Ayat

Terjemahan Per Kata
وَٱلَّذِينَ
dan orang-orang yang
كَذَّبُواْ
mereka mendustakan
بِـَٔايَٰتِنَا
dengan ayat-ayat Kami
وَلِقَآءِ
dan pertemuan
ٱلۡأٓخِرَةِ
akhirat
حَبِطَتۡ
sia-sia
أَعۡمَٰلُهُمۡۚ
amal mereka
هَلۡ
apakah
يُجۡزَوۡنَ
mereka diberi balasan
إِلَّا
kecuali
مَا
apa
كَانُواْ
adalah mereka
يَعۡمَلُونَ
mereka kerjakan
وَٱلَّذِينَ
dan orang-orang yang
كَذَّبُواْ
mereka mendustakan
بِـَٔايَٰتِنَا
dengan ayat-ayat Kami
وَلِقَآءِ
dan pertemuan
ٱلۡأٓخِرَةِ
akhirat
حَبِطَتۡ
sia-sia
أَعۡمَٰلُهُمۡۚ
amal mereka
هَلۡ
apakah
يُجۡزَوۡنَ
mereka diberi balasan
إِلَّا
kecuali
مَا
apa
كَانُواْ
adalah mereka
يَعۡمَلُونَ
mereka kerjakan
Terjemahan

Orang-orang yang mendustakan tanda-tanda (kekuasaan) Kami dan adanya pertemuan akhirat, sia-sialah amal mereka. Bukankah mereka (tidak) akan dibalas, kecuali (sesuai dengan) apa yang telah mereka kerjakan.
Tafsir

(Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan mendustakan akan menemui akhirat) dimaksud mengenai hari berbangkit dan lain-lainnya (sia-sialah) artinya batillah (perbuatan mereka) yaitu perbuatan-perbuatan yang telah mereka lakukan sewaktu hidup di alam dunia, berupa amal-amal kebaikan seperti silaturahmi dan sedekah, maka mereka tidak lagi mendapat pahalanya karena persyaratannya sudah tidak memenuhi lagi (Tidak) (mereka itu mendapat balasan kecuali) hanya balasan (apa yang telah mereka kerjakan) yakni perbuatan mendustakan ayat-ayat Kami dan perbuatan-perbuatan maksiat.
Tafsir Surat Al-A'raf: 146-147
Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya dimuka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. Mereka jika melihat tiap-tiap ayat-Ku, mereka tidak beriman kepadanya. Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya; tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus menempuhnya. Yang demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai dari padanya.
Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan mendustakan akan menemui akhirat, sia-sialah perbuatan mereka. Mereka tidak diberi balasan selain dari apa yang telah mereka kerjakan. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. (Al-A'raf: 146) Artinya Aku akan mencegah hati orang-orang yang sombong, tidak mau taat kepada-Ku, lagi menyombongkan dirinya terhadap orang lain tanpa alasan yang dibenarkan untuk dapat memahami hujah-hujah dan dalil-dalil yang menunjukkan akan kebesaran-Ku, syariat-Ku, dan hukum-hukum-Ku.
Dengan kata lain, sebagaimana mereka menyombongkan dirinya tanpa alasan yang dibenarkan, maka Allah balas menghinakan mereka dengan kebodohan. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan di dalam ayat-ayat lain melalui firman-Nya: Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al-Qur'an) pada permulaannya. (Al-An'am: 110) Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka. (Ash-Shaff: 5) Sebagian ulama Salaf mengatakan bahwa orang yang pemalu dan orang yang menyombongkan dirinya tidak akan memperoleh ilmu (agama). Ulama lainnya ada pula yang mengatakan, "Barang siapa yang tidak sabar terhadap kesulitan menuntut ilmu, selama sesaat, niscaya ia akan tetap berada dalam kehinaan kebodohan selamanya." Sufyan ibnu Uyaynah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaanKu. (Al-A'raf: 146) Makna yang dimaksud ialah 'Aku mencabut dari hati mereka pemahaman mengenai Al-Qur'an, dan Aku akan memalingkan mereka dari ayat-ayat-Ku'.
Ibnu Jarir mengatakan, hal ini menunjukkan bahwa Khitab ayat ini ditujukan kepada umat ini (umat Nabi ﷺ) Menurut hemat kami hal tersebut tidaklah pasti, mengingat Ibnu Uyaynah hanya bermaksud bahwa hal ini berlaku atas semua umat. Dalam hal ini tidak ada bedanya antara satu individu dengan individu lainnya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Mereka jika melihat tiap-tiap ayat-(Ku), mereka tidak beriman kepadanya. (Al-A'raf: 146) Sama halnya dengan apa yang disebutkan oleh Allah dalam ayat yang lain melalui firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang telah pasti terhadap mereka kalimat Tuhanmu, tidaklah akan beriman, meskipun datang kepada mereka segala macam keterangan, hingga mereka menyaksikan azab yang pedih. (Yunus: 96-97) Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya. (Al-A'raf: 146) Maksudnya, apabila mereka melihat jalan yang menuju kepada keselamatan, mereka tidak mau menempuhnya; dan apabila mereka melihat jalan kebinasaan dan kesesatan, maka mereka menjadikannya sebagai jalannya.
Dalam firman berikutnya Allah menyebutkan penyebab mereka terjerumus ke dalam keadaan itu, yaitu: Yang demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami. (Al-A'raf: 146) Artinya, hal tersebut terjadi karena hati mereka mendustakan ayat-ayat Allah. Dan mereka selalu lalai darinya. (Al-A'raf: 146) Yakni mereka sama sekali tidak mengamalkan apa yang terkandung di dalam ayat-ayat Allah. Firman Allah subhanahu wa ta’ala Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan mendustakan akan menemui akhirat, sia-sialah perbuatannya. (Al-A'raf: 147) Maksudnya, barang siapa yang melakukan hal tersebut di antara mereka, kemudian perbuatannya itu berlangsung sampai ia meninggal dunia, maka semua amalannya sia-sia.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Mereka tidak diberi balasan selain dari apa yang telah mereka kerjakan. (Al-A'raf: 147) Ayat di atas mengandung arti, sesungguhnya Kami membalas mereka hanyalah sesuai dengan amal perbuatan mereka yang telah mereka kerjakan, Jika amalnya baik, maka balasannya baik; dan jika amalnya buruk, maka balasannya buruk pula; sebagaimana engkau berbuat, maka engkau akan mendapat balasannya'."
Demikian keadaan dan balasan yang diterima oleh mereka yang angkuh dan durhaka terhadap ayat-ayat Allah, dan orang-orang yang mendustakan tanda-tanda kekuasaan Kami dan adanya pertemuan yang dijanjikan Allah di akhirat, sia-sialah amal mereka sebab telah kehilangan syarat diterimanya sebuah amal, yaitu iman kepada Allah dan hari akhir. Apakah mereka tidak diberi balasan melainkan dengan balasan yang setimpal dan sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan. Jika niat dan amal mereka baik maka Kami akan membalasnya dengan kebaikan, sebaliknya jika buruk maka keburuk-anlah balasannya.
Dan kaum Nabi Musa, setelah kepergian beliau ke gunung Sinai untuk bermunajat kepada Allah, mereka membuat patung anak sapi yang bertubuh dan dapat melenguh atau bersuara dari perhiasan emas. Mereka membuat patung anak sapi dari emas untuk disembah. Patung itu tetaplah patung tidak bernyawa. Suara yang seperti sapi itu hanyalah disebabkan oleh angin yang masuk ke dalam rongga patung itu dengan teknik yang dikenal oleh Samiri waktu itu. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa patung anak sapi itu tidak dapat berbicara dengan mereka sedikit pun, dengan pembicaraan apa pun, apalagi serupa dengan anugerah Allah kepada Nabi Musa, dan tidak dapat pula menunjukkan jalan apa pun kepada mereka, apalagi jalan keselamatan seperti dari gangguan dan siksaan Fir'aun' Mereka menjadikannya sebagai sembahan. Mereka, sejak dahulu hingga kini, adalah orang-orang yang zalim, yang telah merasuk kezalimannya dalam diri mereka.
Orang yang mendustakan ayat-ayat Allah yang telah diturunkan kepada Rasul-Nya, tidak mempercayai akan adanya pertemuan dengan Allah pada hari akhir nanti, tidak percaya akan adanya pembalasan yang akan diberikan pada hari itu. Maka segala amal baik yang telah mereka kerjakan di dunia tidak akan diberi pahala oleh Allah, karena perbuatan itu tidak dilandasi oleh keinginan mencari keridaan Allah, dan Allah tidak menganiaya sedikit pun, mereka akan disiksa sesuai dengan perbuatan dosa yang telah mereka kerjakan.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
PIMPINAN JIWA UMAT MENGHADAPI KETENTUAN ILAHI
Setelah Allah menjelaskan di mana tempat tinggal yang terang bagi orang yang fasik, Allah pun meneruskan penjelasan dari tempat itu.
Ayat 146
“Akan Aku palingkan dari ayat-ayat-Ku orang-orang yang takabur di bumi dengan tidak benar."
Ayat-ayat ini adalah peringatan kepada umat Musa dan rangkaian peringatan juga bagi kita. Bani Israil telah bebas dari tindasan Fir'aun dan Fir'aun sendiri bersama orang-orang besarnya telah tenggelam di lautan. Perangal-perangai yang menyebabkan kehancuran Fir'aun diperingatkan kembali. Sebab, setelah dibangun pula umat yang baru perangai ini pun bisa tumbuh dan akan membawa celaka pula. Yang utama ialah takabur di bumi tidak dengan jalan yang benar. Takabur artinya membesarkan diri atau bergadang diri karena lupa diri itu siapa. Merasa awak tinggi, besar agung, gagah dan perkasa, padahal tidak lebih dari seorang makhluk yang melata di bumi, terjadi dari tanah, menjelma jadi mani lalu jadi orang ketakaburan menyebabkan orang tidak mau menerima kebenaran dan nasihat. Di sini dicela takabur dengan tidak benar. Tandanya ada juga takabur yang benar. Misalnya, seorang manusia yang teguh imannya lalu diperdayakan oleh setan. Dan, di saat itu ia harus takabur, merasa dirinya lebih tinggi daripada setan yang jahat itu dan tidak mau dipengaruhinya. Orang pun boleh takabur dan menjaga ketinggian diri apabila berhadapan dengan orang yang telah jatuh akhlaknya. Imam Malik yang besar itu tidaklah bernama takabur ketika beliau kasar dipanggil oleh utusan khalifah Al-Manshur diperintahkan datang menghadap, lalu beliau jawab, “Ilmu itu didatangi, bukan mendatangi!" Karena menghargai martabat ilmunya, beliau bersedia dengan segala hormat menunggu kedatangan Khalifah di gubuk buruknya. Dan, tidak bersedia dipanggil menghadap sehingga Khalifah yang berkenan datang menziarahi beliau. Di tempat yang seperti demikian, benarlah takabur itu. Akan tetapi, lebih banyak takabur itu disertai oleh sikap yang tidak benar. Maka, orang yang takabur itu memanglah tidak benar, meruanglah dia mendustai keadaan yang sebenarnya, sebab membesarkan diri adalah satu ke-dustaan karena tidak ada diri ini yang besar. Yang besar hanya Allah. Oleh sebab itu, kalau orang telah mulai takabur, dia akan dipalingkan oleh Allah dari ayat-ayat-Nya. “Dan jika mereka melihat tiap-tiap ayat, mereka tidak mau beriman kepadanya." Itulah lanjutan yang kedua dari bahaya takabur tadi. Begitu banyak ayat atau tanda dari kebesaran Allah, sebagai topan, belalang, kutu-kutu, kodok-kodok, dan darah yang dialami sendiri oleh Fir'aun, tetapi dia tidak juga mau mengubah sikap karena takabur. “Dan meskipun mereka melihat jalan petunjuk, mereka tidak juga (mau) mengambilnya jadi jalan. Akan tetapi, jika melihat jalan sesat, mereka ambillah dia jadi jalan." Tampak jalan yang baik dan lurus, mereka bersilemah tak patuh, tidak peduli dan tidak mau menempuh jalan itu. Ada-ada saja cacatnya bagi mereka karena ketakaburan tadi.
Namun, kalau tampak jalan jahat, setujulah itu dengan nafsunya, itulah yang mereka tem-puh. Terhadap jalan yang benar, sebagai bahasa sekarang mereka pasif. Terhadap jalan yang salah, mereka aktif. Apa sebab jadi demikian? Sekali lagi diulangkan sebabnya supaya nyata,
“Demikian itu karena mereka telah mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka daripadanya adalah lalai."
Mendustakan dengan perbuatan dan tingkah laku. Lalai dan lengah tidak mau peduli.
Maka, bergabunglah di antara mendustakan dengan kelalaian. Timbul pendustaan karena takabur, merasa bahwa jalan hidup yang mereka pilihlah yang benar. Lalai timbul karena ada urusan lain yang tidak penting yang lebih dipentingkan. Dapatlah diambil misal kelalaian itu dengan seorang yang tengah asyik berjual-beli mengumpulkan keuntungan, padahal adzan waktu Maghrib telah terdengar. Mereka cari alasan-alasan yang lemah untuk menjamakkan saja Maghrib itu dengan Isya kelak sebab keuntungan benda sedang masuk, padahal tadi waktu Ashar telah dilalaikannya pula.
Ayat 147
“Dan, orang-orang yang mendustakan ayat,ayat Kami dan pertemuan akhirat, gugatlah segala amalan mereka."
Inilah contoh kekufuran yang kedua. Mereka ada juga berbuat baik, ada juga beramal, tetapi amalan itu tidak mempunyai dasar. Dasar yang kukuh dan suatu amal ialah percaya kepada Allah dan percaya bahwa ganjaran yang sejati dari suatu amalan adalah di akhirat. Bagaimana pun orang beramal, kalau kedua dasar itu tidak ada, misalnya beramal karena ingin pujian manusia (riya) amalnya itu akan percuma. Sebab, apa pun kebaikan yang diperbuat, tidaklah segala manusia akan memuji. Bahkan sebanyak yang memuji, sebanyak itu pula yang benci, dengki dan, mencari cela cacatnya. Amalan yang ada artinya, yang diterima Allah dan memuaskan jiwa adalah yang hanya menyerahkan balasan semata-mata dari Allah di akhirat. Kalau tidak begitu, amalan itu akan gugur, gagal, dan percuma. Arang habis besi binasa. Maka, datanglah penutup ayat, berupa pertanyaan,
“Apakah akan dibatasi mereka kecuali dengan apa yang mereka amalkan?"
Artinya, orang tidak akan mendapat ganjaran dari suatu amal yang dia kerjakan, melainkan menurut hakikat tempat amal mendirikan. Inilah yang disebut di dalam Hadits yang shahih, riwayat Bukhari dan Muslim:
“Sesungguhnya segala amalan itu hanya bergantung pada niat dan sesungguhnya untuk tiap-tiap orang hanyalah sekadar yang dia niatkan." (HR Rukhari dan Muslim)
Kalau beramal karena manusia, manusia tidak dapat memberikan apa-apa. Kalau beramal yang mutunya rendah, balasannya pun bermutu rendah pula. Kalau mutunya tinggi, semata-mata ikhlas karena Allah dan ingat bahwa ada lagi pertemuan akhirat, pahalanya pun akan bermutu pula. Apakah lagi jalan lain yang lebih benar dari itu?
Ayat yang dua ini diselang-selingkan di antara riwayat Musa dengan Bani Israil, tetapi bertali dengan zaman lampau yang ditinggalkan Bani Israil, yaitu zaman Fir'aun. Demikian pula zaman depan yang mereka sedang hadapi, yaitu pembangunan umat Israil yang baru.
Diperingatkan hal ini, supaya Bani Israil ingat bahwa bencana yang menimpa Fir'aun pun bisa saja terjadi pada mereka kalau perintah Allah tidak dipegang teguh. Peringatan pula kepada umat Muhammad ﷺ yang kepada mereka dan untuk mereka diturunkan ayat-ayat Al-Qur'an ini. Maka, setelah peringatan dengan kedua ayat ini, Allah menyambung lagi kisah yang terjadi pada Bani Israil sepeninggal Musa menemui perjanjian dengan Allah tiga puluh hari ditambah sepuluh hari itu.
Ayat 148
“Dan telah mengambil kaum Musa sesudah dia, dari perhiasan mereka, seekor anak sapi bertubuh yang memiliki suara."
Artinya, sesudah dia berangkat ke tempat perjanjian dengan Allah itu, ketika Bani Israil tinggal di bawah pimpinan Harun sebagai pengganti Musa maka mereka telah mengambil perhiasan mereka, yaitu perhiasan-perhiasan emas kepunyaan orang-orang perempuan dan juga kepunyaan orang laki-laki. Mereka
kumpulkan jadi satu dan mereka bakar sehingga semuanya terpadu menjadi emas murni. Setelah padu demikian rupa lalu mereka beri berbentuk, mereka ukir menjadi sebuah patung tubuh seekor anak sapi (‘ijil). Di dalam surah Thaahaa dijelaskan lagi bahwa pemimpin dari gerakan ini bernama Samiri. Pintar benar Samiri itu sehingga dia dapat membuat patung anak sapi itu dapat bersuara. Ahli-ahli tafsir pun berbagai ragam pula keterangan mereka tentang suara yang dapat dikeluarkan oleh patung anak sapi tersebut. Ada yang mengatakan bahwa si Samiri itu pernah melihat Jibril naik ke langit menaiki “kuda". Di tiap-tiap jejak kuda itu di bumi bertemu bekas kesuburan lalu diambilnya salah satu jejak kuda Jibril itu, disuapkannya ke moncong patung anak sapi itu maka dia pun melenguh10 seperti bunyi sapi benar. Ada pula yang membawa tafsir bahwa dia terus hidup. Cerita terus hidup ini pun sudah satu israiliyat lagi yang mengotori tafsir Al-Qur'an. Akan tetapi, masih ada ahli tafsir yang mengatakan bahwa dia kedengaran berbunyi kalau angin masuk ke dalam mulutnya. Maka, tidaklah kita salah kalau kita tinggalkan tafsir yang mengatakan dia itu sampai hidup sebab lanjutan ayat dengan sendirinya mematahkan dongeng itu.
Penulis Tafsir al-Azhar ini pada suatu waktu pernah melawat ke luar negeri. Anak perempuannya, ‘Aliyah, waktu itu masih kecil, usia tujuh tahun.
Ketika akan naik pesawat udara, sambil mencium keningku, dia berkata, “Ayah, kalau pulang nanti bawakan Iyah anak-anakan (boneka) yang bagus, ya, Ayah!" Lalu aku jawab, “In syaa Allah. Doakan saja Ayah selamat pergi dan pulang." Setelah akan pulang, keinginan anakku itu aku penuhi. Aku belikan dia anak-anakan, yang kalau ditidurkan atau didudukkan dia bisa berbunyi seperti anak kecil menangis karena ada suatu perkakas kecil di pinggang anak-anakan itu yang bisa bersuara. Lucu sekali!
Rupanya Samiri pintar pula membuat alat seperti itu di leher patung anak sapi itu. Tentu rahasianya dia pegang sendiri supaya Bani Israil yang bodoh-bodoh jangan tahu.
“Apakah tidak mereka perhatikan bahwasanya dia tidak bisa bercakap dengan mereka dan tidak (bisa) menunjuki jalan bagi mereka." Sambungan ayat ini menjelaskan bahwa dia bersuara bukan karena ada nyawanya. Dia tidak bisa bercakap dan tidak pula bisa menunjuki jalan kepada mereka sebab dia hanya patung. “Mereka mengambilnya (sebagai berhala)." Menjadi tuhan! Mereka puja dan mereka sembah.
“Dan, mereka itu adalah orang-orang yang zalim."
Suatu kezaliman besar telah mereka perbuat. Pertama, dahulu tatkala mereka minta dibuatkan tuhan, Nabi Musa telah menyatakan bahwa permintaan itu adalah bodoh. Sekarang setelah Nabi Musa pergi menemui janji dengan Allah, mereka jadikan juga membuat tuhan itu. Keduanya itu adalah perbuatan zalim.
Ayat 149
“Dan, setelah jatuh dari tangan mereka dan mereka lihat bahwasanya mereka telah tersesat, mereka berkata, ‘Sungguh jika tidak Tuhan memberi nahmat kepada kita dan tidak memberi ampun kepada kita, sesungguhnya jadilah kita orang-orang yang rugi.