Ayat
Terjemahan Per Kata
لِّلۡكَٰفِرِينَ
untuk orang-orang kafir
لَيۡسَ
tidak
لَهُۥ
baginya
دَافِعٞ
menolak
لِّلۡكَٰفِرِينَ
untuk orang-orang kafir
لَيۡسَ
tidak
لَهُۥ
baginya
دَافِعٞ
menolak
Terjemahan
bagi orang-orang kafir. Tidak seorang pun yang dapat menolaknya (azab)
Tafsir
(Untuk orang-orang kafir, yang tidak seorang pun dapat menolaknya) dia adalah Nadhr bin Haris, ia mengatakan di dalam permintaannya, sebagaimana yang disitir oleh firman-Nya, "Ya Allah, jika betul (Al-Qur'an) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau..." (Q.S. Al-Anfal 32).
Tafsir Surat Al-Ma'arij: 1-7
Seorang peminta telah meminta kedatangan azab yang bakal terjadi, untuk orang-orang kafir, yang tidak seorang pun dapat menolaknya, (yang datang) dari Allah, Yang mempunyai tempat-tempat naik. Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun. Maka bersabarlah kamu dengan sabar yang baik. Sesungguhnya mereka memandang siksaan itu jauh (mustahil). Sedangkan Kami memandangnya dekat (pasti terjadi). Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Seorang peminta telah meminta kedatangan azab yang bakal terjadi. (Al-Ma'arij: 1) Di dalam ayat ini terkandung lafal yang tidak disebutkan karena terbukti dengan adanya huruf ba yang menunjuk ke arahnya.
Jadi, seakan-akan lafal itu keberadaannya diperkirakan. Bentuk lengkapnya ialah seseorang meminta agar disegerakan datangnya azab yang bakal terjadi, semakna dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dan mereka meminta kepadamu agar azab itu disegerakan, padahal Allah sekali-kali tidak akan menyalahi janji-Nya. (Al-Hajj: 47) Yakni azab-Nya pasti terjadi. Imam An-Nasai mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Khalid, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari 'Al-A'masy, dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Seseorang peminta telah meminta kedatangan azab yang bakal terjadi. (Al-Ma'arij: 1) Bahwa orang tersebut adalah An-Nadr ibnul Haris ibnu Kaldah.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Seseorang peminta telah meminta kedatangan azab yang bakal terjadi. (Al-Ma'arij: 1) Bahwa demikianlah permintaan orang-orang kafir akan azab Allah, padahal azab Allah itu bakal terjadi menimpa mereka. Ibnu Abu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Seseorang peminta telah meminta. (Al-Ma'arij: 1) Seseorang berdoa, meminta agar azab yang bakal terjadi di akhirat itu diturunkan.
Mujahid mengatakan bahwa hal ini seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya: Ya Allah, jika betul (Al-Qur'an) ini dialah yang benar dari sisi Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih. (Al-Anfal: 32) Ibnu Zaid dan lain-Lainnya mengatakan di dalam firman-Nya: Seseorang peminta telah meminta kedatangan azab yang bakal terjadi. (Al-Ma'arij: 1) Yaitu sebuah lembah yang terdapat di dalam neraka Jahanam, kelak di hari kiamat mengalir azab darinya.
Tetapi pendapat ini lemah dan jauh dari makna yang dimaksud, dan pendapat yang shahih adalah yang pertama tadi karena sesuai dengan konteksnya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: yang bakal terjadi untuk orang-orang kafir. (Al-Ma'arij: 1-2) Yakni disiapkan dan disediakan untuk orang-orang kafir. Ibnu Abbas mengatakan bahwa azab yang waqi' ialah azab yang pasti datang. Yang tidak seorangpun dapat menolaknya. (Al-Ma'arij: 2) Artinya, tiada yang dapat menolaknya bila Allah menghendakinya.
Karena itu, disebutkan dalam firman berikutnya: (Yang datang) dari Allah, Yang mempunyai tempat-tempat naik. (Al-Ma'arij: 3) Ats-Tsauri telah meriwayatkan dari Al-A'masy, dari seorang lelaki, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: yang mempunyai tempat-tempat naik. (Al-Ma'arij-. 3) Yaitu tempat-tempat naik. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa zil-ma'arij artinya Yang memiliki ketinggian dan keutamaan-keutamaan. Mujahid mengatakan bahwa zil-ma'arij artinya tempat-tempat naik ke langit.
Qatadah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah Yang mempunyai keutamaan-keutamaan dan nikmat-nikmat. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan. (Al-Ma'arij:4) Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah, bahwa ta'ruju artinya naik. Adapun ruh, menurut Abu Saleh mereka adalah makhluk Allah yang mirip dengan manusia, tetapi mereka bukan manusia. Menurut kami, dapat pula ditakwilkan bahwa makna yang dimaksud adalah Malaikat Jibril. Dengan demikian, berarti ungkapan ini termasuk ke dalam bab 'Ataf Khas kepada 'Am." Dapat pula ditakwilkan dengan pengertian isim jenis dari arwah Bani Adam, karena sesungguhnya arwah Bani Adam itu apabila dicabut dari jasadnya, ia naik ke langit, sebagaimana yang ditunjukkan oleh hadits Al-Barra, dan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Abu Dawud, Imam An-Nasai, dan Imam Ibnu Majah melalui Al-Minhal, dari Zazan, dari Al-Barra secara marfu'.
Hadisnya cukup panjang menerangkan tentang pencabutan roh yang baik. Antara Lain disebutkan di dalamnya: Maka terus-menerus malaikat membawanya naik dari suatu langit ke langit lain, hingga sampailah ia di langit yang padanya ada Allah. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui tentang kesahihan hadits ini. Sebagian perawinya masih diperbincangkan kesahihannya, tetapi hadits ini terkenal dan mempunyai syahid (bukti) yang menguatkannya dalam hadits Abu Hurairah terdahulu yang diketengahkan melalui riwayat Imam Ahmad, Imam At-Tirmidzi, dan Imam Ibnu Majah melalui jalur ibnu Abud Dunia, dari Muhammad ibnu Amr ibnu ‘Atha’, dari Sa'id ibnu Yasar, dari Abu Hurairah.
Sanad hadits ini dengan syarat Jamaah, kami telah mengetengahkan teksnya dalam tafsir firman Allah subhanahu wa ta’ala: Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki. (Ibrahim: 27) Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun. (Al-Ma'arij: 4) Ada empat pendapat sehubungan dengan makna ayat ini. Pendapat pertama mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah perjalanan antara Arasy yang besar sampai dasar yang paling bawah, yaitu dasar dari bumi lapis ketujuh; perjalanan ini memerlukan waktu lima puluh ribu tahun.
Ini menggambarkan tentang ketinggian 'Arasy bila diukur dari titik sumbu yang berada di bagian tengah bumi lapis ketujuh. Demikain pula luasnya 'Arasy dari satu sisi ke sisi yang lainnya sama dengan perjalanan lima puluh ribu tahun. Dan bahwa 'Arasy itu dari yaqut merah, sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Abu Syaibah di dalam kitab Sifatul 'Arasy.
Ibnu Abu Hatim sehubungan dengan ayat ini mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Salamah, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Hakkam, dari Amr ibnu Ma'mar ibnu Ma'ruf, dari Laits, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun. (Al-Ma'arij: 4) Maksudnya, batas terakhirnya dari bagian bumi yang paling bawah sampai kepada bagian yang tertinggi dari langit yang ketujuh adalah jarak perjalanan lima puluh ribu tahun.
dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun. (Al-Ma'arij: 4) Yakni saat perintah itu diturunkan dari langit ke bumi, dan dari bumi naik ke langit dalam sehari, hal tersebut menempuh perjalanan yang kadarnya sama dengan lima puluh ribu tahun, karena jarak antara langit dan bumi kadarnya lima puluh ribu tahun perjalanan. Ibnu Jarir telah meriwayatkan hal ini dari Ibnu Humaid, dari Hakkam ibnu Salim, dari Amr ibnu Ma'ruf, dari Lais, dari Mujahid yang dinilai sebagai perkataan Mujahid, dan tidak disebutkan dari Ibnu Abbas.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Muhammad At-Tanafisi, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Mansur, telah menceritakan kepada kami Nuh AL-Ma'ruf, dari Abdul Wahhab ibnu Mujahid, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ketebalan setiap lapis bumi sama dengan perjalanan lima ratus tahun perjalanan, dan jarak antara satu lapis bumi ke lapis bumi lainnya sama dengan perjalanan lima ratus tahun, maka jumlah keseluruhannya adalah tujuh ribu tahun.
Ketebalan tiap-tiap langit sama dengan lima ratus tahun perjalanan, dan jarak antara satu langit ke langit yang lainnya sama dengan lima ratus tahun, berarti keseluruhannya sama dengan empat belas ribu tahun perjalanan. Dan jarak antara langit yang ketujuh sampai ke 'Arasy sama dengan perjalanan tiga puluh enam ribu tahun. Maka yang demikian itu disebutkan oleh firman-Nya: dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun. (Al-Ma'arij: 4) Pendapat yang kedua mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah lamanya usia dunia ini sejak diciptakan oleh Allah hingga hari kiamat nanti.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Dzar'ah, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Za'idah, dari Ibnu Juraij, dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun. (Al-Ma'arij: 4) Bahwa dunia ini usianya adalah lima puluh ribu tahun. Dan masa lima puluh ribu tahun itu dinamakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dengan sebutan satu hari. Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari. (Al-Ma'arij: 4) Menurutnya hari dunia. Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Ibnu Abu Najih, dari Mujahid, dari Al-Hakam ibnu Aban, dari Ikrimah sehubungan dengan firman-Nya: dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun. (Al-Ma'arij: 4) Bahwa dunia ini sejak dari permulaan hingga akhirnya berusia lima puluh ribu tahun; tiada seorang pun yang mengetahui berapa lama usia dunia telah berlalu dan tinggal berapa lama usia dunia kecuali hanya Allah subhanahu wa ta’ala Pendapat yang ketiga mengatakan bahwa hari tersebut merupakan hari yang memisahkan antara dunia dan akhirat, tetapi pendapat ini gharib sekali.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad ibnu Yahya ibnu Sa'id Al-Qattan, telah menceritakan kepada kami Bahlul ibnul Muwarraq, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ubaidah, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Ka'b sehubungan dengan firman-Nya: dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun. (Al-Ma'arij: 4) Bahwa hari tersebut adalah hari yang memisahkan antara dunia dan akhirat. Pendapat yang keempat mengatakan bahwa makna yang dimaksud adalah hari kiamat.
ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, dari Israil, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun. (Al-Ma'arij: 4) Yaitu hari kiamat. Sanadnya shahih. Ats-Tsauri telah meriwayatkan dari Sammak ibnu Harb, dari Ikrimah sehubungan dengan firman-Nya: dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun. (Al-Ma'arij: 4) Maksudnya, hari kiamat.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Adh-Dhahhak dan Ibnu Zaid. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun. (Al-Ma'arij: 4) Yakni hari kiamat. Allah subhanahu wa ta’ala telah menjadikannya selama itu bagi orang-orang kafir, yaitu lima puluh ribu tahun. Hal yang semakna telah disebutkan pula oleh hadits-hadits yang menerangkannya. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami Darij, dari Abul Haisam, dari Abu Sa'id yang mengatakan bahwa pernah dikatakan kepada Rasulullah ﷺ: dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun. (Al-Ma'arij: 4) Bahwa alangkah panjangnya hari tersebut.
Maka Rasulullah ﷺ bersabda: Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya hari itu benar-benar diringankan bagi orang mukmin, sehingga jaraknya lebih cepat daripada suatu shalat fardu yang pernah dikerjakannya di dunia. Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Yunus, dari Ibnu Wahb, dari Amr ibnul Haris, dari Darij dengan sanad yang sama. Hanya saja Darij dan gurunya (yaitu Abul Haisam) kedua-keduanya berpredikat dhaif, hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Qatadah, dari Abu Umar Al-Adani yang menceritakan bahwa ketika ia berada bersama Abu Hurairah , tiba-tiba lewatlah seorang lelaki dari kalangan Bani Amir ibnu Sa'sa'ah.
Maka dikatakan kepada Abu Hurairah, "Ini adalah seorang Amiri yang paling banyak hartanya." Maka Abu Hurairah berkata, "Panggillah dia agar menghadap kepadaku!" Lalu Abu Hurairah berkata kepadanya, "Menurut berita yang sampai kepadaku, engkau ini adalah seorang yang banyak memiliki harta." Lelaki dari Bani Amir menjawab, "Benar, demi Allah, sesungguhnya aku memiliki seratus ekor unta berbulu merah, dan seratus ekor unta lainnya yang berbulu kelabu," hingga ia menyebutkan berbagai warna unta lainnya, dan sejumlah banyak budak yang beraneka ragam serta ternak kuda yang banyak.
Maka Abu Hurairah berkata, "Hati-hatilah kamu terhadap tapak kaki unta dan tapak kaki ternak lainnya." Abu Hurairah mengulang-ulang perkataannya ini sehingga roman muka lelaki Bani Amir itu berubah. Maka lelaki itu bertanya, "Wahai Abu Hurairah, mengapa demikian?" Abu Hurairah menjawab, bahwa ia telah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, "Barang siapa yang mempunyai ternak unta, lalu ia tidak menunaikan hak yang ada pada ternak untanya itu ketika masa kering dan suburnya." Kami bertanya, "Wahai Rasulullah ﷺ, apakah yang dimaksud dengan masa kering dan masa suburnya?" Rasulullah ﷺ menjawab: Dalam keadaan mudah dan sulitnya.
Karena sesungguhnya ternak unta itu akan datang di hari kiamat dalam keadaan paling subur lagi paling banyak, dan paling gemuk lagi paling galak, hingga bilangan mereka memenuhi lembah yang luas. Lalu ternak unta itu menginjak-injak dia dengan tapak kakinya. Apabila gelombang yang terakhir telah melewatinya, maka dimulai lagi dengan gelombang yang pertamanya dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun, hingga peradilan di antara manusia telah diselesaikan, lalu diperlihatkan kepadanya jalan yang akan ditempuhnya.
Dan apabila ia mempunyai ternak sapi yang tidak ia tunaikan haknya di masa mudah dan masa sulitnya, maka ternak sapinya itu akan datang di hari kiamat dalam keadaan paling subur lagi banyak jumlahnya, dan paling gemuk lagi paling galak, hingga jumlahnya memenuhi lembah yang luas. Lalu ternak sapi itu menginjak-injaknya dengan kaki mereka dan bagi sapi yang bertanduk menandukinya dengan tanduknya, tiada seekor pun darinya yang tanduknya melengkung ke belakang dan tiada pula yang patah tanduknya.
Apabila gelombang yang terakhir telah melewatinya, maka dikembalikan lagi kepadanya gelombang pertama dalam suatu hari yang kadarnya limapuluh ribu tahun, hingga peradilan di antara manusia telah diselesaikan, lalu diperlihatkan kepadanya jalan yang akan ditempuhnya. Dan apabila dia mempunyai ternak kambing yang tidak ia tunaikan haknya, maka kelak di hari kiamat ternak kambingnya itu datang dalam keadaan paling subur, paling gemuk dan paling galak, hingga jumlahnya memenuhi lembah yang luas.
Lalu masing-masing kambing menginjak-injaknya dengan kaki mereka dan bagi kambing yang bertanduk menandukinya dengan tanduknya, tiada seekor pun darinya yang bertanduk melengkung ke belakang dan tiada pula yang patah tanduknya. Apabila gelombang yang terakhir telah melaluinya, maka dikembalikan lagi kepadanya gelombang yang pertama dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun. Hingga peradilan di antara manusia diselesaikan, lalu diperlihatkan kepadanya jalan yang akan ditempuhnya.
Maka Al-'Amiri bertanya, "Wahai Abu Hurairah, apakah hak ternak unta itu?" Abu Hurairah menjawab, "Hendaknya engkau memberikan unta yang baik, dan menyedekahkan unta yang deras air susunya, dan yang punggungnya tidak dikendarai, dan hendaknya engkau memberi minum ternak unta serta mengawinkan pejantannya." Imam Abu Dawud meriwayatkan hadits ini melalui Syu'bah dan Imam An-Nasai melalui Sa'id ibnu Abu Arubah, keduanya dari Qatadah dengan sanad yang sama.
Jalur lain. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kamil, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Sahl ibnu Abu Saleh, dari ayahnya, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Tidaklah seseorang memiliki harta simpanan yang tidak ia tunaikan hak (zakat)nya, melainkan hartanya itu akan dijadikan lempengan-lempengan yang dipanggang di neraka Jahanam, lalu disetrikakan pada kening, lambung, dan punggungnya, hingga Allah menyelesaikan keputusan (peradilan)-Nya di antara hamba-hamba-Nya dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun menurut perhitungan kalian. Kemudian ia melihat jalan yang akan ditempuhnya, adakalanya ke surga dan adakalanya ke neraka.
Hadits selanjutnya menyebutkan perihal ternak kambing dan ternak unta, seperti hadits yang di atas. Dan dalam riwayat ini disebutkan: Kuda itu mempunyai tiga akibat, adakalanya bagi seseorang membawa pahala, adakalanya bagi seseorang menjadi penutup, dan adakalanya bagi seseorang mengakibatkan dosa. hingga akhir hadits. Imam Muslim meriwayatkannya secara munfarid tanpa Imam Bukhari di dalam kitab sahihnya dengan lengkap melalui hadits Suhail, dari ayahnya, dari Abu Hurairah.
Dan untuk perincian jalur-jalur dan lafal-lafal hadits ini terdapat di dalam kitab zakat dari ilmu fiqih. Tujuan utama pengemukaan hadits ini dalam tafsir ini ialah karena di dalam hadits terdapat kalimat yang mengatakan: Hingga Allah menyelesaikan keputusan (peradilan)-Nya di antara hamba-hamba-Nya dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun. Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Ya'qub, dari Ibnu Aliyyah dan Abdul Wahhab, dari Ayyub, dari Ibnu Abu Mulaikah yang mengatakan bahwa pernah-seseorang bertanya kepada Ibnu Abbas tentang makna firman Allah subhanahu wa ta’ala: dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun. (Al-Ma'arij: 4) Maka Ibnu Abbas menjawab, "Tiada suatu hari yang kadarnya sama dengan lima puluh ribu tahun." Lelaki itu merasa direndahkan, lalu ia berkata, "'Sesungguhnya aku bertanya kepadamu tiada lain agar engkau menceritakan hadits yang menerangkannya." Maka Ibnu Abbas menjawab, "Keduanya (hari dunia dan hari akhirat) adalah kedua jenis hari yang disebutkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala Allah lebih mengetahui tentang keduanya, dan aku tidak suka bila mengatakan tentang Kitabullah dengan hal yang tidak kuketahui." Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Maka bersabarlah kamu dengan sabar yang baik. (Al-Ma'arij: 5) Yakni sabarlah engkau, wahai Muhammad, dalam menghadapi kaummu yang mendustakanmu dan permintaan mereka yang mendesak agar diturunkan azab yang engkau ancamkan terhadap mereka, sebagai ungkapan rasa tidak percaya mereka dengan adanya azab itu.
Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Orang-orang yang tidak beriman kepada hari kiamat meminta supaya hari itu segera didatangkan dan orang-orang yang beriman merasa takut kepadanya dan mereka yakin bahwa kiamat itu adalah benar (akan terjadi). (Asy-Syura: 18) Karena itulah dalam firman berikutnya dari surat ini disebutkan: Sesungguhnya mereka memandang siksaan itu jauh (mustahil). (Al-Ma'arij 6) Yaitu kejadian azab itu mustahil, orang-orang kafir menganggap bahwa hari kiamat itu mustahil terjadinya. Sedangkan Kami memandangnya dekat (pasti terjadi). (Al-Ma'arij: 7) Orang-orang yang beriman meyakini bahwa hari kiamat itu sudah dekat, sekalipun mereka tidak mengetahui kapan kejadiannya, karena hanya Allah sajalah yang mengetahuinya. Akan tetapi, sesuatu yang pasti terjadi dapat diungkapkan dengan kata sudah dekat, mengingat kejadiannya merupakan suatu kepastian yang tidak dapat dielakkan lagi."
1-3. Surah al-H'qqah menjelaskan sangat jelas tentang peristiwa Kiamat, pada awal surah ini dikemukakan adanya seseorang yang bertanya dengan tujuan untuk mengejek tentang Kiamat. Seseorang bertanya tentang tentang azab yang pasti terjadi, siksa yang pasti akan dijatuhkan Allah bagi orang-orang kafir, yang tidak seorang pun dapat menolaknya, azab itu datangnya dari Allah, yang memiliki tempat-tempat naik yaitu tempat naiknya para malaikat atau amal-amal manusia1-3. Surah al-H'qqah menjelaskan sangat jelas tentang peristiwa Kiamat, pada awal surah ini dikemukakan adanya seseorang yang bertanya dengan tujuan untuk mengejek tentang Kiamat. Seseorang bertanya tentang tentang azab yang pasti terjadi, siksa yang pasti akan dijatuhkan Allah bagi orang-orang kafir, yang tidak seorang pun dapat menolaknya, azab itu datangnya dari Allah, yang memiliki tempat-tempat naik yaitu tempat naiknya para malaikat atau amal-amal manusia.
Ayat-ayat ini menerangkan bahwa orang musyrik Mekah seperti an-Nadhr bin al-Harits meminta kepada Nabi Muhammad agar segera menimpakan azab yang telah dijanjikan itu kepada mereka, seandainya ancaman itu benar-benar berasal dari Allah, dan jika Muhammad itu benar-benar seorang rasul yang diutus Allah. Permintaan itu dijawab oleh ayat ini dengan mengatakan bahwa azab yang dijanjikan itu pasti menimpa orang-orang kafir, baik diminta atau tidak. Sebab, telah menjadi sunatullah bahwa azab itu pasti ditimpakan kepada setiap orang kafir.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
SURAH AL-MA AARIJ
(TANGGA-TANGGA TEMPAT NAIK)
SURAH KE-70, 44 AYAT, DITURUNKAN DI MEKAH
(AYAT 1-44)
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Pengasih.
Ayat 1
“Seorang penanya telah menanyakan tentang hal adzab yang akan terjadi itu."
Ayat 2
Menurut riwayat dari Ibnu Abbas yang dirawikan oleh an-Nasa'i, bahwa seorang pemuka musyrikin Quraisy di saat hebatnya tantangan mereka kepada Nabi Muhammad di Mekah itu, yang bernama an-Nadhr bin Harits bin Kaidah, menanyakan. Bukan saja bertanya bahkan menantang sebagaimana kebanyakan kaum musyrikin kalau adzab itu akan diturunkan kepada kami, terangkanlah bila akan kejadian. Bahkan menurut tafsiran ar-Razi dalam tafsirnya, an-Nadhr pernah menantang. Cobalah turunkan hujan batu dari langit dan timpakanlah kepada kami atau adzab pedih yang lain! Itulah adzab yang bukan saja ditanyakannya, bahkan dimintanya. Cobalah turunkan, kalau adzab itu memang ada! Tetapi kami tidak percaya, bahwa Muhammad akan sekuasa itu, sehingga dia dapat memutar satu pesawat di langit, lalu adzab pun turunlah. Tetapi sambungan ayat telah menjelaskan, “Terhadap orang-orang yang kafir."
Yaitu yang menolak, yang tidak mau percaya, yang hanya bersikap cemooh dan menerima dengan dingin.
“Yang tidak seorang pun dapat menolaknya."
Artinya bahwa kalau keputusan Allah buat menurunkan adzab itu telah datang, bagaimanapun besar dan berpengaruh orang yang kafir itu, segala pertahanannya akan runtuh tidak ada nilai sama sekali. Karena kekafiran itu bagaimanapun keras pertahanan untuk membelanya, namun pertahanan itu rapuh dan tidak ada kekuatannya sama sekali di hadapan kebesaran dan keagungan kehendak Ilahi.
Hal ini dapatlah kita lihat misalnya pada Abrahah yang datang dengan kendaraan gajahnya hendak meruntuh Ka'bah, hanya burung Ababil yang kecil saja berbondong menjatuhkan batu kecil dari sijjil untuk menghujani mereka, penyerbuan besar itu telah gagal sama sekali.
Atau seperti kejatuhan kekuasaan Kaum Komunis pada permulaan Oktober 1965 sampai pertengahan 1966, segala kekuatan pertahanan yang telah disangka kukuh oleh Kepala Negara Republik Indonesia pada waktu itu, runtuh satu runtuh dua, sampai runtuh sama sekali, terutama hanya oleh penyerbuan pemuda-pemuda pelajar yang tidak bersenjata. Hal seperti itu banyak sekali kejadian di dunia ini.
Karena semuanya itu adalah
Ayat 3
“Dari Allah!"
Yang Mahakuasa, Mahabesar dan Maha-agung, yang mentadbirkan segala sesuatu menurut qudrat iradat-Nya belaka.
“Yang mempunyai tangga-tangga tempat naik."
Dalam ayat ini dijelaskanlah bahwasanya tangga-tangga untuk tempat naik mendaki atau meningkat ke maqam yang teramat tinggi itu telah disediakan Allah berbagai tangga. Bukan satu tangga saja. Al-Ma'aarij adalah ucapan untuk mengungkapkan jumlah yang sudah sangat banyak, melebihi batas banyaknya. Sebab itu dia disebut salah satu dari shighat muntahal jumm menunjukkan banyak yang sudah tidak terhitung lagi, atau payah buat menghitungnya saking banyaknya.
Salah satu dari tangga menuju maqam tertinggi itu, yang kata mufradnya Mi'raj selalu kita kenal sebagai kenaikan Nabi kita Muhammad ﷺ dari Baitul Maqdis ke langit tinggi sebagai sambungan dari isra'.
Lalu pada ayat selanjutnya dijelaskan siapakah yang naik melalui tangga-tangga itu.
SATU HARI SAMA DENGAN 50.000 TAHUN
Ayat 4
“Malaikat dan Ruh naik kepada-Nya pada satu hani yang adalah kadal ukurannya lima puluh ribu tahun."
Artinya ialah bahwa kalau misalnya manusialah yang menaiki tangga itu dalam ukuran manusia, timbangan pergantian siang dengan malam, menurut perjalanan matahari perjalanan itu akan memakan waktu 50.000 tahun. Tetapi oleh malaikat waktu yang 50.000 tahun itu tembus dalam masa sehari saja.
Dapatlah kita ukur cepat dan lambatnya perjalanan manusia. Beberapa ratus tahun yang lalu perjalanan manusia dengan kapal layar dari Eropa paling cepat memakan waktu enam bulan. Bertambah maju kepandaian manusia dapatlah ditukar kapal layar dengan kapal yang dilayarkan dengan kekuatan uap (stom). Dengan bertukar kepada uap, perjalanan sudah dapat dilangsungkan dalam masa dua bulan. Kemudian uap berganti dengan motor. Setelah bertukar dengan motor, perjalanan Eropa—Indonesia hanya memakan waktu sebulan.
Pelayaran orang haji dari tanah air ke Mekah di zaman purba, memakan waktu pergi dan pulang hampir satu tahun. Begitu, angin baik. Kadang-kadang lebih lama. Kemudian bertukar dengan uap, dari uap bertukar dengan motor. Umumnya perjalanan ke Jeddah memakan waktu pukul rata empat belas hari.
Kemudian itu sangatlah pesat majunya kecepatan kapal terbang di udara sehingga dengan kapal udara boeing perjalanan dari Jakarta ke Jeddah hanya memakan waktu tujuh atau delapan jam. Kecepatan kapal udara sudah melebihi kecepatan suara. Maka kalau misalnya orang berjalan kaki dari Jakarta menuju ke selatan, akan sampailah dia dalam masa delapan jam ke Sukabumi, sedang kawannya yang dihantarnya ke lapangan terbang sudah sampai lebih dahulu di Jeddah.
Itulah perumpamaan perkembangan pengetahuan manusia di dunia. Jadi dapatlah kita memahamkan kalau kiranya manusia berjalan sehari penuh dari satu perhentian, dalam dua belas jam dia akan sampai ke tempat yang ditujunya agak 50 kilometer, padahal bagi malaikat dan Ruh, yaitu Jibril, mereka telah naik ke langit cakrawala, ruang angkasa ukuran 50.000 tahun perjalanan, yang ditembusnya dalam masa sehari saja.
Di dalam ayat 5 dari surah as-Sajdah diterangkan dalam ukuran yang lain tentang sehari yang sama dengan 1.000 tahun. Sedang di ayat ini sehari 50.000 tahun. Keduanya itu tidaklah berlawan, bahkan keduanya itu betul, bahkan ada lagi yang lebih daripada itu. Sebab ruang angkasa ini sangatlah luasnya, luas sekali sehingga ada sarjana yang mengatakan jika diumpamakan kita berjalan secepat cahaya mengedari cakrawala ini, sedang kecepatan cahaya ialah 180.000 mil dalam satu sekon (detik) maka setelah kita keliling dia secepat cahaya itu lebih daripada dua juta tahun, barulah kita akan sampai kembali di tempat kita memulai terbang tadi.
Sepintas lalu, buat orang yang masih awam bolehlah kita katakan bahwa dalam satu hari malaikat dan ruh pergi melapor kepada Allah, dalam perjalanan yang menurut ukuran manusia bisa memakai waktu 50.000 tahun. Namun bagi malaikat itu hanya sehari saja. Menurut khayalan awam di sanalah Allah bersemayam menunggu laporan daripada malaikat dan ruh tentang perjalanan alam ini. Tetapi apabila kita pikirkan lebih mendalam lagi, dapatlah kita pahamkan bahwa kekuasaan Allah Tuhan Yang Tunggal berdiri sendiri itu adalah meliputi seluruh langit dan bumi, sampai kepada jarak yang sejauh- jauhnya, entah jarak 1.000 tahun, entah jarak 50.000 tahun, entah lebih lagi dari itu, yang kesemuanya itu diatur dan ditentukan oleh satu ketentuan, yaitu ketentuan Allah.
Ayat 5
“Maka sabarlah engkau."
Di ayat 4 Allah menjelaskan kepada Rasul-Nya betapa luas kekuasaan Allah, yang meliputi langit dan bumi. Bagaimana Malaikat dan ruh, yaitu Malaikat Jibril melaporkan amalan makhluk kepada Allah, meskipun Allah lebih tahu, tentang segala kejadian dalam satu hari saja, tetapi kalau manusia yang mengerjakannya, niscaya akan memakan waktu 50.000 tahun, entah berapakah keturunan. Dengan demikian Allah memperlihatkan kepada Rasul keluasan, kebesaran dan keagungan kerajaan Allah, sehingga jika dibandingkan kebesaran kekuasaan itu dengan cegatan dan bantahan, halangan dan rintangan orang-orang yang kafir, tidaklah sebanding. Semuanya hanya hal kecil-kecil dan sepele belaka. Oleh sebab yang memimpinnya sebagai Rasul ialah Allah sendiri, jangan dipedulikan halangan orang yang menghalangi dan kebencian orang yang benci, melainkan lebih baik sabar, tahan hati dan tabah. Sabar itu hendaklah,
“Sabar yang indah."
Apa maksudnya sabar yang indah? Maksudnya ialah sikap tenang, tidak lekas marah, tidak naik darah. Terima cemoohan itu dengan senyum simpul. Jangan termenung dan putus asa, lanjutkan usaha dan jangan berhenti di tengah jalan. Shabran Jamilaan adalah amat perlu bagi seorang pemimpin, bagi seorang Rasul. Karena manusia yang membantah dan menyatakan tidak percaya itu sebagian besar adalah manusia-manusia yang kerdil jiwanya.
Mereka sombong karena mereka tidak tahu dan tidak mau tahu latar belakang atau sesuatu yang dihadapi di muka. Akan datang masanya kelak orang-orang seperti demikian menjadi manusia-manusia yang lebih hina daripada cacing, karena tidak ada pertahanan jiwanya seketika percobaan datang.
Ayat 6
“Sesungguhnya mereka memandangnya masih jauh."
Karena perhitungan mereka hanya sekadar pada apa yang terlihat oleh mata, sebab itu mereka memandang bahaya yang mengancam itu masih terlalu jauh. Mereka terlena dengan kemewahan. Sudah berat bagi mereka mengangkat badan.
Ayat 7
“Sedangkan Kami memandangnya telah dekat."
Di ayat 4 telah diterangkan bahwa perhubungan langit dan bumi yang bagi manusia dalam bilangan 50.000 tahun, bagi Malaikat dan ruh bisa tembus dalam satu hari. Demikian jugalah dalam hal yang lain-lain. Hal-hal yang disangka oleh manusia masih lama akan terjadi, kerap kali rodanya berputar dengan cepat, nyaris tidak terturuti oleh pikiran manusia yang berjalan lamban. Kita umpamakan dengan lambannya bangsa Belanda berpikir seketika mereka menjajah tanah air Indonesia. Sudah bangun rakyat menyatakan hasrat ingin merdeka, namun mereka tidak mau me-medulikan, perasaan rakyat tidak diacuhkan. Akhirnya, dengan kehendak Allah kekuasaan Belanda yang berurat berakar di Indonesia sampai 350 tahun, disapu bersih oleh Allah dengan perantaraan Jepang dalam hanya satu minggu. Sebelum jatuh itu Belanda masih merasa dan meyakinkan diri sendiri dengan mengatakan bahwa musuh masih jauh! Masih jauh. Padahal dalam hitungan Allah yang mereka sangka jauh itu sudah sangat dekat.
Begitu pulalah kaum Quraisy seketika menerima ancaman Rasululah ﷺ Bahwa kalau mereka masih saja menolak seruan kebenaran yang dia bawa itu, mereka akan celaka dan ditimpa bencana. Mereka masih menyangka bahwa kecelakaan itu masih jauh, padahal dalam hitungan Allah janji itu telah dekat. Karena perjalanan 50.000 tahun yang sangat jauh itu bagi malaikat-malaikat Allah hanya perjalanan sehari.