Ayat
Terjemahan Per Kata
فَتَوَلَّىٰ
maka dia berpaling
عَنۡهُمۡ
dari mereka
وَقَالَ
dan dia berkata
يَٰقَوۡمِ
wahai kaumku
لَقَدۡ
sesungguhnya
أَبۡلَغۡتُكُمۡ
aku telah menyampaikan kepadamu
رِسَالَةَ
risalah
رَبِّي
Tuhanku
وَنَصَحۡتُ
dan aku telah memberi nasehat
لَكُمۡ
bagi kalian
وَلَٰكِن
tetapi
لَّا
tidak
تُحِبُّونَ
kamu menyukai
ٱلنَّـٰصِحِينَ
orang-orang yang memberi nasehat
فَتَوَلَّىٰ
maka dia berpaling
عَنۡهُمۡ
dari mereka
وَقَالَ
dan dia berkata
يَٰقَوۡمِ
wahai kaumku
لَقَدۡ
sesungguhnya
أَبۡلَغۡتُكُمۡ
aku telah menyampaikan kepadamu
رِسَالَةَ
risalah
رَبِّي
Tuhanku
وَنَصَحۡتُ
dan aku telah memberi nasehat
لَكُمۡ
bagi kalian
وَلَٰكِن
tetapi
لَّا
tidak
تُحِبُّونَ
kamu menyukai
ٱلنَّـٰصِحِينَ
orang-orang yang memberi nasehat
Terjemahan
Maka, dia (Saleh) meninggalkan mereka seraya berkata, “Wahai kaumku, sungguh aku telah menyampaikan kepadamu risalah (amanat) Tuhanku dan aku telah menasihatimu, tetapi kamu tidak menyukai para pemberi nasihat.”
Tafsir
(Maka Saleh berpaling) ia meninggalkan (mereka seraya berkata, "Hai kaumku! Sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku dan aku telah memberi nasihat kepadamu tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yang memberi nasihat.").
Tafsir Surat Al-A'raf: 79
Maka Saleh meninggalkan mereka seraya berkata, "Wahai kaumku, sesungguhnya aku telah menyampaikan kepada kalian risalah (amanat) Tuhanku, dan aku telah memberi nasihat kepada kalian, tetapi kalian tidak menyukai orang-orang yang memberi nasihat.”
Ayat 79
Ungkapan ini merupakan kecaman keras yang disampaikan Nabi Saleh terhadap kaumnya setelah Allah membinasakan mereka karena mereka membangkang terhadap perintah Allah, serta kesombongan mereka tidak mau menerima kebenaran dan berpaling dari petunjuk menuju kepada kesesatan. Nabi Saleh mengatakan demikian kepada mereka setelah mereka dibinasakan sebagai kecaman dan celaan, karena mereka memang mendengarnya.
Seperti yang disebutkan di dalam kitab Shahihain, bahwa ketika Rasulullah ﷺ mendapat kemenangan dalam Perang Badar, maka beliau tinggal di Badar selama tiga hari. Kemudian beliau memerintahkan supaya mempersiapkan kendaraan untanya setelah tiga malam berlalu, yaitu pada penghujungnya. Rasulullah ﷺ menaiki unta kendaraannya dan berjalan sampai di sumur Qulaib, lalu berhenti di dekatnya dan bersabda:
“Wahai Abu Jahal ibnu Hisyam, wahai Atabah ibnu Rabi'ah, wahai Syaibah ibnu Rabi'ah, dan wahai Fulan bin Fulan, apakah kalian sekarang telah menjumpai apa yang telah dijanjikan oleh Tuhan kalian sebagai suatu kenyataan? Karena sesungguhnya aku pun telah menjumpai apa yang telah dijanjikan oleh Tuhanku kepadaku secara nyata.” Maka Umar bertanya kepada Nabi ﷺ, "Wahai Rasulullah, mengapa engkau berbicara kepada orang-orang yang telah menjadi bangkai?" Rasulullah ﷺ bersabda: “Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaanNya, kalian sebenarnya bukanlah orang-orang yang lebih mendengarkan perkataanku dibandingkan mereka, tetapi mereka tidak dapat menjawab.
Di dalam kitab Sirah disebutkan bahwa Nabi ﷺ bersabda kepada mereka (orang-orang musyrik Mekah yang terbunuh dalam Perang Badar): “Kalian adalah keluarga seorang nabi yang paling buruk terhadap nabinya. Kalian mendustakan aku, sementara orang lain mempercayai aku. Kalian mengusirku, sedangkan orang lain melindungi aku. Kalian memerangiku, sedangkan orang lain menolongku. Maka kalian adalah seburuk-buruk keluarga nabi terhadap nabinya. Demikian pula yang dikatakan oleh Nabi Saleh kepada kaumnya dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya aku telah menyampaikan kepada kalian risalah (amanat) Tuhanku, dan aku telah memberi nasihat kepada kalian.” (Al-A'raf: 79)
Maksudnya, kalian tidak mau mengambil manfaat apa yang telah aku sampaikan kepada kalian, karena memang kalian tidak menyukai kebenaran dan tidak mau menuruti nasihat.
Dalam firman selanjutnya disebutkan:
“Tetapi kalian tidak menyukai orang-orang yang memberi nasihat.” (Al-A'raf: 79)
Menurut sebagian ahli tafsir, setiap nabi yang umatnya dibinasakan, nabinya pergi dari tempat kaumnya, lalu bermukim di tanah suci Mekah. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Zam'ah ibnu Saleh, dari Salamah ibnu Wahram, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ketika Rasulullah ﷺ melewati Lembah Asfan dalam hajinya, beliau bertanya, "Wahai Abu Bakar, lembah apakah ini?" Abu Bakar menjawab, "Ini Lembah Asfan." Nabi ﷺ bersabda: “Sesungguhnya Nabi Hud a.s. dan Nabi Saleh a.s. pernah lewat daerah ini dengan mengendarai untanya yang tali kendalinya dari tambang, kain sarungnya adalah kain abaya. dan selendangnya adalah kain nimar, mereka mengucapkan talbiyah saat berhaji ke Baitullah yang Atiq.” Hadits ini gharib bila ditinjau dari segi jalurnya, tidak ada seorang pun di antara mereka yang mengetengahkannya.
Setelah melihat kebinasaan yang menimpa kaumnya akibat disambar petir dan gempa, kemudian dia, Nabi Saleh, pergi dengan berat hati, sedih dan rasa haru meninggalkan mereka yang sudah mati sambil berkata dengan penuh penyesalan dan rasa iba, Wahai kaumku! Sungguh, aku telah menyampaikan amanat Tuhanku berupa pesan dan peringatan-Nya, kepadamu dan aku telah cukup menasihati kamu dengan melarangmu melakukan perbuatan yang akan membawa bencana bagimu. Tetapi kamu tidak menghiraukan seruanku, bahkan tidak menyukai orang yang memberi nasihat, siapa pun dia. Seruan Nabi Saleh ini menunjukkan cintanya yang sa-ngat besar kepada kaumnya. Setelah menuturkan kisah kaum Samud yang binasa disambar petir akibat kedurhakaan mereka, selanjutnya Allah menyebutkan kisah yang lain, yakni Nabi Lut beserta kaumnya. Dan Kami juga telah mengutus Nabi Lut. Ingatlah ketika dia berkata dengan nada keras kepada kaumnya yang ketika itu melakukan kedurhakaan besar, Mengapa kamu melakukan perbuatan keji, yakni perbuatan teramat buruk, yaitu homoseksual, yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun di zaman apa pun sebelum kamu di dunia ini' Nabi Lut berharap dengan ucapannya, mereka sadar dan meninggalkan perbuatan itu.
Setelah kaum tsamud binasa akibat disambar petir, ayat ini menerangkan bahwa Nabi Saleh dengan rasa haru dan sedih berkata kepada mereka yang sudah mati, bahwa dia sesungguhnya telah menyampaikan amanat Tuhannya dan telah cukup memberi nasihat kepada mereka namun mereka tidak suka menerima nasihat. Seruan Nabi Saleh ini yang ditujukan kepada kaumnya yang telah mati itu menunjukkan betapa cintanya kepada kaumnya. Hal mana mengingatkan kita kepada seruan Nabi Muhammad terhadap sebagian orang-orang Quraisy yang telah mati dan sudah dikuburkan dalam Perang Badar. Rasulullah berkata:
"Wahai Abu Jahal bin Hisyam, wahai Utbah bin Rabi'ah. Wahai Syaibah bin Rabiah dan wahai Fulan anak Fulan, Adakah sekarang ini kamu menemukan apa-apa yang dijanjikan Allah itu benar? Karena aku telah menemukan apa yang dijanjikan Tuhanku itu benar. Umar berkata, "Ya Rasulullah, apa guna berbicara dengan tubuh yang tidak bernyawa?" Rasulullah menjawab, "Demi Tuhan dimana diriku tergantung pada-Nya. Kamu tidaklah lebih mendengar dari mereka terhadap apa yang aku katakan. Tetapi mereka tidak dapat menjawab." (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Abu thalhah al-Anshari).
Ayat 79 ini tidak mengutarakan bahwa Nabi Saleh menghindar dari kaumnya sebelum datang azab Allah, demikian juga tidak mengutarakan tentang nasib sebagian kaum tsamud yang beriman kepada Nabi Saleh. Namun ayat 79 ini jelas mengutarakan bahwa Nabi Saleh diselamatkan oleh Allah. Ibnu Katsir menerangkan bahwa Allah menyelamatkan Nabi Saleh dan pengikutnya dari azab tersebut kemudian pergi dan tinggal di Haran.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
NABI SHALIH DAN KAUM TSAMUD
Ayat 73
“Dan kepada Tsamud, saudara mereka, Shalih."
Artinya, kepada kaum Tsamud, Allah pun telah mengutus pula saudara mereka sendiri, Nabi Shalih. Kata ahli tarikh dan tafsir, Tsamud sebagai nama dari satu kabilah bangsa Arab pula, diambil dari nama nenek mereka Tsamud bin Atsir bin Iram bin Sam bin Nuh. Menurut riwayat dari Amir bin al-Ala' arti Tsamud ialah sedikit, karena mereka tinggal di satu daerah yang airnya amat sedikit. Dan, disebut orang juga Nasab turunan Nabi Shalih itu, yaitu Shalih bin Ubaid bin Usaif bin Musikh bin Ubaid bin Hadzir bin Tsamud. Dia sampaikan pula seruan kepada kaumnya, sebagai seruan Nuh dan Hud juga, “Dia berkata, ‘Wahai kaumku, sembahlah olehmu akan Allah, tidak ada bagi kamu sembarang Tuhan pun selain Dia." Dimulai dengan tauhid dan dibantah segala pemujaan kepada yang lain, kemudian itu Nabi Shalih berkata, “Telah datang kepada kamu suatu keterangan daripada Tuhan kamu. Inilah dia unta Allah untuk kamu sebagai satu tanda." Kata satu penafsiran, mereka sendiri yang meminta tanda itu, lalu ditimbulkan Allah seekor unta dari dalam sebuah batu sebagai suatu mukjizat dari Nabi Shalih. Lalu, diperbuat janji bahwa akan berganti minum sehari buat mereka dan sehari buat unta."Maka biarkanlah dia makan dari bumi Allah dan janganlah kamu ganggu dia dengan suatu kejahatan pun."
Di dalam surah al-Qamar dan surah asy-Syu'araa' diterangkan bahwa air minum dibagi sehari untuk mereka dan sehari untuk unta, demikian juga di dalam surah asy-Syams dan perjanjian-perjanjian itulah yang diperingatkan di ayat ini oleh Nabi Shalih, biarkanlah unta itu makan dan minum di bumi Allah. Unta Allah yang punya, bumi pun, Allah yang punya. Nabi Shalih peringatkan jangan unta itu diganggu.
“Karena akan menimpa kepada kamu adzab yang pedih."
Kalau unta itu kamu ganggu dan pembagian giliran air tidak kamu pegang setia.
Ayat 74
“Dan, ingatlah oleh kamu ketika Dia telah menjadikan kamu khalifah-khalifah dari sesudah ‘Ad, dan Dia beri kekokohan kamu di bumi."
Sebagai Nabi Hud memberi ingat kepada kaum ‘Ad dahulu, Nabi Shalih di sini pun memberi ingat kepada kaum Tsamud bahwa setelah kaum ‘Ad musnah, mereka pulalah yang diberi giliran Allah untuk naik menjadi pengganti mereka, menjadi khalifah. Kedudukan mereka telah menjadi kukuh, artinya diberi kekuasaan dan kesuburan, bisa mengatur diri sendiri dengan baik, berkat karunia Allah, “Kamu jadikan dari tanahnya yang rata mahligal-mahligai dan kamu pahat gunung-gunung untuk rumah-rumah." Kedua kata ini menunjukkan betapa kemajuan yang telah mereka capai dalam ilmu bangunan. Di tanah rata mereka mendirikan mahligal-mahligai istana atau gedung-gedung indah dan di bukit-bukit, mereka pahat bukit itu sebagus-bagusnya, lalu mereka jadikan tempat tinggal. Kata setengah ahli tafsir, di musim dirigin mereka berpindah ke rumah-rumah yang di gunung-gunung itu, sebab di sana mereka dapat terpelihara dari embusan angin badai padang pasir. Setelah habis musim dirigin, mereka turun kembali ke kota dan meneruskan kegiatan hidup, bercocok tanam dan berusaha yang lain. Di dalam surah asy-Syu'araa' dibayangkan pula betapa suburnya tanah mereka dan baik hasilnya tiap-tiap tahun sehingga mereka menjadi penduduk yang kaya,
“Maka, ingatlah olehmu nikmat-nikmat Allah itu dan janganlah kamu bersimaharajalela di bumi berbuat kebinasaan."
Pada ayat ini sudah terbayang gejala yang tampak oleh Nabi Shalih dari kaumnya, yaitu nikmat Allah dari ketinggian pertukangan dan kesuburan tanah, telah menyebabkan mereka lupa kepada Allah yang memberikan nikmat itu sendiri. Mereka telah berlomba mencari kekayaan saja dan bersimegah mahligai dan “Bu-ngalow" di gunung. Timbullah kecongkakan, kemewahan dan boros sehingga nikmat Allah itu tidak lagi dipergunakan sebaik-baiknya, melainkan bersimaharajalela berkehendak hati.
Melihat gaya jalan ayat, mengertilah kita bahwa dalam negeri Tsamud telah terdapat dua macam masyarakat, yaitu yang sombong sebab kaya dan tidak mau menerima pengajaran, satu lagi masyarakat sederhana, tetapi lekas menerima iman. Hal ini tampak pada ayat selanjutnya,
Ayat 75
“Berkata pemuka-pemuka dari orang-inang yang menyombong di dalam kaumnya itu kepada orang-orang yang lemak, bagi yang beriman di antara mereka, ‘Apakah kamu mengetahui bahwa Shalih itu diutus dari Tuhannya?'"
Ayat ini menunjukkan terdapatnya dua golongan itu, golongan kaya dan mewah disertai kesombongan, dan golongan yang lemah. Maka golongan mewah dan sombong itu tidak mau menerima seruan Nabi Shalih, sedang yang biasanya terlebih dahulu menyediakan diri menjadi pengikut Rasul ialah golongan yang dipandang lemah itu. Di sini diterangkan bahwa dari golongan yang sombong itu yang dianggap pemukanya, merekalah yang bertanya kepada golongan lemah yang menjadi pengikut Shalih, “Apakah kalian tahu benar bahwa Si Shalih itu memang Rasul Allah?" Mungkin ada ujungnya lagi, apakah dia itu tidak seorang penipu atau pendusta? Memang orang yang sombong itu suka bertanya sambil mengejek, apatah lagi kalau ada suatu sikap yang mereka anggap mengganggu kesenangan mereka dan membuka rahasia hati mereka.
“Mereka menjawab, ‘Kami ini percaya kepada apa yang disuruh dia menyampaikan itu.'"
Si sombong bertanya sambil mengejek, si orang yang dipandang lemah, tetapi telah beriman dan yakin dalam imannya, menjawab dengan tegas bahwa Shalih itu seorang Rasul Allah, dan kami percaya pada segala seruan dan ajaran yang dia bawa. Kami tidak sedikit pun menaruh keraguan. Memang didapati di segala zaman, orang-orang yang demikian memegang ajaran agama dengan yakin.
Ayat 76
“Berkata orang-orang yang membesarkan diri itu, ‘Sesungguhnya kami dengan apa yang kamu percayai itu, adalah menolak.'"
Di sini dibayangkan bahwa kesombongan itu telah sampai di puncak. Dibayangkan benar dalam jawaban mereka suatu tantangan karena mereka orang kaya dan mewah. Biarlah kalian orang-orang yang lemah kehidupannya, orang-orang miskin, orang melarat, percaya kepada seruan-seruan demikian, namun bagi kami semuanya itu adalah omong kosong belaka. Kekayaan kami cukup dan kemewahan kami meliputi.
Demikianlah telah terjadi dalam negeri Tsamud, golongan yang taat mengikuti ajaran Rasul, setia memelihara janji dengan Allah berhubung dengan unta Allah itu, tetapi selalu dicemooh golongan yang sombong. Dan, satu waktu kesombongan itu sampai ke puncak.
Ayat 77
“Maka mereka sembelihlah unta itu dan mendurhakalah mereka dari perintah Tuhan mereka, seraya mereka berkata, ‘Hai Shalih, datangkanlah kepada kami apa yang telah engkau janjikan kepada kami itu, jika benar engkau dari orang yang diutus.'"
Ayat ini telah membayangkan nian sikap hidup dan karakter mereka. Sejak mula mereka tidak mau percaya bahwa Shalih adalah Rasul Allah, sampai mereka meminta bukti, lalu di-ciptakan Allah seekor unta dari lubang batu dan dibuat janji akan memeliharanya baik-baik dan menjaga makanannya dan patuh menuruti aturan minum berganti hari.
Akan tetapi, kehidupan yang mewah yang menimbulkan sombong itu, tidaklah rupanya dapat diubah oleh bayyinah atau bukti unta itu. Mereka, sembelih unta itu. Ada riwayat mengatakan bahwa beberapa orang pemuda sakit hati sebab mereka terhalang mencampur arak dengan air pada hari minuman unta. Mereka benci kepada Nabi Shalih sebab sejak ada unta itu mereka terhambat-hambat memakai air. Itulah sebab, mereka kepung unta itu bersama-sama, mereka bantai dan dagingnya mereka makan beramal-ramai. Setelah itu, mereka tantang lagi Nabi Shalih. Mana dia adzab itu, bawa kemari, Suatu keruntuhan akhlak karena hidup sangat mewah,
Ayat 78
“Maka menimpalah kepada mereka gempa. Lalu, jadilah mereka di dalam rumah mereka menjadi kaku."
Di sini disebut bahwa kaum Tsamud yang sombong itu dimusnahkan oleh adzab berupa gempa, bergoyang bumi, hancur segala bangunan, baik di tanah datar atau di lereng gunung tadi. Di dalam surah Fushshiiat, Hamim Sajadah disebut bahwa mereka binasa oleh mendengar suara pekik atau sorak yang sangat keras sehingga lantaran bunyi itu, tidaklah tahan urat saraf mereka sehingga pecah perut, pecah empedu dan hati kejang. Penafsir zaman modern mengumpulkan keduanya, yaitu datangnya petir halilintar yang dahsyat, memecah anak telinga, mungkin sebagai bunyi letusan bom atom, di zaman kita ini. Ketika petir mengkilap, timbul letusan, terdengar bunyinya dan mengguncang bumi sehingga lantaran sangat dahsyatnya bisa putus rangkai kati, pecah empedu atau kaku di dalam rumah.
Di dalam surah Huud akan bertemu kelak bahwa Nabi Shalih memberi kesempatan kepada kaumnya. Dalam masa tiga hari itulah Nabi Shalih menyuruh segala orang yang beriman meninggalkan negeri itu. Seketika akan berangkat, berkatalah beliau,
Ayat 79
“Maka berpalinglah dia daripada mereka dan dia berkata, ‘Wahai kaumku, sesungguhnyanya telah aku sampaikan kepada kamu rnisalah dari Tuhanku."
Tugas kewajiban yang dipikulkan kepadaku telah aku laksanakan, yaitu menyeru kamu supaya kembali ingat kepada Allah Yang Satu, tetapi kamu menyombong juga, bahkan kamu tolak segala keteranganku dengan sombong, lalu kamu sembelih unta itu.
“Dan, aku telah bernasihat kepada kamu, tetapi kamu tidak suka kepada orang-orang yang bernasihat."
Aku nasihatkan supaya kesombongan itu dihilangkan, dan biarkanlah unta Allah minum sesukanya pada harinya yang ditentukan, tetapi kamu benci kepadaku, kamu tidak suka pada segala orang yang memberi nasihatmu jalan yang baik, untuk muslihat kamu sendiri, sampai lantaran sombongmu unta itu kamu bunuh. Sekarang tunggulah apa yang akan kejadian dalam tiga hari ini. Setelah memperingatkan itu, Nabi Shalih berangkat, dan cukup tiga hari setelah menyembelih unta, datanglah adzab itu dan hancurlah negeri Tsamud.
Akan tetapi dalam penafsiran yang lain, perkataan ini dikeluarkan oleh Nabi Shalih setelah negeri itu binasa. Beliau datang lagi ke sana, dan disampaikannyalah keluhan hatinya pada bangkal-bangkai yang telah bergelimpangan itu, sebagaimana telah dilakukan pula yang demikian oleh Rasulullah ﷺ setelah kaum musyrikin yang binasa di dalam Peperangan Badar 70 orang banyaknya yang tewas. Beliau panggil nama ketua-ketua kaum Quraisy itu satu demi satu, termasuk Abu Jahal. Hai si Fulan anak si Fulan, sudah senangkah hatimu karena kamu menentang Allah dan Rasul-Nya? Kami telah mendapati janji yang benar dari Allah. Apakah kamu sekarang telah mendapati pula dengan benar apa yang dijanjikan Tuhan kamu kepada kamu? Padahal, semuanya telah jadi bangkai. Lalu, bertanyalah Umar bin Khaththab, “Ya Rasul Allah, Apa yang akan dapat dikatakan lagi oleh bangkal-bangkai yang tidak bernyawa itu?" Maka menjawablah Rasululllah ﷺ, “Demi Allah, yang jiwa Muhammad ada dalam tangan-Nya, bahkan mereka lebih mendengar nyata apa yang aku katakan itu daripada kamu sekalian."
Hadits ini dirawikan oleh Bukhari dari jalan Qatadah dan Abu Thalhah al-Anshari. Malahan, Qatadah menyambung, “Di saat itu mereka dihidupkan Allah supaya mereka dengar apa yang dikatakan Rasulullah ﷺ"
Maka amat janggallah kalau kaum Tsamud yang telah mati atau kaum musyrikin yang telah tewas di Peperangan Badar mendengar suara kedua Rasulullah itu dijadikan tempat qiyas oleh orang-orang yang memuja kubur, yang berkata bahwa “Tuan Syekh" di dalam kubur itu mendengar seruan orang yang memohon kepada Allah dengan perantaraan mereka, dan mereka bersedia menyampaikan. Suatu qiyas yang amat timpang, mengambil contoh perbuatan musyrik dari orang yang telah musnah karena kemusyrikan, untuk mempertahankan perbuatan syirik pula.