Ayat
Terjemahan Per Kata
وَإِلَىٰ
dan kepada
عَادٍ
kaum 'Ad
أَخَاهُمۡ
saudara mereka
هُودٗاۚ
Hud
قَالَ
dia berkata
يَٰقَوۡمِ
wahai kaumku
ٱعۡبُدُواْ
sembahlah
ٱللَّهَ
Allah
مَا
tidak
لَكُم
bagi kalian
مِّنۡ
dari
إِلَٰهٍ
Tuhan
غَيۡرُهُۥٓۚ
selain Dia
أَفَلَا
maka mengapa tidak
تَتَّقُونَ
kamu bertakwa
وَإِلَىٰ
dan kepada
عَادٍ
kaum 'Ad
أَخَاهُمۡ
saudara mereka
هُودٗاۚ
Hud
قَالَ
dia berkata
يَٰقَوۡمِ
wahai kaumku
ٱعۡبُدُواْ
sembahlah
ٱللَّهَ
Allah
مَا
tidak
لَكُم
bagi kalian
مِّنۡ
dari
إِلَٰهٍ
Tuhan
غَيۡرُهُۥٓۚ
selain Dia
أَفَلَا
maka mengapa tidak
تَتَّقُونَ
kamu bertakwa
Terjemahan
(Kami telah mengutus) kepada (kaum) ‘Ad saudara mereka, Hud. Dia berkata, “Wahai kaumku, sembahlah Allah, tidak ada tuhan bagimu selain Dia. Tidakkah kamu bertakwa?”
Tafsir
(Dan) Kami telah mengutus (kepada kaum Ad) yang pertama (saudara mereka yaitu Hud. Ia berkata, "Hai kaumku, sembahlah Allah) tauhidkanlah Allah (sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain dari-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa?") kamu tidak takut kepada-Nya sehingga kamu mau mengimani-Nya.
Tafsir Surat Al-A'raf: 65-69
Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum Ad saudara mereka, Hud. Ia berkata "Wahai kaumku, sembahlah Allah, tidak ada Tuhan bagimu selain dari-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa?”
Pemuka-pemuka yang kafir dari kaumnya berkata, "Sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu dalam keadaan kurang waras dan sesungguhnya kami menganggap kamu termasuk para pembohong.”
Dia (Hud) menjawab, "Wahai kaumku! Bukan aku kurang waras, Tetapi aku ini adalah Rasul dari Tuhan seluruh alam.
Aku menyampaikan amanat-amanat Tuhanku kepada kalian dan aku hanyalah pemberi nasihat yang dapat dipercaya kepada kamu.
Apakah kamu (tidak percaya) dan heran bahwa ada peringatan yang datang dari Tuhanmu melalui seorang laki-laki dari kalanganmu sendiri, untuk memberi peringatan kepadamu? Dan ingatlah ketika Dia menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum Nuh, dan Tuhan telah melebihkankamu dalam kekuatan tubuh dan perawakanmu (daripada kaum Nuh itu). Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah supaya kalian mendapat keberuntungan.
Ayat 65
Allah ﷻ berfirman, "Sebagaimana Kami utuskan Nuh kepada kaumnya, maka Kami pun mengutus kepada kaum 'Ad saudara mereka, yaitu Hud."
Menurut Muhammad ibnu Ishaq, kaum Nabi Hud berasal dari anak cucu ‘Aad ibnu Iram ibnu Iwad ibnu Saam ibnu Nuh a.s.
Menurut kami, mereka adalah kaum 'Ad pertama yang disebut oleh Allah dalam Kitab-Nya. Mereka adalah keturunan dari 'Ad ibnu Iram yang bertempat tinggal di gedung-gedung dan tiang-tiang yang tinggi dan kuat. Seperti yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam firman-Nya:
“Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum 'Ad? (yaitu) penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi, yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu di negeri-negeri lain.” (Al-Fajr: 6-8)
Hal itu karena besarnya tubuh mereka dan besarnya kekuatan mereka, sebagaimana yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam firman-Nya yang lain:
“Adapun kaum 'Ad, maka mereka menyombongkan diri di muka bumi tanpa alasan yang benar dan berkata, “Siapakah yang lebih besar kekuatannya daripada kami?” Dan apakah mereka itu tidak memperhatikan bahwa Allah yang menciptakan mereka adalah lebih besar kekuatan-Nya daripada mereka? Dan adalah mereka mengingkari tanda-tanda (kekuatan) Kami.” (Fushshilat: 15)
Tempat tinggal mereka di negeri Yaman, di Ahqaf, yakni suatu daerah yang semuanya terdiri atas bukit-bukit pasir.
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Muhammad ibnu Abdullah ibnu Abu Said Al-Khuza'i, dari Abut Tufail (yaitu Amir ibnu Wasilah) bahwa ia pernah mendengar Ali berkata kepada seorang lelaki dari Hadramaut, "Apakah engkau pernah melihat gundukan pasir merah yang dicampuri dengan tanah liat keras yang merah, dan dipenuhi dengan pohon arak dan pohon siar, yang tepatnya terletak di bagian kawasan Hadramaut?" Lelaki itu menjawab, "Ya saya pernah melihatnya, wahai Amirul Muminin.”
“Demi Allah, engkau benar-benar menggambarkannya seperti orang yang pernah melihatnya." Ali berkata, "Tidak, tetapi saya pernah diberi tahu oleh hadits tentangnya." Lelaki dari Hadramaut itu bertanya lagi, "Mengapa engkau tanyakan tempat tersebut, wahai Amirul Muminin?" Ali menjawab, "Disana terdapat kuburan Hud a.s." Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
Di dalamnya terkandung informasi yang menyatakan bahwa tempat tinggal kaum Nabi Hud adalah negeri Yaman karena Nabi Hud sendiri dimakamkan di tempat tersebut. Nabi Hud adalah seorang yang paling mulia keturunannya di antara kaumnya.
Karena sesungguhnya semua rasul diutus oleh Allah ﷻ dari kalangan kabilah yang paling utama dan paling dihormati di kalangan kaumnya. Tetapi kaum Nabi Hud sebagaimana tubuh mereka yang besar lagi perkasa, begitu pula hati mereka sangat keras, mereka adalah suatu umat yang paling mengingkari perkara yang benar. Karena itulah Allah mengutus kepada mereka Nabi Hud a.s. yang menyeru mereka untuk menyembah Allah semata, taat kepada-Nya, dan bertakwa kepada-Nya.
Ayat 66
“Pemuka-pemuka yang kafir dari kaumnya berkata.” (Al-A'raf: 66)
Al-Mala, pembesar dan pemuka dari kalangan suatu kaum.
"Sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu dalam keadaan kurang waras dan sesungguhnya kami menganggap kamu termasuk para pembohong.” (Al-A'raf: 66)
Maksudnya, kamu (Hud) berada dalam kesesatan, karena kamu menyeru kami untuk meninggalkan berhala-berhala kami, dan menyeru kami untuk menyembah kepada Allah semata. Sama halnya dengan apa yang dilakukan oleh pemuka-pemuka Quraisy terhadap seruan yang disampaikan oleh Nabi ﷺ yang mengajak mereka kepada menyembah Allah semata. Seperti yang dinyatakan oleh firman-Nya:
“Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Maha Esa?” (Shad: 5), hingga akhir ayat.
Ayat 67
Firman Allah ﷻ: “Dia (Hud) menjawab, "Wahai kaumku! Bukannya aku kurang waras, Tetapi aku ini adalah Rasul dari Tuhan seluruh alam.” (Al-A'raf: 67)
Yakni saya tidaklah seperti apa yang kalian anggap, tetapi saya datang kepada kalian untuk menyampaikan perkara yang benar dari Allah Yang Menciptakan segala sesuatu, Dia adalah Tuhan segala sesuatu dan Yang Memilikinya.
Ayat 68
“Aku menyampaikan amanat-amanat Tuhanku kepada kalian dan aku hanyalah pemberi nasihat yang dapat dipercaya kepada kamu.” (Al-A'raf: 68)
Hal yang disebutkan dalam ayat ini merupakan sifat-sifat yang dimiliki oleh semua rasul, yaitu menyampaikan, memberi nasihat, dan dapat dipercaya.
Ayat 69
“Apakah kamu (tidak percaya) dan heran bahwa ada peringatan yang datang dari Tuhanmu melalui seorang laki-laki dari kalanganmu sendiri, untuk memberi peringatan kepadamu?”(Al-A'raf: 69)
Artinya, janganlah kalian merasa heran jika Allah mengutus seorang Rasul kepada kalian dari kalangan kalian sendiri, untuk untuk memperingatkan kalian dari azab Allah dan hari perjumpaan dengan-Nya. Mengapa kalian tidak bersyukur kepada Allah atas karunia ini?
“Dan ingatlah ketika Dia menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum Nuh.” (Al-A'raf: 69)
Yaitu ingatlah oleh kalian akan nikmat Allah yang telah menjadikan kalian dari keturunan, yang berkat doanya Allah membinasakan seluruh penduduk bumi sebab mereka menentangnya dan mendustakannya.
“Dan Tuhan telah melebihkankamu dalam kekuatan tubuh dan perawakanmu (daripada kaum Nuh itu).” (Al-A'raf: 69)
Yakni Dia menjadikan tinggi perawakan kalian dan kekuatan kalian lebih daripada manusia sejenis kalian. Dengan kata lain, Allah menjadikan tubuh mereka sangat tinggi dan sangat kuat perawakannya.
Pengertian ini sama dengan makna yang terkandung di dalam firman-Nya yang mengisahkan perihal Talut, yaitu:
“Dan memberikan kelebihan ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.” (Al-Baqarah: 247)
“Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah.” (Al-A'raf: 69)
Yaitu berbagai macam nikmat dan karunia yang telah Allah berikan kepada kalian
“Supaya kalian mendapat keberuntungan.” (Al-A'raf: 69)
Lafal ala adalah bentuk jamak dari Ila, tetapi menurut pendapat yang lain ia adalah bentuk jamak dari ala.
Setelah Nabi Nuh wafat, Allah mengutus Nabi Hud kepada kaum 'Ad untuk meneruskan ajaran tauhid yang telah disampaikan oleh Nabi Nuh. Dan kepada kaum 'Ad, Kami utus Nabi Hud, yang merupakan saudara seketurunan mereka agar mereka memahami ajaran yang ia sampaikan. Dia berkata sebagaimana ucapan Nabi Nuh kepada kaumnya, Wahai kaumku! Sembahlah Allah! Tidak ada tuhan sembahan bagimu yang layak disembah selain Dia. Maka mengapa kamu tidak bertakwa dengan menjalankan perintah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan yang lain sehingga kamu terhindar dari siksa-Nya' Mendengar seruan Nabi Hud, kebanyakan kaumnya tetap kafir, tidak mau mengikuti ajakan dan dakwahnya. Bahkan, pemuka-pemuka orang-orang yang kafir dari kaumnya yang berkuasa berkata, Sesungguhnya kami memandang kamu, yakni melihat dan menilaimu secara keseluruhan, benar-benar kurang waras, tidak memahami apa yang kamu katakan, dan kami kira dan yakin kamu termasuk orang-orang yang berdusta dalam perkataanmu.
'
Ayat ini menerangkan bahwa Allah mengutus kepada kaum 'Ad Nabi Hud dari kalangan mereka sendiri dan memerintahkannya untuk menyeru kaumnya agar menyembah Allah Tuhan Yang Maha Esa dan meninggalkan segala sesuatu yang dituhankan mereka, karena selain Allah bukanlah Tuhan dan tidak patut disembah, segala ibadah hanya diperuntukkan kepada Allah. Oleh sebab itu, Nabi Hud menganjurkan kepada mereka agar bertakwa kepada Allah dan meninggalkan segala sesuatu yang dimurkai-Nya untuk menghindarkan diri dari siksaan-Nya. Pada waktu dan kesempatan yang lain, beliau memerintahkan kepada kaumnya agar mereka menggunakan akal pikirannya. Firman Allah:
Dan kepada kaum 'Ad (Kami utus) saudara mereka, Hud. Dia berkata, "Wahai kaumku! Sembahlah Allah, tidak ada tuhan bagimu selain Dia. (Selama ini) kamu hanyalah mengada-ada. Wahai kaumku! Aku tidak meminta imbalan kepadamu atas (seruanku) ini. Imbalanku hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku. Tidakkah kamu mengerti?" (Hud/11: 50-51)
'Ad adalah anak Iram bin Aus bin Sam bin Nuh. Demikian diterangkan oleh Muhammad bin Ishak. Menurut Ibnu Ishak, bahwa al-Kalby berkata: kaum 'Ad adalah penyembah berhala sebagaimana halnya kaum Nabi Nuh yang mematungkan orang-orang yang dipandang keramat setelah mati. Kemudian patung-patung itu dianggap sebagai Tuhan. Kaum 'Ad pun membuat patung-patung, mereka namakan tsamud dan yang lain lagi mereka namakan al-Hatar. Mereka tinggal di Yaman di daerah Ahqaf antara Oman dan Hadramaut. Mereka adalah kaum yang berbuat kerusakan di bumi ini karena mereka bangga dengan kekuatan fisik yang tidak dimiliki oleh kaum yang lain.
Karena mereka memperlakukan penduduk bumi ini sekehendak mereka secara zalim, Allah mengutus Nabi Hud dari kalangan mereka sebab sudah menjadi ketetapan Allah bahwa rasul-rasul yang diutus itu diambil dari kaumnya sendiri yang lebih mengerti tentang kaumnya dan lebih dapat diterima seruannya karena mengetahui kepribadiannya. Akan tetapi ketika Nabi Hud menyampaikan risalahnya yaitu menyeru kaumnya agar menyembah Allah Tuhan Yang Maha Esa dan meninggalkan perbuatan yang zalim, seruan Nabi Hud tersebut mereka dustakan dan malahan mereka menentangnya, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah yaitu:
Maka adapun kaum 'Ad, mereka menyombongkan diri di bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran dan mereka berkata, "Siapakah yang lebih hebat kekuatannya dari kami?" Tidakkah mereka memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah yang menciptakan mereka. Dia lebih hebat kekuatan-Nya dari mereka? Dan mereka telah mengingkari tanda-tanda (kebesaran) Kami. (Fushshilat/41: 15)
.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
NABI HUD DAN KAUM ‘AD
Ayat 65
“Dan kepada ‘Ad saudara mereka, Hud."
Artinya, setelah Allah mengutus Nuh kepada kaumnya, yang tidak mau percaya tenggelam dibawa topan dan yang percaya selamat bersama Nabi Nuh dalam bahtera, kemudian keturunan yang selamat dalam bahtera itu telah turun-temurun berkembang biak sehingga bergantilah dengan penduduk dunia yang baru dan membangun baru. Di antaranya yang terpenting ialah kaum ‘Ad.
Menurut riwayat lshaq bin Bisyr dan Ibnu Asakir, yang mereka terima dari Atha dan Atha menerimanya dari Ibnu Abbas, “Nabi Hud itulah yang mula-mula bercakap dalam bahasa Arab." Dengan demikian, berarti bahwasanya suku ‘Ad itu adalah termasuk suku Arab yang pertama-tama.
Tersebut pula bahwasanya Hud itu mempunyai empat orang anak laki-laki, di antaranya seorang bernama Qahthan. Itulah yang menurunkan Arab Yaman atau Arab Qahthan. Kepada kaum Ad itulah Allah mengutus Rasul-Nya yang bernama Hud itu. Dalam riwayat yang lain dari Ibnul Ishaq bahwa kaum Ad itu pun menyembah berhala pula, sebagaimana kaum Nabi Nuh dahulu. Dan, berhala mereka yang masyhur, yaitu Tsamud dan Hatar. Maka, diutus Allah-lah kepada kaum itu Nabi Hud, dari kabilah Khulud. Kabilah ini termasuk yang terpandang dan disegani oleh kabilah-kabilah yang lain sebagai pecahan dari Ad. Dan, disebutkan pula bahwa orangnya gagah-gagah, putih-putih kulitnya dan Hud sendiri termasuk yang tergagah di antara mereka. Maka, disampaikannyalah risalah atau tugas suci yang dipikulkan Allah kepadanya."Dia berkata, ‘Wahai kaumku, sembahlah olehmu akan Allah! Tidak ada bagi kamu barang mana pun Tuhan selain Dia." Hentikanlah menyembah Tsamud atau Hatar itu karena semuanya itu tidak ada sebarang Tuhan pun selain Allah yang patut disembah.
“Apakah kamu tidak mau bertakwa?"
Di sini, takwa tepatlah kalau diartikan takut. Apakah kamu tidak takut akan adzab Allah, Tuhan yang sebenarnya, Tuhan yang wajib disembah? Padahal, telah sampai kepadamu berita bagaimana adzab Allah yang telah menimpa kaum Nuh, sedangkan kamu adalah satu pecahan keturunan dari yang menumpang bahtera Nuh itu?
Akan tetapi, apa jawab kaumnya?
Ayat 66
“Berkata pemuka-pemuka yang kufur dari kaumnya itu, Sesungguhnya, kami lihat engkau dalam keadaan pandir."
Di sini terdapat perbedaan di antara kaum Hud ini dengan kaum Nuh dahulu. Pada waktu Nuh, dikatakan bahwa sebagian dari pemuka-pemuka kaumnya berkata kepadanya. Namun, terhadap Nabi Hud, yang berkata kepadanya itu ialah yang kufur daripada pemuka-pemuka kaumnya itu. Tandanya ada dari kalangan pemuka-pemuka itu yang percaya. Menurut keterangan setengah ahli tafsir bahwa memang ada juga pemuka kaum Ad itu yang percaya akan seruan Nabi Hud, bernama Murtsid bin Sa'ad, Karena golongan yang menentang itu lebih besar, Murtsid bin Sa'ad itu tidak menyatakan iman dengan terang-terang.
Pemuka-pemuka kaumnya telah menuduh Hud seorang yang safaahah, artinya pandir atau goblok atau kurang akal, atau miring otak. Tentu saja tuduhan seperti ini datang dari mereka. Sebab, Hud telah membantah dengan keras pusaka nenek moyang menyembah berhala itu. Menurut keyakinan mereka menyembah dan memuja berhala, bukanlah semata ditujukan kepada berhala itu, tetapi kepada diri orang yang telah mati, yang di waktu hidupnya sangat berjasa. Perbuatan Hud menyerang penyembah berhala itu mereka anggap suatu perbuatan orang pandir dan tidak berotak, sebab telah meninggalkan rasa hormat kepada yang patut dihormati. Dan me-reka berkata pula,
“Dan sesungguhnya … sangka kami bahwa engkau ini adalah dari orang-orang yang mendusta."
Artinya, tidak terterima bagi akal kami bahwa apa yang engkau serukan itu benar. Engkau menyuruh kami hanya menyembah kepada Allah saja. Mana bisa seorang manusia langsung menyembah dan memohon saja kepada Allah, kalau tidak dengan perantaraan orang yang suci. Siapa benar kita ini maka kita boleh langsung-langsungsaja meminta kepada Allah. Allah yang begitu mulia dan tinggi kedudukan-Nya. Maka dua kemungkinan ada pada kamu wahai Hud. Pertama, engkau mempunyai otak yang miring, kedua engkau adalah seorang pendusta.
Kalau Nuh dituduh telah sesat oleh kaumnya maka Hud dituduh seorang pandir dan pembohong.
Ayat 67
“Dia benkata, ‘Wahai kaumku, bukanlah padaku ada kepandiran."
Otakku sehat, yang aku katakan adalah benar.
“Akan tetapi, aku ini adalah utusan dari Tuhan sarwa sekalian alam."
Bukan aku orang pandir, wahai kaumku, tetapi seorang yang diutus Allah memberikan penerangan kepada kamu. Masakan orang pandir akan diberi Allah kemuliaan setinggi itu. Seorang yang dipilih Allah menjadi utusan-Nya adalah orang yang cerdas akalnya, luas pikirannya dan cinta kepada kaumnya. Di dalam ayat ini kita pun melihat, sebagaimana terlihat pada kisah Nabi Nuh tadi, yaitu kelapangan dadanya seorang Rasul. Tuduhan yang demikian hina, dikatakan pandir dan pendusta, beliau jawab dengan lemah lembut. Bukanlah aku orang pandir wahai kaumku, tetapi aku adalah Rasulullah kepada kamu, untuk membimbing kamu kepada jalan yang benar.
Ayat 68
“Akan aku sampaikan kepada kamu risalah dari Tuhanku, dan aku ini bagi kamu adalah pembawa nasihat yang dipercaya."
Aku memikul suatu risalah atau tugas suci. Allah yang memerintahkan menyampaikannya kepada kamu, bagi kemuslihatan kamu. Aku disuruhkan menyampaikan nasihat kepada kamu supaya kamu hentikan perbuatan syirik dan langsunglah menyembah kepada Allah secara tauhid. Allah memercayai akan daku, sebab itu maka aku yang Allah pilih untuk menyampaikannya kepada kamu. Kalau aku seorang pandir dan pendusta sebagai yang kamu tuduhkan itu, niscaya kepercayaan yang sebesar ini tidakkan dipikulkan kepada pundakku.
Sebagaimana juga pemuka-pemuka kaum Nabi Nuh yang heran tercengang bahwa Allah Yang Mahatinggi mengutus manusia dari kalangan satu kaum buat menjadi satu Rasul kepada kaum itu maka kaum ‘Ad pun menyatakan tercengangnya pula. Lantaran itu datanglah pertanyaan Hud.
Ayat 69
“Apakah tercengang kamu bahwa datang kepada kamu peringatan dari Tuhan kamu dengan perantaraan seorang laki-laki dari kalangan kamu sendiri untuk menyampaikan ancaman kepada kamu?"
Pertanyaan seperti ini, berujud tanya, tetapi bantahan (istifham inkan'). Berarti, tidak usahlah kamu tercengang jika Allah memilih seorang manusia dari kalangan kamu sendiri menjadi utusan-Nya, buat menyampaikan ancaman Allah kepadamu bahwa kamu akan mendapat adzab Allah, baik di dunia atau di akhirat kelak, lantaran kamu tidak mau menerima kebenaran. Mengapa kamu tercengang? Bukankah kamu sendiri mengakui bahwa ada setengah manusia dilebihkan dari yang lain karena karunia Allah? Nenek moyang kamu yang kamu jadikan berhala yang kamu sembah itu, kamu katakan sangat setia, berlebih dari manusia biasa. Sekarang, dari kaummu sendiri dan saudaramu sendiri, dipilih Allah, diberi kelebihan darimu, bukan untuk dijadikan Allah, melainkan untuk memperingatkan kamu bahwa menuhankan yang lain adalah perbuatan yang amat salah. Kemudian, Nabi Hud pun menyadarkan kepada mereka bahwa me-reka pun dilebihkan Allah pula dari yang lain supaya mereka lebih insaf dan kembali kepada jalan yang benar. Sambung Nabi Hud,
“Dan ingatlah olehmu, tatkala Dia telah menjadikan kamu khalifah-khalifah sesudah kaum Nuh dan Dia lebihkan kamu pada kejadian. Maka ingatlah olehmu akan nikmat-nikmat Allah itu supaya kamu berbahagia."
Dengan ini, Nabi Hud memperingatkan mereka, dan menyadarkan betapa besar nikmat yang diberikan Allah kepada mereka. Sesudah musnahnya kaum Nuh, kaum ‘Ad-lah yang diberi Allah kemuliaan, menjadi khalifah, yang berarti pengganti dari kaum Nuh, menerima tugas menjadi khalifah di muka bumi, melanjutkan pembangunan perikemanusiaan, dapat mengolah bumi dan mengambil hasilnya, mempunyai tanah subur dan negeri makmur sehingga berlimpah-limpah kekayaan mereka dan sebagaimana tersebut di ayat-ayat yang lain sehingga mereka menjadi kaum yang kaya-raya, dapat membangun rumah yang indah-indah dan tanda-tanda kekayaan dan kemewahan (surah asy-Syu'araa'). Disebut pula keadaan istimewa yang dianugerahkan Allah kepada mereka, yaitu dilebihkan pada kejadian. Dilebihkan pada bentuk tubuh, orangnya putih-putih, tinggi semampai, badan mereka besar-besar dan tegap. Berserulah Hud agar mereka ingat akan nikmat Allah itu semuanya dan bersyukur kepada-Nya. Mengingat nikmat ialah dengan menyembah semata-mata kepada Allah, sebab Dialah yang menurunkan rezeki yang berlimpah-limpah dan badan tubuh yang tegap-tegap tinggi semampai itu.
Apabila orang bersyukur kepada Allah, niscaya dia akan merasai kebahagiaan. Sebab, apabila nikmat yang telah ada disyukuri, Allah berjanji akan menambahnya lagi berlipat-ganda.
Kita peringatkan di sini beberapa keterangan dari tafsir-tafsir lama, ketika menerangkan bentuk tubuh kejadian kaum Ad itu.
Ibnu Asakir meriwayatkan dari Wahab bin Munabbih bahwa panjang badan orang Ad itu 60 hasta, kepalanya sebesar gobah, mata mereka sebesar telur burung buas, hidung mereka pun besar begitu pula.
Yang susah akal menerimanya ialah dikatakan panjang mereka 60 hasta, menurut hasta mereka sendiri. Menurut Abd bin Humaid dari Qatadah, panjang mereka 12 hasta. Riwayat yang pertama yang dari Wahab bin Munabbih itu sudah nyata membuat pusing kepala, 60 hasta, tetapi hasta mereka sendiri. Padahal, panjang tubuh manusia di dunia ini, hanyalah tiga hastanya sendiri, kecuali kepala. Memang Wahab bersama Ka'ab al-Ahbar, banyak nian membawa dongeng-dongeng begini ke dalam kalangan Islam, padahal mereka pun telah menjadi orang Islam. Adapun orang dahulu, asal bertemu suatu riwayat, mereka salin atau nukil. Benar tidaknya, mereka tidak merasa bertanggung jawab. Sebab, mereka selalu menerangkan dari siapa mereka mendengarnya. Riwayat Abd bin Humaid yang dari Qatadah mengatakan panjang mereka 12 hasta. Hasta siapa? Apakah ada berjumpa kuburan atau tulang-belulang kaum Ad itu pada zaman Qatadah, lalu diukur dengan hasta orang pada zaman Qatadah? Tidak ada keterangan. Dan, riwayat lain pula dari ahli hadits al-Hakim, at-Tirmidzi, katanya diterimanya dari Ibnu Abbas, panjang orang Ad itu adalah 80 langkah (40 meter).
Meskipun riwayat ini datangnya dari Ibnu Abbas, kita pun tidaklah salah kalau tidak segera menerimanya. Sedangkan hadits Rasulullah ﷺ sendiri, kalau ganjil bunyinya, berbeda dari nash Al-Qur'an, lagi dipertimbangkan orang dengan semasak-masaknya tentang shahihnya atau dhaifnya, kononlah riwayat sahabat. Apalagi hanya riwayat tabi'in. Memang Sayyidiria Ibnu Abbas dipujikan Nabi dan didoakan beliau agar diberi paham yang mendalam tentang agama dan diberi rahasia ta'wil dan tafsir Al-Qur'an, tetapi ahli-ahli penyelidik telah banyak bertemu bahwa banyak kata-kata yang dhaif ditimbulkan orang lain, lalu supaya lekas diterima orang, mereka sandarkan kepada Ibnu Abbas.
Kalau demikian halnya maka di dalam menafsirkan kaum ‘Ad dilebihkan pada kejadian tubuh itu, lebih baik (langsung diartikan menurut Al-Qur'an saja). Sebagaimana pada zaman kita ini, terkenal ada beberapa penduduk bumi yang tubuh orang-orangnya tinggi-tinggi semampai, sedangkan di bagian dunia yang lain tubuh orangnya sederhana saja. Akan tetapi, penduduk Kashmir dan daerah batas Afghanistan terkenal tubuh orang-orangnya tinggi-tinggi dan tegap. Kadang karena pengaruh iklim di gunung. Mungkin begitulah kelebihan tubuh kaum ‘Ad itu dari penduduk daerah lain di zaman itu. Orang Arab di zaman sekarang juga dapat kita perhatikan perbedaan tubuh mereka. Tubuh orang Yaman umumnya pendek-pendek sebagai tubuh orang Indonesia. Tetapi, tubuh orang Mesir, terutama dari daerah Uluan (Assoun) tinggi semampai.
Ayat 70
“Mereka bertanya, ‘Apakah engkau datang kepada kami supaya kami menyembah Allah sendirinya saja? Dan supaya kami tinggalkan apa-apa yang disembah oleh bapak-bapak kami?'"
Kamu suruh kami menyembah Allah saja dan engkau larang kami menyembah berhala pusaka nenek moyang? Akan berubah sama sekali segala peraturan yang lama? Akan dibongkar adat istiadat turun-temurun? Akan kami hinakan nama-nama orangorang yang telah dimuliakan bertahun-tahun? Akan langsung saja kepada Allah dengan tidak memakai perantaraan lagi? Kami tidak mau. Kami tidak mengenal itu tauhid.
“Kalau begitu, datangkanlah kepada kami apa yang telah engkau janjikan itu, jika ada engkau dari golongan orang-orang yang benar!"
Kalau memang begitu maksud engkau, nyatalah kami tidak mau menerimanya. Kami pun hendak melihat, kalau engkau seorang yang berseru dengan kebenaran, niscaya ancaman engkau itu akan terjadi. Namun, kami bersedia menerimanya, asal saja kami tidak berubah dari pendirian kami.
Kekufuran yang sudah disambut demikian meningkat disambut oleh Nabi Hud dengan jujur dan tegas,
Ayat 71
“Dia benkata, ‘Sesungguhnya, telah tentimpa ke atas kamu penyiksaan dan kemunkaan dari Tuhan kamu.'"
Artinya, meskipun belum kamu minta adzab itu, sesungguhnya dia telah datang sekarang juga kepada kamu, jiwanya telah tersiksa dan kemurkaan Allah telah datang, cuma kamu belum juga insaf."Apakah kamu akan membantahku tentang nama-nama yang kamu nama-namakan itu? Kamu dan bapak-bapak kamu?" Apakah kamu hendak mengajak aku berbantah dan bertengkar tentang nama-nama berhala yang engkau sembah itu? Tentang Tsamud dan Hatar atau yang lain-lain? Apakah akan tetap kami pertahankan bahwa berhala-berhala itulah yang akan menolong kamu atau menyampaikan permohonan kamu pada Allah? Nama-nama buatan kamu sendiri dan buatan yang dikarang-karangkan oleh nenek moyang kamu? Yang hanya kamu perbuat-buat saja, “Tidaklah ada Allah menurunkan tentang itu dari satu keterangan pun." Artinya, tidak ada alasan dan tidak ada kekuatan dasarnya sama sekali,
Kamu menentang aku, meminta kalau memang ada janji Allah itu, turunkanlah! Aku jawab, “Baik!"
“Maka, tunggulah olehmu! Sesungguhnya aku pun bersama kamu, daripada orang-orang yang menunggu pula."
Di dalam ayat ini tantangan yang keras oleh kaumnya telah dijawab oleh Nabi Hud dengan keras dan tegas pula. Terus, beliau salahkan pendirian mereka bahwa memang pendirian itu tidak ada alasannya sama sekali. Meskipun mereka mengakui ada Allah, tetapi peribadatan mereka kepada Allah sangat salah. Mereka menantang meminta adzab itu. Nabi Hud menjawab bahwa penyiksaan dan kemurkaan itu telah mulai ada. Dia hanya dapat dielakkan kalau mereka insaf dan tobat. Namun, kalau mereka berkeras juga, adzab itu pasti datang dan kalau mereka tidak percaya, marilah kita sama-sama menunggu.
Adzab itu pun datang! Sebagaimana tersebut di dalam surah-surah yang lain, suatu angin puting beliung yang sangat dahsyat menyapu bersih negeri kaum sehingga rumah-rumah hancur jadi abu diterbangkan angin, dan orang-orang yang tengah berdiri diterbangkan oleh angin pula sebagaimana pohon kurma mumuk tumbang diterbangkan angin. Dan, angin itu berbunyi amat dahsyatnya.
Ayat 72
“Maka, Kami selamatkanlah dia dan orang-orang yang beserta dia dengan rahmat daripada Kami."
Menurut Ibnu Asakir, Nabi Hud diberi wahyu oleh Allah supaya membawa sekalian orang yang beriman berselindung diri ke balik sebuah gunung ketika angin itu akan datang.
“Dan Kami putuskanlah akar dari orang-orang yang telah mendustakan ayat-ayat Kami itu." Yaitu, habislah mereka musnah semuanya dan musnah pula kampung halaman mereka dibongkar oleh angin puyuh yang demikian hebat dahsyatnya,
“Karena, bukanlah mereka daripada orang-orang yang beriman."
(ujung ayat 72)