Ayat

Terjemahan Per Kata
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
يَصُدُّونَ
(mereka) meghalang-halangi
عَن
dari
سَبِيلِ
jalan
ٱللَّهِ
Allah
وَيَبۡغُونَهَا
dan mereka menginginkan
عِوَجٗا
bengkok
وَهُم
dan mereka
بِٱلۡأٓخِرَةِ
dengan/pada akhirat
كَٰفِرُونَ
mereka ingkar
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
يَصُدُّونَ
(mereka) meghalang-halangi
عَن
dari
سَبِيلِ
jalan
ٱللَّهِ
Allah
وَيَبۡغُونَهَا
dan mereka menginginkan
عِوَجٗا
bengkok
وَهُم
dan mereka
بِٱلۡأٓخِرَةِ
dengan/pada akhirat
كَٰفِرُونَ
mereka ingkar
Terjemahan

(Mereka adalah) orang-orang yang menghalang-halangi (orang lain) dari jalan Allah serta menginginkan jalan itu menjadi bengkok dan mereka itu orang-orang yang mengingkari (kehidupan) akhirat.
Tafsir

(Yaitu orang-orang yang menghalangi) manusia (dari jalan Allah) dari tuntunan agama-Nya (dan menginginkan agar jalan itu) maksudnya mereka menghendaki agar jalan Allah itu (bengkok) tidak lurus (dan mereka ingkar terhadap kehidupan akhirat).
Tafsir Surat Al-A'raf: 44-45
Dan penghuni-penghuni surga berseru kepada penghuni-penghuni neraka (dengan mengatakan), "Sesungguhnya kami dengan sebenarnya telah memperoleh apa yang Tuhan kami menjanjikannya kepada kami. Maka apakah kalian telah memperoleh dengan sebenarnya apa (azab) yang Tuhan kalian menjanjikannya (kepada ka!ian)?" mereka (penduduk neraka) menjawab: "Betul. Kemudian seorang penyeru (malaikat) mengumumkan di antara kedua golongan itu, "Kutukan Allah ditimpakan kepada orang-orang yang zalim, (yaitu) orang-orang yang menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan itu menjadi bengkok, dan mereka kafir kepada kehidupan akhirat." Allah subhanahu wa ta’ala menceritakan pembicaraan yang ditujukan kepada penduduk neraka apabila mereka telah menempati tempatnya masing-masing, hal ini diutarakan dengan nada sinis dan celaan, yaitu: Sesungguhnya kami dengan sebenarnya telah memperoleh apa yang Tuhan kami menjanjikannya kepada kami. (Al-A'raf: 44) Huruf an dalam ayat ini menafsirkan kata-kata yang tidak disebutkan; menurut pendapat lain, sebagai at-tahqiq.
Yakni para ahli surga berkata kepada ahli neraka, "Sesungguhnya kami dengan sebenarnya telah memperoleh apa yang Tuhan kami menjanjikannya kepada kami, maka apakah kalian benar-benar memperoleh apa yang telah dijanjikan oleh Tuhan kalian kepada kalian?" Penduduk neraka menjawab, "Ya." Perihalnya sama dengan apa yang diberitakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala di dalam surat As-Shaffat tentang seseorang yang mempunyai teman dari kalangan orang-orang kafir, yaitu: Maka ia meninjaunya, lalu dia melihat temannya itu di tengah-tengah neraka yang menyala-nyala.
Ia berkata (pula), "Demi Allah, sesungguhnya kamu benar-benar hampir mencelakakanku. Jikalau tidaklah karena nikmat Tuhanku, pastilah aku termasuk orang-orang yang diseret (ke neraka). Maka apakah kita tidak akan mati, melainkan hanya kematian kita yang pertama saja (di dunia). dan kita tidak akan disiksa (di akhirat nanti)? (Ash-Shaffat: 55-59) Yakni orang yang mukmin itu mengingkari apa yang pernah dikatakan temannya yang kafir itu ketika di dunia, sekaligus mengecamnya terhadap apa yang sekarang ia alami berupa azab dan pembalasan. Hal yang sama dikatakan pula oleh para malaikat terhadap mereka (orang-orang kafir) dengan nada kecaman, seperti yang disebutkan melalui firman-Nya: (Dikatakan kepada mereka), "Inilah neraka yang dahulu kalian selalu mendustakannya.
Maka apakah ini sihir? Ataukah kalian tidak melihat? (Rasakanlah panas apinya), maka baik kalian bersabar atau tidak, sama saja bagi kalian; kalian diberi balasan terhadap apa yang telah kalian kerjakan. (Ath-Thur: 14-16) Hal yang sama pernah dikecamkan oleh Rasulullah ﷺ terhadap orang-orang kafir yang terbunuh dalam Perang Badar, lalu dimasukkan ke dalam sumur Qulaib. Maka Rasulullah ﷺ berseru: Wahai Abu Jahal ibnu Hisyam, wahai Utbah ibnu Rabi'ah wahai Syaibah ibnu Rabi'ah seraya menyebutkan pemimpin-pemimpin mereka (orang-orang kafir) lainnya, apakah kalian telah memperoleh dengan sebenarnya apa (azab) yang telah dijanjikan oleh Tuhan kalian kepada kalian? Karena sesungguhnya aku telah memperoleh apa yang telah dijanjikan oleh Tuhanku kepadaku dengan sebenarnya.
Umar bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah engkau berbicara kepada kaum yang telah menjadi bangkai?" Rasulullah ﷺ menjawab melalui sabdanya: Demi Zat yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaanNya, kalian sekali-kali bukanlah orang-orang yang lebih mendengar ucapanku dari mereka, tetapi mereka tidak mampu menjawab. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Kemudian seorang penyeru (malaikat) mengumumkan di antara kedua golongan itu. (Al-A'raf: 44) Diumumkan dan diberitahukan kepada mereka oleh juru penyeru. Kutukan Allah ditimpakan kepada orang-orang yang zalim. (Al-A'raf: 44) Yaitu ditetapkan atas mereka kutukan Allah. Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan sifat mereka melalui firman-Nya: (yaitu) orang-orang yang menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan itu menjadi bengkok (Al-A'raf: 45) Maksudnya, menghalang-halangi manusia dari mengikuti jalan Allah dan syariat-Nya serta apa yang disampaikan oleh nabi-nabi, dan mereka mengharapkan agar jalan itu menjadi bengkok (tidak lurus) sehingga tidak ada seorang pun yang mau mengikutinya.
dan mereka kafir kepada kehidupan akhirat. (Al-A'raf: 45) Yakni mereka ingkar dengan hari pertemuan dengan Allah subhanahu wa ta’ala, yaitu hari akhirat. Dengan kata lain, mereka mendustakan dan mengingkarinya serta tidak mempercayainya dan tidak beriman kepada keberadaannya. Karena itulah mereka tidak mempedulikan apa yang mereka kerjakan berupa perkataan yang mungkar dan perbuatan yang keji, sebab mereka sama sekali tidak merasa takut dengan adanya hari perhitungan, tidak takut pula kepada pembalasan hukuman di hari kemudian. Mereka adalah manusia yang paling jahat ucapan dan amal perbuatannya."
Dan setelah berada di surga dan bersyukur kepada Allah atas nikmat dan karunia yang diperoleh, para penghuni surga menyeru penghuni-penghuni neraka, Wahai penghuni neraka, sungguh, kami kini telah memperoleh secara nyata setelah sebelumnya kami yakini dalam hati apa yang dijanjikan Tuhan kepada kami yaitu surga dan berbagai kenikmatan yang ada di dalamnya itu benar. Maka Apakah kamu juga telah memperoleh, yakni merasakan, apa yang dijanjikan Tuhan kepadamu berupa siksaan dan azab yang pedih bagi para penentang dan pendurhaka itu benar' Mereka menjawab, Benar, kami telah mendapatkannya dan kini kami benar-benar dalam keadaan tersika. Kemudian penyeru, malaikat, mengumumkan di antara mereka, Laknat Allah bagi orang-orang zalim, yaitu orang-orang yang selama hidup di dunia senantiasa menghalang-halangi orang lain dari jalan Allah dengan menempuh berbagai cara, dan, lebih dari itu, mereka pun membelokkannya, yakni menggiring manusia dari kebenaran menuju kesesatan. Mereka itulah yang mengingkari dan tidak mempercayai kehidupan akhirat.
Dan di antara keduanya, yakni di antara penghuni surga dan neraka, ada tabir, dinding kokoh yang memisahkan mereka (Lihat: Surah ala'adid/57: 13), dan di atas dinding tersebut terdapat A'ra'f yaitu tempat yang tertinggi, yang di atasnya ada orang-orang yang kebaikannya sama dengan keburukannya sehingga mereka masih menunggu keputusan Allah atas mereka, yang setiap penduduk surga dan neraka saling mengenal orang-orang tersebut, masing-masing dengan tanda-tandanya. Calon penduduk surga diketahui dengan wajahnya yang putih lagi bercahaya, sementara calon penghuni neraka dikenal dengan wajahnya yang hitam. Ketika mereka melihat surga dan penghuninya, mereka menyeru penghuni surga, Sala'mun 'alaikum (salam sejahtera bagimu). Mereka belum dapat masuk surga karena masih menunggu keputusan Allah atas mereka, tetapi mereka ingin segera masuk.
Ayat ini menjelaskan, siapa yang dimaksud dengan orang-orang yang zalim. Yaitu orang-orang yang selalu berusaha melarang diri mereka sendiri ataupun orang lain untuk menuruti jalan Allah sebagaimana yang telah disampaikan Rasul Allah. Melarang mengikuti ajaran-ajaran agama yang benar, untuk mencari keridaan Allah. Berusaha menyesatkan orang lain dari jalan yang benar.
Selain dari itu termasuk orang yang zalim, ialah orang-orang yang berusaha menyelewengkan ajaran agama, tidak menurut ajaran yang sebenarnya. Cara yang mereka pakai untuk tujuan tersebut bermacam-macam. Di antara yang paling besar dosanya ialah menumbuhkan penyakit syirik. Tauhid diubah menjadi syirik dengan mencampuradukkan ajaran tauhid dengan ajaran agama lain dalam beribadah dan berdoa. Mempersekutukan Allah dengan berhala dan lain-lain atau dengan menjadikan berhala itu sebagai washilah kepada Allah, perbuatan itu adalah termasuk syirik dan jelas dilarang. Firman Allah:
Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar). (al-Bayyinah/98: 5)
Cara yang lain lagi ialah dengan menimbulkan segala macam keraguan dalam agama, mereka mempersulit cara yang berlebih-lebihan untuk mengerjakan berbagai perintah agama. Sehingga orang lambat-laun akan lari dari agama. Sebenarnya orang-orang yang zalim itu termasuk orang-orang yang tak percaya kepada akhirat. Mereka tidak percaya datangnya hari Kiamat, tidak percaya dengan hari pembalasan dan lain-lain yang berhubungan dengan hari Kiamat.
Belum tersedia.
Belum tersedia.
Belum tersedia.
Belum tersedia.
Belum tersedia.
Sekarang, diterangkanlah yang sebaliknya, yaitu orang yang beriman dengan beramal saleh.
Ayat 42
“Dan, orang-orang yang beriman dan ben-amat saleh."
Sebagaimana telah kita ketahui, iman atau kepercayaan, dasar sebagai Muslim ialah percaya akan Allah dan percaya pula akan hari kemudian, yakni bahwa hidup tidaklah habis hingga ini saja. Lantaran kepercayaan yang demikian, mereka pun mengikutinya dengan amal-amal perbuatan yang saleh, yang baik. Sebab, itulah yang akan menjadi bekal ke akhirat kelak. Selain diperingatkan bahwasanya iman tidak terpisah dari amal. Iman mesti membuahkan amal. Amal berarti berusaha, bekerja, tidak berhenti tangan, bergiat terus sehingga umur di dunia itu tidak dibiarkan pergi dengan percuma. Maka, sebelum Allah meneruskan janjinya, diselangi-Nya dengan kata, “Tidak Kami memberati suatu diri melainkan sekadar kesanggupannya." Disuruh mengisi hidup dengan amal, tetapi asal yang sesuai dengan kesanggupan dan kemampuan, tidak memikul beban berat yang tidak sesuai dengan daya dan tenaga. Seumpama beramal ibadah mengerjakan shalat menyembah Allah. Yang diwajibkan hanya lima waktu sehari semalam, dan satu kali shalat pukul rata 10 menit, letakkanlah ditambah dengan doa barang 10 menit pula, menjadi dalam sehari shalat yang 24 jam hanya satu jam jumlah buat shalat dan yang 23 jam bolehlah dipergunakan untuk amal yang lain. Tidaklah orang diperintahkan shalat saja terus-menerus. Sebab yang demikian itu tidak akan sanggup manusia memikulnya. Bekerja dan berusahalah seperti biasa, istirahatlah pada waktu istirahat, tidurlah pada waktu tidur, untuk mengambil tenaga yang baru. Kalau terus-menerus saja tentu lekas badan lelah. Demikian juga mengeluarkan harta benda untuk menegakkan jalan Allah, keluarkanlah sekadar kesanggupan dan kemampuan, Allah tidak memerintahkan mengeluarkan harta itu melebihi dari kesanggupan dan kemampuan maka iman hendaklah selalu bertambah teguh. Karena, apabila iman itu telah ber-tambah mendalam, daerah kesanggupan pun bertambah luas. Seumpama pada suatu hari Rasulullah ﷺ meminta agar sahabat-sahabat beliau mengurbankan harta benda mereka menurut kesanggupan masing-masing. Ada sahabat yang memberikan sekadarnya, ada yang memberikan seperempat, dan ada pula yang memberikan separuh hartanya. Karena semuanya mengeluarkan harta menurut kesanggupan, karena kesanggupan itu pun dituntun oleh iman. Tiba-tiba, Sayyidiria Abu Bakar ash-Shiddiq memberikan seluruh hartanya, “Telah engkau serahkan semuanya, wahai Abu Bakar! Apakah lagi yang tinggal padamu?" Sayyidiria Abu Bakar menjawab, “Aku masih mempunyai kekayaan besar, yaitu Allah dan Rasul-Nya."
Setelah Allah memperingatkan ini datanglah lanjutan firman,
“Adalah meieka itu penghuni singa. Mereka akan kekal di dalamnya."
Berimanlah dan beramallah. Perbuatlah amal sekadar tenaga yang ada, tidak usah dilebihi. Yang akan menentukan kapasitas tenaga itu ialah iman itu sendiri. Lemah iman, niscaya tenaga akan luntur. Dan kalau iman bertambah mendalam, yang berat bagi orang lain, adalah barang ringan saja bagi seorang Mukmin. Di sini ditegaskan bahwa Mukmin yang beramal itu akan kekal dalam surga.
Inilah yang pernah diperingatkan seorang sufi yang masyhur, yaitu Syekh Abu Madyan bahwa nikmat yang akan diterima di surga, apalagi akan kekal di dalamnya, adalah anugerah yang pada hakikatnya tidaklah sepadan dengan amal yang diperbuat manusia sendiri.
Bagaimana Syekh Abu Madyan tidak akan berkata demikian. Umur kita di dunia ini sa-ngatlah singkat dibandirigkan dengan panjangnya umur dunia setelah kita mati. Dan, kita disuruh beramal hanya sekadar kesanggupan pula, tidak usah berlebih. Padahal kelak akan dimasukkan ke dalam surga dan kekal di dalamnya. Kekal, tidak ada ujung sehingga tidak dapat dibandirigkan sedikit juga dengan sebutir pasir amal yang kita perbuat itu.
Kemudian Allah terangkan lagi satu hal yang amat penting.
Ayat 43
“Dan Kami cabut apa yang ada di dalam dada mereka dari rasa dengki."
Firman Allah sepatah ini hendaklah direnungkan baik-baik. Karena, di dalam berlomba menegakkan iman dan beramal saleh, kadang-kadang terjadilah perbenturan yang tadiriya tidak disengaja, maklum kiranya di dalam masyarakat dan pergaulan hidup. Iman sama-sama ada, amal pun sama-sama ada, tetapi karena perputaran roda hidup, terjadi saja selisih yang tidak diingini.
Sebagaimana kerap kali terjadi, timbul perpecahan karena berbeda pendapat, padahal orangnya bersahabat karib. Adapun perhitungan Allah amat berbeda dengan yang disangka-sangka manusia. Mungkinkah dua orang yang bermusuhan ketika hidup karena perbedaan pendapat, sampai ada benci dan dengki, keduanya dengan karunia Allah sama-sama masuk ke surga. Terbukalah pintu surga, soal perselisihan pendapat di dunia telah habis, keduanya sama-sama masuk surga, dan dari hati keduanya sama-sama hilanglah rasa benci dan dengki atau seumpama ambisi-ambisi dan nafsu kekuasaan politik di kala hidup. Sebab, keadaan sudah berubah.
Kata setengah ahli tafsir dan riwayat Sayyidiria Ali bin Abi Thalib ketika ditanyai orang tentang ayat ini telah menjawab dengan terharu, “Moga-moga kami bersama saudaraku Zubair dan Talhah dan lain-lain sama diberi perkenan oleh Allah masuk ke dalam surga!" Di saat itu habislah sudah segala rasa prasangka. Demikian karena mereka meninggal di dalam peperangan mereka menyokong Aisyah melawan Sayyidiria Ali dalam peperangan Waqf atul Jamal “Perang Berunta" (karena Siti Aisyah mengendarai unta) yang terkenal itu, seperti yang pernah tersebut di dalam hadits,
“Mengalir dari bawahnya sungal-sungai." Demikian itulah keadaan di dalam surga dengan serba-serbi kesuburannya."Dan, mereka berkata, ‘Sekalian puji untuk Allah yang telah menunjuki kita untuk ini dan tidaklah kita mendapat petunjuk kalau tidaklah Allah yang menunjuki kita.'"