Ayat
Terjemahan Per Kata
قَالَ
(Nuh) berkata
يَٰقَوۡمِ
wahai kaumku
لَيۡسَ
tidaklah
بِي
denganku
ضَلَٰلَةٞ
kesesatan
وَلَٰكِنِّي
akan tetapi aku
رَسُولٞ
utusan
مِّن
dari
رَّبِّ
Tuhan
ٱلۡعَٰلَمِينَ
semesta alam
قَالَ
(Nuh) berkata
يَٰقَوۡمِ
wahai kaumku
لَيۡسَ
tidaklah
بِي
denganku
ضَلَٰلَةٞ
kesesatan
وَلَٰكِنِّي
akan tetapi aku
رَسُولٞ
utusan
مِّن
dari
رَّبِّ
Tuhan
ٱلۡعَٰلَمِينَ
semesta alam
Terjemahan
Dia (Nuh) menjawab, “Hai kaumku, tidak ada padaku kesesatan sedikit pun, tetapi aku adalah rasul dari Tuhan semesta alam.
Tafsir
(Nuh menjawab, "Hai kaumku, tak ada padaku kesesatan sedikit pun) lafal dhalaalah lebih umum pengertiannya daripada lafal adh-dhalaal dengan demikian maka penolakannya pun lebih kuat (tetapi aku adalah utusan dari Tuhan semesta alam.").
Tafsir Surat Al-A'raf: 59-62
Sungguh, Kami telah mengutus Nuh (sebagai rasul) kepada kaumnya, lalu ia berkata, “Wahai kaumku, sembahlah Allah! Tidak ada tuhan (sembahan) bagi kamu selain Dia.” Sesungguhnya (kalau kalian tidak menyembah Allah), aku takut kalian akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat).
Pemuka-pemuka kaumnya berkata, "Sesungguhnya kami memandang kamu berada dalam kesesatan yang nyata.”
Nuh menjawab, "Wahai kaumku, tidak ada padaku kesesatan sedikit pun, tetapi aku adalah rasul dari Tuhan semesta alam.
Aku menyampaikan kepada kalian amanat-amanat Tuhanku dan aku memberi nasihat kepada kalian, dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kalian ketahui."
Ayat 59
Pada permulaan surat ini Allah menceritakan kisah Adam dan semua yang berkaitan dengan itu serta semua hubungannya hingga selesai. Kemudian Allah ﷻ mulai menyebutkan beberapa kisah para Nabi secara berurutan. Allah ﷻ memulainya dengan kisah Nabi Nuh a.s. Karena sesungguhnya Nuh a.s. Adalah rasul Allah yang pertama diutus kepada penduduk bumi sesudah Adam a.s. Dia adalah Nuh ibnu Lamik ibnu Matusylakh ibnu Idris menurut apa yang mereka duga.
Idris a.s. adalah orang yang mula-mula menulis pakai pena. Nasab Nabi Nuh selanjutnya ialah Ibnu Burd ibnu Mahlil ibnu Qanin ibnu Yanisy ibnu Syis ibnu Adam. Semoga Allah melimpahkan salam-Nya kepada mereka. Demikianlah menurut nasab yang diketengahkan oleh Muhammad ibnu lshaq dan lain-lainnya dari kalangan ulama ahli nasab.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, Tidak ada seorang nabi pun yang mengalami gangguan dan pertentangan dari kaumnya lebih parah daripada Nabi Nuh a.s. Kecuali nabi-nabi yang dibunuh oleh kaumnya sendiri.
Yazid Ar-Raqqasyi mengatakan, sesungguhnya Nuh diberi nama seperti itu karena ia banyak menangisi dirinya. Jarak waktu antara Adam a.s. sampai kepada Nuh a.s. adalah sepuluh abad (yakni sepuluh generasi), semuanya memeluk agama Islam.
Abdullah ibnu Abbas dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama tafsir mengatakan bahwa pada awalnya berhala-berhala disembah ialah karena di masa lalu ada suatu kaum yang saleh meninggal dunia. Kaum mereka kemudian membangun masjid-masjid di atas kuburan orang-orang saleh tersebut dan membuat gambar-gambar mereka di dalam masjid untuk mengingatkan orang-orang akan perilaku dan ibadah mereka, dengan tujuan agar kaum mereka meniru jejak orang-orang saleh itu. Namun, seiring berjalannya waktu, mereka mulai membuat patung-patung berdasarkan gambar-gambar tersebut. Setelah berlalu masa yang cukup lama, mereka mulai menyembah patung-patung itu dan menamakannya sesuai dengan nama orang-orang saleh tersebut, seperti Wad, Suwa, Yagus, Yauq, dan Nasr.
Setelah hal tersebut kian parah, Allah ﷻ mengutus Nabi Nuh a.s. Nabi Nuh a.s. memerintahkan kepada mereka agar menyembah Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Untuk itu disebutkan oleh firman-Nya:
“‘Wahai kaumku, sembahlah Allah! Tidak ada tuhan (sembahan) bagi kamelain Dia.” Sesungguhnya (kalau kalian tidak menyembah Allah), aku takut kalian akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat).” (Al-A'raf: 59)
Yaitu azab hari kiamat apabila kalian dihadapkan kepada Allah, sedangkan kalian dalam keadaan musyrik
Ayat 60
“Pemuka-pemuka kaumnya berkata, ‘Sesungguhnya kami memandang kamu berada dalam kesesatan yang nyata.” (Al-A'raf: 60)
Yang dimaksud dengan istilah mala' ialah para pemimpin dan para pembesar dari kalangan mereka.
“Sesungguhnya kami memandang kamu berada dalam kesesatan yang nyata.” (Al-A'raf: 60)
Yakni ajakan dan seruanmu yang ditujukan kepada kami agar kami meninggalkan penyembahan berhala-berhala ini yang kami jumpai nenek moyang kami melakukannya.
Memang demikianlah keadaan orang-orang yang durhaka. Sesungguhnya mereka memandang orang-orang yang bertakwa hanya berada dalam kesesatan. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
“Dan apabila mereka melihat orang-orang mukmin, mereka mengatakan, "Sesungguhnya mereka itu benar-benar orang-orang yang sesat." (Al-Muthaffifin: 32)
Dan orang-orang kafir berkata kepada orang-orang yang beriman, ‘Kalau sekiranya dia (Al-Qur'an) adalah suatu yang baik, tentulah mereka tiada mendahului kami (beriman) kepadanya.’ Dan karena mereka tidak mendapat petunjuk dengannya, maka mereka akan berkata, ‘Ini adalah dusta yang lama.’ (Al-Ahqaf: 11) Masih banyak ayat-ayat lainnya yang bermakna senada.
Ayat 61
Firman Allah ﷻ: “Nuh menjawab, ‘Wahai kaumku, tidak ada padaku kesesatan sedikit pun, tetapi aku adalah rasul dari Tuhan semesta alam’." (Al-A'raf: 61)
Artinya, saya bukanlah orang yang sesat, melainkan utusan Tuhan segala sesuatu dan yang memiliki kesemuanya.
Ayat 62
“Aku menyampaikan kepada kalian amanat-amanat Tuhanku dan aku memberi nasihat kepada kalian, dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kalian ketahui.” (Al-A' raf: 62) Memang demikianlah tugas yang diemban oleh seorang rasul, yaitu dia menyampaikan risalah Allah dengan bahasa yang fasih, menasihati kaumnya, dan dia mengetahui Allah.
Tiada seorang pun dari makhluk Allah yang mempunyai sifat-sifat seperti itu selain para rasul. Di dalam kitab Shahih Muslim disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ ketika di Arafah bersabda kepada sahabat-sahabatnya yang jumlahnya saat itu sangat banyak dan hampir semuanya berkumpul, yaitu: "Wahai manusia, sesungguhnya kalian kelak akan ditanyai mengenai diriku, lalu apakah yang bakal kalian jawab?” Mereka (para sahabat) menjawab: “Kami bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan risalah dan menunaikan amanat serta menasihati umat." Lalu Rasulullah ﷺ mengangkat telunjuknya ke langit dan menudingkannya ke arah mereka seraya bersabda, "Ya Allah, saksikanlah. Ya Allah, saksikanlah."
Dia, Nabi Nuh, menjawab tuduhan dan penolakan kaumnya, Wahai kaumku! Aku menyuruhmu mengesakan Allah dan tidak menyembah tuhan selain Dia. Aku tidak sesat seperti dugaanmu, tetapi aku ini seorang rasul yang diutus dari Tuhan Pencipta dan Penguasa seluruh alam. Nabi Nuh kemudian menegaskan tugasnya sebagai utusan Allah dengan berkata, Aku tak kenal lelah menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku, yakni perintah dan larangan-Nya, memberi nasihat dan tuntunan kepadamu untuk kebahagiaanmu di dunia dan di akhirat, dan aku mengetahui persoalan agama dan hal-hal yang gaib melalui wahyu dari Allah apa yang tidak bisa kamu ketahui.
Ayat ini menerangkan penolakan Nabi Nuh terhadap tuduhan kaumnya dengan menegaskan bahwa dia sekali-kali tidak berada dalam kesesatan, karena ia sebenarnya adalah utusan Allah dan yang diserukannya itu bukanlah timbul dari pikirannya semata yang mungkin didorong oleh kepentingan pribadi. Tetapi apa yang dikemukakan itu adalah wahyu Allah yang pasti kebenaranya, karena itu harus disampaikan kepada mereka agar mereka dapat mencapai kebahagiaan dan terhindar dari kebinasaan akibat mempersekutukan Allah.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
NUH DAN KAUMNYA
Ayat 59
“Sesungguhnya telah Kami utus Nuh kepada kaumnya."
Sebagaimana tersebut di dalam surah asy-Syura ayat 13, dari segala nabi dan rasul Allah maka nabi yang dahulu sekali membawa syari'at ialah Nabi Nuh. Nabi Adam belum berhadapan dengan kaumnya sebab dia belum punya kaum. Barulah dia dengan istrinya dan beberapa anaknya setelah dia hidup di dunia. Setelah Nuh, barulah timbul masyarakat yang luas sehingga Nuh diutus kepada kaumnya itu,
“Maka dia pun berkata, Wahai kaumku, sembahlah olehmu akan Allah! Tidak ada bagi kamu batang mana pun Tuhan selain Dia. Sesungguhnya, aku takut akan datang atas kamu adzab hati yang besan."
Jangan kita lupa bahwa wahyu yang dibawa Nabi ini mula turunnya ialah kepada bangsa Arab, terutama Arab Mekah, yang sebagian besar masih laksana “tanah tandus" tidak mau menerima kesuburan iman. Sebagai bangsa peniaga, orang-orang Quraisy itu pergi ke Syam atau singgah di Yatsrib (sebelum bernama Madiriah) ketika pergi dan ketika pulang dari Syam. Mereka telah banyak juga menerima cerita dari orang-orang Yahudi di Madiriah atau Nasrani di Syam tentang Nuh dengan bahteranya, tetapi karena mereka itu ummi, kaum yang tidak bisa menulis dan membaca, kisah yang diterima itu disambut saja sebagai cerita orang-orang tua, tetapi tidak diketahui sebab musababnya. Sekarang Al-Qur'an datang memberi keterangan apa yang jadi sebab-musababnya mereka kaum Nuh menjadi tenggelam oleh topan besar itu, untuk menjadi perbandirigan bagi mereka sendiri.
Menurut Imam Bukhari dalam ShahiTi-nya, yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, kaum Nabi Nuh itu sangat merasa berutang budi kepada orang-orang tua mereka yang saleh lagi me-ninggalkan jasa bagi kemaslahatan hidup mereka.
Karena jasa mereka, dibuatlah patung-patung dan berhala-berhala sebagai kenang-kenangan. Dan, bila patung itu dilihat, timbullah meneladan perbuatan mereka dan melanjutkan usaha mereka. Namun, lama-lama tanpa sadar, patung-patung dan berhala itu telah mereka puja dan mereka sembah (surah al-An'aam juz ketujuh, sudah juga kita terangkan), kesalahan itulah yang ditegur oleh Nabi Nuh. Bahwasanya orang-orang tua itu bukanlah Allah. Berhala dan patung mereka bukanlah yang pantas dipuja, Tuhan hanya Allah, tidak ada suatu pun Tuhan yang lain. Segala ibadah dan sembahan, pujaan dan kemuliaan, kumpulkanlah kembali kepada Yang Maha Esa, Allah. Kalau kamu masih tetap berbuat begini, adzab Allah niscaya akan datang, suatu hari yang besar dan pengertian akan datang kepadamu karena kamu telah melengahkan tujuan hidup yang sebenarnya.
Namun, seruan Nabi Nuh itu telah mereka sanggah. Yang terutama menyanggah dan menentangnya ialah orang-orang yang terkemuka dari kaumnya itu.
Ayat 60
“Benkatatah pemuka-pemuka dari kaumnya itu, ‘Sesungguhnya kami pandang engkau ini adalah di dalam kesesatan yang nyata.'"
Nabi Nuh membawa ajakan agar kembali menyembah Allah Yang Tunggal itu karena tidak ada Tuhan yang lain, bagaimana pun bentuknya selain Allah, mereka pandang sebagai suatu ajakan yang sesat. Sebab, seluruh kaum itu merasa bahwa mereka adalah di pihak yang benar, memperingati jasa nenek moyang dan memuja serta menyembah mereka. Di dalam surah yang bernama Nuuh ayat 23, disebutlah nama nenek moyang yang diberhalakan dan mereka pertahankan itu, yaitu Wadda, Suwa'an, Yaghuts, Yeuq, dan Nasra. Rupanya ajaran pokok yang diterima sejak nenek moyang yang dahulu kala, yaitu Nabi Adam, barangsiapa yang menuruti pe-tunjuk Allah sebagai pesan Allah kepada Adam ketika akan turun ke dunia, yang tersebut di surah al-Baqarah ayat 38, disambung oleh Nabi Idris dan diteruskan sebagai pesan dan pegangan hidup oleh nenek moyang yang tersebut namanya itu. Akan tetapi, anak cucu salah paham karena nenek moyang berjasa, nenek moyang itu yang mereka sembah, bukan petunjuk Allah lagi yang mereka pegang, apalagi pada zaman itu syari'at belum ada, Sekarang Nuh datang membawa syari'at, melanjutkan dan menyempurnakan ajaran Adam dan Idris, mereka pandang Nuh telah sesat, sebab membawa ajaran yang berubah dari pegangan mereka selama ini, yang hanya berdasar menerima pusaka turun-temurun, dengan tidak memakai selidik pikiran. Bukan mereka pada anggapan mereka yang telah sesat, melainkan Nuhlah yang sesat, sebab membawa ajaran baru, yang mengubah pegangan lama turun-temurun.
Tuduhan bahwa dia yang sesat itu, dijawab oleh Nuh,
Ayat 61
“Benkata dia, Wahai kaumku, tidaklah padaku ini kesesalan, akan tetapi aku ini adalah Rasul daripada Tuhan sarwa sekalian alam.'"
Suatu jawab yang sangat halus dan sopan, mengandung cinta Nabi kepada umat. Meskipun dia telah dituduh sesat oleh kaumnya, mereka masih dibahasakannya kaumku. Orang hendak menyingkirkan dia, dengan menuduhnya sesat itu, tetapi dia masih hendak merangkul mereka. Bukan! Aku ini bukan orang sesat, wahai kaumku. Aku ini adalah Rasul Allah, utusan-Nya kepadamu. Allah yang men-ciptakan dan menguasai seluruh alam ini. Dan, kehendak Dialah aku datang kepadamu memberi ingat akan kesesatanmu itu dan memberi ingat bahaya hari yang besar yang mesti akan menimpamu, kalau kamu masih terus-menerus menyembah yang lain ini,
Ayat 62
“Akan aku sampaikan kepada kamu risalah dari Tuhanku."
Bukan aku orang sesat, tetapi rasul. Rasul yang akan menyampaikan suatu risalah, yaitu satu tugas suci dari Allah, yang pokoknya ialah agar kamu kembali kepada ajaran Allah yang benar. Aku wajib menyampaikan itu."Dan, aku akan memberi nasihat kepada kamu." Agar kamu menempuh jalan yang benar supaya selamat. Kalau kamu masih terus menyembah yang selain Allah, bodohlah kamu dan zalimlah kamu atas diri sendiri. Sebab, yang selain Allah itu tidaklah memberi manfaat dan tidak pula memberi mudharat bagi kamu, segala perbuatan itu adalah sia-sia.
“Dan aku mengetahui dari karunia Allah, hal-ihwal yang tidak kamu ketahui."
Artinya, adalah beberapa hal penting dan hebat yang kamu tidak menampaknya. Cuma akulah yang mengetahuinya sebab Allah telah mengajarkan kepadaku. Yaitu, bahwa mem-persekutukan yang lain dengan Allah sebab kita ini hidup adalah atas kehendak Allah. Kalau perbuatan ini kamu teruskan juga, di dunia kamu akan celaka karena kamu belakangi Tuhan yang sebenar Allah dan di akhirat pun kamu akan masuk neraka karena kamu ingkar akan peringatan Allah.
Ayat 63
“Apakah kamu tercengang bahwa datang kepada kamu suatu peningalan dari Tuhan kamu dengan perantaraan seorang laki-laki dari antara kamu untuk mengancam kamu supaya kamu bertakwa dan supaya kamu diberi rahmat?"
Datang pertanyaan seperti ini karena kaumnya rupanya tercengang atau tidak masuk dalam pikiran mereka bahwa seorang manusia dari kalangan mereka sendiri, saudara mereka sendiri diangkat menjadi rasul. Ini menjadi tanda bahwa di dalam dasar jiwa, mereka itu masih tetap percaya kepada Allah, tetapi tidak bisa berhubungan dengan Allah itu kalau tidak dengan perantaraan ruh nenek moyang yang telah mati, dan ruh nenek moyang itu harus dilambangkan dengan berhala. Oleh sebab itu, mereka tidak mau percaya kalau ada manusia mengatakan mendapat wahyu Ilahi, menyampaikan ancaman neraka bagi yang musyrik, dan tidak juga mau percaya kalau manusia itu menyeru mereka supaya takwa kepada Allah, atau mengatakan bahwa Allah akan melimpahkan rahmat kepada ba-rangsiapa yang bertakwa itu. Oleh sebab itu, walaupun ini seruan Nuh itu benar atau suci dan baik isinya, mereka tidak mau percaya, kalau ada manusia mendakwakan diri menjadi Rasul Allah, biarpun rasul itu berdiri di hadapan mereka dan benar tutur kata mereka. Mereka lebih percaya kalau ada manusia yang telah mati, dikhayatkan dan dibuat patungnya lalu disembah, dan berhala itulah yang akan menyampaikan segala permohonan kepada Allah. Sehubungan dengan itu, mereka pun tentu percaya kalau tiap-tiap manusia bisa berhubungan langsung dan berdoa kepada Allah. Pendeknya, mereka amat tercengang kalau diajak kepada tauhid dan mereka masih senang dengan syirik. Maka, kalau kita hubungkan kembali dengan ibarat tanah tandus di ayat 58 tadi, yang ditafsirkan oleh Ibnu Abbas dengan jiwa yang kering karena tidak mau menerima seruan iman maka kaum Nabi Nuh inilah orangnya yang tanah tandus itu.
Ayat 64
“Tetapi, mereka dustakan dia."
Meskipun berbagai keterangan dan seruan telah disampaikan oleh Nuh, ancaman bahaya yang ngeri di hari yang besar dan dahsyat, kecelakaan dunia dan adzab akhirat, mereka tidak mau terima. Seruan supaya takwa kepada Allah Yang Esa, mereka tidak peduli. Seruan suci dan berita gembira agar mereka beroleh rahmat dari Allah, mereka tidak mau percaya. Sebabnya ialah bahwa pada hemat mereka, tidak bisa jadi seorang manusia dari kaum mereka sendiri akan diangkat Allah menjadi rasul. Mungkin juga karena dengki. Nuh itu hanya orang biasa saja, sedang mereka adalah orang-orang yang terkemuka dalam kaumnya.
Karena pendustaan dan penolakan ini sudah keterlaluan, datanglah ketentuan Allah. Datanglah hari yang diancamkan oleh Nuh itu."Maka Kami selamatkanlah dia dan orang-orang yang besertanya dalam sebuah bahtera dan Kami tenggelamkan orang-orang yang telah mendustakan ayat-ayat Kami itu." Surah-surah yang lain menyempurnakan keterangan yang di dalam surah ini. Di dalam surah Huud ayat 37 diuraikan bahwa Allah menyuruh Nuh membuat bahtera, sedang membuat bahtera itu selalu diejek oleh kaumnya (ayat 38), tetapi beliau tetap sabar meneruskan usahanya sampai selesai. Di dalam surah al-'Ankabuut ayat 14 diterangkan pula bahwa usia beliau sampai 950 tahun, satu manusia yang sangat panjang umur. Di dalam ayat yang tengah kita tafsirkan ini diterangkan saja dengan ringkas bahwa Nuh dan orang yang percaya kepada ajaran beliau, diselamatkan dengan bahtera itu, dan seluruh kaum beliau yang tidak mau percaya itu ditenggelamkan semua dalam gulungan lautan topan hari yang besar dan dahsyat itu. Sebab, mereka telah mendustakan ayat-ayat Allah, tidak percaya akan Rasul Allah, dan tidak mau menerima kebenaran. Akhirnya diterangkan sebab kecelakaan besar itu.
“Sesungguhnya mereka adalah kaum yang buta"
(ujung ayat 64)