Ayat
Terjemahan Per Kata
سَأَصۡرِفُ
Aku akan memalingkan
عَنۡ
dari
ءَايَٰتِيَ
ayat-ayatKu
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
يَتَكَبَّرُونَ
(mereka) menyombongkan
فِي
di
ٱلۡأَرۡضِ
bumi
بِغَيۡرِ
dengan tanpa
ٱلۡحَقِّ
benar
وَإِن
dan jika
يَرَوۡاْ
mereka melihat
كُلَّ
tiap-tiap
ءَايَةٖ
ayat
لَّا
tidak
يُؤۡمِنُواْ
mereka beriman
بِهَا
kepadanya
وَإِن
dan jika
يَرَوۡاْ
mereka melihat
سَبِيلَ
jalan
ٱلرُّشۡدِ
petunjuk
لَا
tidak
يَتَّخِذُوهُ
mereka mengambilnya
سَبِيلٗا
jalan
وَإِن
dan jika
يَرَوۡاْ
mereka melihat
سَبِيلَ
jalan
ٱلۡغَيِّ
sesat
يَتَّخِذُوهُ
mereka mengambilnya
سَبِيلٗاۚ
jalan
ذَٰلِكَ
demikian itu
بِأَنَّهُمۡ
karena sesungguhnya mereka
كَذَّبُواْ
mereka mendustakan
بِـَٔايَٰتِنَا
dengan ayat-ayat Kami
وَكَانُواْ
dan mereka adalah
عَنۡهَا
dari padanya
غَٰفِلِينَ
orang-orang yang lalai
سَأَصۡرِفُ
Aku akan memalingkan
عَنۡ
dari
ءَايَٰتِيَ
ayat-ayatKu
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
يَتَكَبَّرُونَ
(mereka) menyombongkan
فِي
di
ٱلۡأَرۡضِ
bumi
بِغَيۡرِ
dengan tanpa
ٱلۡحَقِّ
benar
وَإِن
dan jika
يَرَوۡاْ
mereka melihat
كُلَّ
tiap-tiap
ءَايَةٖ
ayat
لَّا
tidak
يُؤۡمِنُواْ
mereka beriman
بِهَا
kepadanya
وَإِن
dan jika
يَرَوۡاْ
mereka melihat
سَبِيلَ
jalan
ٱلرُّشۡدِ
petunjuk
لَا
tidak
يَتَّخِذُوهُ
mereka mengambilnya
سَبِيلٗا
jalan
وَإِن
dan jika
يَرَوۡاْ
mereka melihat
سَبِيلَ
jalan
ٱلۡغَيِّ
sesat
يَتَّخِذُوهُ
mereka mengambilnya
سَبِيلٗاۚ
jalan
ذَٰلِكَ
demikian itu
بِأَنَّهُمۡ
karena sesungguhnya mereka
كَذَّبُواْ
mereka mendustakan
بِـَٔايَٰتِنَا
dengan ayat-ayat Kami
وَكَانُواْ
dan mereka adalah
عَنۡهَا
dari padanya
غَٰفِلِينَ
orang-orang yang lalai
Terjemahan
Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan diri di bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda (kekuasaan-Ku). Jika mereka melihat semua tanda-tanda itu, mereka tetap tidak mau beriman padanya. Jika mereka melihat jalan kebenaran, mereka tetap tidak mau menempuhnya. (Sebaliknya,) jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka menempuhnya. Demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lengah terhadapnya.
Tafsir
(Aku akan memalingkan dari ayat-ayat-Ku) dari bukti-bukti yang menunjukkan kekuasaan-Ku, yaitu berupa hasil-hasil ciptaan-Ku dan lain-lainnya (orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar) yaitu Aku akan menjadikan mereka terhina sehingga tidak lagi mereka berlaku sombong di muka bumi (jika mereka melihat tiap-tiap ayat-Ku, mereka tidak beriman kepadanya. Dan jika mereka melihat jalan) yakni titian (yang membawa kepada petunjuk) hidayah yang datang dari sisi Tuhan (mereka tidak mau menjalankannya sebagai jalan hidup) yang mereka tempuh (tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan) jalan yang salah (mereka terus menempuhnya. Yang demikian itu) berpalingnya mereka itu (adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai daripadanya) contoh mengenai mereka telah disebutkan.
Tafsir Surat Al-A'raf: 146-147
Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya dimuka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. Mereka jika melihat tiap-tiap ayat-Ku, mereka tidak beriman kepadanya. Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya; tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus menempuhnya. Yang demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai dari padanya.
Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan mendustakan akan menemui akhirat, sia-sialah perbuatan mereka. Mereka tidak diberi balasan selain dari apa yang telah mereka kerjakan. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. (Al-A'raf: 146) Artinya Aku akan mencegah hati orang-orang yang sombong, tidak mau taat kepada-Ku, lagi menyombongkan dirinya terhadap orang lain tanpa alasan yang dibenarkan untuk dapat memahami hujah-hujah dan dalil-dalil yang menunjukkan akan kebesaran-Ku, syariat-Ku, dan hukum-hukum-Ku.
Dengan kata lain, sebagaimana mereka menyombongkan dirinya tanpa alasan yang dibenarkan, maka Allah balas menghinakan mereka dengan kebodohan. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan di dalam ayat-ayat lain melalui firman-Nya: Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al-Qur'an) pada permulaannya. (Al-An'am: 110) Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka. (Ash-Shaff: 5) Sebagian ulama Salaf mengatakan bahwa orang yang pemalu dan orang yang menyombongkan dirinya tidak akan memperoleh ilmu (agama). Ulama lainnya ada pula yang mengatakan, "Barang siapa yang tidak sabar terhadap kesulitan menuntut ilmu, selama sesaat, niscaya ia akan tetap berada dalam kehinaan kebodohan selamanya." Sufyan ibnu Uyaynah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaanKu. (Al-A'raf: 146) Makna yang dimaksud ialah 'Aku mencabut dari hati mereka pemahaman mengenai Al-Qur'an, dan Aku akan memalingkan mereka dari ayat-ayat-Ku'.
Ibnu Jarir mengatakan, hal ini menunjukkan bahwa Khitab ayat ini ditujukan kepada umat ini (umat Nabi ﷺ) Menurut hemat kami hal tersebut tidaklah pasti, mengingat Ibnu Uyaynah hanya bermaksud bahwa hal ini berlaku atas semua umat. Dalam hal ini tidak ada bedanya antara satu individu dengan individu lainnya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Mereka jika melihat tiap-tiap ayat-(Ku), mereka tidak beriman kepadanya. (Al-A'raf: 146) Sama halnya dengan apa yang disebutkan oleh Allah dalam ayat yang lain melalui firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang telah pasti terhadap mereka kalimat Tuhanmu, tidaklah akan beriman, meskipun datang kepada mereka segala macam keterangan, hingga mereka menyaksikan azab yang pedih. (Yunus: 96-97) Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya. (Al-A'raf: 146) Maksudnya, apabila mereka melihat jalan yang menuju kepada keselamatan, mereka tidak mau menempuhnya; dan apabila mereka melihat jalan kebinasaan dan kesesatan, maka mereka menjadikannya sebagai jalannya.
Dalam firman berikutnya Allah menyebutkan penyebab mereka terjerumus ke dalam keadaan itu, yaitu: Yang demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami. (Al-A'raf: 146) Artinya, hal tersebut terjadi karena hati mereka mendustakan ayat-ayat Allah. Dan mereka selalu lalai darinya. (Al-A'raf: 146) Yakni mereka sama sekali tidak mengamalkan apa yang terkandung di dalam ayat-ayat Allah. Firman Allah subhanahu wa ta’ala Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan mendustakan akan menemui akhirat, sia-sialah perbuatannya. (Al-A'raf: 147) Maksudnya, barang siapa yang melakukan hal tersebut di antara mereka, kemudian perbuatannya itu berlangsung sampai ia meninggal dunia, maka semua amalannya sia-sia.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Mereka tidak diberi balasan selain dari apa yang telah mereka kerjakan. (Al-A'raf: 147) Ayat di atas mengandung arti, sesungguhnya Kami membalas mereka hanyalah sesuai dengan amal perbuatan mereka yang telah mereka kerjakan, Jika amalnya baik, maka balasannya baik; dan jika amalnya buruk, maka balasannya buruk pula; sebagaimana engkau berbuat, maka engkau akan mendapat balasannya'."
Janji-janji Allah yang disebut pada ayat-ayat yang lalu akan diperoleh oleh mereka yang melaksanakan tuntunan kitab suci. Yang membangkang (orang-orang fasik) tidak akan meraihnya, karena akan Aku palingkan dari tanda-tanda kekuasaan, kebesaran dan keagungan-Ku orang-orang yang terus menerus menyombongkan diri di bumi dan enggan menerima kebenaran tanpa alasan yang benar. Mereka tak akan dapat mencermati bukti-bukti kekuasaan-Ku yang terdapat dalam diri manusia maupun di alam raya. Kalaupun mereka melihat setiap tanda kekuasaan-Ku, mereka tetap tidak akan beriman kepadanya karena keangkuhan mereka. Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk menuju kebenaran dan kebajikan, mereka tidak menjadikannya jalan yang seharusnya mereka tempuh, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka menempuhnya. Yang demikian, yakni perlakuan Kami memalingkan mereka itu, adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami sehingga tidak ada gunanya Kami mendekatkannya kepada mereka, dan juga karena mereka selalu lengah terhadapnya, tidak memperhatikan, bahkan mengabaikannya. Demikian keadaan dan balasan yang diterima oleh mereka yang angkuh dan durhaka terhadap ayat-ayat Allah, dan orang-orang yang mendustakan tanda-tanda kekuasaan Kami dan adanya pertemuan yang dijanjikan Allah di akhirat, sia-sialah amal mereka sebab telah kehilangan syarat diterimanya sebuah amal, yaitu iman kepada Allah dan hari akhir. Apakah mereka tidak diberi balasan melainkan dengan balasan yang setimpal dan sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan. Jika niat dan amal mereka baik maka Kami akan membalasnya dengan kebaikan, sebaliknya jika buruk maka keburuk-anlah balasannya.
.
Allah akan memalingkan hati orang-orang yang takabur, menyombongkan diri untuk memahami bukti-bukti dan dalil-dalil yang dibawa para rasul, terutama yang berhubungan dengan kekuasaan dan kebesaran Allah, dan memalingkan pula hati mereka untuk melaksanakan agama Allah dan mengikuti petunjuk ke jalan yang benar. Hal ini sesuai pula dengan firman Allah:
"Maka ketika mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik." (Ash-shaff/61: 5)
Takabur menurut bahasa berarti, "menganggap dirinya besar", atau "merasa agung". Yang dimaksud oleh ayat ini ialah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain. Perangai dan sifat seorang yang takabur itu memandang enteng orang lain, seakan-akan dia sajalah yang pandai, yang berkuasa, yang menentukan terjadinya segala sesuatu dan sebagainya. Karena itu dalam tindak-tanduknya ia mudah melakukan perbuatan yang melampaui batas, berbuat sewenang-wenang dan suka berbuat kerusakan.
Dalam ayat ini sifat takabur itu digandengkan dengan perkataan "bigairil haq" tanpa alasan yang benar. Hal ini menunjukkan sikap dan tindakan orang yang takabur itu dilakukan tanpa memikirkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan yang semata-mata dilakukan untuk memuaskan hawa-nafsu sendiri, sekali pun merugikan orang lain.
Takabur adalah penyakit jiwa yang diakibatkan oleh kesalahan dalam menilai dan menerima sesuatu. Kadang-kadang keberhasilan seseorang yang terus menerus dalam usahanya dapat juga menimbulkan sifat takabur, sehingga timbul keyakinan yang berlebihan pada dirinya sendiri, bahwa apa saja yang dicita-citakannya dan direncanakannya pasti tercapai dan berhasil. Merasa yakin akan kemampuan diri sendiri, ini akhirnya menimbulkan keyakinan bahwa dirinya tidak tergantung kepada siapa pun, juga tidak tergantung kepada Allah.
Dalam ayat ini diterangkan sifat-sifat orang yang takabur itu, yaitu:
1. Jika mereka melihat bukti-bukti kekuasaan dan kebesaran Allah, atau membaca ayat-ayat Allah, mereka tidak mempercayainya dan tidak mau mengambil iktibar serta pelajaran dari padanya. Dalil-dalil, bukti-bukti kekuasaan dan keesaan Allah serta ayat-ayat Al-Qur'an yang mengandung kebenaran mereka tolak. Dalil-dalil dan bukti-bukti itu tidak berfaedah bagi orang yang ragu-ragu dan tidak menginginkan kebenaran, karena ia merasa bahwa kebenaran itu sendiri akan membatasi dan menghalangi mereka dari perbuatan sewenang-wenang, sehingga cita-cita dan keinginan mereka tidak terkabul. Ayat ini merupakan isyarat bagi Nabi Muhammad saw, bahwa orang-orang musyrik dan kafir yang memperolok-olokkannya serta mendustakan Al-Qur'an dan mengadakan kekacauan dengan mencari-cari kesalahan dan kelemahan ayat-ayat Al-Qur'an dan memutarbalikkan isinya dan kebenaran Al-Qur'an. Seandainya Nabi Muhammad mau mengikuti tuntutan mereka yang merupakan syarat beriman mereka kepadanya, mereka tetap tidak akan beriman sekali pun tuntutan mereka telah dipenuhi.
2. Jika melihat petunjuk dan jalan yang benar, mereka tidak mau mengikutinya, bahkan mereka menghindar dan menjauh padahal jalan itulah yang paling baik dan satu-satunya jalan yang dapat membawa mereka ke tempat yang penuh kebahagiaan.
3. Jika melihat jalan yang menuju kepada kesengsaraan, mereka mengikutinya, karena jalan itu telah dijadikan oleh setan dalam pikirannya sebagai yang paling baik dan indah. Mereka merasa dengan menempuh jalan itu segala keinginan dan hawa-nafsu mereka pasti akan terpenuhi. Menurut keyakinan mereka itulah surga yang dicita-citakan.
Pada akhir ayat ini diterangkan apa sebab hati mereka dipalingkan Allah, sehingga mereka tidak mau mengambil pelajaran dari ayat-ayat Allah, karena mereka telah mendustakan ayat-ayat Allah.
Telah menjadi hukum Allah, bahwa sering mengerjakan suatu pekerjaan, menyebabkan pekerjaan itu semakin mudah dikerjakan bahkan akhirya antara pekerjaan dengan orang-orang yang mengerjakannya menjadi satu, seakan-akan tidak dapat dipisahkan lagi. Demikian pula halnya antara perbuatan jahat dengan orang yang selalu mengerjakannya, tidak ada perbedaannya, sehingga akhirnya antara orang itu dengan perbuatan yang jahat yang dikerjakannya telah menjadi satu dan telah bersenyawa dengannya.
Karena itu pada hakikatnya bukanlah Allah yang memalingkan dan mengunci hati seseorang yang sesat itu, tetapi orang-orang yang sesat itu sendiri. Sesungguhnya Allah tidaklah menciptakan manusia sejak lahir menjadi orang yang beriman atau menjadi orang yang kafir dan Dia tidak pula memaksa hambanya menjadi kafir atau beriman, tetapi seseorang menjadi beriman atau menjadi kafir atas usahanya sendiri. Mereka sendirilah yang memilih dan berusaha menjadi orang yang beriman dengan mengikuti petunjuk dan ajaran agama dengan melaksanakan perintah Allah dan menjauhkan larangan-Nya. Ia selalu memperhatikan tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah sehingga iman mereka bertambah lama bertambah kuat. Sebaliknya manusia itu sendirilah yang berusaha dan memilih jalan yang sesat atau menjadi orang yang kafir dengan mendustakan ayat-ayat Allah, meremehkan dan mengacuhkan ayat-ayat Allah, agar mereka dapat memuaskan keinginan dan hawa nafsu. Oleh karena perbuatan dosa itu selalu mereka kerjakan, maka perbuatan itu telah bersatu dengan dirinya, sehingga kebenaran apa pun yang datang selalu ditolak, seolah-olah hati mereka telah terkunci mati, telah berpaling dari kebenaran. Contoh ini disebutkan dalam firman Allah swt:
Dan sungguh, akan Kami isi neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah. (al-Araf/7: 179)
Perilaku orang seperti diterangkan ayat di atas banyak terdapat dalam masyarakat sepanjang sejarah hidup manusia. Mereka adalah orang yang sangat terpengaruh oleh kehidupan duniawi, seperti pangkat, kekuasaan, harta, kesenangan, dan sebagainya, mereka selalu memperturutkan hawa nafsunya. Mereka lupa dan sengaja melupakan ajaran-ajaran agama, baik yang berhubungan dengan pelaksanaan perintah-perintah Allah maupun larangan-larangan-Nya. Jika disampaikan kepada mereka ajaran Allah, maka mereka melaksanakannya sekadar mencari simpati, sehingga dengan demikian nafsu dan keinginan mereka lebih mudah terpenuhi.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
PIMPINAN JIWA UMAT MENGHADAPI KETENTUAN ILAHI
Setelah Allah menjelaskan di mana tempat tinggal yang terang bagi orang yang fasik, Allah pun meneruskan penjelasan dari tempat itu.
Ayat 146
“Akan Aku palingkan dari ayat-ayat-Ku orang-orang yang takabur di bumi dengan tidak benar."
Ayat-ayat ini adalah peringatan kepada umat Musa dan rangkaian peringatan juga bagi kita. Bani Israil telah bebas dari tindasan Fir'aun dan Fir'aun sendiri bersama orang-orang besarnya telah tenggelam di lautan. Perangal-perangai yang menyebabkan kehancuran Fir'aun diperingatkan kembali. Sebab, setelah dibangun pula umat yang baru perangai ini pun bisa tumbuh dan akan membawa celaka pula. Yang utama ialah takabur di bumi tidak dengan jalan yang benar. Takabur artinya membesarkan diri atau bergadang diri karena lupa diri itu siapa. Merasa awak tinggi, besar agung, gagah dan perkasa, padahal tidak lebih dari seorang makhluk yang melata di bumi, terjadi dari tanah, menjelma jadi mani lalu jadi orang ketakaburan menyebabkan orang tidak mau menerima kebenaran dan nasihat. Di sini dicela takabur dengan tidak benar. Tandanya ada juga takabur yang benar. Misalnya, seorang manusia yang teguh imannya lalu diperdayakan oleh setan. Dan, di saat itu ia harus takabur, merasa dirinya lebih tinggi daripada setan yang jahat itu dan tidak mau dipengaruhinya. Orang pun boleh takabur dan menjaga ketinggian diri apabila berhadapan dengan orang yang telah jatuh akhlaknya. Imam Malik yang besar itu tidaklah bernama takabur ketika beliau kasar dipanggil oleh utusan khalifah Al-Manshur diperintahkan datang menghadap, lalu beliau jawab, “Ilmu itu didatangi, bukan mendatangi!" Karena menghargai martabat ilmunya, beliau bersedia dengan segala hormat menunggu kedatangan Khalifah di gubuk buruknya. Dan, tidak bersedia dipanggil menghadap sehingga Khalifah yang berkenan datang menziarahi beliau. Di tempat yang seperti demikian, benarlah takabur itu. Akan tetapi, lebih banyak takabur itu disertai oleh sikap yang tidak benar. Maka, orang yang takabur itu memanglah tidak benar, meruanglah dia mendustai keadaan yang sebenarnya, sebab membesarkan diri adalah satu ke-dustaan karena tidak ada diri ini yang besar. Yang besar hanya Allah. Oleh sebab itu, kalau orang telah mulai takabur, dia akan dipalingkan oleh Allah dari ayat-ayat-Nya. “Dan jika mereka melihat tiap-tiap ayat, mereka tidak mau beriman kepadanya." Itulah lanjutan yang kedua dari bahaya takabur tadi. Begitu banyak ayat atau tanda dari kebesaran Allah, sebagai topan, belalang, kutu-kutu, kodok-kodok, dan darah yang dialami sendiri oleh Fir'aun, tetapi dia tidak juga mau mengubah sikap karena takabur. “Dan meskipun mereka melihat jalan petunjuk, mereka tidak juga (mau) mengambilnya jadi jalan. Akan tetapi, jika melihat jalan sesat, mereka ambillah dia jadi jalan." Tampak jalan yang baik dan lurus, mereka bersilemah tak patuh, tidak peduli dan tidak mau menempuh jalan itu. Ada-ada saja cacatnya bagi mereka karena ketakaburan tadi.
Namun, kalau tampak jalan jahat, setujulah itu dengan nafsunya, itulah yang mereka tem-puh. Terhadap jalan yang benar, sebagai bahasa sekarang mereka pasif. Terhadap jalan yang salah, mereka aktif. Apa sebab jadi demikian? Sekali lagi diulangkan sebabnya supaya nyata,
“Demikian itu karena mereka telah mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka daripadanya adalah lalai."
Mendustakan dengan perbuatan dan tingkah laku. Lalai dan lengah tidak mau peduli.
Maka, bergabunglah di antara mendustakan dengan kelalaian. Timbul pendustaan karena takabur, merasa bahwa jalan hidup yang mereka pilihlah yang benar. Lalai timbul karena ada urusan lain yang tidak penting yang lebih dipentingkan. Dapatlah diambil misal kelalaian itu dengan seorang yang tengah asyik berjual-beli mengumpulkan keuntungan, padahal adzan waktu Maghrib telah terdengar. Mereka cari alasan-alasan yang lemah untuk menjamakkan saja Maghrib itu dengan Isya kelak sebab keuntungan benda sedang masuk, padahal tadi waktu Ashar telah dilalaikannya pula.
Ayat 147
“Dan, orang-orang yang mendustakan ayat,ayat Kami dan pertemuan akhirat, gugatlah segala amalan mereka."
Inilah contoh kekufuran yang kedua. Mereka ada juga berbuat baik, ada juga beramal, tetapi amalan itu tidak mempunyai dasar. Dasar yang kukuh dan suatu amal ialah percaya kepada Allah dan percaya bahwa ganjaran yang sejati dari suatu amalan adalah di akhirat. Bagaimana pun orang beramal, kalau kedua dasar itu tidak ada, misalnya beramal karena ingin pujian manusia (riya) amalnya itu akan percuma. Sebab, apa pun kebaikan yang diperbuat, tidaklah segala manusia akan memuji. Bahkan sebanyak yang memuji, sebanyak itu pula yang benci, dengki dan, mencari cela cacatnya. Amalan yang ada artinya, yang diterima Allah dan memuaskan jiwa adalah yang hanya menyerahkan balasan semata-mata dari Allah di akhirat. Kalau tidak begitu, amalan itu akan gugur, gagal, dan percuma. Arang habis besi binasa. Maka, datanglah penutup ayat, berupa pertanyaan,
“Apakah akan dibatasi mereka kecuali dengan apa yang mereka amalkan?"
Artinya, orang tidak akan mendapat ganjaran dari suatu amal yang dia kerjakan, melainkan menurut hakikat tempat amal mendirikan. Inilah yang disebut di dalam Hadits yang shahih, riwayat Bukhari dan Muslim:
“Sesungguhnya segala amalan itu hanya bergantung pada niat dan sesungguhnya untuk tiap-tiap orang hanyalah sekadar yang dia niatkan." (HR Rukhari dan Muslim)
Kalau beramal karena manusia, manusia tidak dapat memberikan apa-apa. Kalau beramal yang mutunya rendah, balasannya pun bermutu rendah pula. Kalau mutunya tinggi, semata-mata ikhlas karena Allah dan ingat bahwa ada lagi pertemuan akhirat, pahalanya pun akan bermutu pula. Apakah lagi jalan lain yang lebih benar dari itu?
Ayat yang dua ini diselang-selingkan di antara riwayat Musa dengan Bani Israil, tetapi bertali dengan zaman lampau yang ditinggalkan Bani Israil, yaitu zaman Fir'aun. Demikian pula zaman depan yang mereka sedang hadapi, yaitu pembangunan umat Israil yang baru.
Diperingatkan hal ini, supaya Bani Israil ingat bahwa bencana yang menimpa Fir'aun pun bisa saja terjadi pada mereka kalau perintah Allah tidak dipegang teguh. Peringatan pula kepada umat Muhammad ﷺ yang kepada mereka dan untuk mereka diturunkan ayat-ayat Al-Qur'an ini. Maka, setelah peringatan dengan kedua ayat ini, Allah menyambung lagi kisah yang terjadi pada Bani Israil sepeninggal Musa menemui perjanjian dengan Allah tiga puluh hari ditambah sepuluh hari itu.
Ayat 148
“Dan telah mengambil kaum Musa sesudah dia, dari perhiasan mereka, seekor anak sapi bertubuh yang memiliki suara."
Artinya, sesudah dia berangkat ke tempat perjanjian dengan Allah itu, ketika Bani Israil tinggal di bawah pimpinan Harun sebagai pengganti Musa maka mereka telah mengambil perhiasan mereka, yaitu perhiasan-perhiasan emas kepunyaan orang-orang perempuan dan juga kepunyaan orang laki-laki. Mereka
kumpulkan jadi satu dan mereka bakar sehingga semuanya terpadu menjadi emas murni. Setelah padu demikian rupa lalu mereka beri berbentuk, mereka ukir menjadi sebuah patung tubuh seekor anak sapi (‘ijil). Di dalam surah Thaahaa dijelaskan lagi bahwa pemimpin dari gerakan ini bernama Samiri. Pintar benar Samiri itu sehingga dia dapat membuat patung anak sapi itu dapat bersuara. Ahli-ahli tafsir pun berbagai ragam pula keterangan mereka tentang suara yang dapat dikeluarkan oleh patung anak sapi tersebut. Ada yang mengatakan bahwa si Samiri itu pernah melihat Jibril naik ke langit menaiki “kuda". Di tiap-tiap jejak kuda itu di bumi bertemu bekas kesuburan lalu diambilnya salah satu jejak kuda Jibril itu, disuapkannya ke moncong patung anak sapi itu maka dia pun melenguh10 seperti bunyi sapi benar. Ada pula yang membawa tafsir bahwa dia terus hidup. Cerita terus hidup ini pun sudah satu israiliyat lagi yang mengotori tafsir Al-Qur'an. Akan tetapi, masih ada ahli tafsir yang mengatakan bahwa dia kedengaran berbunyi kalau angin masuk ke dalam mulutnya. Maka, tidaklah kita salah kalau kita tinggalkan tafsir yang mengatakan dia itu sampai hidup sebab lanjutan ayat dengan sendirinya mematahkan dongeng itu.
Penulis Tafsir al-Azhar ini pada suatu waktu pernah melawat ke luar negeri. Anak perempuannya, ‘Aliyah, waktu itu masih kecil, usia tujuh tahun.
Ketika akan naik pesawat udara, sambil mencium keningku, dia berkata, “Ayah, kalau pulang nanti bawakan Iyah anak-anakan (boneka) yang bagus, ya, Ayah!" Lalu aku jawab, “In syaa Allah. Doakan saja Ayah selamat pergi dan pulang." Setelah akan pulang, keinginan anakku itu aku penuhi. Aku belikan dia anak-anakan, yang kalau ditidurkan atau didudukkan dia bisa berbunyi seperti anak kecil menangis karena ada suatu perkakas kecil di pinggang anak-anakan itu yang bisa bersuara. Lucu sekali!
Rupanya Samiri pintar pula membuat alat seperti itu di leher patung anak sapi itu. Tentu rahasianya dia pegang sendiri supaya Bani Israil yang bodoh-bodoh jangan tahu.
“Apakah tidak mereka perhatikan bahwasanya dia tidak bisa bercakap dengan mereka dan tidak (bisa) menunjuki jalan bagi mereka." Sambungan ayat ini menjelaskan bahwa dia bersuara bukan karena ada nyawanya. Dia tidak bisa bercakap dan tidak pula bisa menunjuki jalan kepada mereka sebab dia hanya patung. “Mereka mengambilnya (sebagai berhala)." Menjadi tuhan! Mereka puja dan mereka sembah.
“Dan, mereka itu adalah orang-orang yang zalim."
Suatu kezaliman besar telah mereka perbuat. Pertama, dahulu tatkala mereka minta dibuatkan tuhan, Nabi Musa telah menyatakan bahwa permintaan itu adalah bodoh. Sekarang setelah Nabi Musa pergi menemui janji dengan Allah, mereka jadikan juga membuat tuhan itu. Keduanya itu adalah perbuatan zalim.
Ayat 149
“Dan, setelah jatuh dari tangan mereka dan mereka lihat bahwasanya mereka telah tersesat, mereka berkata, ‘Sungguh jika tidak Tuhan memberi nahmat kepada kita dan tidak memberi ampun kepada kita, sesungguhnya jadilah kita orang-orang yang rugi.