Ayat
Terjemahan Per Kata
قَالَ
(Allah) berfirman
ٱخۡرُجۡ
keluarlah kamu
مِنۡهَا
daripadanya (surga)
مَذۡءُومٗا
tercela/terhina
مَّدۡحُورٗاۖ
terbuang/terusir
لَّمَن
sesungguhnya siapa
تَبِعَكَ
mengikuti kamu
مِنۡهُمۡ
diantara mereka
لَأَمۡلَأَنَّ
sungguh Aku akan penuhi
جَهَنَّمَ
neraka jahanam
مِنكُمۡ
dari/dengan kamu
أَجۡمَعِينَ
semuanya
قَالَ
(Allah) berfirman
ٱخۡرُجۡ
keluarlah kamu
مِنۡهَا
daripadanya (surga)
مَذۡءُومٗا
tercela/terhina
مَّدۡحُورٗاۖ
terbuang/terusir
لَّمَن
sesungguhnya siapa
تَبِعَكَ
mengikuti kamu
مِنۡهُمۡ
diantara mereka
لَأَمۡلَأَنَّ
sungguh Aku akan penuhi
جَهَنَّمَ
neraka jahanam
مِنكُمۡ
dari/dengan kamu
أَجۡمَعِينَ
semuanya
Terjemahan
Dia (Allah) berfirman, “Keluarlah kamu darinya (surga) dalam keadaan terhina dan terusir! Sungguh, siapa pun di antara mereka yang mengikutimu pasti akan Aku isi (neraka) Jahanam dengan kamu semua.”
Tafsir
(Allah berfirman, "Keluarlah kamu dari surga itu sebagai orang yang terhina) dengan memakai hamzah, artinya tercela atau kena murka Allah (lagi terusir) dijauhkan dari rahmat Allah. (Sesungguhnya barang siapa di antara mereka mengikuti kamu) dari kalangan umat manusia; huruf lam menunjukkan makna ibtida/permulaan kalimat atau sebagai pendahuluan dari qasam/sumpah, yang mana sumpahnya adalah (sungguh Aku akan memenuhi neraka Jahanam dengan kamu semuanya") yakni kamu dan anak-cucumu serta manusia. Di dalam ayat ini terkandung makna taghliibul haadhir `alal ghaaib atau mengutamakan yang hadir daripada yang tidak hadir; jumlah ini mengandung makna syarat, yakni: Barang siapa yang mengikutimu Aku akan menyiksanya.
Tafsir Surat Al-A'raf: 18
(Allah) berfirman, "Keluarlah kamu dari sana (surga) dalam keadaan terhina dan terusir! Sesungguhnya barang siapa di antara mereka ada yang mengikutimu, pasti akan Aku isi neraka Jahanam dengan kamu semua."
Ayat 18
Allah ﷻ menegaskan pengusiran iblis dari golongan makhluk yang tertinggi dan menjauhkannya dari rahmat-Nya. Hal ini diungkapkan Allah ﷻ melalui firman-Nya:
“(Allah) berfirman, ‘Keluarlah kamu dari sana (surga) dalam keadaan terhina dan terusir’!” (Al-A'raf: 18)
Ibnu Jarir mengatakan bahwa makna artinya tercela, diambil dari akar kata yang artinya cela atau aib. Dikatakan (dia mencelanya), subjeknya disebut (orang yang tercela). lalu huruf hamzahnya dibuang, sehingga menjadi (saya mencelanya dengan celaan yang sebenar-benarnya). Kalimatnya menjadi mengandung makna yang lebih keras dalam celaan daripada memakai kata yang juga bermakna mencela. Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa artinya terjauhkan, yakni terusir dan dijauhkan dari rahmat Allah.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa ia tidak mengenal lafal dan kecuali dalam bentuk tunggal.
Sufyan Ats-Tsauri meriwayatkan dari Abu Ishaq At-Tamimi, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:
“Keluarlah kamu dari sana (surga) dalam keadaan terhina dan terusir!” (Al-A'raf: 18)
“Madhuran” artinya dalam keadaan dimurkai.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa makna yang dimaksud ialah dalam keadaan terhina lagi dimurkai.
Menurut as-Saddi, maknanya ialah dalam keadaan dimurkai lagi terusir.
Menurut Qatadah ialah dalam keadaan terkutuk lagi dimurkai.
Menurut Mujahid ialah dalam keadaan terbuang lagi terusir (dari rahmat Allah).
Menurut Ar-Rabi ibnu Anas. makna ialah terbuang, dan ialah terhina.
Firman Allah ﷻ: “Sesungguhnya barang siapa di antara mereka ada yang mengikutimu, pasti akan Aku isi neraka Jahanam dengan kamu semua.” (Al-A'raf: 18)
Semakna dengan yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
“Dia (Allah) berfirman, ‘Pergilah, barang siapa di antara mereka yang mengikuti kamu, maka sesungguhnya neraka Jahannam adalah balasanmu semua, sebagai suatu pembalasan yang cukup.
Dan godalah (bujuklah) siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakanmu, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan bersekutulah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan lalu beri janjilah kepada mereka.’ Padahal setan itu hanya menjanjikan tipuan belaka kepada mereka.
Sesungguhnya hamba-hamba-Ku, kamu tidak dapat berkuasa atas mereka. Dan cukuplah Tuhanmu sebagai Penjaga.” (Al-Isra: 63-65)
Karena keangkuhan dan kedurhakaannya, Allah kemudian memberi sanksi tegas kepada Iblis dan mengingatkan manusia untuk tidak mengikuti ajakannya. Allah berfirman, Disebabkan kemaksiatan dan kesombonganmu, keluarlah kamu dari sana, yaitu dari dalam surga, dalam keadaan terhina akibat kedurhakaanmu dan juga dalam keadaan terusir, yakni dijauhkan dari rahmat dan nikmat Allah. Aku bersumpah demi keagungan-Ku, sesungguhnya barang siapa di antara mereka, yakni manusia, ada yang mengikutimu dengan senantiasa melakukan kekafiran dan kemaksiatan, pasti akan Aku isi neraka Jahanam dengan kamu semua, setan dan manusia. Ayat ini menunjukkan bahwa neraka merupakan tempat Iblis dan orang-orang yang mengikuti bujuk rayunya dengan bermaksiat kepada Allah. Setelah Allah menjelaskan besarnya permusuhan Iblis kepada manusia dan ambisinya untuk menyesatkan manusia dengan berbagai cara, pada ayat-ayat berikut Allah menceritakan kisah Iblis dalam me-nyesatkan Adam dan istrinya. Hal ini amatlah penting agar manusia senantiasa waspada terhadap makar dan godaan Iblis. Dan ingatlah ketika Allah berfirman, Wahai Adam! Tinggallah engkau bersama istrimu dalam surga yang penuh dengan kenikmatan dan makanlah dari berbagai jenis makanan apa saja yang kamu berdua sukai. Akan tetapi, ada satu hal yang terlarang, yaitu janganlah kamu berdua dekati pohon yang satu ini. Apabila kamu mendekatinya, kamu berdua termasuk orang-orang yang zalim. Hikmah dari larangan ini adalah untuk menguji manusia, sejauh mana ia bisa menunaikan perintah dan menghindari larangan. Ketika manusia melanggarnya, ia pun telah menzalimi dirinya.
Ayat ini menerangkan sekali lagi, tentang laknat Allah terhadap Iblis dan mengusirnya keluar dari surga dalam keadaan hina dan terkutuk. Barang siapa dari anak cucu Adam terpengaruh oleh Iblis dan mereka mengikuti kemauannya, menempuh jalan sesat, menyeleweng dari akidah tauhid kepada kepercayaan syirik, mereka akan dimasukkan-Nya bersama Iblis ke dalam neraka. Firman Allah:
(Iblis) menjawab, "Demi kemuliaan-Mu, pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang terpilih di antara mereka." (shad/38: 82-83).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Setelah menerangkan bahwa Allah telah banyak membinasakan negeri atau desa karena tidak peduli akan petunjuk yang dibawakan oleh rasul, dan sampai kepada pertimbangan yang adil kelak di akhirat, datanglah sambungan ayat Allah, yang meninggalkan kesan dalam jiwa orang yang beriman tentang patut atau tidaknya makhluk durhaka kepada Allah.
Ayat 10
“Dan sesungguhnya telah kami tetapkan kamu di bumi dan telah Kami jadikan untuk kamu di dalamnya berbagai penghidupan."
Mendengar bunyi ayat ini, timbullah pertanyaan dalam hati manusia yang berpikir: adakah patut dia mendurhaka kepada Allah, padahal dia sebagai manusia telah diberi ketetapan hidup dalam bumi ini? Orang-orang yang lebih ahli dan telah menyelidiki lebih dalam betapa asal mula manusia diberi ketetapan hidup dalam bumi ini akan kagum mendengar ketentuan ayat ini. Dengan ukuran lebih tertentu dari matahari dan bulan, bisalah manusia mendiami bumi ini tempat hidup.
Menurut penyelidikan ahli-ahli dan penyelidikan mereka, yang baru diketahui sekarang hanyalah bintang yang bernama bumi ini saja yang menyediakan hidup bagi manusia. Manusia tidak dapat hidup dalam matahari atau di bulan atau di bintang lain. Di bumi inilah manusia mendapat ketetapan hidup. Kemudian, dijadikan pula di dalam bumi itu berbagai ragam mata penghidupan. Di dalam surah al-Baqarah (ayat 29) dijelaskan bahwa Dia telah menjadikan untukmu apa yang ada di atas bumi ini semuanya. Namun, sebagaimana yang telah diriyatakan pada ayat ketiga tersebut,
“Sedikitlah kamu yang berterima kasih."
Tidaklah terhitung betapa banyak nikmat yang diberikan Allah kepada manusia sehingga dia bisa menetap hidup dalam bumi ini. Matahari tetap bersinar, tidak terlalu dekat sehingga manusia mati kepanasan dan tidak terlalu jauh sehingga manusia mati kediriginan dan tetap pembagian siang dan malam sehingga hidup manusia tidak kacau. Air tetap ada untuk makanan dari hasil bumi selalu keluar sehingga tidak mati kelaparan.
Namun sayang, karena terlalu banyak mendapat nikmat yang teratur itu, terlalu sedikit manusia yang insaf dan berterima kasih kepada Allah dan terlalu banyak yang lupa sehingga menempuh jalan yang salah. Sebab yang terutama ialah karena mereka tidak mau mengenal siapa dirinya, dari mana asal datangnya, mengapa dia sampai diberi ketetapan hidup di bumi. Kalau dia sadar akan hal itu, niscaya manusia akan berterima kasih kepada Allah.
Ayat 11
“Dan sesungguhnya telah Kami jadikan kamu dan telah Kami beri kamu rupa"
Ingatlah itu supaya kamu insaf dan berterima kasih kepada Allah. Bahwa Allah telah menjadikan kamu sebagai insan, asalnya ialah dari tanah liat atau dari setetes mani (maa-in laazibiri). Baik kejadian nenek moyangmu sebagai manusia pertama atau kejadian dirimu sendiri sekarang ini, semuanya adalah dari tanah. Kemudian, tanah itulah yang melalui berbagai proses sehingga jadi mani, jadi segumpalan air (nuthfah), kemudian jadi segumpal darah (alaqah), kemudian menjadi segumpalan daging (mudhghah), terus dijadikan tulang, terus diselimuti dengan daging, terus diberi bentuk rupa atau wajah yang elok ini. Demikianlah manusia sekalian. Dan dari tanah pula nenek moyang kita dahulu, yaitu Adam a.s. diciptakan sampai menjadi tubuh, diberi rupa dan diberi nyawa.
“Kemudian itu telah Kami katakan kepada malaikat, ‘Sujudlah kepada Adam!' Maka sujudlah mereka kecuali iblis. Tidaklah ada dia dari mereka yang sujud."
Ayat 12
“Dia berfirman, ‘Apakah yang menghambat engkau sampai tidak sujud ketika Aku perintahkan engkau?"
Bunyi pertanyaan Allah ini amat dalam bust diperhatikan. Apa yang menghambat engkau sampai tidak mau sujud. Adakah perintah atau larangan lain yang lebih tinggi dari perintah atau larangan Allah sehingga perintah Allah sendiri tidak engkau jalankan?
“Dia menjawab, ‘Aku lebih baik dari dia. Engkau telah menjadikan daku dari api dan Engkau telah menjadikannya dari tanah.'"
Dalam jawaban ini sudah nyata bahwa iblis masih tetap memandang bahwa tidak ada Tuhan yang selain Allah yang menyuruh menentang perintah Allah, melainkan dirinya sendirilah yang merasa keberatan, bukan atas desakan yang lain. Sebab, dia merasa dia lebih mulia. Allah menjadikannya dari api, sedangkan manusia dia jadikan dari tanah. Menurut anggapan iblis, api lebih mulia daripada tanah. Oleh sebab itu, dia lebih mulia dari manusia. Yang lebih mulia tidak patut bersujud kepada yang kurang mulia.
Di sini, tampak bukan lagi perintah Allah yang penting bagi iblis, melainkan kedudukan diri sendiri. Kalau kita perdalam lagi, Allah menyuruh sujud itu bukanlah karena soal mana yang lebih mulia dan mana yang kurang mulia. Soalnya ialah perintah dari Allah sendiri. Api dan tanah adalah sama-sama makhluk Allah. Makhluk hendaklah taat kepada perintah Khaliqnya, Malaikat semuanya mengerti soal itu, hanya iblis yang tidak. Bukan dia tidak mengerti, tetapi dia membesarkan diri. Dengan sebab tidak sujud, dia telah melanggar apa yang diperintahkan oleh Allah.
Tentang hal ini menulislah Ibnu Katsir di dalam tafsirnya, “Dan perkataan iblis yang dikutuk Allah itu bahwa aku lebih baik daripadanya, adalah suatu pengelakan diri yang lebih besar daripada dosa. Seakan-akan dia tidak mau tunduk taat kepada perintah Allah karena merasa dirinya lebih mulia dan yang lebih mulia tidaklah layak bersujud kepada yang kurang mulia. ‘Saya lebih mulia daripadanya, bagaimana Engkau suruh sujud aku kepadanya?' Kemudian, dikatakannya bahwa dia lebih mulia, sebab dia dijadikan dari api dan api lebih mulia daripada tanah. Si iblis terkutuk itu lebih melihat pada unsur asal kejadian, tidak memandang pada kemuliaan Mahabesar yang lebih dari semua dan ruh-Nya sendiri pula yang ditiupkan kepada tubuh itu sehingga dia bernyawa. Oleh sebab itu, iblis telah membuat suatu perbandirigan yang salah." Kata Ibnu Katsir selanjutnya, “Dia menyangka api lebih mulia daripada tanah, padahal tanah adalah tenang, pemaaf, sabar, dan teguh. Tanah adalah tempat bertumbuh dan berkembang dan bertambah dan perbaikan, sedangkan api tabiatnya hanya membakar, merusak dan selalu terburu-buru. Oleh karena itu, iblis telah mengkhianati unsur kejadiannya dan Adam telah mengambil manfaat pula dari unsur kejadiannya, dengan kembali, tenang, dan patuh dan menyerah kepada Allah, sudi mengakui dosa lalu meminta ampun." Sekian Ibnu Katsir.
Tersebut pula di dalam sebuah hadits yang dirawikan oleh Muslim di dalam Shahih-nya, daripada Aisyah Ummul Mu'minin:
“Berkata Aisyah, ‘Berkata Rasulullah, malaikat itu dijadikan daripada nur (cahaya) dan dijadikan iblis daripada nyala api dan dijadikan
Adam daripada apa yang telah diriyatakan sifatnya kepada kamu.'" (HR Muslim dari Aisyah)
Di dalam surah al-Kahf ayat 50 dijelaskanlah ketika mengisahkan pula perihal kedurhakaan iblis yang tidak mau sujud kepada Adam ketika diperintahkan Allah itu bahwa iblis itu adalah dari jin dan di dalam surah ar-Rahmaan ayat 15 telah dijelaskan pula bahwa Jin itu terjadi dari nyala api.
Niscaya pendurhakaan yang demikian besar telah menyebabkan murka Allah kepada iblis. Sebab kemurkaan pada tempat yang patut murka adalah salah satu tanda kebesaran Allah. Dan kalau Allah tidak murka pada tempat yang patut dimurkai, niscaya kuranglah kebesaran Allah. Mustahil kurang kebesaran Allah itu.
Ayat 13
“Berfirman Dia, Turunlah engkau daripadanya karena tidaklah patut engkau menyombong padanya."
Di dalam bahasa Arab dalam ayat ialah ihbith, artinya kita pilih “turunlah engkau". Kalimat habatha berarti “turun" dan berarti juga “jatuhlah engkau daripadanya" atau “meluncurlah engkau daripadanya". Tandanya adalah bahwa tempat itu adalah tempat yang mulia. Tempatyangmuliatidakusahdipikirkan terletak di langit. Orang yang tinggal di tempat datar, bisa juga jatuh karena dijatuhkan pangkatnya. Sejak si iblis merasa sombong dan lebih mulia, turunlah martabatnya, tidaklah dia berhak lagi menempati tempat yang mulia itu, dia diperintahkan merosot turun. Sebab, apabila orang telah mulai menyombong mulailah dia jatuh. Apalagi kesombongan itu telah dibuktikan dengan keengganan menjalankan perintah. Lanjutan ayat memperjelas lagi bagaimana jatuh hina iblis yang sombong itu.
“Maka keluarlah engkau! Sesungguhnya engkau adalah daripada golongan orang yang kecil."
Di sini tampak bahwasanya orang yang mulia merasa dirinya besar karena sombong, merosot turun menjadi kecil, tak ada harganya lagi. Hamba Allah sejati ialah yang merasa kecil dirinya di hadapan Allah dan taat akan perintah-Nya, itulah orang yang tinggi. Namun, bila telah merasa diri besar lalu menyombong, turunlah dia menjadi kecil dan diusir, tidak layak lagi duduk di tempat yang mulia.
Rupanya pengusiran bukan memberi kesadaran kepada iblis, melainkan menambah kesombongan dengan dendam. Oleh sebab itu,
Ayat 14
“Dia berkata, ‘Beri kesempatanlah aku, sampai kepada hari mereka akan dibangkitkan.'"
Di dalam ayat ini diriyatakan bahwa iblis memohon kepada Allah agar kepadanya diberi kesempatan menghadapi Adam dengan segala keturunannya itu, sejak dia disuruh keluar itu sampai kepada masa kebangkitan kelak, yaitu sampai berbangkit di hari Kiamat. Permohonannya itu dikabulkan oleh Allah.
Ayat 15
“Dia berfirman, ‘Sesungguhnya engkau daripada orang-orang yang diberi kesempatan.'"
Artinya bahwa permintaan engkau itu dikabulkan. Diberi kepada engkau kesempatan yang seluas-luasnya, sebagai engkau minta itu, sampai hari tertentu. Di dalam surah al-Hijr ayat 38, kita diberi penjelasan lagi bahwa permohonan iblis yang meminta diberi kesempatan hidup sampai manusia dibangkitkan itu, telah dikabulkan oleh Allah bahwa iblis diberi kesempatan sampai suatu waktu yang telah ditentukan. Artinya tidak terkabul permohonannya yang terlalu rakus itu, sampai manusia dibangkitkan. Sebab dengan permintaan itu dia mencoba meminta hendak mengelakkan maut. Menurut tafsir Ibnu Abbas waktu yang ditentukan itu ialah tiupan Sangkakald yang pertama, yang pada saat itulah semua yang bernyawa mati serentak, termasuk iblis. Tiupan Sangkakala yang kedua kali ialah tiupan menyuruh semua yang telah mati bangkit kembali. Tentang tiupan Sangkakala dua kali itu dapat dibaca di surah az-Zumar.
Ayat 16
“Dia berkata, ‘Demi sebab Engkau telah menyesatkan daku maka sungguh akan aku halangi mereka dari jalan Engkau yang lurus itu.'"
Allah telah menghukum dia termasuk golongan yang sesat, martabatnya telah dijatuhkan dari kedudukan yang mulia pada kehinaan, sesudah dianggap orang besar, sekarang sudah jatuh jadi kecil karena sombongnya. Dalam ayat ini diterangkan, dia tidak menyesal atas hukuman yang demikian, malahan sebagai pepatah bangsa kita dia telah bersikap: “Kepalang mandi, lebih baik basah kuyup". Jangan tanggung-tanggung. Oleh sebab itu, dia nyatakanlah maksudnya, yaitu kesempatan luas panjang yang diberikan kepadanya itu akan dipergunakannya menghalangi manusia itu dari jalan Allah yang lurus.
Ayat 17
“Kemudian itu."
Artinya setelah keinginan itu diberikan kepadanya, menghalangi manusia di dalam menempuh jalan Allah yang lurus, Ash-Shi-rathal Mustaqim, iblis menyatakan rencananya kepada Allah: “Aku akan mendatangi mereka dari hadapan mereka dan dari belakang mereka dan dari kanan mereka dan dari kiri mereka." Artinya, dari segala pelosok aku akan datang menghalangi jalan mereka itu dari muka belakang dari kanan dan dari kiri sehingga tidaklah mereka akan aku biarkan berjalan di atas jalan itu dengan mudah.
“Dan tidaklah akan Engkau dapati kebanyakan mereka itu berterima kasih."
Inilah yang dibayangkan Allah pada ayat 10 sebelumnya. Yaitu bahwasanya manusia telah diberi ketetapan buat hidup di atas bumi dan telah diberi berbagai ragam mata penghidupan, tetapi amat sedikitlah mereka yang berterima kasih kepada Allah atas rahmat yang dilimpahkan Allah kepada manusia. Dengan ujung ayat 17 ini Allah memberi peringatan kepada kita bahwa sebab yang terbesar makanya manusia tidak berterima kasih ialah karena mereka telah kena oleh rencana per-dayaan setan dan iblis! Telah kena subversi dengan berbagai gangguan dari setan dan iblis.
Ayat 18
“Dia berfirman, ‘Keluarlah engkau daripadanya dalam keadaan terhina dan …"
Kemurkaan Allah ini telah ditegaskan karena si iblis benar-benar telah menyatakan maksud jahatnya. Dan dia tidak dihalangi buat melangsungkan maksudnya itu. Namun, Allah memberikan ketegasan,
“Sesungguhnya barangsiapa yang mengikuti engkau dari mereka, sesungguhnya akan Aku penuhkan Jahan-nam dengan kamu sekalian."
Dapat kita simpulkan bunyi ayat bahwa dengan murka Allah, iblis diusir dengan hina dari tempat yang mulia itu. Dia boleh menjalankan rencananya yang jahat itu. Namun, awaslah karena barangsiapa yang memasuki tipu daya iblis itu akan dimasukkan ke dalam jahannam bersama-sama si iblis. Dengan ini, si iblis diancam dan orang-orang yang mengikutinya itu pun diancam. Keduanya kelak akan menjadi isi neraka.
Kisah dari Adam dan Iblis ini diulang-ulangi Allah di dalam beberapa surah. Sejak surah al-Baqarah, al~A'raaf, al-Hijr, al-lsraa', al-Kahf, dan Thaahaa, semuanya yang satu melengkapkan yang lain. Di dalam surah al-Hijr ayat 42 dan di dalam surah al-lsraa1 ayat
65, disebutkan sambutan Allah kepada iblis ketika dia meminta kesempatan hendak mem-perdayakan manusia itu bahwa Allah dengan tegas menjawab, bahwa hamba-hamba-Ku atau orang-orang yang menghambakan dirinya kepada-Ku tidaklah dapat engkau kuasai. Dan dahulu di dalam surah al-Baqarah ayat 38 pun ditegaskan pada pesanan Allah ketika Adam dan Hawa disuruh keluar dari dalam surga itu bahwa barangsiapa yang mengikuti akan petunjuk-Ku tidaklah dia ketakutan atas mereka dan tidak pula akan ada duka cita! Artinya usah gentar gangguan iblis!