Ayat
Terjemahan Per Kata
سَآءَ
amat buruk
مَثَلًا
perumpamaan
ٱلۡقَوۡمُ
kaum
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
كَذَّبُواْ
(mereka) mendustakan
بِـَٔايَٰتِنَا
pada ayat-ayat Kami
وَأَنفُسَهُمۡ
dan diri mereka
كَانُواْ
adalah mereka
يَظۡلِمُونَ
mereka berbuat dzalim
سَآءَ
amat buruk
مَثَلًا
perumpamaan
ٱلۡقَوۡمُ
kaum
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
كَذَّبُواْ
(mereka) mendustakan
بِـَٔايَٰتِنَا
pada ayat-ayat Kami
وَأَنفُسَهُمۡ
dan diri mereka
كَانُواْ
adalah mereka
يَظۡلِمُونَ
mereka berbuat dzalim
Terjemahan
Sangat buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Kami. Mereka hanya menzalimi diri mereka sendiri.
Tafsir
(Amat buruklah) amat jeleklah (perumpamaan suatu kaum) yaitu perumpamaan kaum itu (yaitu orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat lalim) dengan mendustakan ayat-ayat itu.
Tafsir Surat Al-A'raf: 175-177
Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al-Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh setan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya, dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga).
Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir. Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim. Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Sufyan Ats-Tsauri, dari Al-A'masy dan Mansur, dari Abud Duha, dari Masruq, dari Abdullah ibnu Mas'ud .a. sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi AlKitab), kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu. (Al-Araf: 175), hingga akhir ayat.
Dia adalah seorang lelaki dari kalangan Bani Israil, dikenal dengan nama panggilan Bal'am ibnu Ba'ura. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Syu'bah dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang, dari Mansur, dengan sanad yang sama. Sa'id ibnu Abu Arubah mengatakan dari Qatadah, dari Ibnu Abbas, bahwa telaki tersebut bernama Saifi ibnur Rahib. Qatadah mengatakan, Ka'b pernah menceritakan bahwa dia adalah seorang telaki dari kalangan penduduk Al-Balqa, mengetahui tentang Ismul Akbar, dan tinggal di Baitul Maqdis dengan orang-orang yang angkara murka.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa dia adalah seorang lelaki dari kalangan penduduk negeri Yaman, dikenal dengan nama Bal'am; ia dianugerahi pengetahuan tentang isi Al-Kitab, tetapi ia meninggalkannya. Malik ibnu Dinar mengatakan bahwa orang itu adalah salah seorang ulama Bani Israil, terkenal sebagai orang yang mustajab doanya; mereka datang kepadanya di saat-saat kesulitan. Kemudian Nabi Musa a.s. mengutusnya ke raja negeri Madyan untuk menyerukan agar menyembah Allah. Tetapi Raja Madyan memberinya sebagian dari wilayah kekuasaannya dan memberinya banyak hadiah.
Akhirnya ia mengikuti agama raja dan meninggalkan agama Nabi Musa a.s. Sufyan ibnu Uyaynah telah meriwayatkan dari Husain, dari Imran ibnul Haris, dari Ibnu Abbas, bahwa orang tersebut adalah Bal'am ibnu Ba'ura. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid dan Ikrimah. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Haris, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Mugirah, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa orang tersebut bernama Bal'am.
Sedangkan menurut Saqif, dia adalah Umayyah ibnu Abu Silt. Syu'bah telah meriwayatkan dari Ya'la ibnu ‘Atha’, dari Nafi ibnu ‘Ashim, dari Abdullah ibnu Amr sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al-Kitab). (Al-A'raf: 175), hingga akhir ayat. Bahwa dia adalah teman kalian sendiri, yaitu Umayyah ibnu Abu Silt. Hal ini telah diriwayatkan melalui berbagai jalur dari Abdullah ibnu Amr, dan predikat sanadnya shahih sampai kepadanya.
Seakan-akan ia hanya bermaksud bahwa Umayyah ibnu Abus Silt mirip dengan orang yang disebutkan dalam ayat ini, karena sesungguhnya ia telah banyak menerima ilmu syariat-syariat terdahulu, tetapi tidak dimanfaatkannya. Dia sempat menjumpai masa Nabi ﷺ dan telah sampai kepadanya tanda-tanda, alamat-alamat, dan mukjizat-mukjizatnya, sehingga tampak jelas bagi semua orang yang mempunyai pandangan mata hati. Tetapi sekalipun menjumpainya, ia tidak juga mau mengikuti agamanya, bahkan dia berpihak dengan orang-orang musyrik dan membantu serta memuji mereka.
Bahkan dia mengungkapkan rasa (bela sungkawa dalam bentuk syair)nya atas kematian kaum musyrik yang gugur dalam Perang Badar, hal ini ia ungkapkan dengan bahasa yang berparamasastra; semoga Allah melaknatnya. Di dalam sebagian hadits disebutkan bahwa dia termasuk orang yang lisannya beriman, tetapi hatinya tidak beriman alias munafik; karena sesungguhnya dia mempunyai banyak syair yang mengandung makna ketuhanan, kata-kata bijak, dan fasih, tetapi Allah; tidak melapangkan dadanya untuk masuk Islam.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Namir, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abu Sa'id Al-A'war, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi AlKitab), kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu (Al-A'raf: 175) Bahwa dia adalah seorang lelaki yang dianugerahi tiga doa mustajab, dan ia mempunyai seorang istri yang memberinya seorang anak laki-laki.
Lalu istrinya berkata, "Berikanlah sebuah doa darinya untukku." Ia menjawab, "Saya berikan satu doa kepadamu, apakah yang kamu kehendaki?" Si istri menjawab, "Berdoalah kepada Allah semoga Dia menjadikan diriku wanita yang tercantik di kalangan Bani Israil." Maka lelaki itu berdoa kepada Allah, lalu Allah menjadikan istrinya seorang wanita yang tercantik di kalangan kaum Bani Israil.
Setelah si istri mengetahui bahwa dirinyalah yang paling cantik di kalangan mereka tanpa tandingan, maka ia membenci suaminya dan menghendaki hal yang lain. Akhirnya si lelaki berdoa kepada Allah agar menjadikan istrinya seekor anjing betina, akhirnya jadilah istrinya seekor anjing betina. Dua doanya telah hilang. Kemudian datanglah anak-anaknya, lalu mereka mengatakan, "Kami tidak dapat hidup tenang lagi, karena ibu kami telah menjadi anjing betina sehingga menjadi cercaan orang-orang.
Maka doakanlah kepada Allah semoga Dia mengembalikan ibu kami seperti sediakala." Maka lelaki itu berdoa kepada Allah, lalu kembalilah ujud istrinya seperti keadaan semula. Dengan demikian, ketiga doa yang mustajab itu telah lenyap darinya, kemudian wanita itu diberi nama Al Basus. Asar ini gharib Adapun atsar yang termasyhur yang melatarbelakangi turunnya ayat yang mulia ini hanyalah menceritakan perihal seorang lelaki di masa dahulu, yaitu di zaman kaum Bani Israil, seperti yang telah disebutkan oleh Ibnu Mas'ud dan lain-lainnya dari kalangan ulama Salaf.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa dia adalah seorang lelaki dari kota orang-orang yang gagah perkasa, dikenal dengan nama Bal'am. Dia mengetahui Asma Allah Yang Mahabesar. Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam dan lain-lainnya dari kalangan ulama Salaf mengatakan bahwa doa lelaki tersebut mustajab; tidak sekali-kali ia memohon sesuatu kepada Allah, melainkan Allah memberikan kepadanya apa yang dimintanya itu.
Tetapi pendapat yang sangat jauh dari kebenaran bahkan sangat keliru ialah yang mengatakan bahwa lelaki itu telah diberi kenabian, lalu ia melepaskan kenabian itu. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir, dari sebagian di antara mereka (ulama), tetapi tidak shahih. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ketika Nabi Musa dan orang-orang yang bersamanya turun istirahat di tempat mereka (yakni negeri orang-orang yang gagah perkasa), maka Bal'am (yang bertempat tinggal di negeri itu) kedatangan anak-anak pamannya dan kaumnya.
Lalu mereka berkata, "Sesungguhnya Musa adalah seorang lelaki yang sangat perkasa dan mempunyai bala tentara yang banyak. Sesungguhnya dia jika menang atas kita, niscaya dia akan membinasakan kita. Maka berdoalah kepada Allah, semoga Dia mengusir Musa dan bala tentaranya dari kita. Bal'am menjawab, "Sesungguhnya jika aku berdoa kepada Allah memohon agar Musa dan orang-orang yang bersamanya dikembalikan, niscaya akan lenyaplah dunia dan akhiratku." Mereka terus mendesaknya hingga akhirnya Bal'am mau berdoa.
Maka Allah melucuti apa yang ada pada dirinya. Yang demikian itu disebutkan oleh firman-Nya: kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh setan (sampai ia tergoda). (Al-A'raf: 175), hingga akhir ayat. As-Suddi mengatakan bahwa setelah selesai masa empat puluh tahun, seperti apa yang disebutkan di dalam firman Nya maka sesungguhnya negeri ini diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun. (Al-Maidah: 26) Maka Allah mengutus Yusya' ibnu Nun sebagai seorang nabi, lalu Yusya' menyeru kaum Bani Israil (untuk menyembah Allah) dan memberitahukan kepada mereka bahwa dirinya adalah seorang nabi, dan Allah telah memerintahkannya agar memerangi orang-orang yang gagah perkasa.
Lalu mereka berbaiat kepadanya dan mempercayainya Kemudian ada seorang lelaki dari kalangan Bani Israil yang dikenal dengan nama Bal'am berangkat dan menemui orang-orang yang gagah perkasa. Dia adalah orang yang mengetahui tentang Ismul A'zam yang rahasia (apabila dibaca, maka semua permintaannya dikabulkan seketika). Tetapi ia kafir dan berkata kepada orang-orang yang gagah perkasa, "Janganlah kalian takut kepada Bani Israil. Karena sesungguhnya jika kalian berangkat untuk memerangi mereka, maka saya akan mendoakan untuk kehancuran mereka, dan akhirnya mereka pasti hancur." Bal'am hidup di kalangan mereka dengan mendapatkan semua perkara duniawi yang dikehendakinya, hanya saja dia tidak dapat berhubungan dengan wanita karena wanita orang-orang yang gagah perkasa itu terlalu besar baginya.
Maka Bal'am hanya dapat menggauli keledainya. Kisah inilah yang disebutkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam firman-Nya: kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu (Al-A'raf: I75) Firman Allah subhanahu wa ta’ala: lalu dia diikuti oleh setan (sampai dia tergoda). (Al-A'raf: 175) Artinya, setan telah menguasai dirinya dan urusannya; sehingga apabila setan menganjurkan sesuatu kepadanya, ia langsung mengerjakan dan menaatinya. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan makajadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. (Al-A'raf: 175) Ia termasuk orang-orang yang binasa, bingung, dan sesat. Sehubungan dengan makna ayat ini terdapat sebuah hadits yang diriwayatkan oleh An-Hafidzh Abu Ya'la Al-Mausuli di dalam kitab Musnad-nya.
Disebutkan bahwa: telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Marzuq, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Bakar, dari As-Silt ibnu Bahram, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan, telah menceritakan kepada kami Jundub Al-Jabali di masjid ini; Huzaifah ibnul Yaman pernah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: Sesungguhnya di antara hal yang saya takutkan terhadap kalian ialah seorang lelaki yang pandai membaca Al-Qur'an, hingga manakala keindahan Al-Qur'an telah dapat diresapinya dan Islam adalah sikap dan perbuatannya, lalu ia tertimpa sesuatu yang dikehendaki oleh Allah, maka ia melepaskan diri dari Al-Qur'an.
Dan Al-Qur'an ia lemparkan di belakang punggungnya (tidak diamalkannya), lalu ia menyerang tetangganya dengan senjata dan menuduhnya telah musyrik. Huzaifah ibnul Yaman bertanya, "Wahai Nabi Allah, manakah di antara keduanya yang lebih musyrik, orang yang dituduhnya ataukah si penuduhnya?" Rasulullah ﷺ menjawab, "Tidak, bahkan si penuduhlah (yang lebih utama untuk dikatakan musyrik)." Sanad hadits ini berpredikat jayyid. As-Silt ibnu Bahram termasuk ulama tsiqah dari kalangan penduduk Kufah, dia tidak pernah dituduh melakukan sesuatu hal yang membuatnya cela selain dari Irja (salah satu aliran dalam mazhab tauhid).
Imam Ahmad ibnu Hambal menilainya tsiqah, demikian pula Yahya ibnu Mu'in dan lain-lainnya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah. (Al-A'raf: 176) Sedangkan firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu. (Al-A'raf: 176) Maksudnya, niscaya Kami mengangkatnya dari pencemaran kekotoran duniawi dengan ayat-ayat yang telah Kami berikan kepadanya. tetapi dia cenderung kepada dunia. (Al-A'raf: 176) Yakni cenderung kepada perhiasan kehidupan dunia dan kegemerlapannya.
Dia lebih menyukai kelezatan, kenikmatan, dan bujuk rayunya. Dia teperdaya oleh kesenangan duniawi sebagaimana teperdaya orang-orang yang tidak mempunyai pandangan hati dan akal. Abu Rahawaih telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: tetapi dia cenderung kepada dunia (Al-A'raf: 176) Bahwa setan menampakkan dirinya kepada dia di atas ketinggian sebuah jembatan di Banias, lalu keledai yang dinaikinya bersujud kepada Allah, tetapi dia sendiri (yakni Bal'am) sujud kepada setan itu.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Abdur Rahman ibnu Jubair ibnu Mafir dan ulama lainnya yang bukan hanya seorang. Imam Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan bahwa, kisah yang menyangkut lelaki ini antara lain ialah apa yang telah diceritakan kepada kami oleh Muhammad ibnu Abdul A'la. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Al-Mu'tamir, dari ayahnya yang ditanya mengenai makna ayat ini, yaitu firman-Nya: Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi AlKitab). (Al-A'raf: 175) Maka ayahnya menceritakan kisah yang pernah ia terima dari Sayyar, bahwa dahulu kala ada seorang lelaki yang dikenal dengan nama Bal'am.
Bal'am adalah orang yang doanya dikabulkan. Kemudian Nabi Musa berangkat dengan pasukan kaum Bani Israil menuju negeri tempat Bal'am berada, atau negeri Syam. Lalu penduduk negeri tersebut merasa sangat takut dan gentar terhadap Musa a.s. Maka mereka mendatangi Bal'am dan mengatakan kepadanya, "Doakanlah kepada Allah untuk kehancuran lelaki ini (yakni Nabi Musa a.s.) dan bala tentaranya." Bal'am menjawab, "Tunggulah sampai aku meminta saran dari Tuhanku, atau aku diberi izin oleh-Nya." Bal'am meminta saran dari Tuhannya dalam doanya yang memohon untuk kehancuran Musa dan pasukannya.
Maka dijawab, "Janganlah kamu mendoakan buat kehancuran mereka, karena sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Ku, dan di antara mereka terdapat nabi mereka." Maka Bal'am melapor kepada kaumnya, "Sesungguhnya aku telah meminta saran kepada Tuhanku dalam doaku yang memohon untuk kehancuran mereka, tetapi aku dilarang melakukannya. Maka mereka memberikan suatu hadiah kepada Bal'am dan Bal'am menerimanya. Kemudian mereka kembali kepada Bal'am dan mengatakan kepadanya, "Doakanlah untuk kehancuran mereka," Bal'am menjawab, 'Tunggulah, aku akan meminta saran kepada Tuhanku." Lalu Balam meminta saran Kepada Nya, ternyata Dia tidak memerintahkan sesuatu pun kepadanya.
Maka Bal'am berkata (kepada kaumnya), "Sesungguhnya aku telah meminta saran kepada Tuhanku, tetapi Dia tidak memerintahkan sesuatu pun kepadaku." Kaumnya berkata, "Sekiranya Tuhanmu tidak suka engkau mendoakan untuk kehancuran mereka, niscaya Dia akan melarangmu pula sebagaimana Dia melarangmu pada pertama kalinya. Bal'am terpaksa berdoa untuk kebinasaan mereka. Tetapi apabila ia mendoakan untuk kehancuran mereka (Musa dan pasukannya), maka yang terucapkan oleh lisannya justru mendoakan untuk kehancuran kaumnya.
Dan apabila ia mendoakan untuk kemenangan kaumnya, justru lisannya mendoakan untuk kemenangan Musa dan pasukannya atau hal yang semacam itu, seperti apa yang dikehendaki oleh Allah. Maka kaumnya berkata, "Kami tidak melihatmu berdoa melainkan hanya untuk kehancuran kami." Bal'am menjawab, "Tiada yang terucapkan oleh lisanku melainkan hanya itu. Sekiranya aku tetap mendoakan untuk kehancurannya, niscaya aku tidak diperkenankan.
Tetapi aku akan menunjukkan kepada kalian suatu perkara yang mudah-mudahan dapat menghancurkan mereka. Sesungguhnya Allah murka terhadap perbuatan zina, dan sesungguhnya jika mereka terjerumus ke dalam perbuatan zina, niscaya mereka akan binasa; dan aku berharap semoga Allah membinasakan mereka melalui jalan ini." Bal'am melanjutkan ucapannya, "Karena itu, keluarkanlah kaum wanita kalian untuk menyambut mereka. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang sedang musafir, mudah-mudahan saja mereka mau berzina sehingga binasalah mereka." Kemudian mereka melakukan hal itu dan mengeluarkan kaum wanita mereka menyambut pasukan Nabi Musa a.s.
Tersebutlah bahwa raja mereka mempunyai seorang anak perempuan, perawi menyebutkan perihal kebesaran tubuhnya yang kenyataannya hanya Allah yang mengetahuinya. Lalu ayahnya atau Bal'am berpesan kepadanya, "Janganlah engkau serahkan dirimu selain kepada Musa." Akhirnya pasukan Bani Israil terjerumus ke dalam perbuatan zina. Kemudian datanglah kepada wanita tadi seorang pemimpin dari salah satu kabilah Bani Israil yang menginginkan dirinya.
Maka wanita itu berkata, "Saya tidak mau menyerahkan diri saya selain kepada Musa." Pemimpin suatu Kabilah menjawab Sesungguhnya kedudukanmu adalah anu dan anu, dan keadaanku anu dan anu." Akhirnya si wanita mengirim utusan kepada ayahnya meminta saran darinya. Maka ayahnya berkata kepadanya, "Serahkanlah dirimu kepadanya." Lalu pemimpin kabilah itu menzinainya. Ketika mereka berdua sedang berzina, datanglah seorang lelaki dari Bani Harun seraya membawa tombak, lalu menusuk keduanya.
Allah memberinya kekuatan yang dahsyat sehingga keduanya menjadi satu tersatekan oleh tombaknya, kemudian ia mengangkat keduanya dengan tombaknya itu, sehingga semua orang melihatnya. Maka Allah menimpakan penyakit ta'un kepada mereka, sehingga matilah tujuh puluh ribu orang dari kalangan pasukan Bani Israil. Abul Mu'tamir mengatakan, Sayyar telah menceritakan kepadanya bahwa Bal'am mengendarai keledainya hingga sampai di suatu tempat yang dikenal dengan nama Al-Ma'luli atau suatu jalan yang menuju Al-Ma'luli.
Lalu Bal'am memukuli keledainya, tetapi keledainya itu tidak mau maju, bahkan hanya berdiri saja di tempat. Lalu keledai itu berkata kepadanya, "Mengapa engkau terus memukuliku? Tidakkah engkau melihat apa yang ada di hadapanmu ini?" Tiba-tiba setan menampakkan diri di hadapan Bal'am. Lalu Bal'am turun dan bersujud kepada setan itu. Inilah yang disebutkan oleh firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi AlKitab) kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu. (Al-A'raf: 175) sampai dengan firman-Nya: agar mereka berpikir. (Al-A'raf: 176) Demikianlah yang diceritakan oleh Sayyar kepadaku, tetapi aku tidak tahu barangkali di dalamnya kemasukan sesuatu dari kisah lainnya.
Menurut kami dia adalah Bal'am. Menurut suatu pendapat yaitu Bal'am Ibnu Ba'ura, menurut pendapat lainnya Ibnu Ibr, dan menurut pendapat yang lainnya dia adalah Ibnu Ba'ur ibnu Syahtum ibnu Qusytum ibnu Maab ibnu Luth ibnu Haran, sedangkan menurut pendapat yang lainnya lagi adalah Ibnu Haran ibnu Azar. Dia tinggal di suatu kampung yang berada di wilayah Al-Balqa.
Ibnu Asakir mengatakan bahwa dialah orang yang mengetahui Ismul A'zam, lalu ia murtad dari agamanya; kisahnya disebutkan di dalam Al-Qur'an. Kemudian sebagian dari kisahnya adalah seperti yang telah disebutkan di atas, bersumberkan dari Wahb dan lain-lainnya. Muhammad ibnu lshaq ibnu Yasar telah meriwayatkan dari Salim Abun Nadr; ia pernah menceritakan bahwa Musa a.s. ketika turun di negeri Kan'anbagian dari wilayah Syammaka kaum Bal'am datang menghadap kepada Bal'am dan mengatakan kepadanya, "Musa ibnu Imran telah datang bersama dengan pasukan Bani Israil.
Dia datang untuk mengusir kita dari negeri kita dan akan membunuh kita, lalu membiarkan tanah ini dikuasai oleh Bani Israil. Dan sesungguhnya kami adalah kaummu yang dalam waktu yang dekat tidak akan mempunyai tempat tinggal lagi, sedangkan engkau adalah seorang lelaki yang doanya diperkenankan Tuhan. Maka keluarlah engkau dan berdoalah untuk kehancuran mereka." Bal'am menjawab, "Celakalah kalian! Nabi Allah ditemani oleh para malaikat dan orang-orang mukmin, maka mana mungkin saya pergi mendoakan untuk kehancuran mereka, sedangkan saya mengetahui Allah tidak akan menyukai hal itu?" Mereka mengatakan kepada Bal'am, "Kami tidak akan memiliki tempat tinggal lagi." Mereka terus-menerus meminta dengan memohon belas kasihan dan berendah diri kepada Bal'am untuk membujuknya.
Akhirnya Bal'am terbujuk. Lalu Bal'am menaiki keledai kendaraannya menuju ke arah sebuah bukit sehingga ia dapat melihat perkemahan pasukan kaum Bani Israil, yaitu Bukit Hasban. Setelah berjalan tidak begitu jauh, keledainya mogok, tidak mau jalan. Maka Bal'am turun dari keledainya dan memukulinya hingga keledainya mau bangkit dan berjalan, lalu Bal'am menaikinya. Tetapi setelah berjalan tidak jauh, keledainya itu mogok lagi, dan Bal'am memukulinya kembali, lalu menjewer telinganya.
Maka secara aneh keledainya dapat berbicara memprotes tindakannyaseraya mengatakan, "Celakalah kamu. wahai Balam, ke manakah kamu akan pergi. Tidakkah engkau melihat para malaikat berada di hadapanku menghalang-halangi jalanku? Apakah engkau akan pergi untuk mendoakan buat kehancuran Nabi Allah dan kaum mukminin?" Bal'am tidak menggubris protesnya dan terus memukulinya, maka Allah memberikan jalan kepada keledai itu setelah Bal'am memukulinya.
Lalu keledai itu berjalan membawa Bal'am hingga sampailah di atas puncak Bukit Hasban, di atas perkemahan pasukan Nabi Musa dan kaum Bani Israil. Setelah ia sampai di tempat itu, maka ia berdoa untuk kehancuran mereka. Tidak sekali-kali Bal'am mendoakan keburukan untuk Musa dan pasukannya, melainkan Allah memalingkan lisannya hingga berbalik mendoakan keburukan bagi kaumnya. Dan tidak sekali-kali Bal'am mendoakan kebaikan buat kaumnya, melainkan Allah memalingkan lisannya hingga mendoakan kebaikan buat Bani Israil.
Maka kaumnya berkata kepadanya, "Tahukah engkau, wahai Bal'am, apakah yang telah kamu lakukan? Sesungguhnya yang kamu doakan hanyalah untuk kemenangan mereka dan kekalahan kami." Bal'am menjawab, "Ini adalah suatu hal yang tidak saya kuasai, hal ini merupakan sesuatu yang telah ditakdirkan oleh Allah." Maka ketika itu lidah Bal'am menjulur keluar sampai sebatas dadanya, lalu ia berkata kepada kaumnya, "Kini telah lenyaplah dariku dunia dan akhiratku, dan sekarang tiada jalan lain bagiku kecuali harus melancarkan tipu muslihat dan kilah yang jahat.
Maka aku akan melancarkan tipu muslihat buat kepentingan kalian. Sekarang percantiklah wanita-wanita kalian dan berikanlah kepada mereka berbagai macam barang dagangan. Setelah itu lepaskanlah mereka pergi menuju tempat perkemahan pasukan Bani Israil untuk melakukan jual beli di tempat mereka, dan perintahkanlah kepada kaum wanita kalian agar jangan sekali-kali ada seorang wanita yang menolak bila dirinya diajak berbuat mesum dengan lelaki dari kalangan mereka.
Karena sesungguhnya jika ada seseorang dari mereka berbuat zina, maka kalian akan dapat mengalahkan mereka." Lalu kaum Bal'am melakukan apa yang telah diperintahkan. Ketika kaum wanita itu memasuki perkemahan pasukan Bani Israil seorang wanita dari Kan'an (kaum Bal'am) yang dikenal dengan nama Kusbati, anak perempuan pemimpin kaumnya bersua dengan seorang lelaki dari kalangan pembesar kaum Bani Israil. Lelaki tersebut bernama Zumri ibnu Syalum, pemimpin kabilah Syam'un ibnu Ya'qub ibnu Ishaq ibnu Ibrahim.
Ketika Zumri melihat Kusbati, ia terpesona oleh kecantikannya. Lalu ia bangkit dan memegang tangan Kusbati, kemudian membawanya menghadap kepada Nabi Musa. Zumri berkata, "Sesungguhnya aku menduga engkau akan mengatakan bahwa ini diharamkan atas dirimu, janganlah kamu mendekatinya." Musa a.s. berkata, "Dia haram bagimu!" Zumri menjawab, "Demi Allah, saya tidak mau tunduk kepada perintahmu dalam hal ini." Lalu Zumri membawa Kusbati masuk ke dalam kemahnya dan menyetubuhinya.
Maka Allah subhanahu wa ta’ala mengirimkan penyakit ta'un kepada kaum Bani Israil di perkemahan mereka. Pada saat Zumri ibnu Syalum melakukan perbuatan mesum itu Fanhas ibnul Aizar ibnu Harun pengawal pribadi Musa sedang tidak ada di tempat. Penyakit ta'un datang melanda mereka, dan tersiarlah berita itu. Lalu Fanhas mengambil tombaknya yang seluruhnya terbuat dari besi, kemudian ia memasuki kemah Zumri yang saat itu sedang berbuat zina, lalu Fanhas menyate keduanya dengan tombaknya.
Ia keluar seraya mengangkat keduanya setinggi-tingginya dengan tombaknya. Tombaknya itu ia jepitkan ke lengannya dengan bertumpu ke bagian pinggangnya, sedangkan batangnya ia sandarkan ke janggutnya. Dia (Fanhas) adalah anak pertama Al-Aizar. Kemudian ia berdoa, "Ya Allah, demikianlah pembalasan yang kami lakukan terhadap orang yang berbuat durhaka kepada Engkau." Maka ketika itu juga penyakit ta'un lenyap. Lalu dihitunglah orang-orang Bani Israil yang mati karena penyakit ta'un sejak Zumri berbuat zina dengan wanita itu hingga Fanhas membunuhnya, ternyata seluruhnya berjumlah tujuh puluh ribu orang.
Sedangkan menurut perhitungan orang yang meminimkan jumlahnya dari kalangan mereka, dua puluh ribu jiwa telah melayang dalam jarak waktu satu jam di siang hari. Sejak saat itulah kaum Bani Israil memberikan kepada anak-anak Fanhas dari setiap korban yang mereka sembelih, yaitu bagian leher, kaki depan, dan janggut korbannya, serta anak yang pertama dari ternak mereka dan yang paling disayangi, karena Fanhas adalah anak pertama dari ayahnya yang bernama Al-Aizura.
Sehubungan dengan Bal'am ibnu Ba'ura ini, kisahnya disebutkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala: dan bacakanlah kepada mereka kisah orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al-Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu. Al-A' raf: 175) sampai dengan firman-Nya: agar mereka berpikir. (Al-A'raf: 176) Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya, dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga)- (Al-A'raf: 176) Para ahli tafsir berbeda pendapat mengenai maknanya. Menurut teks Ibnu Ishaq, dari Salim, dari Abun Nadr, lidah Bal'am terjulur sampai dadanya.
Lalu dia diserupakan dengan anjing yang selalu menjulurkan lidahnya dalam kedua keadaan tersebut, yakni jika dihardik menjulurkan lidahnya, dan jika dibiarkan tetap menjulurkan lidahnya. Menurut pendapat lain, makna yang dimaksud ialah 'Bal'am menjadi seperti anjing dalam hal kesesatannya dan keberlangsungannya di dalam kesesatan serta tidak adanya kemauan memanfaatkan doanya untuk keimanan. Perihalnya diumpamakan dengan anjing yang selalu menjulurkan lidahnya dalam kedua keadaan tersebut, jika dihardik menjulurkan lidahnya, dan jika dibiarkan tetap menjulurkan lidahnya tanpa ada perubahan.
Demikian pula keadaan Bal'am, dia tidak memanfaatkan pelajaran dan doanya buat keimanan; perihalnya sama dengan orang yang tidak memilikinya. Sama halnya dengan pengertian Yang terkandung di dalam Firman-Nya Sama saja bagi mereka apakah kamu memberi peringatan kepada mereka ataukah kamu tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman. (Al Baqarah: 6, Yasin: 10) Kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja).
Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampun kepada mereka. (At-Taubah: 80) dan ayat-ayat lainnya yang semakna. Menurut pendapat lainnya, makna yang dimaksud ialah 'kalbu orang kafir dan orang munafik serta orang yang sesat kosong dari hidayah, hatinya penuh dengan penyakit yang tak terobatkan. Kemudian pengertian ini diungkapkan ke dalam ungkapan itu.
Hal yang semisal telah dinukil dari Al-Hasan Al-Basri dan lain-lainnya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah agar mereka berpikir. (Al-A'raf: 176) Allah subhanahu wa ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya, yaitu Nabi Muhammad ﷺ: Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah agar mereka (Al-A'raf: 176) yakni agar Bani Israil mengetahui kisah Bal'am dan apa yang telah menimpanyanya yaitu disesatkan oleh Allah dan dijauhkan dari rahmat-Nya, karena dia telah salah menggunakan nikmat Allah yang telah dikaruniakan kepadanya, nikmat itu ialah Ismul A'zam yang diajarkan Allah kepadanya. Ismul A'zam adalah suatu doa yang apabila dipanjatkan untuk memohon sesuatu, niscaya dikabulkan dengan seketika.
Ternyata Bal'am menggunakan doa mustajab ini untuk selain ketaatan kepada Tuhannya, bahkan menggunakannya untuk memohon kehancuran bagi bala tentara- Tuhan Yang Maha Pemurah, yaitu orang-orang yang beriman, pengikut hamba dan rasul-Nya di masa itu, yakni Nabi Musa ibnu Imran a.s. yang dijuluki sebagai Kalimullah (orang yang pernah diajak berbicara secara langsung oleh Allah). Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan: agar mereka berpikir. (Al-A'raf: 176) Maksudnya, mereka harus bersikap waspada supaya jangan terjerumus ke dalam perbuatan yang semisal, karena sesungguhnya Allah telah memberikan ilmu kepada kaum Bani Israil (di masa Nabi ﷺ) dan membedakan mereka di atas selain mereka dari kalangan orang-orang Arab.
Allah telah menjadikan mereka memiliki pengetahuan tentang sifat Nabi Muhammad melalui kitab yang ada di tangan mereka; mereka mengenalnya sebagaimana mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Mereka adalah orang-orang yang paling berhak dan paling utama untuk mengikuti Nabi ﷺ, membantu, dan menolongnya, seperti yang telah diberitakan kepada mereka oleh nabi-nabi mereka yang memerintahkan kepada mereka untuk mengikutinya.
Karena itulah orang-orang yang menentang dari kalangan mereka (Bani Israil) terhadap apa yang ada di dalam kitab mereka, lalu menyembunyikannya, sehingga hamba-hamba Allah yang lain tidak mengetahuinya, maka Allah menimpakan kepada mereka kehinaan di dunia yang terus berlangsung sampai kehinaan di akhirat. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami., Al- A'raf: 177) Allah subhanahu wa ta’ala berfirman bahwa seburuk-buruknya perumpamaan adalah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Dengan kata lain, seburuk-buruk perumpamaan adalah perumpamaan mereka yang diserupakan dengan anj ing, karena anj ing tidak ada yang dikejarnya selain mencari makanan dan menyalurkan nafsu syahwat.
Barang siapa yang menyimpang dari jalur ilmu dan jalan petunjuk, lalu mengejar kemauan hawa nafsu dan berahinya, maka keadaannya mirip dengan anjing; dan seburuk-buruk perumpamaan ialah yang diserupakan dengan anjing. Karena itulah di dalam sebuah hadits shahih disebutkan bahwa Nabi ﷺ telah bersabda: Tiada pada kami suatu perumpamaan yang lebih buruk daripada perumpamaan seseorang yang mencabut kembali hibahnya, perumpamaannya sama dengan anjing, yang memakan kembali muntahnya.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim. (Al-A'raf: 177) Maksudnya Allah tidak menganiaya mereka, tetapi mereka sendirilah yang menganiaya dirinya sendiri karena berpaling dari mengikuti jalan hidayah dan taat kepada Tuhan, lalu cenderung kepada keduniawian yang fana dan mengejar kelezatan serta kemauan hawa nafsu."
Sangat buruk perumpamaan keadaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami karena mereka mengabaikan tuntunan pengetahuannya, bahkan berbuat zalim. Dengan mengingkari kebenaran, mereka sebenarnya tidak lain telah menzalimi diri mereka sendiri. Begitulah, seburuk-buruk manusia adalah orang yang mempunyai pengetahuan keesaan Allah dan agama-Nya, tetapi karena didorong oleh hawa nafsu duniawi, dia meninggalkan ilmunya dan berubah menjadi kafir kepada AllahAllah tidak meninggikan derajat siapa yang yang dibicarakan keadaannya oleh ayat-ayat yang lalu, karena yang bersangkutan enggan memanfaatkan petunjuk Allah yang telah diraihnya, sehingga Allah pun tidak memberinya kemampuan untuk mengamalkan petunjuk itu.
Pada ayat ini Allah menegaskan lagi betapa buruknya perumpamaan bagi mereka yang mendustakan ayat-ayat Allah. Mereka disamakan dengan anjing baik karena kesamaan kelemahan keduanya yakni mereka tetap dalam kesesatan diberi peringatan atau tidak diberi peringatan, atau karena kesamaan kebiasaan keduanya. Anjing itu tidak mempunyai cita-cita kecuali keinginan mendapat makanan dan kepuasan. Siapa saja yang meninggalkan ilmu dan iman lalu menjurus kepada hawa nafsu, maka dia serupa dengan anjing. Orang yang demikian tidak siap lagi berfikir dan merenungkan tentang kebenaran. Orang yang demikian itu sebenarnya menganiaya dirinya sendiri.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
GELAP SESUDAH TERANG
Sehubungan dengan ayat yang telah lalu tadi yang menerangkan bahwa di dalam dasar jiwa manusia memang sudah ada kepercayaan akan adanya Allah Pencipta, yang terdapat pada seluruh manusia, baik manusia yang masih hidup di dalam suasana primitif (bi-da-iy), masih bertelanjang atau bercawat, sampai kepada manusia yang sudah sangat tinggi ilmu pengetahuannya, sebagai Einstein dan Openheimer, baik mereka di dalam agama yang
mana saja atau bangsa apa saja maka sekarang Allah menggambarkan lagi bahwa manusia yang telah mengerti agama; yang telah sangat lanjut pengetahuannya, pun bisa tersesat juga, sebab dia berpaling dari kebenaran. Begini bunyi ayat:
Ayat 175
“Dan, bacakanlah kepada mereka benda orang yang telah Kami datangkan kepadanya ayat-ayat Kami, tetapi dia terlepas daripadanya."
Artinya, cobalah engkau ceritakan kepada mereka itu, wahai utusan-Ku, perihal orang yang tadinya telah mengenai ayat-ayat Allah. Kalau misalnya dia seorang Yahudi, dia telah mengerti hukum Taurat, kalau dia seorang Nasrani, dia telah mengerti pula segala hikmah ajaran Isa al-Masih, kalau dia orang Islam, dia telah banyak mengenal Al-Qur'an dan telah tahu memperbedakan mana hadits yang shahih, mana yang dhaif dan mana yang maudhu' (palsu). Pendeknva dia sudah terhitung ahli dalam ayat Allah. Akan tetapi, rupanya, semata-mata mengenal ayat-ayat Allah saja, kalau tidak pandai mengendalikan hawa nafsu maka pengetahuannya tentang ayat-ayat Allah itu satu waktu bisa tidak memberi faedah apa-apa, bahkan dia terlepas daripada ayat-ayat itu; tanggal atau ungkai atau copot dirinya dari ayat itu. Di dalam ayat ini disebut “insalakha", arti asalnya ialah menyilih. Yang selalu bertemu pada ular menyilih kulit, tanggal ayat itu dari dirinya sehingga dia tinggal telanjang. Demikian juga orang menyembelih kambing lalu dikuliti, sehingga tanggal kulitnya itu tinggal badannya saja tak berkulit, disebut juga insalakha. Oleh sebab itu amat dalamlah maksud ayat ini.
Nabi disuruh menceritakan keadaan orang yang telah mengerti ayat-ayat Allah, fasih menyebut, tahu hukum halal dan hukum haram, tahu fiqih dan tahu tafsir, tetapi agama itu tidak ada dalam dirinya lagi. Allahu Akbar! Sebab akhlaknya telah rusak.
“Maka, setan pun menjadikan dia pengikutnya lalu jadilah dia daripada orang-orang yang tersesat."
Rupanya karena hawa nafsu, ayat-ayat yang telah diketahui itu tidak lagi membawa terang ke dalam jiwanya, melainkan membuat jadi gelap. Akhirnya dia pun menjadi anak buah pengikut setan sehingga ayat-ayat yang dia kenal dan dia hafal itu bisa disalahgunakan. Dia pun bertambah lama bertambah sesat. Seumpama ada seorang yang lama berdiam di Mekah dan telah disangka alim besar, tetapi karena disesatkan oleh setan, dia menjadi seorang pemabuk, dan tidak pernah bershalat lagi.
Lalu, orang bertanya, mengapa engkau jadi pemabuk? Dia menjawab, “Tidak ada satu lafazh pun dalam Al-Qur'an atau Hadits yang menerangkan orang pemabuk masuk neraka!" Dan tentang shalat dia berkata pula, “Dalam Al-Qur'an surah al-Maa'un ada tersebut bahwa neraka wailun adalah untuk orang yang shalat." Maka karena dia telah sesat, dipakainyalah ayat Al-Qur'an yang dia hafal itu untuk mempertahankan kesesatannya, dengan jalan yang salah. Dia masih hafal ayat-ayat dan Hadits-hadits itu, tetapi ayat dan Hadits sudah lama copot dari jiwanya, dan dia telah tinggal dalam keadaan telanjang. Na'udzubillah min dzalik.
Ayat 176
“Dan, jika Kami kehendaki, niscaya Kami angkatkantah dia dengan (ayat-ayat) itu. Akan tetapi, dia melekat ke bumi dan memperturutkan hawa nafsunya."
Artinya, jikalau Allah menghendaki, dia bisa naik, bisa terangkat ke atas martabat yang mulia, sebab ayat-ayat Allah yang telah diketahuinya itu bisa memberikan cahaya kepadanya, tetapi bagaimanalah Allah hendak mengangkatnya, padahal dia sendiri lebih suka lekat ke bumi, sebab hawa nafsunya telah lebih menang atas jiwanya? Artinya, jiwa itu sudah sangat rusak. Maka, ayat yang sepatah ini memberikan kita pedoman, bahwa pemberian yang utama dari Allah kepada tiap-tiap kita manusia ini adalah dasar baik; kita dilahirkan dalam fitrah, tetapi kita sendiri pun diwajibkan berikhtiar sendiri melatih diri lebih baik, supaga naik martabat kita lebih tinggi. Kaiau kita beranggapan bahwa nasib buruk dan kehancuran yang menimpa diri kita adalah karena takdir Allah semata-mata maka paham kita tentang agama sudahlah tersesat. Apa guna Allah menurunkan agama, mengutus rasul-rasul memberikan bimbingan berbagai macam, kalau Allah sendiri pula yang semau-maunya menakdirkan kita “lekat ke bumi". Takdir Allah datang, pastilah menurut hukum sunnatullah yang tertentu. Kita sendiri sadar akan adanya diri kita dan adanya usaha dan ikhtiar kita. Kita bukan batu tercampak tergulung-gulung dalam alam ini dan bukan pula kapas yang diterbangkan angin. Kalau kita bangsa batu, tidaklah kita akan dijadikan Allah khalifah-Nya di bumi ini.
“Jika Kami kehendaki, niscaya Kami angkat dia." Demikian firman Allah. Artinya, Allah tetap bersedia mengangkat manusia naik, asal dia sendiri tidak ingin hendak lekat saja di bumi karena diikat kakinya oleh hawa nafsunya.
“Maka, perumpamaannya adalah seperti anjing, yang jika engkau halaukan dia, lidahnya dijulurkannya. Atau engkau biarkan dia, lidahnya dijulurkannya juga." Alangkah hinanya perumpamaan yang diambil Allah daripada orang yang menyilih baju ayat itu dan menukarnya dengan kufur. Laksana anjing, selalu kehausan saja, selalu lidahnya terulur karena tidak puas-puas karena tamaknya. Walaupun dia sudah dihalaukan pergi, lidahnya masih terulur karena masih haus karena masih merasa belum kenyang. Walaupun dibiarkan saja, lidahnya diulurkannya juga. Cobalah pelajari dengan saksama, mengapa maka binatang yang satu itu, anjing, selalu
mengulurkan lidah? Sebabnya ialah karena tidak pernah merasa puas. Lebih-lebih pada siang hari, di kala panas mendenting-denting. Anjing mengulurkan lidah terus, karena selalu merasa belum kenyang, karena hawa nafsunya belum juga terpenuhi. Bilakah hawa nafsu itu akan penuh?
“Demikianlah perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka, ceritakanlah cerita-cerita itu, supaya mereka berpikir."
Menurut penafsiran dari Ibnu jarir at-Thabari, “Maka, ceritakanlah olehmu, hai Rasul, cerita-cerita yang telah Aku kisahkan kepada engkau ini, tentang berita orang yang telah datang kepada mereka ayat Kami itu, dan berita tentang umat-umat yang telah Aku kabarkan kepada engkau dalam surah ini, dan berita-berita lain yang menyerupai itu, sampaikan juga betapa akibat siksaan Kami terhadap mereka, sebab mereka telah mendustakan rasul-rasul yang Kami utus. Dan, hal yang seperti itu bisa saja kejadian pada kaum engkau, orang Quraisy yang mendustakan engkau, dan yang sebelum engkau dari Yahudi Bani Israil. Supaya mereka pikirkan hal ini baik-baik, supaya mereka mengambil i'tibar lalu mereka kembali kepada jalan yang benar, mereka taat kepada Kami. Jangan sampai hendaknya bersua pada diri mereka seumpama telah diderita oleh umat-umat yang telah terdahulu itu. Dan, supaya didengar pula cerita-cerita ini oleh orang-orang Yahudi yang hidup di zamanmu, yang mereka pun turunan Bani Israil yang terdahulu itu juga. Agar mengertilah mereka keadaan engkau yang sebenarnya, bahwa kenabian engkau adalah sah. Sebab, segala berita yang Kami sampaikan kepada engkau ini belumlah mereka ketahui selengkapnya. Yang mengetahui serba sedikit hanyalah yang dapat membaca kitab-kitab di antara mereka. Engkau tahu semuanya itu, sedang engkau ummi, tak pandai menulis dan membaca dan tidak pernah belajar kitab-kitab dan tidak pernah berguru kepada orang-orang yang dianggap pandai. Semuanya ini adalah hujjah atau alasan yang tegas sekali sebagai pembuktian bahwa engkau memang Rasulullah. Karena engkau mulanya tidaklah mengetahuinya kecuali karena wahyu yang Kami datangkan dari langit." Demikian kesimpulan penafsiran Ibnu larir tentang ujung ayat ini.
Ayat 177
“Bunuklah perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Kami itu, dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat aniaya."
Allah sendiri mengakui memang amat buruk perumpamaan itu; mereka dimisalkan dengan anjing yang selalu kehausan, selalu mengulurkan lidah, sebab selalu tidak puas. Perhatikanlah sejak ayat sebelumnya. Tadinya ayat Allah itu telah ada dalam dirinya lalu dia muntahkan kembali, dia perturutkan pimpinan setan, lalu dia tersesat. Mau diangkat naik, dia tidak mau, dia tetap lekat ke bumi, sebab yang berkuasa atas dirinya tidak lagi iman, melainkan nafsu. Sedang batas kehendak nafsu itu tidak ada, kalau tidak dibatasi dengan hidayah Allah padahal hidayah Allah-lah yang mereka dustakan.
Kemudian berfirmanlah Allah:
Ayat 178
“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka itulah orang yang beroleh petunjuk."
Sebab tidak ada petunjuk yang lain yang akan menyelamatkan manusia, melainkan petunjuk Allah saja. Sebab itu, kedua perumpamaan yang tersebut di atas tadi, pertama menyilih dan terkelupas ayat-ayat Allah dari diri, sampai tinggal telanjang; kedua laksana anjing yang lidahnya selalu terjulur tidak mau kenyang-kenyang, janganlah hendaknya
bertemu pada diri kita. Lekas-lekaslah kita mendekati Allah.
“Dan banangsiapa yang Dia sesatkan, mereka itulah orang-orang yang rugi."
Bagaimana tidak akan rugi, kalau diri telah tersisih sendirinya daripada masyarakat yang baik; masuk tidak menggenapi, keluar tidak mengurangi. Umur bertambah susut, pekerjaan tidak berbekas. Kebenaran ayat-ayat Allah diketahui, tetapi diri sendiri mendapat kutuk daripadanya. Laksana anjing yang selalu kehausan, sebab nafsu tidak ada batasnya. Kesudahannya timbullah penyakit-penyakit jiwa yang lain, di antaranya ialah dengki dan hasad. Sebagaimana pernah kejadian, seorang yang telah merasa dirinya ulama, padahal ayat-ayat Allah digunakannya untuk memenuhi nafsu kebendaan, menjadi dengki kepada orang lain, yang ilmu orang itu tidak sebanyak ilmunya, tetapi dia amalkan, sehingga orang itu lebih dipercayai orang banyak. Maka, dia pun dengki melihat, mengapa dirinya sendiri tidak dihormati orang lagi padahal dia lebih “alim" lebih banyak mengetahui ayat-ayat. Padahal, dia telah lupa bahwa dialah orang yang per-tama sekali mendustakan ayat-ayat itu.
Moga-moga dijauhkan Allah kutuk seperti ini dari kita sekalian. Amin!
Di dalam Al-Qur'an sendiri tidak bertemu ayatlainyangmenerangkansiapakahorangnya, yang kulit ayat-ayat Allah telah menyilih dari dirinya itu dan dia telah berperangai sebagai anjing, dihalau dia menjulurkan lidah dan dibiarkan dia pun mengulurkan lidah juga! Di dalam Hadits yang shahih dari Rasul sendiri pun tidak bertemu, siapakah orangnya yang dituju itu. Lantaran itu tidaklah heran jika dua tiga macam keterangan ahli tafsir tentang israiliyat.
Dan, nama sahabat-sahabat yang utama sebagai Abdullah bin Mas'ud dan Ibnu Abbas disebut juga sebagai sumber dari cerita-cerita ini.
Menurut satu riwayat dari Ibnu Mas'ud, orang ini ialah Bal'am bin Abar dari Bani Israil.
Menurut Abd bin Humaid, Ibnu Jarir, Ibnu Syekh dan Ibnu Mardawaihi dari Ibnu Abbas juga, orang ini ialah Bal'am bin Ba'ura dan dengan lafazh lain Bal'am bin Amir dari Bani Israil, Menurut satu riwayat dari Ibnui Mundzir dan Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas, orang ini adalah seorang penduduk negeri yang gagah perkasa, bernama Bal'am, yang telah banyak mendapat ilmu tentang rahasia khasiat-khasiat nama-nama Allah Yang Mahabesar. Raja negeri itu menyuruh Bal'am tersebut mendoakan kepada Allah supaya Musa dengan tentaranya yang hendak masuk ke negeri itu, dibinasakan Allah sebelum masuk.
Menurut satu riwayat lagi yang diterima dari Abdullah bin Amr bin al-Ash, yang disuruh ceritakan kepada Nabi ini bukanlah Bal'am bin Ba'ura, tetapi seorang bangsa Arab sendiri dari Tsaqif, Thaif, Dia penyair jahiliyyah yang terkenal bernama Umaiyah bin Abis-Shalt. Umaiyah ini sebelum Rasulullah saw, diutus adalah dipandang terkemuka dan disegani dalam kaumnya. Dia pun benci kepada penyembah berhala, dia seorang yang mengakui beragama hanif. Setelah Rasulullah saw, diutus, dia sempat bertamu dengan beliau dan mendengarkan Rasulullah membaca surah Yaasiin. Setelah selesai dia mendengarkannya, dia tinggalkan majalis Rasulullah ﷺ. Di tengah jalan orang-orang Quraisy bertanya bagaimana pendapatnya. Dia menjawab, “Aku naik saksi, dia adalah benar!, tetapi aku akan menunggu dahulu perkembangan selanjutnya."
Kemudian dia pun berangkat ke negeri Syam dan berdiam di sana sampai delapan tahun. Sesudah berdiam di Syam sekian lama, dia pun kembali dan mulanya menyatakan maksud hendak masuk Islam. Akan tetapi, setelah didengarnya kekalahan musyrikin di Peperangan Badar, diurungkannyalah maksudnya masuk Islam itu dan dia pun kembali ke Thaif. Sampai di Thaif dia mati sebelum jadi masuk Islam.
Menurut riwayat lain lagi dari Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas, orang ini ialah Shaifi bin Rahib.
Setelah diselidiki di dalam kitab orang Yahudi sendiri, Kitab Bilangan pasal 22 sampai 24, memang tersebut seorang yang diakui sebagai Nabi dalam kaumnya, Kaum Moab, bernama Belhum bin Beor. Raja negerinya ialah Balak bin Zippor. Negeri hendak diserang oleh Bani Israil di bawah pimpinan Nabi Musa dan kemah-kemah mereka telah terpasang di sebelah sisi sungai Yordan, bertentangan dengan Yerikho. Raja Balak meminta kepadanya, sebab doanya makbul di sisi Allah supaya dia berdoa mengutuk Nabi Musa dan Bani Israil, tetapi dalam kesimpulan cerita itu, dia tidak mau mendoakan kutuk bagi Nabi Musa, melainkan memohonkan berkat Allah untuk Bani Israil, melainkan dari Bani Moab. Oleh sebab itu kalau diperbandingkan riwayat-riwayat dalam tafsir itu dengan Kitab Bilangan tersebut, salah satu dari doa pertama tafsir dari Ibnu Abbas dan lain-lain itulah yang benar, yaitu bahwa Belhum mempergunakan ilmunya yang tinggi buat menentang Nabi Musa. Atau Kitab Bilangan yang betul dan riwayat yang didengar oleh Ibnu Abbas dan dimasukkan ke dalam tafsir Al~Qur'an ini yang salah. Lain lagi dari riwayat Malik bin Dinar. Dikatakan bahwa Bal'am itu adalah pengikut Nabi Musa sendiri, diutus Nabi Musa kepada kaum Moab, dan Bal'am ini kalau berdoa, selalu makbul. Akan tetapi, setelah dia sampai kepada kaum itu, dia menerima uang sogok, sehingga dia menukar agama dan meninggalkan Musa.
Manakah yang benar? Riwayat tafsirkah atau bunyi Kitab Ulangan? Petrus Albustani di dalam Ensiklopedi Arabica, satu Ensiklopedi bahasa Arab terkenal di zaman modern ini, menulis demikian, “Setengah dari ahli-ahli tafsir kitab-kitab suci menyelidiki dengan saksama, berpendapat bahwa kisah-kisah Belhum yang tertulis di dalam Kitab Bilangan pasal 22 sampai 24 itu adalah tidak asli, yaitu dimasukkan kemudian ke dalam kitab suci."
Tegasnya, yang tersebut dalam Kitab Bilangan sendiri, diragukan kebenarannya oleh kalangan Kristen sendiri. (Albustani pun seorang Kristen) dan kisah Bal'am bin Ba'ura yang didapat di dalam kitab-kitab tafsir Al-Qur'an itu pun diragui pula kebenarannya. Sebab, bertemu lagi sumbernya dua orang ahli pembawa israiliyat yang terkenal, yaitu Ka'ab al-Ahbar dan Wahab bin Munabbih. Demikianlah dibukakan oleh al-Hafiz Ibnu Asakir tentang dari mana sumber riwayat ini. Maka, meskipun di dalam perawi ada nama Ibnu Abbas, dapatlah dimaklumi bahwa beliau mendapat sumber berita ini dari Ka'ab juga. Dan, di zaman beliau, belum beliau mengetahui adanya Kitab Bilangan dan beliau pun tidak mengetahui Bahasa Ibrani. Sebab itu, apa yang beliau dengar, beliau riwayatkan pula. Dengan dasar tuntutan Nabi Muhammad ﷺ bahwa riwayat Ahlul Kitab, tidak dibenarkan dan tidak didustakan. Sedang Ka'ab al-Ahbar banyak nian membawa cerita ganjil, yang disangka dari Ahlul Kitab, padahal dalam kitab-kitab pegangan Ahlul Kitab itu sendiri setelah kemudian diperiksa, tidak bertemu.
Oleh sebab itu, barangkali lebih dekatlah kepada paham kita, apabila kita pertimbangkan riwayat yang dibawa oleh Abdullah bin Amr bin al-Ash itu, bahwa orang ini adalah orang Arab sendiri, Umaiyah bin Abis-Shalt. Orang yang sudah ada pengertian, yang dalam hati kecilnya telah mengakui kebenaran Nabi, artinya telah memahami ayat Allah, tetapi kemudian membatalkan niatnya hendak masuk Islam lalu pulang ke negerinya di Thaif dan meninggal di sana dalam keadaan kafir.
Maka, apabila kita di zaman sekarang hendak langsung meresapkan isi Al-Qur'an, tidaklah salah kaiau kita ketahui riwayat-riwayat penafsiran itu, tetapi lebih tidak salah lagi kalau kita langsung saja merasakan dalam batin kita bagaimana pentingnya peringatan di dalam ayat ini, dengan tidak usah membawa-bawakan cerita yang tidak sunyi daripada israiliyat itu. Allah menyuruhkan kepada Rasul-Nya supaya kisah orang yang menanggalkan baju ayat Allah dari jiwanya, sehingga jiwa menjadi kosong laksana anjing. Tidaklah Allah menyebut orangnya, karena kisah ini selalu terjadi dalam masyarakat manusia, di dalam hidup yang telah dipengaruhi oleh hawa nafsu.
Dia ada di zaman nabi-nabi yang dahulu dan dia pun ada di zaman Nabi Muhammad ﷺ sebagai Umaiyah bin Abis-Shalt yang disebut-sebut di dalam riwayat Abdullah bin Amr bin al-Ash itu, dan dia akan tetap ada di segala zaman. Bahkan karena banyak terjadi, orang yang mengetahui ayat-ayat Allah sampai mendalam, tetapi pengetahuannya itu digunakannya untuk meruntuhkan agama. Berapa banyaknya orientalis Barat, yang lebih “alim" daripada ulama Islam sendiri tentang Islam, tetapi pengetahuannya itu dipergunakannya untuk merobohkan Islam.
Pada ayat 176 telah tersebut firman yang tepat dari Allah, bahwa jika Kami kehendaki Kami angkatkanlah dia dengan ayat-ayat itu. Artinya ialah martabat manusia bisa diangkatkan Allah naik ke atas, kepada martabat yang lebih tinggi, sampai menjadi imam daripada orang-orang yang bertakwa. Akan tetapi, dia melekat ke bumi dan memperturutkan hawa nafsunya. Artinya, Allah ingin agar dia naik, tetapi dia hendak lekat ke bumi juga, tetap di bawah karena diperintah hawa nafsunya. Akal murni manusia dan cita-cita yang suci, dengan tuntunan iman dapat saja menaikkan martabat manusia mendekati tempat malaikat. Akan tetapi, dalam diri manusia ada hawa nafsu atau “bahimiyah" yang merunyutnya sehingga dia tetap di bawah-bawah saja, dan tak pernah naik ke atas.