Ayat
Terjemahan Per Kata
فَقُلۡتُ
maka aku katakan
ٱسۡتَغۡفِرُواْ
mohonlah ampun
رَبَّكُمۡ
Tuhan kalian
إِنَّهُۥ
sesungguhnya Dia
كَانَ
adalah dia
غَفَّارٗا
Maha Pengampun
فَقُلۡتُ
maka aku katakan
ٱسۡتَغۡفِرُواْ
mohonlah ampun
رَبَّكُمۡ
Tuhan kalian
إِنَّهُۥ
sesungguhnya Dia
كَانَ
adalah dia
غَفَّارٗا
Maha Pengampun
Terjemahan
Lalu, aku berkata (kepada mereka), “Mohonlah ampun kepada Tuhanmu. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun.
Tafsir
(Maka aku katakan, "Mohonlah ampun kepada Rabb kalian) dari kemusyrikan kalian (sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun.").
Tafsir Surat Nuh: 5-20
Nuh berkata, Ya Tuhanku, Sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang, maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran). Dan Sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka. mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (ke mukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat. Kemudian Sesungguhnya aku telah menyeru mereka (kepada iman) dengan cara terang-terangan, kemudian Sesungguhnya aku (menyeru) mereka (lagi) secara terbuka dan dengan diam-diam, maka aku berkata (kepada mereka), 'Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu,' sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu, dan memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.
Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah? Padahal Dia sesungguhnya telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan kejadian. Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat? Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita. Dan Allah menciptakan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya, kemudian Dia mengembalikan kamu ke dalam tanah dan mengeluarkan kamu (darinya pada hari kiamat) dengan sebenar-benarnya.
Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan, supaya kamu menempuh jalan-jalan yang luas di bumi itu. Allah subhanahu wa ta’ala menceritakan perihal hamba dan Rasul-Nya Nuh a.s., bahwa dia mengadu kepada Tuhannya apa yang ia jumpai pada kaumnya dan kesabarannya dalam menghadapi mereka dalam masa yang cukup panjang, yaitu seribu tahun kurang lima puluh tahun; yang selama itu dia menerangkan dan menjelaskan kepada kaumnya serta menyeru mereka ke jalan petunjuk dan jalan yang lurus.
Untuk itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang. (Nun: 5) Yakni aku tiada hentinya menyeru mereka siang dan malam karena menjalankan perintah-Mu dan mencari pahala ketaatan kepada-Mu. maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran). (Nuh: 6) Yaitu setiap kali aku seru mereka untuk mendekati perkara yang hak, maka mereka makin lari darinya dan makin jauh menyimpang darinya. Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mangampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (ke mukanya). (Nuh: 7) Yakni mereka menutupi telinganya agar tidak dapat mendengar seruan yang aku tujukan kepada mereka.
Seperti halnya yang dilakukan oleh orang-orang kafir Quraisy, yang disebutkan oleh firman-Nya: Dan orang-orang yang kafir berkata, "Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan Al-Qur'an ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan (mereka)." (Fushshilat: 26) Adapun firman Allah Swt: dan menutupkan bajunya (ke mukanya). (Nuh: 7) Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa mereka menyembunyikan jati dirinya agar Nuh tidak mengenal mereka. Sa'id ibnu Jubair dan As-Suddi mengatakan bahwa mereka menutupi kepalanya agar tidak dapat mendengar apa yang dikatakan oleh Nuh.
dan mereka tetap (mengingkari). (Nuh: 7) Yakni mereka terus-menerus dalam kemusyrikan dan kekafirannya yang berat lagi sangat parah. dan menyombongkan diri dengan sangat. (Nuh: 7) Mereka menolak, tidak mau mengikuti perkara yang hak dan tidak mau tunduk kepadanya. Kemudian sesungguhnya aku telah menyeru mereka (kepada iman) dengan cara terang-terangan. (Nuh: 8) Maksudnya, dengan terang-terangan di kalangan mereka tanpa tedeng aling-aling. kemudian sesungguhnya aku (menyeru) mereka (lagi) secara terbuka. (Nuh: 9) Yaitu dengan pembicaraan yang jelas dan suara yang keras. dan dengan diam-diam, (Nuh: 9) antara aku dan mereka saja. Nuh dalam seruannya memakai cara yang beragam dengan maksud agar seruannya lebih berkesan pada mereka.
maka aku berkata (kepada mereka), "Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. (Nuh: 10) Yakni kembalilah kamu ke jalan-Nya dan tinggalkanlah apa yang kamu biasa lakukan itu dan bertobatlah kamu kepadanya dari dekat. Karena sesungguhnya barang siapa yang bertobat kepada-Nya, niscaya Dia menerima tobatnya, sekalipun dosa-dosanya besar dalam kekafiran dan kemusyrikannya. Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya: maka aku berkata (kepada mereka),' Mohonlah ampunan kepada Tuhan-mu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu. (Nuh: 10-11) Maksudnya, terus-menerus; karena itulah maka disunatkan membaca surat ini dalam shalat istisqa (memohon hujan) mengingat maknanya sangat relevan dengannya.
Hal yang sama telah dilakukan oleh Amirul Muminin Umar ibnul Khattab , bahwa dia menaiki mimbar untuk memanjatkan doa istisqa, maka tiada yang dibacanya selain dari istigfar dan membaca beberapa ayat dalam istigfarnya yang antara lain adalah ayat ini: maka aku berkata (kepada mereka),' 'Mohonlah ampunan kepada Tuhan-mu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu." (Nuh: 10-11) Kemudian Umar berkata, "Sesungguhnya aku telah menunggu-nunggu datangnya hujan melalui bintang-bintang yang merupakan pertanda akan datangnya hujan." Ibnu Abbas dan lain-lainnya mengatakan bahwa datanglah awan secara beriringan, sebagian darinya berurutan dengan sebagian yang lainnya.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. (Nuh: 12) Semuanya itu dengan syarat apabila kamu bertobat kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya serta taat kepada-Nya, maka Dia akan memperbanyak rezeki kalian dan menyirami kalian dengan keberkahan dari langit dan menumbuhkan bagi kalian keberkatan bumi sehingga bumi menjadi subur menumbuhkan tetanamannya, dan menyuburkan bagi kalian air susu ternak kalian dan memberimu banyak harta dan anak-anak dan menjadikan bagi kalian kebun-kebun yang di dalamnya terdapat berbagai macam buah-buahan dan di tengah-tengah (celah-celah)nya dibelahkan bagi kalian sungai-sungai yang mengalir.
Ini merupakan seruan dengan memakai metode targib. Kemudian beralih dengan cara tarhib dalam seruannya kepada mereka. Untuk itu Nuh berkata: Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah? (Nuh: 13) Yakni kebesaran-Nya, menurut Ibnu Abbas, Mujahid, dan Adh-Dhahhak. Ibnu Abbas mengatakan bahwa kalian tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang sebenar-benarnya. Dengan kata lain, mengapa kamu tidak takut kepada pembalasan dan azab-Nya.
Padahal Dia sesungguhnya telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan kejadian? (Nuh: 14) Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah dari nutfah, kemudian menjadi 'alaqah, kemudian menjadi segumpal daging. Demikianlah menurut apa yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, Ikrimah, Qatadah, Yahya ibnu Rafi', As-Suddi, dan Ibnu Zaid. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat? (Nuh: 15) Yakni berlapis-lapis satu lapis di atas lapis yang lainnya bersusun-susun.
Akan tetapi, apakah hal ini termasuk di antara perkara yang hanya dapat didengar saja (metafisika)? Ataukah termasuk di antara perkara yang dapat dijangkau oleh indra melalui penyelidikan dan penemuan ilmiah (fisika)? Karena sesungguhnya tujuh bintang yang beredar satu sama lainnya saling menutupi yang lainnya. Yang paling dekat dengan kita adalah bulan yang berada di langit terdekat, ia menutupi bintang lainnya yang ada di atasnya, dan pada lapis yang kedua terdapat bintang 'Utarid, dan pada lapis yang ketiga terdapat Zahrah (Venus).
Sedangkan matahari terdapat pada lapis yang keempat. Mars pada lapis yang kelima, Musytari pada lapis yang keenam, dan Zuhal pada lapis yang ketujuh. Adapun bintang-bintang lainnya yaitu bintang-bintang yang tetap (tidak beredar), maka semuanya berada di lapis yang kedelapan; mereka menamakannya falak bintang-bintang yang menetap. Dan para ahli falak yang berilmu syariat menamakannya dengan istilah Al-Kursi. Dan falak yang kesembilan dinamakan Al-Atlas dan juga Al-Asir, yang menurut ahli ilmu falak pergerakannya kebalikan dari peredaran semua falak yang ada.
Yaitu peredarannya dimulai dari barat menuju ke timur, sedangkan semua falak kebalikannya yaitu dari arah timur ke arah barat, dan bersamaan dengannya beredar pula semua bintang mengikutinya. Akan tetapi, bintang-bintang yang beredar mempunyai pergerakan yang berbeda dengan semua falaknya, karena sesungguhnya bintang-bintang tersebut beredar dari arah barat menuju ke arah timur. Masing-masing darinya menempuh falaknya menurut kecepatannya.
Bulan menempuh garis edarnya setiap bulannya sekali, dan matahari menempuh garis edarnya setiap tahunnya sekali, dan Zuhal baru dapat menempuhnya selama tigapuluh tahun sekali. Demikian itu berdasarkan luas falak masing-masing, sekalipun gerakan semuanya dalam hal kecepatannya berimbang. Demikianlah kesimpulan dari apa yang dikatakan oleh ahli ilmu falak dalam bab ini dengan adanya perbedaan pendapat di kalangan mereka mengenai berbagai masalah yang cukup banyak, tetapi bukan termasuk ke dalam pembahasan kita sekarang ini.
Tujuan kita hanyalah untuk menjelaskan bahwa Allah Swt: telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat? Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita. (Nuh: 15-16) Yaitu Allah subhanahu wa ta’ala membedakan cahaya keduanya, dan menjadikan masing-masing dari keduanya sebagai tanda untuk mengetahui malam dan siang hari melalui terbit dan tenggelamnya matahari. Allah telah menetapkan pula garis-garis edar dan manzilah-manzilah bagi bulan serta mengubah-ubah cahayanya. Adakalanya cahayanya bertambah hingga sempurna, kemudian menurun (berkurang) hingga lenyap tersembunyi; hal ini untuk mengetahui perjalanan bulan dan tahun, sebagaimana yang disebutkan di dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu).
Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. (Yunus: 5) Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan Allah menciptakan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya. (Nuh: 17) Nabatan adalah isim masdar, dan mendatangkannya di tempat ini merupakan ungkapan yang sangat indah. kemudian Dia mengembalikan kamu ke dalam tanah. (Nuli: 18) Yakni apabila kalian mati. dan mengeluarkan kamu dengan sebenar-benarnya. (Nuh: 18) Maksudnya, di hari kiamat Dia akan mengembalikan kamu hidup kembali daripadanya, sebagaimana Dia menciptakan kamu pada yang pertama kali.
Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan. (Nuh: 19) Allah telah menggelarkannya dan menjadikannya layak untuk dihuni, dan menetapkan serta mengokohkannya dengan gunung-gunung yang-besar lagi tinggi menjulang ke langit. supaya kamu menempuh jalan-jalan yang luas di bumi itu. (Nuh: 20) Yakni Allah telah menciptakan bumi untuk tempat menetap kalian, dan kalian dapat melakukan perjalanan padanya ke mana pun yang kalian kehendaki dari kawasan dan daerah-daerahnya.
Semuanya itu termasuk di antara apa yang diingatkan oleh Nuh terhadap kaumnya, untuk menunjukkan kepada mereka kekuasaan Allah dan kebesaran-Nya melalui penciptaan-Nya terhadap langit, bumi, dan semua nikmat yang dirasakan oleh mereka berupa berbagai manfaat, baik yang berasal dari langit maupun yang berasal dari bumi. Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Memberi rezeki. Dia telah menjadikan langit sebagai atap dan bumi sebagai hamparan dan melimpahkan kepada makhluk-Nya rezeki-rezeki-Nya.
Maka Dialah Tuhan Yang wajib disembah dan diesakan dan tidak boleh dipersekutukan dengan siapa pun. Karena sesungguhnya Allah itu tiada tandingan, tiada lawan, dan tiada yang sepadan dengan-Nya, tidak beranak, tidak mempunyai pembantu, tidak mempunyai penasihat, bahkan Dia Mahatinggi lagi Mahabesar."
Itu semua telah kulakukan maka aku pun berkata kepada mereka, 'Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu atas segala dosa terutama dosa syirik. Sungguh, Dia Maha Pengampun bagi siapa saja yang tulus memohon ampunan-Nya. "11-12. "Kalau kamu benar-benar memohon ampunan-Nya niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu, dan Dia memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan pula kebun-kebun untukmu yang dapat kamu nikmati keindahan dan buahnya dan mengadakan sungai-sungai untukmu guna mengairi kebun dan memberi minum ternakmu. '.
Nuh menyeru kaumnya agar memohon ampun kepada Allah atas dosa-dosa mereka menyembah berhala. Bila mereka memohon ampunan, maka Allah pasti akan mengabulkannya, karena Ia Maha Pengampun. Keimanan mereka akan menghapus dosa-dosa syirik yang telah mereka lakukan.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
KELUHAN NABI NUH KEPADA ALLAH
Ayat 5
“Dia berkala, “Ya Tuhanku! Sungguh telah aku setu kaumku itu malam dan siang."
Dalam ayat ini dan ayat-ayat yang selanjutnya Nabi Nuh telah menyampaikan keluhan kepada Allah. Dia telah bersusah payah melakukan tugas dakwah, atau seruan dan ajakan, menarik supaya kaumnya itu kembali kepada jalan yang benar. Dalam ayat ini telah dikatakannya bahwa dakwah itu telah dilakukannya malam dan siang, tidak berhenti, tidak pernah merasa bosan.
Ayat 6
“Maka tidaklah menambah seruanku itu kepada mereka, melainkan lari jua."
Malam telah aku temui mereka dan aku beri dakwah. Siang telah aku hubungi mereka dan aku sampaikan seruan. Namun mereka, jangankan mendekat, malahan mereka bertambah lari, bertambah menjauh.
Ayat 7
“Dan sesungguhnya aku, tiap-tiap aku seru mereka, agar Engkau ampuni mereka."
Maksud awal keluhan Nuh ini sejalan dengan ayat 4 di atas tadi. Yaitu apabila mereka sambut seruan yang disampaikan Rasul Allah, pastilah dosa-dosa mereka diampuni. Dakwah semacam inilah yang bernama basyiir, yaitu peringatan yang berisi berita gembira, sebagai timbalan dari nadziir, yaitu peringatan yang berisi ancaman. Kalau tidak diacuhkan seruan itu, hukuman beratlah yang akan diterima. Sebab itu maka Nabi Nuh menekan dalam permulaan dakwahnya, bahwa beliau menyeru kaumnya ialah agar beramai-ramai datang kepadanya mePyatakan percaya kepada Allah, beribadah dan bertakwa. Dengan demikian ampunan atas segala dosa akan dianugerahkan oleh Allah.
Tetapi bagaimana sambutan mereka?
Nabi Nuh melanjutkan keluhannya, “Mereka masukkanlah jari mereka ke dalam telinga mereka. “Artinya mereka tidak mau mendengarkan, tidak mau mengacuhkan dan tidak mau peduli, malahan mereka sumbat telinga tanda enggan. “Dan mereka perselubung kain mereka." Ini pun satu ungkapan yang menyatakan lebih lagi dari semata-mata menyumbat telinga, malahan ditambahi dengan berselubung kain. Karena dengan berselubung kain, seakan-akan menggambarkan bahwa mereka tidak mau melihat orang yang menyampaikan seruan dan tidak mau pula dilihat! Untuk mendekatkan ungkapan ini ke dalam pengertian kita ingatlah orang yang menutup muka karena dingin tidak dilihat orang. Misalnya orang yang buang air besar di dekat jalan raya. Ditutupnya mukanya karena dengan menutup muka itu dia merasa bahwa tidaklah ada orang yang melihatnya lagi!
“Dan mereka tetap bersikeras dan menyombong sebenar sombong."
Bersikeras dan menyombong sebenar sombong inilah puncak dan tiga tingkat kesombongan. Dalam ayat ini terbayanglah jiwa yang ditimpa oleh penyakit rasa rendah diri yang telah melonjak. Mau memegang teguh pendirian sendiri dan tidak mau menerima keterangan orang lain. Tidak mau lagi mempertimbangkan benar atau salahnya orang yang menyampaikan seruan (dakwah) itu. Dalam masyarakat kita sekarang banyak terdapat orang mempertahankan pendirian, dengan tidak mau bergaul dengan orang lain, menyombong dengan golongan sendiri. Kemudian melarang kawan-kawannya sendiri jangan mendekat kepada orang yang membawa seruan pembaharuan. Karena orang-orang amat pintar “ngomong", Kalau kamu tidak hati-hati, kamu akan tertarik kepadanya, karena dia mempunyai sihir atau hipnotisme yang dapat memengaruhi orang. Akhirnya mereka menyisihkan diri dan tidak mau mencampur kepada orang lain.
Ayat 8
“Kemudian itu, sungguh-sungguh telah aku sera mereka secara berterus terang."
Tidak ada tedeng aling-aling, yang mudharat dan yang manfaat, yang berbahagia dan yang berbahaya. Semua aku sampaikan dengan berterus terang.
Ayat 9
“Kemudian itu, sungguh-sungguh telah aku jelaskan secara tenang."
Tidak sembunyi-sembunyi, tidak berbisik- bisik, malahan di muka masyarakat ramai, di muka orang banyak, sehingga tidak sedikit pun ada yang sembunyi.
“Pun aku sampaikan secara diam-diam, sebenar-benar rahasia."
Artinya, sebagai seorang pendakwah yang besar dan berpengalaman Nabi Nuh telah me-lakukan tegas dengan berbagai macam cara. Ada dakwah secara berterus terang, tidak ada kata yang tersembunyi. Ada dakwah di muka ramai kepada orang banyak, diketahui oleh semua orang. Dan ada pula yang beliau lakukan secara bisik-bisik, secara rahasia, supaya terasa lebih sungguh-sungguh, lebih mendalam. Yang kadang-kadang disebut “kursus lima menit", sebentar saja, empat mata, sangat penting! Itu pun dicobakan oleh Nabi Nuh yang “lama hidup banyak dirasai, jauh berjalan banyak dilihat", artinya sudah kenyang dengan pengalaman.
Ayat 10
Lalu aku katakan, “Mohonlah ampunan kepada Tuhan kamu! Sesungguhnya Allah itu adalah sangat sudi memberi ampun."
Sebab apabila Allah telah memberi ampun segala pekerjaan jadi mudah, dada sendiri pun jadi lapang dan perjalanan hidup menjadi terang benderang.
Ampunan Allah adalah cahaya hidup. Sebagai salah satu kelanjutan dari ampunan Allah ialah kemakmuran dan kesuburan.
Ayat 11
“Niscaya akan Dia kirim kepada kamu hujan lebat dari langit."
Hujan lebat membawa banyak kesan bagi kehidupan. Karena dari air segala sesuatu jadi hidup dan subur. Udara yang nyaman karena hujan pun memberi bekas yang besar sekali bagi menyelesaikan pikiran dan membuka pintu rezeki.
Ayat 12
“Dan akan dibantu-Nya kamu dengan harta benda."
Yaitu kekayaan yang akan berlipat ganda karena kesuburan dan pikiran yang terbuka, ilham Ilahi yang tidak berkeputusan. Karena perut yang kenyang menimbulkan pikiran-pikiran yang segar. “Dan anak turunan." Karena belumlah lengkap kebanggaan karena harta benda walaupun berlimpah-limpah kalau orang tidak mempunyai “baniin", artinya anak, cucu, dan cicit, keturunan sambung-ber- sambung. Maka anak-anak keturunan itu pun diberi kesuburan oleh Allah bagi seseorang yang telah bertobat dan memohon ampun kepada Allah. “Dan akan Dia jadikan untuk kamu kebun-kebun," sawah ladang yang akan mengeluarkan hasil yang menggembirakan.
“Dan akan Dia jadikan untuk kamu sungai-sungai."
Sebab sungai-sungai itu dapat saja dialirkan kepada kebun, sawah, ladang, dan huma untuk membuatnya jadi subur. Pendeknya dibayangkanlah di sini, untuk jadi itibar bagi setiap orang di setiap masa bahwasanya taat kepada Allah tidaklah akan membuat orang jadi miskin. Bahkan takwa kepada Allah itulah yang akan membuka pintu rezeki dari tempat-tempat yang di luar dari perhitungan manusia, sebagaimana tersebut di dalam surah ath-Thalaaq ayat 3, bahwa barangsiapa yang bertakwa kepada Allah akan diberi kepadanya jalan keluar dan akan diberi dia rezeki dari sekira-kira sumber yang tidak dikira-kirakan dari semula dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, Allah-lah yang akan menjadi penjaminnya.