan jati dirinya agar Nuh tidak mengenal mereka. Sa'id ibnu Jubair dan As-Suddi mengatakan bahwa mereka menutupi kepalanya agar tidak dapat mendengar apa yang dikatakan oleh Nuh.
dan mereka tetap (mengingkari). (Nuh: 7) Yakni mereka terus-menerus dalam kemusyrikan dan kekafirannya yang berat lagi sangat parah. dan menyombongkan diri dengan sangat. (Nuh: 7) Mereka menolak, tidak mau mengikuti perkara yang hak dan tidak mau tunduk kepadanya. Kemudian sesungguhnya aku telah menyeru mereka (kepada iman) dengan cara terang-terangan. (Nuh: 8) Maksudnya, dengan terang-terangan di kalangan mereka tanpa tedeng aling-aling. kemudian sesungguhnya aku (menyeru) mereka (lagi) secara terbuka. (Nuh: 9) Yaitu dengan pembicaraan yang jelas dan suara yang keras. dan dengan diam-diam, (Nuh: 9) antara aku dan mereka saja. Nuh dalam seruannya memakai cara yang beragam dengan maksud agar seruannya lebih berkesan pada mereka.
maka aku berkata (kepada mereka), "Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. (Nuh: 10) Yakni kembalilah kamu ke jalan-Nya dan tinggalkanlah apa yang kamu biasa lakukan itu dan bertobatlah kamu kepadanya dari dekat. Karena sesungguhnya barang siapa yang bertobat kepada-Nya, niscaya Dia menerima tobatnya, sekalipun dosa-dosanya besar dalam kekafiran dan kemusyrikannya. Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya: maka aku berkata (kepada mereka),' Mohonlah ampunan kepada Tuhan-mu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu. (Nuh: 10-11) Maksudnya, terus-menerus; karena itulah maka disunatkan membaca surat ini dalam shalat istisqa (memohon hujan) mengingat maknanya sangat relevan dengannya.
Hal yang sama telah dilakukan oleh Amirul Muminin Umar ibnul Khattab , bahwa dia menaiki mimbar untuk memanjatkan doa istisqa, maka tiada yang dibacanya selain dari istigfar dan membaca beberapa ayat dalam istigfarnya yang antara lain adalah ayat ini: maka aku berkata (kepada mereka),' 'Mohonlah ampunan kepada Tuhan-mu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu." (Nuh: 10-11) Kemudian Umar berkata, "Sesungguhnya aku telah menunggu-nunggu datangnya hujan melalui bintang-bintang yang merupakan pertanda akan datangnya hujan." Ibnu Abbas dan lain-lainnya mengatakan bahwa datanglah awan secara beriringan, sebagian darinya berurutan dengan sebagian yang lainnya.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. (Nuh: 12) Semuanya itu dengan syarat apabila kamu bertobat kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya serta taat kepada-Nya, maka Dia akan memperbanyak rezeki kalian dan menyirami kalian dengan keberkahan dari langit dan menumbuhkan bagi kalian keberkatan bumi sehingga bumi menjadi subur menumbuhkan tetanamannya, dan menyuburkan bagi kalian air susu ternak kalian dan memberimu banyak harta dan anak-anak dan menjadikan bagi kalian kebun-kebun yang di dalamnya terdapat berbagai macam buah-buahan dan di tengah-tengah (celah-celah)nya dibelahkan bagi kalian sungai-sungai yang mengalir.
Ini merupakan seruan dengan memakai metode targib. Kemudian beralih dengan cara tarhib dalam seruannya kepada mereka. Untuk itu Nuh berkata: Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah? (Nuh: 13) Yakni kebesaran-Nya, menurut Ibnu Abbas, Mujahid, dan Adh-Dhahhak. Ibnu Abbas mengatakan bahwa kalian tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang sebenar-benarnya. Dengan kata lain, mengapa kamu tidak takut kepada pembalasan dan azab-Nya.
Padahal Dia sesungguhnya telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan kejadian? (Nuh: 14) Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah dari nutfah, kemudian menjadi 'alaqah, kemudian menjadi segumpal daging. Demikianlah menurut apa yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, Ikrimah, Qatadah, Yahya ibnu Rafi', As-Suddi, dan Ibnu Zaid. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat? (Nuh: 15) Yakni berlapis-lapis satu lapis di atas lapis yang lainnya bersusun-susun.
Akan tetapi, apakah hal ini termasuk di antara perkara yang hanya dapat didengar saja (metafisika)? Ataukah termasuk di antara perkara yang dapat dijangkau oleh indra melalui penyelidikan dan penemuan ilmiah (fisika)? Karena sesungguhnya tujuh bintang yang beredar satu sama lainnya saling menutupi yang lainnya. Yang paling dekat dengan kita adalah bulan yang berada di langit terdekat, ia menutupi bintang lainnya yang ada di atasnya, dan pada lapis yang kedua terdapat bintang 'Utarid, dan pada lapis yang ketiga terdapat Zahrah (Venus).
Sedangkan matahari terdapat pada lapis yang keempat. Mars pada lapis yang kelima, Musytari pada lapis yang keenam, dan Zuhal pada lapis yang ketujuh. Adapun bintang-bintang lainnya yaitu bintang-bintang yang tetap (tidak beredar), maka semuanya berada di lapis yang kedelapan; mereka menamakannya falak bintang-bintang yang menetap. Dan para ahli falak yang berilmu syariat menamakannya dengan istilah Al-Kursi. Dan falak yang kesembilan dinamakan Al-Atlas dan juga Al-Asir, yang menurut ahli ilmu falak pergerakannya kebalikan dari peredaran semua falak yang ada.
Yaitu peredarannya dimulai dari barat menuju ke timur, sedangkan semua falak kebalikannya yaitu dari arah timur ke arah barat, dan bersamaan dengannya beredar pula semua bintang mengikutinya. Akan tetapi, bintang-bintang yang beredar mempunyai pergerakan yang berbeda dengan semua falaknya, karena sesungguhnya bintang-bintang tersebut beredar dari arah barat menuju ke arah timur. Masing-masing darinya menempuh falaknya menurut kecepatannya.
Bulan menempuh garis edarnya setiap bulannya sekali, dan matahari menempuh garis edarnya setiap tahunnya sekali, dan Zuhal baru dapat menempuhnya selama tigapuluh tahun sekali. Demikian itu berdasarkan luas falak masing-masing, sekalipun gerakan semuanya dalam hal kecepatannya berimbang. Demikianlah kesimpulan dari apa yang dikatakan oleh ahli ilmu falak dalam bab ini dengan adanya perbedaan pendapat di kalangan mereka mengenai berbagai masalah yang cukup banyak, tetapi bukan termasuk ke dalam pembahasan kita sekarang ini.
Tujuan kita hanyalah untuk menjelaskan bahwa Allah Swt: telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat? Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita. (Nuh: 15-16) Yaitu Allah subhanahu wa ta’ala membedakan cahaya keduanya, dan menjadikan masing-masing dari keduanya sebagai tanda untuk mengetahui malam dan siang hari melalui terbit dan tenggelamnya matahari. Allah telah menetapkan pula garis-garis edar dan manzilah-manzilah bagi bulan serta mengubah-ubah cahayanya. Adakalanya cahayanya bertambah hingga sempurna, kemudian menurun (berkurang) hingga lenyap tersembunyi; hal ini untuk mengetahui perjalanan bulan dan tahun, sebagaimana yang disebutkan di dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu).
Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. (Yunus: 5) Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan Allah menciptakan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya. (Nuh: 17) Nabatan adalah isim masdar, dan mendatangkannya di tempat ini merupakan ungkapan yang sangat indah. kemudian Dia mengembalikan kamu ke dalam tanah. (Nuli: 18) Yakni apabila kalian mati. dan mengeluarkan kamu dengan sebenar-benarnya. (Nuh: 18) Maksudnya, di hari kiamat Dia akan mengembalikan kamu hidup kembali daripadanya, sebagaimana Dia menciptakan kamu pada yang pertama kali.
Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan. (Nuh: 19) Allah telah menggelarkannya dan menjadikannya layak untuk dihuni, dan menetapkan serta mengokohkannya dengan gunung-gunung yang-besar lagi tinggi menjulang ke langit. supaya kamu menempuh jalan-jalan yang luas di bumi itu. (Nuh: 20) Yakni Allah telah menciptakan bumi untuk tempat menetap kalian, dan kalian dapat melakukan perjalanan padanya ke mana pun yang kalian kehendaki dari kawasan dan daerah-daerahnya.
Semuanya itu termasuk di antara apa yang diingatkan oleh Nuh terhadap kaumnya, untuk menunjukkan kepada mereka kekuasaan Allah dan kebesaran-Nya melalui penciptaan-Nya terhadap langit, bumi, dan semua nikmat yang dirasakan oleh mereka berupa berbagai manfaat, baik yang berasal dari langit maupun yang berasal dari bumi. Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Memberi rezeki. Dia telah menjadikan langit sebagai atap dan bumi sebagai hamparan dan melimpahkan kepada makhluk-Nya rezeki-rezeki-Nya.
Maka Dialah Tuhan Yang wajib disembah dan diesakan dan tidak boleh dipersekutukan dengan siapa pun. Karena sesungguhnya Allah itu tiada tandingan, tiada lawan, dan tiada yang sepadan dengan-Nya, tidak beranak, tidak mempunyai pembantu, tidak mempunyai penasihat, bahkan Dia Mahatinggi lagi Mahabesar."
13-14. Nabi Nuh menasihati kaumnya seperti dijelaskan di atas dan beliau melanjutkan nasihatnya. Mengapa kamu tidak mengagungkan Allah dengan sebenarnya dan tidak takut akan kebesaran Allah' Dan sungguh, Dia telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan kejadian dan pertumbuhan yaitu dari nutfah, segumpal daging, kemudian menjadi janin dan bentuk yang sempurna sebagai manusia. 15-16. Setelah ajakan kepada manusia untukmemperhatikan dirinya, ayat ini melanjutkan untuk memperhatikan alam raya. Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit yang indah serta berlapis-lapis' Dan di sana di langit yang indah itu Dia menciptakan bulan yang bercahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita yang cemerlang'.
Nabi Nuh mengingatkan lagi kebesaran dan kekuasaan Allah yang terdapat di dalam diri mereka, yaitu bahwa mereka diciptakan-Nya secara bertahap. Dari setetes air mani, kemudian menjadi zigot, darah, seberkas lempeng daging dan tulang, janin, dan kemudian dilahirkan. Dari bayi yang tidak tahu suatu apa pun, mereka menjadi manusia dewasa, berketurunan, dan akhirnya meninggal dunia. Berdasarkan kekuasaan Allah itu, mereka seharusnya beriman kepada-Nya.
Tahap-tahap kejadian manusia yang menunjukkan kekuasaan Allah itu dinyatakan pula dalam ayat-ayat lain:
Dialah yang menciptakanmu dari tanah, kemudian dari setetes mani, lalu dari segumpal darah, kemudian kamu dilahirkan sebagai seorang anak, kemudian dibiarkan kamu sampai dewasa, lalu menjadi tua. Tetapi di antara kamu ada yang dimatikan sebelum itu. (Kami perbuat demikian) agar kamu sampai kepada kurun waktu yang ditentukan, agar kamu mengerti. (al-Mu'min/40: 67)
Dalam ayat lain, Allah berfirman:
Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami menjadikannya air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian, air mani itu Kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang melekat itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian, Kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Mahasuci Allah, Pencipta yang paling baik. (al-Mu'minun/23: 12-14)
Secara ilmiah, tahapan penciptaan manusia itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Tingkat sari pati tanah, ketika manusia belum bisa disebut sebagai apa-apa. Mohon dilihat kembali penjelasan tentang "sari pati tanah pada telaah ilmiah Surah al-hijr/15 ayat 26, 28, dan 33.
2. Tingkat nuthfah. Ketika semua sari pati tanah, masuk ke dalam tubuh kita, kemudian digunakan oleh tubuh sebagai 'starting materials dalam proses metabolisme pembentukan nuthfah di dalam sel-sel reproduksi. Nuthfah diterjemahkan sebagai air mani atau setetes mani. Pengertian harfiahnya adalah tetes atau bagian kecil dari fluida (cairan kental, konsentrat). Dalam dunia sains, merupakan konsentrasi fluida yang mengandung sperma. Disebut pula sebagai nuthfatun amsyaj atau setetes mani yang bercampur. Ini mengandung arti percampuran dua nuthfah atau benih, yaitu dari pihak laki-laki (sperma) dan dari pihak wanita (sel telur, ovarium). Dalam Surah al-Insan/76:2, tampak sekali bahwa hanya satu tetes mani (satu sperma) yang bercampur (membuahi) ovarium. Ini sangat bersesuaian dengan ilmu embryology. Nuthfah disebut pula sebagai air yang hina (ma'in mahin, al-Mursalat/77: 20) atau air yang terpancar (ma'in dafiq, ath-thariq/86: 6). Yang pertama, menyiratkan tentang hakikat keluarnya air mani melalui alat genetalia, yang kesehariannya untuk membuang kotoran (urine). Yang terakhir ini menunjukkan proses masuknya nutfah (sperma) ke dalam rahim.
3. Tingkat 'alaqah. 'Alaqah merupakan bentuk perkembangan pra-embrionik, yang terjadi setelah percampuran sel mani (sperma) dan sel telur. Moore dan Azzindani (1982) menjelaskan bahwa 'alaqah dalam Bahasa Arab berarti lintah (leech) atau suatu suspensi (suspended thing) atau segumpal darah (a clot of blood). Lintah merupakan binatang tingkat rendah, berbentuk seperti buah pir, dan hidup dengan cara menghisap darah. Jadi 'alaqah merupakan tingkatan (stadium) embrionik, yang berbentuk seperti buah pir, di mana sistem kardiovaskuler (sistem pembuluh-jantung) sudah mulai tampak, dan hidupnya tergantung dari darah ibunya, mirip dengan lintah. 'Alaqah terbentuk sekitar 24-25 hari sejak pembuahan. Jika jaringan pra-embrionik 'alaqah ini diambil keluar (digugurkan), memang tampak seperti segumpal darah (a blood clot like).
4. Tingkat Mudhgah. 'Alaqah yang terbentuk sekitar 24-25 hari setelah pembuahan, kemudian berkembang menjadi mudhgah pada hari ke 26-27, dan berakhir sebelum hari ke-42. Cepatnya perubahan dari 'alaqah ke mudhgah terlihat dalam penggunaan kata fa pada surah 23:14. Dalam bahasa Arab kata fa menunjukkan rangkaian perubahan yang cepat. Secara umum, mudhgah diterjemahkan sebagai 'segumpal daging. Mudhgah merupakan tingkatan embrionik yang berbentuk seperti 'kunyahan permen karet, yang menunjukkan permukaan yang tidak teratur. Mudhgah atau 'segumpal daging terdiri dari sel-sel atau jaringan-jaringan yang telah mengalami diferensiasi maupun yang belum mengalami diferensiasi. sebagaimana dapat dilihat pada penjelasan pada Surah al-hajj/22: 5 di atas oleh Moore dan Azzadani. Pada ayat 5, surah al-hajj/22, dijelaskan: "....,kemudian dari segumpal daging (mudhgah) yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim,..." Moore dan Azzindani (1982), menerjemahkan dengan kalimat "....,kemudian dari segumpal daging (mudhgah) yang telah terdiferensiasi dan yang belum terdiferensiasi, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim,..." . Memang hakikat dari mudhgah, terdiri dari sel-sel atau jaringan/organ yang telah mengalami diferensiasi maupun yang belum.
5. Tingkat pembentukkan tulang. Setelah tingkat mudhgah inilah, mulai dibentuk tulang. Ini sangat bersesuaian sekali dengan embryology modern dewasa ini.
6. Tingkat pembungkusan tulang oleh daging, Janin mulai terbentuk.
7. Tingkat bayi dalam kandungan, merupakan perkembangan lanjutan dari Tingkat ke-6 di atas. Kemudian dilanjutkan dengan penyempurnaan pembentukan manusia. Wallahu a'lam bi as-sawab
Demikianlah perjalanan hidup manusia yang menunjukkan bahwa kejadian manusia itu melalui proses yang rumit dan rentan. Oleh karena itu, terwujudnya mereka di alam ini hendaknya disyukuri dengan beriman kepada Allah.
.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Setelah ayat-ayat yang terlebih dahulu menguraikan keluhan Nabi Nuh kepada Allah tentang usahanya melakukan dakwah kepada kaumnya itu, maka ayat-ayat yang seterusnya ini ialah menggambarkan seruan langsung beliau terhadap kaum itu.
Ayat 13
“Mengapa tidak kamu harapkan dani Allah kebesaran-Nya?"
Kalau kamu orang yang berakal budi, niscaya akan kamu ingatlah betapa kebesaran Ilahi dan kekayaan-Nya. Dia telah menjadikan, asalkan saja kamu benar-benar memohon ampun dan karunia langit akan terbuka, hujan akan turun, bumi akan subur, harta benda kekayaan akan melimpah ruah, anak-cucu akan berkembang biak, sawah ladang dan kebun-kebun akan memberi hasil, apatah lagi sungai- sungai akan mengalir dengan teratur. Sebab iman hamba Allah itu sangat bertali dengan rahmat yang akan Dia turunkan. Sudah begitu ketentuannya mengapa tidak juga kamu mau mendekati Allah dan mengakui kebesaran-Nya?
Ayat 14
“Padahal Dia telah menciptakan kamu melalui beberapa tingkatan?"
Yaitu karena pertemuan dan gabungan di antara dua tetes mani, mani si laki-laki dengan mani si perempuan di dalam rahim perempuan itu, yaitu ibumu, maka kamu pun naik kepada tingkat kedua menjadi nuthfah (segumpal air), setelah itu naik ke tingkat ketiga menjadi alaqah (segumpal darah), setelah itu naik ke tingkat empat, yaitu mudhghah, segumpal daging berangsur keras sampai menjelma menjadi tulang dan tulang itulah kelaknya yang dibungkus secara berangsur pula oleh daging. Berangsur bernapas, bergerak dan setelah sempurna tingkat yang dilalui, telah berkaki bertangan, berkepala dan berjari, lahirlah kamu ke dunia. Alangkah hebat dan rumitnya tingkat yang kamu lalui itu.
Kemudian setelah selesai kamu menekur memerhatikan tingkat, yang dilalui oleh dirimu, menengadahlah ke atas ruang angkasa.
Ayat 15
“Apakah tidak kamu perhatikan betapa Allah telah menciptakan tujuh langit bersusun-susun?`
Kalau kiranya telah kamu perhatikan betapa ajaib dan betapa penuh kekayaan dan kebesaran Ilahi dalam menciptakan manusia melalui tingkat-tingkatan dalam rahim ibu, maka Dia yang menciptakan insan itu jualah yang menjadikan langit tujuh bersusun. Entah berapa lagi ke atasnya tidaklah kita tahu. Selalu manusia dengan segala akal dan dalihnya hendak mengetahui rahasia langit yang tujuh tingkat itu, namun dalam menyelidik bintang-bintang yang berkerlap-kerlipan di bawah kolong langit itu, tenaga manusia telah habis dan usianya bersisa hanya sedikit, lalu mati. Rahasia itu belum juga terbuka. Allah mengatakan tujuh susunan langit. Kita percaya dengan tidak ada keraguan lagi tentang susunan yang tujuh itu, namun yang mana dia, apakah langit yang kita tengadah sekarang ini baru susunan langit paling dekat dan ada lagi, bahkan ada lagi, dan jauh-jauh jaraknya di antara tingkat pertama dengan tingkat kedua, sampai ke atasnya, Allah-lah Yang Mahatahu dan semuanya adalah di bawah Maha Kekuasaan dan Maha Keperkasaan Ilahi.
Ayat 16
“Dan Dia jadikan bulan, pada semuanya itu bercahaya dan matahari sebagai pelita."
Menurut keterangan ahli-ahli, bulan itu sendiri tidaklah memancarkan cahaya sendirian. Bulan itu pada asalnya adalah gelap. Oleh karena pantulan sinar matahari barulah bulan tampak seakan-akan memantulkan cahaya. Laksana rumah beratap seng di tepi bukit yang jauh kelihatan di tengah hari me-mancarkan sinar. Padahal itu bukan sinar atap rumah itu melainkan sinar matahari yang memantul kepadanya. Begitulah kononnya bulan.
Al-Qur'an bukanlah kitab ilmu alam hasil penyelidikan manusia, melainkan wahyu menyuruh manusia memerhatikan alam keliling untuk menambah keyakinan dan imannya kepada Allah, maka dalam ayat ini tidaklah diterangkan secara terperinci bahwa bulan itu tidaklah memancarkan cahaya sendiri, melainkan mengeluarkan seperti kilatan dan pantulan cahaya matahari. Dikatakan dalam ayat ini bahwa bulan itu bercahaya pada semulanya, yaitu semua langit, yaitu cahaya matahari yang memantul ke atas permukaannya.
Setelah Allah menerangkan langit yang tujuh susun, difirmankan-Nya pula bahwa bulan bercahaya hinna, artinya pada semuanya. Pada semua langit yang tujuh susun itu. Ungkapan ini pun mengambii kesadaran dan perhatian dari manusia yang menengadah langit. Mereka tidaklah melihat dan menyaksikan langit tujuh susun. Manusia hanya melihat atau menengadah ke atas, dilihatnya langit hijau karena jauh dan tidak kelihatan di mana ujung penglihatan. Yang kelihatan oleh manusia hanyalah bahwa apabila hari terang bulan seluruh langit yang kelihatan olehnya terpengaruh juga oleh cahaya bulan itu. Bintang-bintang tidak semua kelihatan. Sebab cahayanya telah dipudarkan oleh cahaya bulan, sehingga seakan-akan seluruh langitlah yang diliputi oleh keindahan dan kemesraan cahaya bulan.
Kemudian apakah maksudnya “Matahari sebagai pelita?" Bukankah cahaya pelita tidak seterang cahaya bulan? Padahal dikatakan bahwa cahaya bulan adalah pantulan cahaya matahari?
Yang dimaksud dengan matahari sebagai pelita, bukan dari segi cahayanya. Melainkan dari segi dirinya sendiri. Bukankah pelita memancarkan sinar dari dalam dirinya sendiri, karena minyak yang diisikan ke dalamnya? Apabila habis minyak, cahaya itu hilang. Selama minyak masih ada, cahayanya pun masih keluar. Demikianlah matahari, sinar atau cahayanya datang dari dalam dirinya, sebab zat pembakar yang ada dalam tubuh matahari itu tidak kering-kering, tidak habis- habis dan tidak didatangkan dari luar. Sungguh matahari adalah salah satu di antara beribu- ribu keajaiban ketentuan Ilahi yang sangat menakjubkan manusia yang suka berpikir.
Ayat 17
“Dan Allah telah menumbuhkan kamu dari bumi sebenar-benar tumbuh."
Inilah susun kata yang elok sekali dari Allah mengisyaratkan asal usul kejadian manusia dari tanah.
Cobalah renungkan. Kalau kita katakan bahwa kita manusia berasal dari mani, bukankah mani itu saringan dari darah? Bukankah darah itu saringan dari makanan? Bukankah makanan yang kita makan itu seluruhnya adalah hasil dari muka bumi? Baik tumbuh-tumbuhannya, ataupun buah-buahan, ataupun daging, ataupun ikan di laut, ataupun daging burung yang terbang di udara? Dari mana itu semua kalau bukan dari bumi? Maka jelaslah bahwa seluruh bagian diri kita ini adalah tumbuh dari bumi? Cobalah pikirkan baik-baik, adakah pangkal hidup manusia yang didatangkan dari luar bumi? Tidak ada!
Di muka bumi itu sejak dari lahir ke dunia sampai pandai berjalan, dewasa dan sampai mati, kita hidup dari hasil bumi, tegasnya kita tumbuh di bumi. Tumbuh sebenar tumbuh, tumbuh sempurna tumbuh.
Ayat 18
“Kemudian itu akan dikembalikan-Nya kamu ke dalamnya."
Yaitu jika sampai ajal kita pun mati. Dikembalikanlah badan yang telah jadi mayat itu ke dalam bumi. Walaupun mati dan dilemparkan ke laut, namun laut itu pun bumi juga. Atau mati terbakar jadi abu, abu itu pun sudah nyata jadi bumi kembali.
“Dan Dia akan keluarkan kamu sebenarnya keluan."
Ujung ayat ini sudah termasuk ke dalam hal-ihwal yang wajib kita percayai. Artinya bahwa dari dalam bumi itu akan dibangkitkan kita kembali, akan dihidupkan kembali di dalam satu alam yang telah bertukar bentuknya dan hidup yang sudah berlain coraknya.
Ayat 19
“Dan Allah telah menjadikan bagi kamu bumi ini sebagai hamparan."
Laksana bumi itu dihamparkan tempat kita hidup, tempat kita mencari rezeki dan disediakan segala perlengkapan hidup: makanan, minuman, pakaian, kediaman. Batu dan bata, pekayuan untuk rumah tangga, besi untuk pasak tiang, belatuh, beliung, pepatil, pahat, gergaji dan ketam. Cangkul dan sekap dan lain-lain. Semuanya perlengkapan dari bumi yang telah dihamparkan itu. Digenangkan laut untuk dilayari, dipancangkan gunung untuk pasak bumi, dialirkan sungai untuk persediaan bersawah berladang.
“Dan Kami jadikan untuk kamu apa yang di atas bumi ini semuanya." Asal pandai mempergunakan saja.
Ayat 20
“Supaya kamu lalui daripadanya jalan-jalan yang jauh-jauh."
Di muka bumi yang terbentang dan terhampar itu manusia membuat jalan, untuk berhubungan di antara satu daerah dengan daerah yang lain. Gunung menghambat, gunung pun didaki. Lurah membentang, lurah pun diterjuni. Sungai mengalir, sungai pun dilayari, sehingga sampai jalan yang jauh-jauh, padang sahara yang luas-luas, rimba belukar yang lebat-lebat. Akal kecerdikan manusia menyebabkan semua dapat ditembus.