Ayat
Terjemahan Per Kata
وَقَطَّعۡنَٰهُمُ
dan Kami bagi mereka
ٱثۡنَتَيۡ
dua
عَشۡرَةَ
belas
أَسۡبَاطًا
suku-suku
أُمَمٗاۚ
umat-umat
وَأَوۡحَيۡنَآ
dan Kami wahyukan
إِلَىٰ
kepada
مُوسَىٰٓ
Musa
إِذِ
ketika
ٱسۡتَسۡقَىٰهُ
minta air kepadanya
قَوۡمُهُۥٓ
kaumnya
أَنِ
agar
ٱضۡرِب
memukul
بِّعَصَاكَ
dengan tongkatmu
ٱلۡحَجَرَۖ
batu itu
فَٱنۢبَجَسَتۡ
maka memancar
مِنۡهُ
dari padanya
ٱثۡنَتَا
dua
عَشۡرَةَ
belas
عَيۡنٗاۖ
mata air
قَدۡ
sungguh
عَلِمَ
mengetahui
كُلُّ
tiap-tiap
أُنَاسٖ
manusia
مَّشۡرَبَهُمۡۚ
tempat minum mereka
وَظَلَّلۡنَا
dan Kami naungkan
عَلَيۡهِمُ
atas mereka
ٱلۡغَمَٰمَ
awan
وَأَنزَلۡنَا
dan Kami turunkan
عَلَيۡهِمُ
atas mereka
ٱلۡمَنَّ
manna (makanan madu sebagai madu)
وَٱلسَّلۡوَىٰۖ
salwa (sebangsa burung puyuh)
كُلُواْ
makanlah
مِن
dari
طَيِّبَٰتِ
yang baik-baik
مَا
apa
رَزَقۡنَٰكُمۡۚ
Kami rezkikan kepadamu
وَمَا
dan tidak
ظَلَمُونَا
mereka menganiaya Kami
وَلَٰكِن
tetapi
كَانُوٓاْ
adalah mereka
أَنفُسَهُمۡ
diri mereka
يَظۡلِمُونَ
mereka menganiaya
وَقَطَّعۡنَٰهُمُ
dan Kami bagi mereka
ٱثۡنَتَيۡ
dua
عَشۡرَةَ
belas
أَسۡبَاطًا
suku-suku
أُمَمٗاۚ
umat-umat
وَأَوۡحَيۡنَآ
dan Kami wahyukan
إِلَىٰ
kepada
مُوسَىٰٓ
Musa
إِذِ
ketika
ٱسۡتَسۡقَىٰهُ
minta air kepadanya
قَوۡمُهُۥٓ
kaumnya
أَنِ
agar
ٱضۡرِب
memukul
بِّعَصَاكَ
dengan tongkatmu
ٱلۡحَجَرَۖ
batu itu
فَٱنۢبَجَسَتۡ
maka memancar
مِنۡهُ
dari padanya
ٱثۡنَتَا
dua
عَشۡرَةَ
belas
عَيۡنٗاۖ
mata air
قَدۡ
sungguh
عَلِمَ
mengetahui
كُلُّ
tiap-tiap
أُنَاسٖ
manusia
مَّشۡرَبَهُمۡۚ
tempat minum mereka
وَظَلَّلۡنَا
dan Kami naungkan
عَلَيۡهِمُ
atas mereka
ٱلۡغَمَٰمَ
awan
وَأَنزَلۡنَا
dan Kami turunkan
عَلَيۡهِمُ
atas mereka
ٱلۡمَنَّ
manna (makanan madu sebagai madu)
وَٱلسَّلۡوَىٰۖ
salwa (sebangsa burung puyuh)
كُلُواْ
makanlah
مِن
dari
طَيِّبَٰتِ
yang baik-baik
مَا
apa
رَزَقۡنَٰكُمۡۚ
Kami rezkikan kepadamu
وَمَا
dan tidak
ظَلَمُونَا
mereka menganiaya Kami
وَلَٰكِن
tetapi
كَانُوٓاْ
adalah mereka
أَنفُسَهُمۡ
diri mereka
يَظۡلِمُونَ
mereka menganiaya
Terjemahan
Kami membagi mereka (Bani Israil) menjadi dua belas suku yang tiap-tiap mereka berjumlah besar. Kami wahyukan kepada Musa ketika kaumnya meminta air kepadanya, “Pukullah batu itu dengan tongkatmu!” Maka, memancarlah dari (batu) itu dua belas mata air. Sungguh, setiap suku telah mengetahui tempat minumnya masing-masing. Kami naungi mereka dengan awan dan Kami turunkan kepada mereka manna dan salwa. (Kami berfirman), “Makanlah yang baik-baik dari rezeki yang telah Kami anugerahkan kepadamu.” Mereka tidak menzalimi Kami, tetapi merekalah yang selalu menzalimi dirinya sendiri.
Tafsir
(Dan Kami bagi mereka) Kami pecahkan kaum Bani Israel (menjadi dua belas) sebagai hal (suku-suku) menjadi badal dari yang sebelumnya, yaitu kabilah-kabilah (yang masing-masingnya berjumlah besar) menjadi badal dari yang sebelumnya (dan Kami wahyukan kepada Musa ketika kaumnya meminta air kepadanya,) di tengah padang sahara ("Pukullah batu itu dengan tongkatmu!") kemudian Musa memukulkannya (maka memancarlah) maksudnya tersemburlah (daripadanya dua belas mata air) sesuai dengan bilangan kabilah (Sesungguhnya tiap-tiap suku telah mengetahui) setiap suku dari kalangan mereka (tempat minum masing-masing. Dan Kami naungkan awan di atas mereka) di padang pasir tempat mereka berada guna melindungi mereka dari panasnya matahari (dan Kami turunkan kepada mereka manna dan salwa) keduanya adalah taranjabin, makanan manis seperti madu, dan sebangsa burung puyuh dengan ditakhfifkan mimnya dan dibaca pendek. Dan Kami berfirman kepada mereka, ("Makanlah yang baik-baik dari apa yang telah Kami rezekikan kepadamu." Mereka tidak menganiaya Kami, tetapi merekalah yang selalu menganiaya dirinya sendiri).
Tafsir Surat Al-A'raf: 160-162
Dan Kami bagi mereka menjadi dua belas suku yang masing-masingnya berjumlah besar, dan Kami wahyukan kepada Musa ketika kaumnya meminta air kepadanya, "Pukullah batu itu dengan tongkatmu!" Maka memancarlah darinya dua belas mata air. Sesungguhnya tiap-tiap suku mengetahui tempat minum masing-masing. Dan Kami naungkan awan di atas mereka dan Kami turunkan kepada mereka manna dan salwa. (Kami berfirman), "Makanlah yang baik-baik dari apa yang telah Kami rezekikan kepada kalian.
Mereka tidak menganiaya Kami, tetapi mereka yang menganiaya dirinya sendiri. Dan (ingatlah) ketika dikatakan kepada mereka (Bani Israil), "Diamlah di kota ini saja (Baitul Maqdis) dan makanlah dari (hasil bumi)nya di mana saja kalian kehendaki." Dan katakanlah, "Bebaskanlah kami dari dosa kami dan masukilah pintu gerbangnya sambil membungkuk, niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahan kalian. Kelak akan Kami tambah (pahala) kepada orang-orang yang berbuat baik. Maka orang-orang yang zalim di antara mereka itu mengganti (perkataan itu) dengan perkataan yang tidak dikatakan kepada mereka, maka Kami timpakan atas mereka azab dari langit disebabkan kezaliman mereka.
Tafsir ayat-ayat ini telah dikemukakan di dalam tafsir surat Al-Baqarah yang Madaniyyah, sedangkan konteks ayat-ayat ini adalah Makkiyyah. Kami pun telah mengingatkan tentang perbedaan di antara Makkiyyah dan Madaniyah hingga tidak perlu untuk diulangi lagi di sini."
Dan Kami membagi dengan mencerai beraikan dan pencarkan mereka Kaum Nabi Musa menjadi dua belas suku, sejumlah anak-anak Nabi Yakub, yang masing-masing berjumlah besar, dan telah Kami wahyukan kepada Nabi Musa ketika kaumnya meminta air kepadanya, Pukullah batu itu dengan tongkatmu! Sebagai bentuk mukjizat, maka tanpa memakan waktu yang lama memancarlah dari batu itu dua belas mata air. Sungguh, setiap suku telah mengetahui tempat minumnya masing-masing, sehingga mereka tidak kesulitan memperoleh air dan tidak juga berdesakan. Dan Kami naungi mereka dengan awan ketika mereka tersesat di padang pasir dataran Sinai yang terik selama empat puluh tahun (Lihat : Surah alMa'idah/5 :26). Dan Kami turunkan kepada mereka mann, yaitu makanan yang turun dari langit, rasanya manis seperti madu, dan salwa, yaitu sejenis burung puyuh, sehingga mereka tidak perlu berpayah-payah mencari makanan. Kami berfirman, Makanlah yang baik-baik dari sebagian rezeki yang telah Kami berikan kepadamu. Sebagian besar mereka tidak bersyukur dan terus berbuat dosa, meski demikian mereka tidak menzalimi Kami, tetapi merekalah yang sejak dulu hingga kini selalu menzalimi dirinya sendiri.
Masih dalam konteks mengingatkan tentang nikmat-nikmat Allah kepada Bani Israil, yang dibarengi kecaman, ayat ini menyatakan, Dan selain nikmat-nikmat yang terdahulu, ingatlah pula, ketika dikatakan oleh Allah melalui rasul kepada mereka, yakni Bani Israil setelah mereka selamat dari tersesat di padang pasir, Diamlah di negeri ini, yaitu Baitulmakdis, kota suci yang dijanjikan oleh Allah, dan makanlah dari hasil buminya, yang banyak lagi enak, di mana dan kapan saja kamu kehendaki. Dan katakanlah, a'ia'a'ah, yaitu bebaskanlah kami dari dosa-dosa kami yang banyak dan masukilah pintu gerbangnya sambil membungkuk, atau bersujud dengan penuh kerendahan hati. Kalau itu kamu lakukan, niscaya kelak Kami ampuni kesalahan-kesalahanmu, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Kelak akan Kami tambah pahala dan anugerah Kami, baik di dunia maupun di akhirat, kepada orang-orang yang selalu berbuat yang lebih baik dan mantap dalam kebaikannya.
Allah membagi kaum Musa (Bani Israil), baik yang beriman kepada Allah maupun yang ingkar kepada-Nya menjadi dua belas suku yang dinamakan "Sibth". Pada suatu perjalanan di tengah padang pasir, kaumnya menderita kehausan, maka Allah mewahyukan kepada Musa agar ia memukulkan tongkatnya kesebuah batu. Setelah Musa memukulkannya, maka terpancarlah dari batu itu dua belas mata air, sesuai dengan banyaknya suku-suku Bani Israil (al-Baqarah/2: 60). Untuk masing-masing suku disediakan satu mata air dan mereka telah mengetahui tempat minum mereka; untuk menjaga ketertiban dan menghindarkan berdesak-desakan.
Kejadian ini merupakan mukjizat bagi Nabi Musa untuk membuktikan kerasulannya, dan untuk memperlihatkan kekuasaan Allah. Kalau dahulu dia memukulkan tongkatnya ke laut sehingga terbentanglah jalan yang akan dilalui Bani Israil untuk menyelamatkan diri dari pengejaran Firaun dan tentaranya, maka pada kejadian ini Musa memukulkan tongkatnya ke batu, sehingga keluarlah air dari batu itu untuk melepaskan haus kaumnya. Kejadian ini di samping merupakan mukjizat bagi Nabi Musa juga menunjukkan besarnya karunia Allah yang telah dilimpahkan-Nya kepada Bani Israil.
Di samping karunia itu Allah menyebutkan karunia lain yang telah diberikan-Nya kepada Bani Israil, yaitu:
1. Allah melindungi mereka dengan awan pada waktu mereka berjalan di tengah padang pasir dan pada waktu panas terik matahari yang membakar itu. Jika tidak awan yang melindungi, tentulah mereka terbakar oleh panasnya matahari. Hal ini terjadi ketika mereka meninggalkan negeri Mesir dan setelah menyeberangi Laut Merah. Mereka sampai di gurun pasir di Semenanjung Sinai dan ditimpa panas yang terik. Karena itu mereka minta agar Musa berdoa kepada Tuhan agar memberikan pertolongan-Nya. Maka Allah menolong mereka dengan mendatangkan awan yang dapat melindungi mereka dari panas terik matahari.
2. Di samping itu Allah mengaruniakan pula kepada mereka makanan yang disebut al-manna", semacam makanan yang manis seperti madu, yang turun terus-menerus dari langit, sejak fajar menyingsing sampai matahari terbit. Di samping itu dianugerahkan Allah pula kepada mereka bahan makanan sejenis burung puyuh yang disebut "shalwa".
3. Allah memerintahkan kepada mereka agar makan makanan yang halal, yang baik, berfaedah bagi jasmani dan rohani, akal dan pikiran.
Allah telah melimpahkan karunia-Nya yang amat besar kepada Bani Israil, tetapi mereka tidak mau bersyukur, bahkan mereka mengerjakan perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah, ingkar kepada-Nya dan kepada Rasul-rasul-Nya, yang berakibat mereka mendapat azab dan siksaan-Nya. Mereka disiksa itu semata-mata karena perbuatan mereka sendiri, bukanlah karena Allah hendak menganiaya mereka. Tersebut dalam sebuah hadis Qudsi:
"Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan (mengerjakan), kezaliman atas diri-Ku, dan Aku menjadikan perbuatan zalim itu (sebagai suatu perbuatan) yang diharamkan di antaramu, maka janganlah kamu saling berbuat zalim (di antara sesamamu). Wahai hamba-hamba-Ku, kamu sekali-kali tidak akan dapat menimbulkan kemudaratan kepada-Ku, sehingga Aku memperoleh kemudaratan karenanya, dan kamu sekalian tidak dapat memberi manfaat kepada-Ku, sehingga Aku memperoleh manfaat karenanya". (Hadis Qudsi ialah firman Allah yang diucapkan atau disampaikan oleh Nabi Muhammad, tetapi dia bukan merupakan ayat Al-Qur'an. Riwayat Muslim)
.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 158
“Katakanlah, “Wahai manusia! Sesungguhnya aku ini adalah Rasul Allah kepada kamu sekalian."
Dengan beliau diperintahkan menyampaikan seruan ini kepada seluruh manusia, menjelaskan pula beliau diutus ialah buat mereka sekalian, hilanglah segala keraguan bahwa beliau diutus hanya kepada kaumnya saja, misalnya Quraisy saja atau Arab saja.
Teranglah sudah bahwa beliau diutus buat seluruh manusia, seluruh bangsa dan seluruh dunia, tidak mengenal warna kulit dan per-lainan bahasa.
Perhatikanlah ayat ini dengan saksama. Dia telah menghilangkan keraguan yang di-tumbuhkan oleh setengah kaum Orientalis, yang dengan secara ilmiah hendak membelokkan perhatian orang dan berkata bahwa Nabi Muhammad ﷺ itu hanya pemimpin dari bangsa Arab, dan bukanlah dia diutus Allah untuk seluruh' manusia. Nabi Muhammad ﷺ hanyalah untuk bangsa Arab semata-mata atau kaum Quraisy semata-mata. Kalau sesampai di Madinah, kebetulan Muhammad telah mendakwakan dirinya menjadi Rasul untuk seluruh manusia di dunia ini, hanyalah semata-mata kebetulan saja. Sebab, dilihatnya daerah sudah lebih luas. Inilah ilmiah yang di-kemukakan oleh kaum Orientalis Barat, yang dalam rasa permusuhan kepada Islam, mereka memungkiri kenyataan.
Ayat ini jelas diturunkan di Mekah, sebelum agama Islam tersiar luas. Meskipun Rasulullah ﷺ masih berpengikut sedikit dan masih bersembunyi-sembunyi mengerjakan agama, tetapi kenyataan itu sudah disebarluaskan.
“Wahai sekalian manusia! Sesungguhnya aku ini diutus kepada kamu sekalian." Di dalam ayat 24 ini sudah jelas bahwa Rasulullah ﷺ diutus untuk seluruh manusia di dalam alam ini, tidak berbeda Arab dengan Ajam, kulit putih dan kulit hitam, benua mana dan benua sana. Dan, ini pun dikuatkan lagi oleh ayat 107 dari surah al-Anbiyaa', yang diturunkan di Mekah juga;
“Dan tidaklah Kami utus engkau, melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam." (al-Anbiyaa': 107)
Racun yang dimasukkan oleh kaum Orientalis itu, terasuk menular dalam negeri-negeri Islam dan putra-putra Islam yang diberi didikan kolonial. Kepada mereka diajarkan bahwa Nabi Muhammad itu hanya nabinya orang Arab, yang “diimpor" datang kemari. Sebelum Islam datang kamu telah mempunyai kebudayaan yang tinggi dan murni, nenek moyang kamu pun telah mempunyai Tuhan juga sebelum Islam masuk.
Setelah Indonesia merdeka pun ada pula yang berkata, “Sebagai pembuktian dari keper-cayaan nenek moyang kita kepada Tuhan, kita telah mengambil dasar negara Pancasila. Sila pertama ialah Ketuhanan Yang Maha Esa. Sebab itu, agama “orang Arab" ini kita singkirkan saja, sebab kita telah bertuhan sejak dari dahulu."
Keterangan yang seperti itu nyatalah menunjukkan kepicikan pikiran atau “katak di bawah tempurung" karena sangat mendalamnya ajaran nasionalisme yang menimbulkan chauvanisme. Sebab, bukan saja bangsa Indonesia di zaman jahiliyyah yang mengakui adanya Tuhan, bahkan bangsa Arab sebelum Nabi Muhammad diutus, mengakui juga bahwa Tuhan Pencipta alam memang ada. Bukan saja bangsa Arab, bahkan fitrah manusia ketika akalnya mulai tumbuh, kepercayaan akan adanya Tuhan adalah pembawaan dari mulai lahir ke dunia.
Namun, yang mengajarkan tentang sifat Allah yang sebenarnya, kekuasaan Allah dari keesaan mutlak Allah, tidak lain adalah nabi-nabi dan rasul-rasul yang diutus oleh Allah. Kedatangan rasul-rasul dan nabi-nabi itu ialah menerangkan siapa Allah itu.
Oleh karena sudah terang bahwasanya Rasulullah ﷺ diutus buat seluruh manusia, niscaya pemeluk-pemeluk agama lain, termasuk juga Budha dan Brahmana, pemeluk Shinto dan kepercayaan-kepercayaan lain apabila telah sampai kepada mereka seruan rasul, tidaklah ada artinya iman mereka kepada Allah, kalau mereka tidak mau mempercayai Rasul yang terakhir ini.
Bersabda Rasulullah ﷺ,
“Demi Allah, yang diriku ada dalam tangan-Nya, tidaklah mendengar tentang aku ini seorang laki-laki dari umat yang sekarang ini, baik ia Yahudi atau Nasrani, kemudian ia tak mau percaya kepadaku, melainkan masuk nerakalah dia." (HR Muslim)
Dengan hadits yang shahih ini hilanglah kemusykilan orang yang sepintas lalu membaca ayat 62 dari surah al-Baqarah yang terkenal, (lihat tafsir juz 1) karena di dalam ayat itu secara umum dinyatakan bahwa orang yang telah mengaku beriman (orang Islam), orang Yahudi, orang Nasrani, dan orang Shabi-in, asalkan mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan berbuat pula amalan yang shahih, mereka tidak usah khuatir, mereka tidak usah takut dan berduka cita. Artinya, semua mereka itu akan dimasukkan Allah kelak di akhirat ke dalam surga dan rahmat-Nya.
Karena sudah jelas bahwa barangsiapa yang mengaku beriman kepada Allah, tidak dapat tidak bahwa dia mesti percaya pula kepada utusan-utusan, rasul-rasul, dan nabi-nabi Allah. Sebagaimana tersebut di ayat terakhir dalam surah al-Baqarah juga, “Kami tidak membeda-bedakan di antara seorang pun dari rasul-rasul Allah itu."
Sebab itu, dalam ayat ini, setelah Rasulullah disuruh menerangkan kepada seluruh manusia bahwa beliau diutus untuk seluruh insan di atas jagat ini, dijelaskan isi maksud kedatangannya, yaitu untuk menerangkan bahwa Allah yang mengutusnya itu ialah “Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi." Dengan lanjutan penjelasan ini, yaitu bahwa yang mengutus beliau sebagai rasul kepada seluruh umat manusia ialah Allah dan Allah itulah Yang Mahakuasa atas seluruh kerajaan langit dan bumi, diterangkanlah bahwasanya kekuasaan Allah atas manusia, atas bumi tempat manusia berdiam, dan atas langit tempat matahari bersinar. Dan, disebutkan di sini kerajaan semua langit dan bumi untuk menjelaskan tampuk kekuasaan pada seluruh alam itu adalah pada yang “satu" itu semata-mata, tidak berbagi dengan yang lain.
Kemudian dituruti dengan keterangan yang lebih jelas lagi, yaitu, “(Tuhan), Yang mempunyai kerajaan semua langit dan bumi; tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang dan Yang Mematikan. Maka, percayalah kamu kepada Allah dan Rasul-Nyayang ummi."
Dengan keterangan ini lebih jelas lagi bahwasanya Yang Mahakuasa itu hanya satu.
Sebab itu, yang patut disembah dan dipuja hanya Yang Satu itu saja. Dan, lebih jelas bahwasanya seluruh umat manusia yang Nabi Muhammad sebagai penutup sekalian rasul, diutus kepada seluruh umat manusia itu adalah sebagian kecil dari seluruh alam tadi. Dengan ini maka jelaslah dua pokok ajaran tauhid. Pertama mengakui hanya satu pencipta, yaitu Allah. Itulah tauhid uluhiyah. Dan, kedua adalah hanya yang satu itu pemelihara alam, yaitu Allah. Itulah tauhid rububiyah. Tujuh ratus tahun sesudah Nabi Muhammad ﷺ, memang timbul pula satu bangsa ummi ke atas dunia, ke atas arena dunia, yaitu bangsa Mongol dan Tartar di bawah pimpinan Jenghis Khan dan Holako Khan. Akan tetapi, dunia mengakui bangsa ummi yang datang dari daerah Mongolia ini meskipun gagah berani, kedatangan mereka hanyalah membawa kerusakan dan kehancuran ke muka bumi. Dan, setelah mereka coba menghancurkan negeri-negeri Islam dan membunuh berjuta-juta orang, hanya kepala orang-orang yang dibunuh yang bisa disusun sebagai piramid, tetapi bekas kebudayaan dan kemuliaan pikiran yang ditinggalkan Nabi yang ummi itu tidaklah dapat mereka hancurkan, malahan putra Holako itu sendiri akhirnya memeluk Islam, ditelan oleh peradaban yang ditinggalkan oleh Nabi dan umat yang ummi.
“Yang beriman kepada Allah dan kalimat-kalimat-Nya."
Artinya, Nabi yang ummi itu sendiri bukanlah semata-mata menyeru orang lain kepada iman, padahal dia sendiri tidak iman, atau kurang iman. Malahan sebaliknya, sebelum dan di samping dia menyeru orang kepada iman, dia sendiri telah terlebih dahulu percaya dan yakin akan apa yang dia serukan kepada orang lain itu. Yakin dan percaya kepada Allah dan
yakin percaya pula bahwasanya segala yang diterimanya dari Jibril, benarlah itu wahyu dari Allah. Dan, yakinlah dia bahwasanya segala yang terjadi di dalam alam ini adalah atas kehendak dan kemauan dan kalimat Allah yang tersimpul di dalam kata “Kun", artinya jadilah maka semuanya pun terjadi."
Dan ikutlah dia, mudah-mudahan kamu mendapat petunjuk."
Setelah terlebih dahulu diyakinkan bahwa dia memang Rasul dan diyakinkan pula bahwa dia sendiri terlebih dahulu percaya kepada Allah dan kalimat-kalimat-Nya, di dalam keadaan keummiannya, barulah Allah memerintahkan supaya manusia mengikuti dia, mengikuti jejaknya dan contoh-contoh yang dia berikan.
Di dalam surah an-Najm ayat 3 sudah dijamin oleh Allah bahwa tidaklah dia bercakap atas semau-maunya sendiri saja, melainkan wahyu yang diwahyukan yang dia percakapkan. Aisyah, istrinya, ketika ditanyai orang bagaimana laku perangai dan akhlaknya? Aisyah menjawab bahwa laku dan perangainya tidak lain daripada Al-Qur'an. Artinya, bacalah Al-Qur'an dan tiliklah langkah-langkah kehidupan beliau, niscaya persis sebagai Al-Qur'an itu. Oleh sebab itu, bukan saja beliau menyeru orang percaya kepada Allah dan bukan saja beliau sendiri percaya, bahkan beliau pun memberikan contoh yang wajib diikuti terutama dalam soal-soal ibadah kepada Allah dan soal pergaulan dengan sesama manusia. Maka, barangsiapa yang ingin mendapat petunjuk di dalam menempuh jalan menuju Allah, turutilah langkah Muhammad ﷺ.
Akal budi kita sendiri tentu dapat mempertimbangkan bahwa mengikuti langkah beliau itu, tidaklah sampai kepada yang berkecil-kecil yang mengenai kebebasan pribadi. Misalnya, beliau berperang dengan pedang dan tombak maka di zaman sekarang kita ini tidak boleh lagi kita berperang hanya semata-mata dengan pedang dan tombak, sebab dengan bimbingan beliau juga kita wajib menjalankan tuntunan Al-Qur'an juga, sebagai tersebut di dalam surah al-Anfaal ayat 62, kita diperintahkan mengadakan persiapan dengan segala kemampuan dan kesanggupan kita, dengan segala macam dari serba aneka perlengkapan persenjataan. Min quwwatin berarti daripada macam kekuatan. Di zaman Nabi kekuatan itu memang pedang dan tombak maka di zaman kita sekarang min quwwatin telah berubah menjadi bedil dan senapan, meriam, houwitser, kapal udara pancar gas, kapal laut dan peluru-peluru kendali. Sebab itu, di dalam mengikuti langkah Nabi, min quwwatin-nya itulah yang dipegang, bukan pedang dan tombaknya.
Demikian pula di dalam urusan keduniaan yang lain, Nabi sendiri yang membuka pintu bagi kita buat maju dalam perjuangan merebut tempat di dunia. Sebab, beliau yang berkata:
“Kamu lebih mengetahui urusan-urusan dunia."
Maka, tidaklah kita mengikuti Nabi kalau di zaman sekarang sudah ada mobil Impala dari Jeddah ke Madinah, yang bisa sampai dalam waktu lima jam lalu kita pakai juga unta, padahal memakan waktu selama 14 hari. Apatah lagi ada pula kejadian pada Nabi yang sama sekali tidak dapat kita ikut. Seumpama suatu riwayat, pada suatu pagi di waktu Shubuh, beliau memberitahukan kepada sahabat-sahabat beliau di masjid, bahwa telah mati tadi malam Kisra Abruiz dari Persia, yang dahulu pernah merobek-robek surat Rasulullah. Tentu berita itu beliau terima dari wahyu. Maka, kita di zaman sekarang wajiblah memakai segala alat telekomunikasi, baik telepon atau radio telepon atau televisi, begitu baru kita mengikut Rasulullah ﷺ Kita ikut beliau di dalam aqidah dan kita ikuti beliau dalam ibadah, tidak kita kurangi dan tidak kita tambahi, kita ikuti beliau di dalam kebaikan pergaulan dan ketinggian budi, yang semuanya menjadi contoh teladan dari kemanusiaan yang setinggi-tingginya, kita ikuti beliau di dalam beramal dan cara mendekati Allah. Kita ikuti beliau dalam kasih cinta sebagai ayah terhadap anak-anak, sebagai suami terhadap istri, sebagai pemimpin terhadap umat yang dipimpin. Dengan demikian, barulah kita akan mendapat petunjuk.
Dalam pada itu, sebagai mengikuti jejak beliau, hendaklah tiap-tiap kita mempelajari agamanya sedalam-dalamnya dan tiap-tiap kita pun berkewajiban mengadakan dakwah dan tabligh, menyebarkan agamanya. Tiap Muslim menjadi zending dan misi agamanya. Menurut sabda beliau,
“Sampaikanlah, dan padaku walaupun satu ayat" (HR Muslim)
Dan, seharusnyalah tiap-tiap kita mempelajari bahasa Arab; sebab dengan bahasa Arab itulah beliau bercakap dan dengan bahasa itu wahyu diturunkan. Kalau kita tidak sanggup mempelajarinya menjadi ilmu yang dalam, sekurang-kurangnya kita pandai membaca Al-Qur'an. Sekurang-kurangnya kita pandai membaca segala bacaaan shalat, sejak takbirnya sampai kepada salamnya. Sekurang-kurangnya pun al-Faatihah saja karena tidak sah shalat kalau tidak membaca al-Faatihah. Dan, paling pertama sekurang-kurangnya membaca dua kalimat syahadat. Dan, bagi orang yang luas pengetahuannya dalam bahasa Arab menjadi kewajibanlah mengorek isi bahasa Arab itu untuk diajarkan dan disebarkan kepada orang yang tidak mempunyai waktu luas untuk mempelajarinya sendiri.
Sebagaimana kita katakan tadi, manusia pribadi dilahirkan dalam fitrah (kemurnian) rasa tentang adanya Allah. Dan, bangsa-bangsa, termasuk bangsa Arab atau suku-suku bangsa Indonesia pun, sejak semula telah ada dasar kepercayaan kepada Allah. Akan tetapi, kepercayaan kepada adanya Allah saja belumlah cukup kalau belum dituntunkan oleh Allah dengan perantaraan Rasul-Nya. Seumpama di tanah air kita Indonesia ini, jelaslah bahwa karena masuknya ajaran Islamlah maka dasar negara Indonesia yang pertama tentang kepercayaan akan adanya Allah, terang-terang ditunjukkan sifat-Nya, yaitu Yang Maha Esa. Dan, kepercayaan kepada Allah dengan Maha Esa yang mutlak, tidaklah ada pada ajaran lain kecuali dalam ajaran Islam.
Kemudian diikuti lagi tentang sifat Allah itu: Yang Menghidupkan dan Yang Mematikan.
Dengan menjelaskan sifat-Nya, sebagai yang menghidupkan dan mematikan ini, ter-kandunglah rahasia maksud kedatangan Rasul ke dunia ini. Dia menerangkan bahwa Allah menakdirkan manusia hidup di dunia ini, dengan serba kelengkapan hidup. Yaitu diberi akal, disuruh berpikir, dan diperintah mengisi tujuan hidup, yaitu berbakti kepada Khalik Pencipta. Itulah kehidupan dunia.
Sesudah itu, Allah pula yang memanggil pada ajal yang telah ditentukan lalu manusia pun mati. Nabi Muhammad ﷺ disuruh menjelaskan kepada seluruh manusia, bahwasanya setelah seorang manusia mati, tidaklah berhenti sehingga itu saja. Mati adalah pintu gerbang saja daripada hidup yang kekal, negeri akhirat. Di sana iman dan amal shalih ketika hidup di dunia ini akan diperhitungkan.
Oleh sebab itu, “Maka, percayalah kamu"— wahai sekalian manusia—"Kepada Allah dan Rasul-Nya." Yaitu setelah dijelaskan sejak pangkal ayat, bahwasanya Nabi Muhammad itu adalah utusan Allah buat seluruh umat manusia, bukan khusus untuk satu kaum saja, sebagai keadaan nabi-nabi yang dahulu. Seumpama Syu'aib kepada kaumnya di Madyan, Hud kepada kaumnya ‘Ad, Shalih kepada kaumnya Tsamud, Musa dan Isa kepada Bani Israil maka Muhammad bukanlah semata-mata untuk kaumnya kaum Quraisy belaka, melainkan untuk seluruh manusia.
Dan, setelah diterangkan pula maksud dia diutus, yaitu menerangkan dan memimpin manusia tentang siapa sebenarnya Allah itu, bagaimana kekuasaan-Nya dan menerangkan pula bahwa agama itu ialah untuk manusia ketika hidup dan sesudah mati maka datanglah sekarang kesimpulan: Sebab itu hendaklah kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya itu, Rasul penutup sekalian rasul. Dijelaskan lagi sifat keistimewaan Rasul untuk seluruh umat manusia itu, “Nabiyang ummi". Ummi artinya ialah yang tidak pandai menulis dan membaca. Kalau diartikan cara sekarang, yaitu Nabi yang tidak pernah masuk bangku sekolah.
Ini pun adalah satu mukjizat. Seorang yang tidak pandai menulis dan membaca, telah membuat satu perubahan dalam alam. Dan, umat yang mula didatanginya pun adalah umat yang ummi. (lihat surah al-Jumu'ah ayat 2), tetapi sepeninggal Rasulullah ﷺ wafat, umat yang ummi itupun telah mengembangkan ajarannya ke Barat, sampai mendirikan kerajaan besar di Semenanjung Iberia (Spanyol), ke Timur sampai mendirikan kerajaan besar di anak benua India dan menjalar sampai ke bumi kepulauan Indonesia.
Ayat 159
“Dan daripada kaum Musa itu ada satu ummat yang memimpin dengan kebenaran dan dengan (kebenaran) itu mereka berlaku adil."
Ayat ini memujikan bahwasanya sebelum Nabi Muhammad s.a.w diutus Allah, semasa masih lagi ummat pengikut Musa saja, ada juga di kalangan mereka itu yang memimpinkan kebenaran dan berlaku adil dengan kebenaran itu.
Ayat 160
“Dan, Kami bagi-bagi mereka kepada dua belas keluarga, sebagai umat-umat.''
Dari kaum Bani Israil atau keturunan Ya'qub itu, di samping ada yang meminta dibuatkan Tuhan, ada yang dimurkai Allah karena tersesat menyembah berhala ‘ijil itu, sampai disuruh tobat dengan membunuh diri, ada pula yang taat kepada kebenaran dan berlaku adil maka mereka itu dibagi-bagi kepada dua belas keluarga. Dua belas keluarga itu ialah sepuluh keluarga dari keturunan sepuluh putra Ya'qub dan dua keluarga lagi dari dua anak perempuan Yusuf, yaitu Naftali dan Mensia. Keturunan Lewi diberi tugas mengurus segala urusan-urusan upacara keagamaan. (Lihat lagi keterangan tentang Asbath pada tafsir juz 6) Maka kalau orang Bani Israil menamai satunya Sibthi dan banyaknya Sabath. Kedua belas asbath inilah yang dibawa oleh Musa menyeberang lautan untuk menuju tanah yang dijanjikan untuk mereka itu. Mereka, dari asbath-asbath itu menjadi berkembang-kembang, sehingga lantaran telah banyaknya, boleh dikatakan telah menjadi umat-umat sendiri-sendiri pula. “Dan Kami wahyukan kepada Musa, ketika kaumnya meminta minuman kepadanya supaya engkau pukul batu itu dengan tongkatmu itu. Lalu, terpancarlah daripadanya dua belas mata air yang telah tahu saja tiap-tiap manusia di mana tempat minum mereka."
Ayat ini menerangkan bahwa di dalam perjalanan perpindahan besar-besaran itu pernahlah mereka sampai di suatu tempat yang tandus, sedang mereka sudah sangat kekurangan air. Lalu, mereka mengeluh meminta kepada Musa supaya mereka diberi minum. Allah menyuruh Musa memukul batu dengan tongkatnya. Lalu, terpancarlah dari batu itu dua belas mata air dan keluarlah air dari dalamnya. Di dalam “Kitab Bilangan" ada tersebut bahwa orang laki-laki yang kuat berperang dalam rombangan besar itu tidak kurang dari 600.000 orang banyaknya. Dengan demikian, nyatalah tidak kurang laki-laki dan perempuan dan anak-anak yang turut dalam perjalanan itu dari dua juta orang banyaknya. Entah memang sampai demikian banyaknya orang, atau kurang dari itu, tetapi golongan ini memang nyata besar sekali. Inilah yang kehausan dan minta diberi air. Di sinilah Allah memperlihatkan kuasa-Nya, yang ketika suatu batu besar, batu bukit granit dipukul oleh Musa dengan tongkatnya, telah timbul dua belas mata air dan keluarlah memancar air dari dalamnya dan dengan secara teratur orang-orang mengetahui di mata air yang mana dia mesti menyauk air, artinya dua belas mata air dibagi menjadi tempat minum masing-masing Asbath yang dua belas, dengan tidak bercampur aduk, “Dan telah Kami tudungi atas mereka awan," sehingga di dalam perjalanan itu mereka tidak sengsara karena sangat panas. “Dan telah Kami turunkan kepada mereka manna dan salwa." Manna ialah semacam makanan manis yang terdapat pada pohon-pohon atau pada celah-celah batu di waktu pagi dan salwa ialah sebangsa burung yang menyerupai burung puyuh. “Makanlah dari yang baik-baik yang telah Kami karuniakan kepada kamu." Artinya, air telah disediakan untuk mereka sehingga dari sebuah bukit dekat Horeb timbul dua belas mata air dan mereka pun dilindungi pula oleh awan sehingga tidak mati kepanasan, makanan manna dan salwa disediakan pula.
Makanlah semuanya itu karena dia adalah karunia yang baik-baik dari Allah kepadamu, hai Bani Israil. Hal ini diterangkan kembali dan pada surah al-Baqarah yang diturunkan di Madinah, hal ini disebutkan kembali. Hikmah menyebutkan hal ini sangat erat pertaliannya dengan ayat yang sebelumnya, yaitu di dalam kaum Musa itu ada juga yang menjunjung tinggi kebenaran dan berlaku adil dalam menegakkan kebenaran itu sehingga lantaran mereka nikmat Allah berganda-ganda datang kepada mereka, meskipun tidak kurang pula yang keras kepala dan bodoh. Kemauan mereka diatur sehingga tiap-tiap orang tahu di mana tempat mereka mengambil air minum, menjadi bukti bahwa pengaruh yang sudi menegakkan kebenaran dan keadilan itu tidaklah kecil pada mereka. Akan tetapi, di samping itu niscaya ada juga yang zalim, ingkar, dan keras kepala. Di dalam masyarakat yang demikian besar, kalau memang sampai dua juta orang, tentu tidak semuanya orang baik, tentu ada juga yang aniaya.
“Dan tidaklah mereka menganiaya Kami, Akan tetapi, adalah mereka menganiaya diri mereka sendiri."