Ayat
Terjemahan Per Kata
وَإِن
dan jika
كَانَ
ada
طَآئِفَةٞ
segolongan
مِّنكُمۡ
diantara kamu
ءَامَنُواْ
mereka beriman
بِٱلَّذِيٓ
dengan yang
أُرۡسِلۡتُ
aku diutus
بِهِۦ
dengannya
وَطَآئِفَةٞ
dan segolongan
لَّمۡ
tidak
يُؤۡمِنُواْ
mereka beriman
فَٱصۡبِرُواْ
maka bersabarlah kamu
حَتَّىٰ
sehingga
يَحۡكُمَ
menetapkan hukum
ٱللَّهُ
Allah
بَيۡنَنَاۚ
diantara kita
وَهُوَ
dan Dia
خَيۡرُ
sebaik-baik
ٱلۡحَٰكِمِينَ
Penghukum/Hakim
وَإِن
dan jika
كَانَ
ada
طَآئِفَةٞ
segolongan
مِّنكُمۡ
diantara kamu
ءَامَنُواْ
mereka beriman
بِٱلَّذِيٓ
dengan yang
أُرۡسِلۡتُ
aku diutus
بِهِۦ
dengannya
وَطَآئِفَةٞ
dan segolongan
لَّمۡ
tidak
يُؤۡمِنُواْ
mereka beriman
فَٱصۡبِرُواْ
maka bersabarlah kamu
حَتَّىٰ
sehingga
يَحۡكُمَ
menetapkan hukum
ٱللَّهُ
Allah
بَيۡنَنَاۚ
diantara kita
وَهُوَ
dan Dia
خَيۡرُ
sebaik-baik
ٱلۡحَٰكِمِينَ
Penghukum/Hakim
Terjemahan
Jika ada segolongan di antara kamu yang beriman kepada (ajaran) yang aku diutus menyampaikannya dan ada (pula) segolongan yang tidak beriman, bersabarlah sampai Allah menetapkan keputusan di antara kita. Dia adalah pemberi putusan yang terbaik.
Tafsir
(Jika ada segolongan daripada kamu beriman kepada apa yang aku diutus untuk menyampaikannya, dan ada pula segolongan yang tidak beriman) terhadapnya (maka bersabarlah kamu) artinya kamu harap menunggu (hingga Allah menetapkan hukum-Nya di antara kita) antara kami dan kamu, dengan menyelamatkan yang hak dan menghancurkan yang batil (dan Dia adalah hakim yang sebaik-baiknya) yang paling adil.
Tafsir Surat Al-A'raf: 86-87
Dan janganlah kamu duduk di setiap jalan dengan menakut-nakuti dan menghalang-halangi orang yang beriman dari jalan Allah dan ingin membelokkannya. Dan ingatlah di waktu dahulunya kalian berjumlah sedikit, kemudian Allah menjadikan jumlah kalian banyak. Dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan.
Jika ada segolongan diantara kamu yang beriman kepada (ajaran) yang aku diutus untuk menyampaikannya, dan ada (pula) segolongan yang tidak beriman, maka bersabarlah, hingga Allah menetapkan keputusan-Nya di antara kita, dan Dia adalah pemberi keputusan yang terbaik.
Ayat 86
Nabi Syu'aib a.s. melarang mereka melakukan pembegalan di jalan, baik secara fisik maupun secara mental atau ucapan, yaitu melalui apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
“Dan janganlah kamu duduk di setiap jalan dengan menakut-nakuti.” (Al-A'raf: 86)
Yaitu menakut-nakuti dengan cara mengancam akan membunuhnya bila ia tidak memberikan hartanya.
As-Suddi dan lain-lainnya mengatakan bahwa mereka adalah para pemungut liar (pemeras).
Tetapi diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Mujahid serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang sehubungan dengan makna firman-Nya:
“Dan janganlah kamu duduk di setiap jalan dengan menakut-nakuti.” (Al-A'raf: 86)
Yakni kalian menakut-nakuti orang-orang mukmin yang datang kepada Nabi Syu'aib untuk mengikutinya.
Tetapi pendapat yang pertama lebih kuat, karena lafal “as-sirat” artinya jalan.
Yang kedua disebutkan oleh firman-Nya:
“Dan menghalang-halangi orang yang beriman dari jalan Allah dan ingin membelokkannya.” (Al-A'raf: 86)
menginginkan supaya jalan Allah itu menjadi bengkok dan menyimpang.
“Dan ingatlah di waktu dahulunya kalian berjumlah sedikit, kemudian Allah menjadikan jumlah kalian banyak.” (Al-A'raf: 86)
Yaitu pada asal mulanya kalian lemah karena jumlah kalian yang sedikit (minoritas), kemudian menjadi kuat karena jumlah kalian telah banyak (mayoritas). Maka ingatlah kalian akan nikmat Allah kepada kalian dalam hal tersebut.
“Dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Al-A'raf: 86)
Yakni nasib yang dialami oleh umat-umat terdahulu dan generasi-generasi di masa silam, serta azab dan pembalasan Allah yang menimpa mereka karena mereka berani berbuat durhaka terhadap Allah dan mendustakan rasul-rasul-Nya.
Ayat 87
Firman Allah ﷻ: “Jika ada segolongan diantara kamu yang beriman kepada (ajaran) yang aku diutus untuk menyampaikannya, dan ada (pula) segolongan yang tidak beriman.” (Al-A'raf: 87)
Yaitu kalian berselisih pendapat tentang Aku.
“Maka bersabarlah.” (Al-A'raf: 87)
Artinya, tunggulah oleh kalian.
“Hingga Allah menetapkan keputusan-Nya di antara kita. (Al-A'raf: 87)
Maksudnya, antara kalian dan kami. yaitu Allah akan memutuskannya.
“Dan Dia adalah pemberi keputusan yang terbaik.” (Al-A'raf: 87)
Karena sesungguhnya Dia akan menjadikan kesudahan yang terpuji bagi orang-orang yang bertakwa, sedangkan orang-orang kafir mendapat kehancuran dan kebinasaan.
Sambil mengajak kaumnya beriman, Nabi Syuaib mengakhiri seruannya dengan kalimat diplomatis, Jika ada segolongan di antara kamu yang beriman kepada ajaran yang aku diutus menyampaikannya agar menyembah Allah dan meninggalkan perbuatan zalim seperti mengurangi hak manusia dalam menimbang dan menakar, dan ada pula segolongan yang tidak beriman dengan apa yang aku sampaikan itu dengan masih tetap kufur dan berbuat zalim, maka bersabarlah, wahai dua golongan yang berbeda, sampai Allah menetapkan keputusan atas perkara itu dengan seadil-adilnya di antara kita. Dialah hakim yang terbaik pemberi keputusan. Pemuka-pemuka dan pembesar kaum Nabi Syuaib yang menyombongkan diri dan menolak beriman berkata, Wahai Syuaib! Pasti kami usir engkau bersama orang-orang yang beriman kepadamu dari negeri kami, kecuali jika engkau kembali kepada agama kami atau diam dan membiarkan kami melakukan apa yang kami inginkan. Nabi Syuaib berkata, Apakah kamu akan mengusir kami, atau kami mengikuti agama kalian yang sesat, atau membiarkan kalian, kendatipun kami tidak suka itu karena kami tahu kesesatannya' Tidak mungkin itu akan terjadi.
Ayat ini mengutarakan keahlian Nabi Syu'aib dalam menyampaikan ajaran-ajaran Allah yang dikemukakan dengan kata-kata yang tegas, bijaksana dan mengesankan. Nabi Syu'aib berkata kepada mereka jika ada golongan di antara mereka yang membenarkan seruannya agar menyembah Allah Tuhan Yang Maha Esa dan meninggalkan perbuatan zalim seperti mengurangi hak manusia dalam menimbang dan menakar, maka mereka akan terhindar dari siksa Allah. Sebaliknya, sekiranya ada golongan di antara mereka yang masih belum menyambut seruannya dan masih tetap kufur dan zalim, maka Nabi Syu'aib mengancam mereka agar menunggu keputusan Tuhan yang seadil-adilnya, yaitu membela hamba-hamba-Nya yang beriman dan membinasakan golongan kafir yang berbuat kezaliman.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
NABI SYU AIB DI MADYAN
Ayat 85
“Dan, kepada Madyan saudara mereka, Syuaib."
Artinya, sebagaimana nabi-nabi yang tersebut, diutus kepada kaum mereka. Maka, Allah pun telah mengutus pula Syu'aib kepada kaumnya, yaitu orang Madyan. Syu'aib seperti juga Hud dan Shalih adalah Rasul Arabi. Menurut keterangan ahli keturunan bangsa Arab yang terkenal, bernama asy-Syirqi bin Quthaami, nama Syu'aib dalam bahasa Ibrani ialah Yatrub dan dalam bahasa Arab ialah Syu'aib bin Aifa bin Yuhab bin Ibrahim a.s.. Jadi, beliau keturunan Nabi Ibrahim juga, yang karena telah berdiam turun-temurun di negeri Arab telah menjadi Arab, sebagai juga Isma'il. Nama Ibraninya inilah yang ditulis orang Yahudi dalam “Perjanjian Lama" (Keluaran, pasal 3 ayat 1), yaitu Jetri (menurut al-Kitab, Lembaga al-Kitab Indonesia, Jakarta 1960)
Di dalam (Keluaran, pasal 2 ayat 18) dan (Bilangan, 10; 29) disebut namanya Rehuil. Rehu artinya sahabat dan U artinya Allah. Jadi, Rehuil artinya sahabat menjadi utusan Allah buat negerinya, Madyan. Penduduk negeri itu ialah Arab. Tentang nasab keturunan Syu'aib itu ada macam-macam riwayat selain yang kita tuliskan tadi, tetapi ujungnya tetap Ibrahim. Inilah yang dijelaskan oleh sebuah hadits Nabi Muhammad ﷺ bahwa nabi bangsa Arab adalah empat, yaitu Hud, Shalih, Syu'aib dan Muhammad, yaitu hadits Ibnu Hibban dari Abu Dzar. Sedang Isma'il pun sudah boleh disebutkan Arab, sebab dia telah bertugas dalam kalangan Arab di Mekah dan menurunkan Arab Adnan yang menimbulkan Nabi Muhammad ﷺ sebab belum dimasukkan dalam sabda Rasul sebab baru datang (tingkat pertama) sebagai juga lshaq; mereka masih orang Ur Kaldan sebagai ayah mereka Ibrahim.
Menurut riwayat-riwayat lagi, beliaulah mertua dari Nabi Musa, yang beliau kawinkan putrinya sebab maharnya ialah menggembalakan kambing beliau di antara 8 dengan 10 tahun. Sebagaimana tersebut dalam surah al-Qashash (Surah 28) yang akan sampai penafsiran kita ke sana kelak. In syaa Allah.
Maka, diutus Allah-lah Syu'aib kepada penduduk Madyan itu, “Dia berkata, ‘Wahaikaumku, sembahlah olehmu akan Allah. Tidak ada bagi kamu sembarang Tuhan pun selain Dia."‘ Dengan ini kita melihat seruan yang serupa dari sekalian Rasul sehingga seruan Syu'aib tidak berbeda dengan seruan Nuh, Hud, dan Shalih. Demikian juga Luth dan nabi-nabi yang lain. Keselamatan suatu umat ialah bila mereka kembali kepada pangkalan, yaitu percaya kepada Allah yang tunggal dan Esa sudah kukuh. Maka, perangai yang mulia atau yang lain akan menurut Namun, kalau kepercayaan tauhid ini kabur, niscaya dosa-dosa yang lain mudah tumbuh. Itu sebabnya, Allah menyatakan, sebagai telah kita tafsirkan, di Surah an-Nisaa' ayat 48 dan ayat 116 bahwa Allah tidak akan memberi ampun kalau Dia dipersekutukan, tetapi dosa yang lain bisa diberinya ampun bagi barangsiapa yang dikehendaki-Nya. Orang Madyan diseru kembali kepada tauhid. Lalu, beliau meneruskan seruannya pula, “Sesungguhnya telah datang kepada kamu suatu keterangan daripada Tuhan kamu. Sebab itu, cukupkanlah sukatan dan timbangan, dan janganlah kamu rugikan atas manusia hak milik mereka, dan janganlah kamu berbuat kusut di bumi sesudah selesainya."
Di dalam ayat ini diterangkan bahwa Nabi Syu'aib telah menyebut ada suatu keterangan (bayyinah) dari Allah untuk mereka. Dahulu pun Nabi Shalih ada bayyinah, yaitu unta Allah. Bayyinah berarti juga mukjizat. Tetapi, baik dalam surah ini atau surah yang lain tidaklah diberi penjelasan apakah mukjizat Nabi Syu'aib yang beliau perlihatkan kepada kaumnya itu. Namun, setengah ahli tafsir berpendapat bahwa kata-kata pasti dari Nabi Syu'aib kepada kaumnya itu bahwa mereka pasti akan binasa, sebagaimana binasanya kaum Nuh, kaum Hud, dan kaum Shalih, sebagaimana yang diterangkan dengan jalan ancaman beliau itu dalam surah Huud (surah 11, ayat 89) itu adalah mukjzat dari beliau. Dia telah menerangkan terlebih dahulu, sebagai wahyu dari Allah, suatu bahaya yang akan menimpa mereka. Dan, bencana itu tidak akan jadi datang kalau mereka lekas-lekas kembali kepada jalan yang benar. Pertama, ingat kepada Allah yang Esa. Kedua, mengubah perangai yang amat curang, yaitu merusakkan sukatan dan timbangan. Asal mendapat keuntungan, mereka tidak keberatan menyediakan dua buah sukat. Sukat pembeli yang isinya lebih banyak dan sukat penjual yang isinya lebih sedikit. Tempat dia membeli ditipunya, dan tempat dia menjual kelak ditipunya pula. Demikian juga dalam hal timbangan. Dan, kalau dia menjual kelak kepada orang lain, diputarnya pula alatnya sedikit sehingga yang sebelas menjadi sepuluh. Dengan demikian, mereka telah berusaha merugikan hak milik kepunyaan orang lain, untuk keuntungan diri sendiri. Ekonomi mereka tidak berdasar lagi kepada kejujuran. Sebab itu, kekayaan mereka adalah dengan merugikan dan menipu orang lain. Yang di zaman kita termasuk dalam hal yang diriamai “korupsi" atau “manipulasi".
Oleh sebab itu, nama negeri Madyan terkenal oleh negeri tetangganya pada zaman itu, sebagai penduduk yang tidak dapat dipercaya. Orang tidak mau berhubungan kalau tidak sangat terpaksa. Dan, sebagai lanjutan nasihat, Nabi Syu'aib mengatakan, janganlah sampai membuat kusut di bumi sesudah selesainya. Kekusutanlah yang timbul jika sukatan dan timbangan sudah dicurangi. Bangsa-bangsa yang bertetangga yang selalu ada hubungan jual-beli, tukar-menukar barang pada zaman itu telah menentukan berapa yang sesukat, berapa yang sepikul atau sekati atau seliter dan ketentuan itu telah diterima bersama. Kalau ini dijalankan dengan baik, selesailah hubungan di antara satu sama yang lain. Sebab, sebuah negeri memerlukan hubungan dengan negeri-negeri yang lain. Asal amanah sukat-menyukat dan timbang-menimbang dipegang teguh, ekonomi akan lancar jalannya. Inilah yang diriamai bumi yang selesai, atau bumi yang ikhlas, yang baik. Namun, kalau telah mulai terjadi kecurangan alat penyukat dan penimbang, ekonomi akan kusut dan keamanan pikiran akan hilang. Dari pencurangan sukatan dan timbangan ini, dengan tidak disadari nanti, semuanya akan macet jalannya. Tentu tukang tidak lagi akan menjaga mutu pertukangannya sebab orang yang curang lekas kaya. Tentu guru-guru yang mendidik kanak-kanak akan meninggalkan kewajiban yang suci itu sebab penghasilannya kecil, padahal kalau tukang curang, sebentar waktu dapat mengumpulkan kekayaan besar. Tentu orang tani pun malas bertani sebab barang yang mereka jual ke pasar selalu dikicuh.
Jadi kacaulah semua. Oleh sebab itu, Nabi Syu'aib menyeru kaumnya,
Pertama, kembali kepada Allah yang Esa, tidak ada Tuhan selain Dia. Kedua, membina kejujuran dan jangan merugikan orang lain, dan jangan mengusut bumi yang sudah selesai, atau hubungan (relasi) yang telah teratur (stabil) dan kata beliau,
“Begitulah yang baik bagi kamu, jika kamu mau percaya."
Dengan ujung ayat seperti itu, Nabi Syu'aib telah memperingatkan bahwa dalam putaran roda masyarakat ini, dua tali wajib dipegang. Pertama tali Allah, kedua tali dengan sesama manusia. Iman kepada Allah menimbulkan aman hubungan dengan sesama manusia. Kalau orang telah berani mengicuh orang lain, tandanya imannya tidak sempurna lagi. Iman itu ialah shiddiq. Benar hati kepada Allah, mengakibatkan sifat yang benar kepada masyarakat. Kalau aku tidak mau dikicuh orang tandanya tidak baik aku mengicuh orang lain. Orang lain itu adalah sama-sama hamba Allah dengan daku.
Kemudian Nabi Syu'aib meneruskan pula,
Ayat 86
“Dan janganlah kamu duduk di tiap-tiap jalan menakut-nakuti dan memalingkan daripada jalan Allah terhadap orang yang beriman kepada-Nya dan kamu ingin menjadikannya bengkok."
Setelah berlaku curang dalam sukatan dan timbangan ada pula perangai mereka yang buruk, yaitu menghalangi dan menghambat-hambat tiap-tiap orang yang akan berhubungan dengan Nabi Syu'aib, yang ingin mendengar pelajaran beliau. Mereka katakan apa guna kamu dengarkan kata-kata si Syu'aib yang pembohong itu. Demikianlah ditafsirkan oleh Ibnu Abbas. Dan, menurut tafsir yang lain, meskipun bukan mereka menghambat di tepi jalan, namun gerak laku mereka saja sudah menunjukkan bahwa mereka menghambat dan menghalangi jalan yang benar. Yang lurus mereka bengkokkan. Maksud yang baik dari ajaran Nabi Syu'aib, mereka artikan kepada yang salah. Dan, kata Nabi Syu'aib pula, “Dan, ingatlah olehmu, ketika kamu masih sedikit, Dia telah membanyakkan kamu" Artinya, ingatlah bahwa kamu dahulunya belum ber
kembang, masih sedikit. Sekarang, dengan karunia Allah kamu telah berkembang-biak. Sebab itu, kamu telah kaya, dengan ramainya penduduk dan kaya pula dengan berlimpahnya harta karunia Allah,
“Dan perhatikanlah olehmu betapa jadiriya akibat orang-orang yang berbuat kerusakan."
Mereka disuruh oleh Nabi Syu'aib melihat sendiri betapa bekas-bekas dari umat yang dahulu daripada mereka, yang runtuhannya masih didapati, sebab negeri-negeri Luth atau negeri Nabi Shalih dan Nabi Hud itu, dapat mereka saksikan. Yang demikian itu akan kejadian pula pada mereka, kalau mereka tidak segera kembali kepada jalan yang benar, baik hubungan kepercayaan kepada Allah, atau kejujuran di dalam berniaga, sebagai mata pencarian dari penduduk negeri Madyan itu.
Ayat 87
“Dan jika ada Suatu golongan daripada kamu yang telah percaya kepada apa yang disuruh aku menyampaikannya itu, sedang satu golongan lagi tidak mau percaya maka tunggulah sehingga Allah menghukum di antara kita."
Dengan seruan Nabi Syu'aib yang berbunyi begini sudah dapat kita mengetahui bahwa penduduk Madyan telah terbagi dua. Ada golongan yang telah percaya dan menerima seruan itu; seruan kembali kepada ajaran agama yang benar, yaitu tauhid, dan seruan supaya berhubungan sesama manusia dalam kejujuran, sukatan dan timbangan, jangan merugikan orang lain, jangan merusak dan membuat kusut di bumi sesudah dia selesai. Nabi Muhammad sendiri pernah mengakui bahwa Nabi Syu'aib itu di antara rasul-rasul Allah adalah Nabi yang berpidato paling mengharukan hati sehingga Nabi Muhammad ﷺ memberikan sebutan Khathibul Anbiya (ahli pidato dari nabi-nabi).
Niscaya ada yang tertarik dengan segala seruan beliau, dan niscaya ada pula yang ber-keras pada kesesatan itu. Maka, Nabi Syu'aib menerangkan, kalau perpecahan ini sudah tidak dapat dielakkan lagi, ada yang menerima dan ada yang masih keras menolak, biarkanlah kedua pihak sama-sama menunggu hukum keputusan dari Allah,
“Karena Allah adalah sebaik-baik penghukum."
Artinya, aku telah sampaikan seruanku dan aku adalah menyampaikan seruan yang benar. Di antara kamu telah ada sebagian yang telah beriman maka aku pun bersyukur. Dan, di antara kamu masih ada yang berkeras kepala. Dengan demikian, keputusan yang terakhirlah sekarang yang sama-sama kita tunggu, yaitu keputusan Allah yang telah mengutus aku. Keputusan Dialah yang lebih baik dan lebih adil, jauh daripada curang dan zalim.
Hukum Allah terbagi dalam dua macam. Pertama, hukum syara yang kita kenal, yaitu halal dan haram, suruhan dan larangan, Misalnya, haram makan daging bangkai, minum darah, daging babi dan makanan yang disembelih untuk berhala. Halal segala macam ikan dan makanan laut. Halal membuat janji walaupun dengan kafir dan haram memungkiri janji. Wajib shalat, haram berzina. Itulah hukum syar'i.
Yang satu lagi ialah hukum yang lebih mendalam dan membekasi hidup. Yang benar tetap benar, walaupun masih sedikit pengikutnya, Yang salah masih tetap salah, walaupun banyak yang bersorak-sorai mempertahankannya, Seruan kebenaran itu akhir kelaknya pasti menang juga, walaupun berapa dan betapa macam rintangan yang menimpanya. Maka, walaupun seluruh orang Madyan tidak hendak menerima seruan Syu'aib, padahal seruan itu adalah benar maka seruan itu akan menang juga akhir kelaknya itu pun telah sebagian besar yang tunduk. Dan, mana yang masih keras menolak, akhirnya menurut keputusan hukum Tuhan pastilah kalah, baik kalah secara moral, secara harga diri, ataupun kalah dengan datangnya siksa menimpa. Dengan kata-kata ini Nabi Syu'aib telah menyatakan kepastian bahwa hukum Tuhan itu pasti datang. Kalau hari ini belum datang, nanti tentu pasti datang. Ini hanya soal waktu belaka.
Selesai Tafsir Juz 8, hari Sabtu
8 Jumadil Awwal 1383
4 September 1965