Ayat
Terjemahan Per Kata
وَإِذۡ
dan ketika
نَتَقۡنَا
Kami goncangkan
ٱلۡجَبَلَ
gunung
فَوۡقَهُمۡ
diatas mereka
كَأَنَّهُۥ
seakan-akan
ظُلَّةٞ
naungan
وَظَنُّوٓاْ
dan mereka mengira
أَنَّهُۥ
bahwasanya ia
وَاقِعُۢ
jatuh/menimpa
بِهِمۡ
kepada mereka
خُذُواْ
ambillah
مَآ
apa
ءَاتَيۡنَٰكُم
telah Kami berikan kepadamu
بِقُوَّةٖ
dengan kuat
وَٱذۡكُرُواْ
dan ingatlah
مَا
apa
فِيهِ
didalamnya
لَعَلَّكُمۡ
agar kalian
تَتَّقُونَ
kamu bertakwa
وَإِذۡ
dan ketika
نَتَقۡنَا
Kami goncangkan
ٱلۡجَبَلَ
gunung
فَوۡقَهُمۡ
diatas mereka
كَأَنَّهُۥ
seakan-akan
ظُلَّةٞ
naungan
وَظَنُّوٓاْ
dan mereka mengira
أَنَّهُۥ
bahwasanya ia
وَاقِعُۢ
jatuh/menimpa
بِهِمۡ
kepada mereka
خُذُواْ
ambillah
مَآ
apa
ءَاتَيۡنَٰكُم
telah Kami berikan kepadamu
بِقُوَّةٖ
dengan kuat
وَٱذۡكُرُواْ
dan ingatlah
مَا
apa
فِيهِ
didalamnya
لَعَلَّكُمۡ
agar kalian
تَتَّقُونَ
kamu bertakwa
Terjemahan
(Ingatlah) ketika Kami mengangkat gunung (dari akarnya) ke atas mereka, seakan-akan (gunung) itu awan dan mereka yakin bahwa (gunung) itu akan jatuh menimpa mereka. (Kami berfirman kepada mereka,) “Peganglah dengan teguh apa yang telah Kami anugerahkan kepadamu serta ingatlah selalu (amalkanlah) apa yang tersebut di dalamnya agar kamu bertakwa.”
Tafsir
(Dan) ingatlah (ketika Kami mengangkat bukit) yaitu Kami mencabutnya dari dasarnya (ke atas mereka seakan-akan bukit itu naungan awan dan mereka menduga) dan merasa yakin (bahwa bukit itu akan jatuh menimpa mereka) akan jatuh kepada mereka sesuai dengan janji Allah kepada mereka, bahwa hal itu akan menimpa mereka jika mereka tidak mau menerima hukum-hukum syariat kitab Taurat. Mereka menolaknya mengingat hal itu teramat berat pada permulaannya tetapi kemudian mereka mau menerimanya. Kami berfirman kepada mereka, ("Peganglah dengan teguh apa yang telah Kami berikan kepadamu) dengan sungguh-sungguh dan dengan segala kemampuan (serta ingatlah selalu apa yang tersebut di dalamnya) dengan mengamalkannya (supaya kamu menjadi orang-orang yang bertakwa.").
Dan (ingatlah) ketika Kami mengangkat bukit ke atas mereka seakan-akan bukit itu naungan awan dan mereka yakin bahwa bukit itu akan jatuh menimpa mereka. (Dan Kami katakan kepada mereka), "Peganglah dengan teguh apa yang telah Kami berikan kepada kalian, serta ingatlah selalu (amalkanlah) apa yang tersebut di dalamnya supaya kalian menjadi orang-orang yang bertakwa Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika Kami mengangkat bukit itu ke atas mereka. (Al-A'raf: 171) Makna nataqa ialah mengangkat.
Makna ayat ini sama dengan yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dan telah Kami angkat ke atas (kepala) mereka Bukit Tur karena (mengingkari) perjanjian (yang telah Kami ambil dari) mereka. (An-Nisa: 154) Sufyan Ats-Tsauri telah meriwayatkan dari Al-A'masy, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa para malaikat mengangkat bukit itu ke atas kepala mereka. Yang demikian itu disebutkan oleh firman-Nya: Dan telah kami angkat ke atas (kepala) mereka Bukit Tur. (An-Nisa: 154) Al-Qasim ibnu Abu Ayyub telah meriwayatkan dari Sa'id ibnu-Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa setetah (Bani Israil selamat dari kejaran Fir'aun), maka Nabi Musa membawa mereka menuju ke Yerussalem, dan Musa a.s.
mengambil luh-luh yang telah dilemparkannya itu sesudah amarahnya reda. Kemudian Nabi Musa Memerintahkan kepada mereka berbagai macam pekerjaan sesuai dengan wahyu Allah yang harus ia sampaikan kepada mereka, dan ternyata pekerjaan-pekerjaan itu berat bagi mereka, lalu mereka menolak, tidak mau menerimanya, hingga Allah menjebol bukit dan mengangkatnya ke atas kepala mereka. seakan-akan bukit itu naungan awan. (Al-A'raf:: 171) Bukit tersebut diangkat oleh para malaikat ke atas kepala mereka.
Demikianlah menurut riwayat Imam An-Nasai secara panjang lebar. Sunaid ibnu Daud telah meriwayatkan di dalam kitab Tafsir-nya dari Hajjaj ibnu Muhammad, dari Abu Bakar ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa dikatakan kepada mereka, "Ini adalah Kitab, maukah kamu menerimanya? Di dalamnya terkandung penjelasan semua yang dihalalkan bagi kalian, semua yang diharamkan bagi kalian, semua perintah Allah kepada kalian, dan semua larangan-Nya kepada kalian." Mereka menjawab, "Paparkanlah kepada kami semua isi yang terkandung di dalamnya.
Jika fardu-fardu dan batasan-batasannya mudah, maka kami mau menerimanya." Dikatakan kepada mereka, "Terimalah oleh kalian semua yang terkandung di dalamnya." Mereka menjawab, "Tidak, sebelum kami mengetahui semua isinya, bagaimanakah batasan-batasan dan fardu-fardunya?" Mereka berkali-kali menjawab pertanyaan Allah dengan jawaban tersebut. Maka Allah memerintahkan kepada bukit untuk terangkat, lalu bukit itu terangkat di langit; hingga ketika bukit itu telah berada di atas kepala mereka, Musa a.s.
berkata kepada mereka, "Tidakkah kalian melihat apa yang telah difirmankan oleh Tuhan? Jika kalian menolak, tidak mau menerima Taurat secara bulat-bulat berikut semua yang terkandung di dalamnya, sungguh aku benar-benar akan menimpakan bukit ini kepada kalian." Abu Bakar ibnu Abdullah mengatakan, telah menceritakan kepadanya Al-Hasan Al-Basri, bahwa tatkala mereka (Bani Israil) melihat gunung itu terangkat di atas kepala mereka, maka masing-masing dari mereka menyungkur bersujud pada pelipis sebelah kirinya, sedangkan mata kanan mereka melihat ke arah bukit itu karena takut akan menimpa diri mereka.
Maka demikian pula di masa sekarang, tidak ada seorang Yahudi pun di muka bumi ini melainkan bila sujud pasti pada pelipis kirinya. Mereka menduga bahwa cara sujud initah yang menyebabkan terhapusnya siksaan. Abu Bakar mengatakan bahwa setelah luh-luh itu dibeberkan, ternyata di dalamnya terdapat Kitabullah yang ditulis-Nya dengan tangan (kekuasaan)-Nya sendiri. Maka tiada suatu bukit, tiada pepohonan, dan tiada bebatuan pun di muka bumi ini melainkan bergetar karenanya.
Dan sekarang tidak ada seorang Yahudi pun di muka bumi ini baik yang kecil maupun yang dewasa bila dibacakan kepadanya kitab Taurat, melainkan pasti bergetar dan menggeleng-gelengkan kepala karenanya, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya: Lalu mereka akan menggeleng-gelengkan kepala mereka kepadamu. (Al Isra: 51)"
Allah membantah orang-orang Yahudi yang mengatakan bahwa Bani Israil itu tidak pernah melanggar kebenaran. Maka Allah berfirman, Dan ingatlah ketika Kami mengangkat gunung Sinai ke atas kepala pendahulu, Bani Israil. Mereka ketakutan karena mengira seakan-akan gunung itu naungan awandan mereka yakin bahwa gunung itu akan jatuh menimpa mereka. Ketika itu Kami firmankan kepada mereka,Peganglah dengan teguh dan tunjukkan keinginan kuat untuk menaati apa yang telah Kami berikan kepadamu berupa petunjuk-petunjuk Taurat, serta ingatlah selalu apa yang tersebut di dalamnya, yakni tuntunan, dengan selalu mengamalkannya agar kamu menjadi orang-orang bertakwa, yakni ter-hindar dari sanksi dan siksa Allah. Sampai di sini selesai sudah kisah Nabi Musa bersama kaumnya.
Ayat-ayat yang lalu berbicara tentang kisah Nabi Musa dan Bani Israil dengan mengingatkan mereka tentang perjanjian yang bersifat khusus, di sini Allah menjelaskan perjanjian yang bersifat umum, untuk Bani Israil dan manusia secara keseluruhan, yaitu dalam bentuk penghambaan. Allah berfirman, Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi, yakni tulang belakang anak cucu Adam, keturunan mereka yang melahirkan generasi-generasi selanjutnya. Dan kemudian Dia memberi mereka bukti-bukti ketuhanan melalui alam raya ciptaanNya, sehingga'dengan adanya bukti-bukti itu'secara fitrah akal dan hati nurani mereka mengetahui dan mengakui kemahaesaan Tuhan. Karena begitu banyak dan jelasnya bukti-bukti keesaan Tuhan di alam raya ini, seakan-akan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka seraya berfirman, Bukankah Aku ini Tuhan Pemelihara-mu dan sudah berbuat baik kepadamu' Mereka menjawab, Betul Engkau Tuhan kami, kami bersaksi bahwa Engkau Maha Esa. Dengan demikian, pengetahuan mereka akan bukti-bukti tersebut menjadi suatu bentuk penegasan dan, dalam waktu yang sama, pengakuan akan kemahaesaan Tuhan. Kami lakukan yang demikian itu agar di hari Kiamat kamu tidak lagi beralasan dengan mengatakan, Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini, tidak tahu apa-apa mengenai keesaan Tuhan.
Kemudian Allah mengakhiri kisah tentang orang Yahudi dengan memperingatkan kembali peristiwa ketika mereka pertama kali menerima Taurat. Sewaktu Bukit Sinai diangkat ke atas kepala mereka sehingga gunung itu bagaikan gumpalan awan yang gelap, mereka melihat gunung yang terapung di udara itu akan jatuh menimpa mereka. Sadarlah mereka terhadap ancaman Allah bahwa jika mereka menentang perintah agama, tentulah mereka akan binasa. Saat itu Allah berseru kepada mereka agar mereka menerima dan menaati hukum-hukum agama yang tercantum dalam Taurat dengan sungguh-sungguh. Dan mereka hendaklah mengingat perintah dan larangan-Nya dalam Taurat, mengamalkannya dan tidak mengabaikannya, walaupun mereka mengalami kesulitan dan penderitaan. Ketaatan mereka kepada hukum-hukum agama serta perintah dan larangannya dengan sebenarnya, membawa mereka kepada pembinaan pribadi dan takwa.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 167
“Dan, (ingatlah) tatkala Tuhan engkau memberitahukan bahwa sesungguhnya Dia akan membangkitkan atas mereka, hingga Hari Kiamat, orang yang akan menimpakan kepada mereka seburuk-buruk adzab."
Artinya, oleh karena itu mereka kian lama kian keluar dan ketentuan yang digariskan oleh agama, yang diajarkan oleh nabi-nabi, pastilah mereka tidak bangun lagi; mereka kian lama kian sengsara, sampai Hari Kiamat, yaitu selama mereka masih begitu-begitu saja memegang agama. Di antara kesalahan mereka ialah merasa diri lebih unggul daripada golongan lain. Tentu orang lain pun tidak suka dibegitukan. Maka, selama perangai ini tidak berubah, selama itu pula akan berganti-ganti ditimbulkan Allah orang yang akan menimpakan kepada mereka seburuk-buruk adzab. Di dalam sejarah orang Yahudi hal ini sudah berlaku. Mula-mula mereka telah dihancurkan oleh bangsa Babil, sampai ditawan dan dijadikan budak lalu digiring dengan tangan terbelenggu ke negeri Babil. Kemudian mereka di bawah belas kasihan bangsa Persia. Kemudian dijarah dan dihancurkan oleh bangsa Yunani di zaman Antiokhus, sebagaimana telah kita uraikan pada tafsir ayat 157 di atas. Kemudian kekuasaan atas Palestina jatuh ke tangan bangsa
Romawi; bertukar agama bangsa Romawi dari kafir menyembah berhala kepada agama Kristen, sejak zaman Kaisar Konstantin, tetapi mereka masih tetap menguasai Palestina. Orang Yahudi masih tetap sengsara menderita. Datang al-Masih sebagai anak Yahudi mengajak mereka kembali kepada jalan yang benar, tetapi mereka masih tetap membantah, sedang orang Romawi tetap menerima agama al-Masih dengan mengubah di sana-sini, disesuaikan dengan agama asli mereka maka orang Yahudi pun bertambah menderita. Karena tindasan raja-raja Romawi itu, mereka pun terpencar-pencarlah di muka bumi.
“Sesungguhnya Tuhan engkau itu adalah sangat cepat siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia itu pun adalah Pengampun lagi Penyayang,"
Dengan ujung ayat ini Allah menyatakan bahwasanya suatu kesalahan yang diperbuat, mesti segera mendapat hukum. Akan tetapi, Allah pun memberi ingat, meskipun betapa besar ancaman hukum-Nya, tetapi dia selalu bersedia memberi ampun kepada yang bertobat dan kembali kepada jalan yang benar dan Dia pun Penyayang; sudi memberi petunjuk dan membimbing orang sungguh-sungguh insaf akan kesalahannya dan menempuh jalan yang benar.
Ayat 168
“Dan, Kami potong-potong mereka di bumi ini menjadi beberapa umat."
Artinya, bahwa orang Yahudi itu karena kesombongan dan keingkarannya telah dipotong-potong oleh Allah menjadi berbagai bangsa. Di zaman kaisar-kaisar Romawi yang mendakwakan diri sebagai pembela agama Kristen, tanah Palestina telah mereka rampas dan orang-orang Yahudi dihalau dan diusir keluar dari sana sehingga terpencar-pencar ke negeri-negeri lain. Ada yang ke Mesir, jadi orang Mesir. Ke Andalusia, jadi orang Andalusia, tersebar terpencar ke seluruh Eropa dan ke seluruh Amerika dan ke tanah Romawi sendiri. Di negeri-negeri itu mereka dipandang hina “penduduk kelas dua" oleh mayoritas Kristen. Terpencar juga ke tanah-tanah Arab, sampai terdapat Yahudi Bani Quraizhah, Bani Nadhir, Bani Qainuqa dan lain-lain ketika Nabi Muhammad ﷺ hijrah ke Madinah. Berbagai ragamlah nasib yang mereka derita di negeri-negeri itu. “Di antara mereka ada yang shalih, dan di antara mereka tidak demikian."
Inilah satu pandangan adil yangtermaktub dalam wahyu kepada Nabi kita Muhammad ﷺ bahwa walaupun kaum Yahudi itu telah terpencar-pencar terpotong-potong, tetapi di negeri-negeri tempat mereka berdiam yang baru itu ada juga di kalangan mereka yang shalih, yang berjasa, yang jadi orang-orang baik-baik, dan tidaklah semua orang Israil itu jahat, meskipun yang jahat itu memang ada.
“Dan Kami cobai mereka dengan berbagai kebaikan dan berbagai kejahatan supaya mereka kembali."
Bertemulah sejarah Yahudi sepanjang masa sebagaimana yang dilukiskan Allah ini. Mereka terpencar-pencar di Eropa lalu dipencilkan di tempat-tempat yang bernama Ghetto. Sampai kepada akhir abad ke-19, pandangan bangsa Eropa Kristen sangat hina dan rendah terhadap Yahudi. Mereka mendapat perlindungan yangaman di negeri-negeri Islam sampai abad ke-20 ini. Di negeri Spanyol dalam zaman kejayaan Islam 800 tahun, Yahudi mendapat jaminan hukum yang baik sekali. Sampai ke zaman Tafsir ini dibuat, orang Yahudi masih mendapat jaminan hukum yang baik di Mesir dan di Aljazair atau Marokko walaupun Yahudi (Zionis) telah mendesak dan menginjak-injak orang Arab di Palestina.
Program yang sangat terkenal dari Adolf Hitler dengan Partai Nazinya, ialah memusnahkan orang-orang Yahudi.
Dari sebab anggapan hina yang demikian rupa terhadap mereka, itulah salah satu sebab utama yangmenimbulkan ahli-ahli pikir Yahudi yang besar-besar dalam sejarah dunia ini. Kata setengah ahli filsafat sejarah, rasa dendam karena sekian ratus tahun tertekan dalam masyarakat Eropa menyebabkan timbulnya ahli-ahli pikir itu. Sejak dari Kari Mara dengan Komunisnya, Sigmund Freud dengan Psiko Analisanya, Jean Paul Sartre dengan ajaran Eksistensialismenya, Nobel dengan hadiah nobelnya, Albert Einstein dengan Teori Atom dan Teori Relativitasnya. Perdana Menteri Disraeli dengan Imperium Indianya, Baron Rothschild dengan membeli saham Kanal Sueznya, dan berpuluh lagi ahli-ahli pikir Yahudi yang lain. Sama sekali itu adalah per-cobaan dari Allah, dengan jalan kebaikan sukses atau dengan kejahatan mengeluarkan paham baru dan tenaga perusak yang baru, yang mengguncangkan alam dunia ini. Kalau sekiranya mereka insaf, bukan dicampuri oleh penyakit kesombongan bangsa mendakwakan bahwa diri merekalah rakyat pilihan Allah (sya'bullah al-Mukhtar), dan bangsa lain di dunia ini adalah orang bodoh-bodoh belaka (ummi) lalu mereka kembali kepada jalan yang benar, tidaklah akan sekusut ini dunia sekarang.
Bahkan dalam masa kita sekarang ini, dengan pertolongan negara-negara Kristen yang besar-besar, terutama Amerika dan Inggris, mereka rebut tanah orang Islam, Palestina, dengan dakwaan, bahwa 2000 tahun yang lalu datuk nenek moyang mereka pernah berdiam di situ lalu mereka usir orang Arab yang telah menduduki tanah itu 1400 tahun. Mereka tidak memedulikan lagi keadilan. Mereka datang dari seluruh pelosok dunia, dari Eropa, Amerika, Rusia, Afrika, dan lain-lain yang di sana mereka telah berdiam turun-temurun sebab kaum mereka telah terpotong-potong. Mereka menyangka bahwa akan kekallah mereka menguasai negeri itu lalu membalikkan sejarah, mengusir hampir 2 juta orang Arab penduduk asli negeri itu, sehingga terpencar-pencar pula, tetapi tidak ke seluruh dunia, melainkan hanya ke sebagian Tanah Arab yang lain saja.
Tampaknya mulailah bertemu kembali apa yang diperingatkan Allah pada ayat 167 di atas tadi, bahwasanya, “Allah akan membangkitkan atas mereka sampai Hari Kiamat, orang yang akan menimpakan kepada mereka seburuk-buruk adzab dan siksaan." Sejak mereka rampas negeri itu pada 1958 sampai mereka rebut daerah-daerah Arab yang lain pada Juni 1967, sampai mereka bakar Masjidil Aqsha tahun 1969, mulailah orang Arab penduduk Palestina sendiri bangkit, di bawah pimpinan Yasser Arafat menuntut balas dan melepaskan dendam, sehingga siang malam mereka sebagai dalam neraka layaknya dan tidak akan berhenti sebelum mereka diusir habis dari daerah itu oleh putra Palestina sendiri.
KETURUNAN DI BELAKANG
Ayat 169
“Maka, menggantikanlah sesudah mereka itu suatu keturunan yang mewanisi kitab."
Artinya, nenek moyang yang terdahulu telah habis atau punah atau terpencar-pencar atau terpotong-potong, tersebar, terpencil atau dipencilkan (Ghetto) di seluruh dunia. Maka, datanglah keturunan. Nenek moyang yang telah pergi tidaklah meninggalkan pusaka, hanyalah sebuah kitab suci. Itulah kitab Taurat. Kitab Taurat itu terdiri dari catatan sisa-sisa dari ajaran Nabi Musa a.s„ Harun, Yusyak, dan catatan-catatan yang lain.
Di dalam lanjutan ayat ini dijelaskan bagaimana sikap mereka menerima kitab suci ini. Allah berfirman selanjutnya, “Mereka ambil benda-benda yang rendah ini dan mereka berkata, ‘Kita akan diampuni!'"
Artinya, bahwasanya kitab Taurat yang asli telah terbakar lama sesudah Musa, yaitu ketika bangsa Babil datang merompak Palestina dan membakar Haikal Sulaiman. Setelah orang Yahudi pulang dari pembuangan di Babil yang 62 tahun lamanya, mereka mengumpulkan kembali Taurat itu dari ingatan-ingatan orang-orang tua yang masih hidup. Yang mengambil prakarsa mengumpul itulah yang bernama Izra (Uzair) yang karena demikian besar jasanya, sampai dia disebut juga Anak Allah!
Maka, bercampur-baurlah dalam catatan yang dinamai Taurat itu cerita lain, terutama tentang mengumpulkan kekayaan dan penganiayaan kepada bangsa lain yang bukan Yahudi, Dalam peperangan, musuh yang bukan Yahudi itu boleh disapu bersih saja. Riba hanya terlarang kepada sesama Yahudi dan tidak terlarang kalau mengambil riba kepada bangsa lain. Isi-isi yang rendah semacam inilah yang banyak mereka ambil dari kitab yang masih mereka namai Taurat itu. Meskipun mereka tahu bahwa perbuatan itu salah, mereka memandang bahwa kesalahan itu enteng saja sebab mereka sebagai orang Yahudi adalah bangsa yang sangat dikasihi Allah. Kalau masuk pun ke dalam neraka, hanya beberapa hari saja, (lihat surah al-Baqarah ayat 80 dalam Tafsir al-Azhar Juz 1)
“Dan, jika datang (juga) kepada mereka benda seperti itu, mereka pun akan mengambilnya pula."
Artinya, bahwa pengambil yang pertama atas hal yang rendah itu mereka telah mengakui bahwa itu memang salah! Namun, Allah kasih kepada Yahudi, dosa-dosa semacam itu tidak akan dimurkai Allah, sebab itu kalau terjadi lagi, mereka tetap akan mengerjakannya lagi. Atau ada kesempatan lagi, mereka akan melanggar pula. Kalau ada lapangan bekerja hari Sabtu, mereka pasang pukat hari Jum'at sore dan mereka keluarkan dari laut hari Sabtu malam.
Sehingga dosa itu menjadi hal yang ringan saja, menyebabkan budi pekerti jadi kasar karena dosa.
Maka, datanglah tempelak Allah.
“Bukankah telah diambil perjanjian atas mereka di dalam kitab itu bahwa mereka tidak boleh berkata atas nama Allah, melainkan perkara yang benar? Sedangkan mereka pun telah membaca apa yang ada di dalamnya?"
Di ayat ini diperingatkan kembali kepada mereka bahwa di dalam kitab Taurat itu pun termaktub dengan jelas perjanjian di antara mereka dengan Allah di bawah bimbingan Nabi Musa a.s.. janji yang wajib dipegang teguh, dibuhul mati, tak boleh dilanggar sekali-kali. Sehingga dibuat lambang dengan peti suci, bernama Tabut Perjanjian Allah, tempat Taurat asli diletakkan. Sehingga, bila peti itu kelihatan kembali, mereka mesti ingat kembali kepada janji itu. Dan, tidak ada disebutkan bahwa orang Yahudi adalah kaum pilihan Allah, bangsa istimewa atau rakyat utama. Keutamaan Bani Israil dan siapa pun yang ada di muka bumi ini, bukanlah karena darah dan keturunan, melainkan karena kebaktian dan takwa.
Mereka selalu membaca kitab itu. Apakah kitab hanya buat dibaca, dinyanyi di-dendangkan, bukan buat diamalkan? Buat dibanggakan sebagai pusaka suci, bukan buat ditaati? Di dalam kitab suci itu sekali-kali tidak ada tersebut bahwa mereka orang istimewa, di atas dari seluruh alam, berbuat salah tidak berdosa. Yang tersebut hanyalah bahwa mereka, tidak pandang bulu, akan kena kutuk Allah belaka, kalau peraturan-peraturan itu mereka langgar. Kita di zaman sekarang pun dapat melihat kitab-kitab pegangan mereka. Di dalam Kitab Ulangan, berkali-kali dituliskan pesan Nabi Musa yang diterimanya dari Allah, supaya Bani Israil memegang teguh janji dengan Allah: barangsiapa yang melanggar janji akan dibinasakan sebagaimana telah binasa-nya pelanggar-pelanggar janji yang dahulu.
“Padahal negeri akhinat adalah lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Apakah meieka tidak mau mempergunakan akal?"
Di ayat ini dijelaskan bahwa bagi orang yang ada rasa takwa, kalau mereka mencari suatu keuntungan benda, selalu mereka pikirkan akibat di belakang hari, jangan sampai harta yang didapat itu akan memberati diri di akhirat jangan asal dapat keuntungan saja, padahal tidak tentu halal haramnya. Maka, anak keturunan Bani Israil tadi, tidak lagi mempergunakan akal buat mendalami isi kitab mereka sendiri yang telah diturunkan Allah kepada mereka dengan janji yang teguh. Kitab mereka baca juga, tetapi tidak mereka pahamkan apa isinya. Inilah yang dimisalkan di dalam surah al-Jum'ah ayat 5, bahwa orang-orang
yang disuruh memikul Taurat, tetapi tidak mereka pikul, adalah laksana keledai memikul kitab-kitab. Disuruh memikul kitab itu sendiri, untuk memikul isinya. Kitab mereka pikul, tetapi isinya tidak mereka kerjakan.
Ayat 170
“Dan, orang-orang yang berpegang teguh dengan kitab dan mereka pun mendirikan shalat."
Maka di samping yang hanya membaca kitab, tetapi isinya tidak mereka amalkan, sebagaimana yang disebutkan di atas tadi, masih tetap ada mereka yang memegang teguh janji dan mengamalkan, terbukti dengan mereka pun mengerjakan shalat.
“Sesungguhnya Kami tidaklah akan menyia-nyiakan pahala bagi orang-orang yang berbuat perbaikan."
Dalam kelompok umat yang demikian besar masih ada yang benar-benar memegang teguh isi kitab Taurat itu, mereka pegang dengan setia dan mereka pun mendapat petunjuk. Mereka bandingkan isi kitab mereka itu dengan wahyu yang didatangkan kepada Muhammad ﷺ setelah beliau dibangkitkan maka dia pun menyatakan percaya kepada beliau. Maka, beliau pun menyatakan percaya kepada mereka. Mereka selalu berbuat perbaikan, memperbarui iktikad maka pahala buat mereka tidaklah disia-siakan atau diabaikan Allah.
Ayat 171
“Dan, (ingatlah) tatkala Kami angkatkan gunung itu di atas mereka, seakan-akan sebagai suatu atap dan mereka menyangka bahwa gunung itu akan jatuh kepada mereka.''
Tentang gunung diangkat di atas kepala mereka ini, telah kita ketahui tafsirnya pada surah al-Baqarah ayat 63 dan 93 dan surah an-Nisaa' ayat 153, yang menurut sebagian ahli
tafsir, memang gunung itu sendiri diangkat oleh Malaikat Jibril; dan setengah tafsir lagi, gunung tidak diangkat, tetap tinggi, dan jika terjadi gempa bumi tahulah mereka bahwa kalau Allah menghendaki, dalam sesaat seketika saja gunung itu bisa menimpa mereka; sebagaimana kita ketahui seperti meletusnya gunung Phisopius, di mana seluruh penduduk negeri Pompei habis ditimbun lahar.
“Peganglah Kitab yang telah Kami berikan kepada kamu itu dengan teguh dan ingatlah apa-apa yang ada padanya supaya kamu terpelihara."