Ayat
Terjemahan Per Kata
وَقَالُواْ
dan mereka berkata
مَهۡمَا
bagaimanapun
تَأۡتِنَا
kamu mendatangkan kepada kami
بِهِۦ
dengannya
مِنۡ
dari
ءَايَةٖ
ayat/keterangan
لِّتَسۡحَرَنَا
untuk menyihir kami
بِهَا
dengannya
فَمَا
maka tidaklah
نَحۡنُ
kami
لَكَ
kepadamu
بِمُؤۡمِنِينَ
orang-orang yang beriman
وَقَالُواْ
dan mereka berkata
مَهۡمَا
bagaimanapun
تَأۡتِنَا
kamu mendatangkan kepada kami
بِهِۦ
dengannya
مِنۡ
dari
ءَايَةٖ
ayat/keterangan
لِّتَسۡحَرَنَا
untuk menyihir kami
بِهَا
dengannya
فَمَا
maka tidaklah
نَحۡنُ
kami
لَكَ
kepadamu
بِمُؤۡمِنِينَ
orang-orang yang beriman
Terjemahan
Mereka (kaum Fir‘aun) berkata (kepada Musa), “Bukti apa pun yang engkau bawa kepada kami untuk menyihir kami dengannya, kami tidak akan beriman kepadamu.”
Tafsir
(Dan mereka berkata,) kepada Musa ("Bagaimana kamu mendatangkan keterangan kepada kami untuk menyihir kami dengan keterangan itu, maka kami sekali-kali tidak akan beriman kepadamu.") kemudian Musa berdoa agar mereka diberi pelajaran.
Tafsir Surat Al-A'raf: 132-135
Dan mereka (kaum Fir‘aun) berkata (kepada Musa), “Bukti apa pun yang engkau bawa kepada kami untuk menyihir kami dengannya, kami tidak akan beriman kepadamu.”
Maka Kami kirimkan kepada mereka topan, belalang, kutu, katak dan darah (air minum berubah menjadi darah) sebagai bukti-bukti yang jelas dan terperinci, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa.
Dan ketika mereka ditimpa azab (yang telah diterangkan itu), mereka pun berkata, "Wahai Musa, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu sesuai dengan janji-Nya kepadamu. Sesungguhnya jika kamu dapat menghilangkan azab itu dari kami, pasti kami akan beriman kepadamu, dan akan kami biarkan Bani Israil pergi bersamamu."
Maka setelah Kami hilangkan azab itu dari mereka hingga batas waktu yang harus mereka penuhi, ternyata mereka ingkar janji.
Ayat 132
Demikianlah kisah dari Allah mengenai keingkaran Fir'aun dan kaumnya, kekerasan dan kesombongan mereka terhadap perkara yang benar, mereka tetap terus menerus tenggelam dalam kebatilan. Hal ini dapat dipahami dari ucapan mereka yang dikisahkan oleh firman-Nya:
“Bukti apa pun yang engkau bawa kepada kami untuk menyihir kami dengannya, kami tidak akan beriman kepadamu.” (Al-A'raf: 132)
Mereka mengatakan bahwa mukjizat apa pun yang kamu datangkan kepada kami, dan dalil serta hujah apa pun yang kamu serukan dan tegakkan terhadap kami niscaya kami akan menolaknya. Kami tidak akan menerimanya dan tidak akan beriman kepadamu dan kepada ajaran yang kamu sampaikan.
Ayat 133
Allah ﷻ berfirman: “Maka Kami kirimkan kepada mereka topan.” (Al-A'raf: 133)
Para ahli tafsir berbeda pendapat mengenai makna topan ini.
Dari Ibnu Abbas, dalam salah satu riwayat darinya disebutkan bahwa yang dimaksud dengan topan ini adalah hujan besar yang menenggelamkan dan merusak semua tanaman dan buah-buahan. Hal yang sama dikatakan oleh Adh-Dhahhak ibnu Muzahim.
Dalam riwayat lainnya lagi Ibnu Abbas menyebutkan bahwa makna yang dimaksud ialah banyaknya kematian. Hal yang sama dikatakan oleh ‘Atha’.
Mujahid mengatakan, yang dimaksud dengan topan ialah air bah dan penyakit ta'un (kolera).
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Hisyam Ar-Rifa'i, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Yaman, telah menceritakan kepada kami Al-Minhal ibnu Khalifah, dari Al-Hajjaj, dari Al-Hakam ibnu Mina, dari Siti Aisyah yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Topan artinya kematian.” Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih melalui hadits Yahya ibnu Yaman dengan lafal yang sama, tetapi hadits ini gharib.
Dalam riwayat lainnya Ibnu Abbas mengatakan bahwa yang dimaksud dengan topan ialah azab dari Allah kepada mereka. Kemudian Ibnu Abbas membacakan firman Allah yang mengatakan:
“Lalu kebun itu diliputi malapetaka (yang datang) dari Tuhanmu ketika mereka sedang tidur.” (Al-Qalam: 19)
Adapun mengenai al-jarad atau belalang sudah banyak dikenal, yaitu sejenis serangga yang dapat dimakan, karena berdasarkan apa yang telah disebutkan di dalam hadits Shahihain dari Abu Ya'fur yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Abdullah ibnu Abu Aufa tentang belalang. Maka Abdullah ibnu Abu Aufa menceritakan: “Kami pernah ikut berperang bersama Rasulullah ﷺ sebanyak tujuh kali peperangan, makanan kami adalah belalang.”
Imam Syafii dan Imam Ahmad ibnu Hambal serta Imam Ibnu Majah telah meriwayatkan melalui hadits Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, dari ayahnya, dari Ibnu Umar, dari Nabi ﷺ yang telah bersabda: “Dihalalkan bagi kita (memakan) dua jenis bangkai dan dua jenis darah, yaitu ikan, belalang, hati, dan limpa.” Abul Qasim Al-Baghawi telah meriwayatkannya dari Daud ibnu Rasyid, dari Suwaid ibnu Abdul Aziz, dari Abu Tamam Al-Aili, dari Zaid ibnu Aslam, dari Ibnu Umar secara marfu dengan lafal yang semisal.
Abu Daud telah meriwayatkan dari Muhammad ibnul Faraj, dari Muhammad ibnu Zabarqan Al-Ahwazi, dari Sulaiman At-Taimi, dari Abu Usman, dari Salman yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah ditanya mengenai belalang. Maka beliau ﷺ bersabda: “Bala tentara Allah yang paling banyak jumlahnya. Aku tidak memakannya, tidak pula mengharamkannya. Sesungguhnya Rasulullah ﷺ tidak mau memakannya hanyalah karena tidak suka, sebagaimana beliau yang mulia tidak suka makan biawak, tetapi mengizinkannya untuk dimakan.”
An-Hafidzh Ibnu Asakir telah meriwayatkan di dalam Bab "Belalang" yang ia kumpulkan dalam satu juz, melalui hadits Abu Sa'id Al-Hasan ibnu Ali Al-Adawi, bahwa telah menceritakan kepada kami Nasr ibnu Yahya ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Khalid, dari Ibnu Juraij dari ‘Atha’, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ tidak mau memakan belalang, ginjal, dab (semacam biawak), dan tidak pula mengharamkannya.
Adapun mengapa Rasulullah ﷺ tidak mau memakan belalang, karena ia berasal dari azab dan pembalasan Allah, sedangkan kedua ginjal, karena letaknya yang berdekatan dengan kandung kemih.
Mengenai dab (biawak), beliau ﷺ bersabda: “Aku merasa khawatir bila ia berasal dari kutukan (azab).” Kemudian Ibnu Asakir mengatakan bahwa hadits ini gharib, dan ia tidak menulisnya melainkan hanya dari jalur ini.
Disebutkan bahwa Amirul Mukminin Umar Ibnul Khattab sangat menyukai belalang. Telah diriwayatkan oleh Abdullah ibnu Dinar, dari Ibnu Umar, bahwa Khalifah Umar pernah ditanya mengenai belalang. Maka ia menjawab, "Ya Tuhan, sekiranya pada kita terdapat setumpuk atau dua tumpuk darinya untuk kita makan."
Ibnu Majah telah meriwayatkan bahwa Ahmad ibnu Mani telah menceritakan kepada kami, dari Sufyan ibnu Uyaynah, dari Abu Sa'd Sa'id ibnul Mirzaban Al-Baqqal yang pernah mendengar Anas ibnu Malik mengatakan: "Dahulu, istri-istri Nabi ﷺ saling mengirim hadiah, seperti belalang, satu sama lain dengan menggunakan piring besar."
Abul Qasim Al-Baghawi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Daud ibnu Rasyid, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah ibnul Walid, dari Yahya ibnu Yazid Al-Qa'nabi, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Sada ibnu Ajian, dari Abu Umamah yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Sesungguhnya Maryam binti Imran a.s. pernah memohon kepada Tuhannya agar Dia memberinya makan daging yang tidak ada darahnya. Maka Allah memberinya makan belalang, dan Maryam berdoa, "Ya Allah, berilah ia kehidupan tanpa menyusu (yakni lsa), dan lahirkanlah ia tanpa bersuara.”
Menurut Numair, syiya artinya suara tangisan. Abu Bakar ibnu Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Baqi Hisyam ibnu Abdul Malik Al-Muzani, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah ibnul Walid, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ayyasy, dari pamdam ibnu Zur'ah, dari Syuraih ibnu Ubaid, dari Abu Zuhair An-Numatri yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Janganlah kalian membunuh belalang, karena sesungguhnya belalang itu adalah bala tentara Allah yang sangat besar.” Hadits ini berpredikat gharib sekali.
Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman Allah ﷻ:
“Maka Kami kirimkan kepada mereka topan, belalang.” (Al-A'raf: 133)
Bahwa belalang-belalang itu memakan habis semua paku pintu-pintu mereka tanpa memakan kayunya.
Ibnu Asakir telah meriwayatkan melalui hadits Ali ibnu Zaid Al-Kharaiti, dari Muhammad ibnu Kasir, ia pernah mendengar Al-Auza'i mengatakan bahwa ia pernah keluar menuju Padang Sahara, tiba-tiba ia melihat seorang lelaki di dalam kumpulan belalang di langit. Ternyata lelaki itu menaiki seekor belalang dari kumpulan belalang yang ada bersamanya, sedangkan lelaki itu memegang senjatanya. Setiap kali lelaki itu mengisyaratkan tangannya (seperti ini), maka pasukan belalangnya mengarah ke tujuan yang diisyaratkan oleh tangannya. Sedangkan lelaki itu tiada hentinya mengatakan, "Dunia ini batil, batillah semua yang ada padanya. Dunia ini fana, fanalah semua yang ada padanya. Dunia ini batil, dan batillah semua yang ada padanya."
An-Hafidzh Abul Faraj Al-Mu'afa Ibnu Zakaria Al-Hariri mengatakan, mengatakan dan menceritakan kepada kami Al Hasan Ibnu Ziyad, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdur Rahim, telah menceritakan kepada kami Waki, dari Al-A'masy, telah menceritakan kepada kami Amir yang mengatakan bahwa Syuraih Al-Qadhi pernah ditanya mengenai belalang. Maka ia menjawab, "Semoga Allah menakdirkan keburukan (membinasakan) bagi belalang, karena padanya terdapat tujuh ciri khas makhluk yang angkuh, kepalanya mirip kepala kuda, lehernya mirip leher banteng, dadanya mirip dada harimau (singa), sayapnya mirip sayap burung elang, kakinya mirip kaki unta, jantan, ekornya mirip ekor ular, dan perutnya mirip perut kalajengking."
Dalam tafsir firman Allah yang lalu, yaitu:
“Dihalalkan bagi kalian binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagi kalian, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan.” (Al-Maidah: 96)
Telah disebutkan hadits Hammad ibnu Salamah, dari Abul Mihzam, dari Abu Hurairah yang di dalamnya disebutkan, "Kami berangkat bersama Rasulullah ﷺ untuk menunaikan ibadah haji atau umrah. Maka kami bertemu dengan sekumpulan belalang. Lalu kami memukulnya dengan tongkat-tongkat yang ada pada kami, sedangkan kami dalam keadaan ihram. Kemudian kami bertanya kepada Rasulullah ﷺ (tentang perbuatan kami itu), maka beliau ﷺ menjawab: 'Tidak mengapa dengan binatang buruan laut'."
Ibnu Majah telah meriwayatkan dari Harun Al-Hamani, dari Hisyam ibnul Qasim, dari Ziyad ibnu Abdullah ibnu Ilasah dan dari Musa ibnu Muhammad ibnu Ibrahim At-Taimi, dari ayahnya, dari Anas dan Jabir, dari Rasulullah ﷺ Disebutkan bahwa apabila Rasulullah ﷺ berdoa dalam menghadapi wabah belalang, beliau mengucapkan: “Ya Allah, binasakanlah yang besar-besarnya, matikanlah yang kecil-kecilnya, rusakkanlah telur-telurnya, hancurkanlah keturunannya serta hindarkanlah mulutnya dari tempat penghidupan kami dan dari rezeki kami. Sesungguhnya Engkau Maha Memperkenankan doa.”
Maka Jabir bertanya kepadanya, "Wahai Rasulullah, apakah engkau mendoakan untuk kebinasaan suatu pasukan dari bala tentara Allah agar mereka dihancurkan?" Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya belalang itu bersumber dari apa yang disebarkan oleh ikan di laut.”
Hisyam mengatakan, telah menceritakan kepadanya Ziyad. Ziyad mendapat berita dari seseorang yang pernah melihat ikan menyebarkan belalang, bahwa belalang itu disebarkan oleh ikan di laut. Ziyad melanjutkan perkataannya, "Sesungguhnya ikan itu apabila bertelur di tepi pantai, lalu airnya mengalami surut sehingga telur-telur itu terkena sinar mentari, maka semuanya menetaskan belalang yang langsung terbang." Dalam tafsir firman-Nya yang mengatakan:
“Melainkan umat-umat (juga) seperti kalian.” (Al-An'am: 38)
Telah disebutkan hadits Umar r.a., bahwa Allah telah menciptakan seribu umat. Enam ratus di antaranya di laut, sedangkan yang empat ratusnya hidup di daratan. Dan sesungguhnya umat yang mula-mula dibinasakan (punah) adalah belalang.
Abu Bakar ibnu Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnul Mubarak, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Qais, telah menceritakan kepada kami Salim ibnu Salim, telah menceritakan kepada kami Abul Mugirah Al-Jaurjani Muhammad ibnu Malik, dari Al-Barra ibnu Azib yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda “Tidak ada wabah (penyakit) bersama pedang, dan tidak ada janggut bersama belalang.” Hadits ini gharib.
Adapun mengenai kutu, maka disebutkan dari Ibnu Abbas bahwa yang dimaksud dengan kutu ialah semacam ulat yang keluar dari biji gandum. Dari Ibnu Abbas pula disebutkan bahwa kutu adalah belalang kecil yang tidak bersayap. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, dan Qatadah.
Disebutkan pula dari Al-Hasan serta Sa'id ibnu Jubair bahwa kutu ialah hewan kecil lagi hitam. Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan, ‘al-qummal’ artinya nyamuk kecil. Ibnu Jarir mengatakan bahwa ‘al-qummal’ adalah bentuk jamak, sedangkan bentuk tunggalnya ialah ‘qumlah’, artinya sejenis serangga yang menyerupai kutu yang suka menyedot darah unta.
Menurut berita yang sampai kepadaku, serangga inilah yang dimaksudkan oleh Al-A'sya dalam syairnya yang mengatakan: Mereka adalah suatu kaum yang anak-anaknya sedang menghadapi wabah kutu, dengan rantai-rantai besi dan pintu terkunci." Sebagian ahli nahwu dari kalangan ulama Basrah menduga bahwa ‘qummal’ menurut orang Arab artinya sama dengan ‘hamnan’ yang bentuk tunggalnya ialah ‘hamnanah’, artinya sejenis serangga yang bentuknya seperti kera, lebih besar sedikit daripada kutu.
Imam Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid Ar-Razi, telah menceritakan kepada kami Ya'qub Al-Qummi, dari Ja'far ibnu Abul Mugirah, dari Sa'id ibnu Jubair yang menceritakan bahwa ketika Musa a.s. datang kepada Fir'aun, Musa a.s. berkata kepadanya, "Lepaskanlah kaum Bani Israil untuk pergi bersamaku." Lalu Allah mengirimkan topan, yakni hujan yang sangat lebat kepada Fir'aun dan kaumnya.
Dan ketika sesuatu dari hujan itu menimpa mereka, mereka merasa khawatir bila hujan itu merupakan azab. Lalu mereka berkata kepada Musa a.s. Doakanlah untuk kami kepada Tuhanmu agar Dia menghentikan hujan ini dari kami, maka kami akan beriman kepadamu dan melepaskan kaum Bani Israil pergi bersamamu." Lalu Nabi Musa a.s. berdoa kepada Tuhannya (hingga hujan itu berhenti), tetapi mereka mengingkarinya. Mereka tidak mau beriman dan tidak melepaskan kaum Bani Israil bersamanya.
Maka pada saat itu juga Allah menumbuhkan tetumbuhan, rerumputan, dan buah-buahan yang banyak, yang sebelum itu belum pernah terjadi demikian. Maka mereka berkata, "Inilah yang selalu kami dambakan." Lalu Allah mengirimkan belalang kepada mereka yang merusak semua tetumbuhan mereka. Ketika mereka melihat kerusakan yang diakibatkan oleh belalang itu, maka mereka mengetahui bahwa tiada sesuatu pun dari tanaman mereka yang selamat. Mereka berkata, "Wahai Musa, doakanlah kepada Tuhanmu buat kami agar Dia mengusir belalang ini dari kami, maka kami akan beriman kepadamu dan akan melepaskan kaum Bani Israil pergi bersamamu." Nabi Musa a.s. berdoa kepada Tuhannya, maka Allah mengusir belalang itu dari mereka, tetapi mereka tidak mau beriman dan tidak melepaskan kaum Bani Israil pergi bersama Musa. Dan mereka berlindung masuk ke dalam rumah-rumah mereka, lalu mereka berkata, "Kami telah berlindung." Maka Allah mengirimkan kutu, yakni ulat yang keluar dari bebijian, kepada mereka. Dan bila seseorang lelaki keluar dengan membawa sepuluh karung biji gandum ke tempat penggilingannya, maka begitu ia sampai ke tempat penggilingannya tiada yang tersisa kecuali hanya tiga genggam gandum saja (semuanya berubah menjadi ulat).
Mereka berkata, "Wahai Musa, doakanlah kepada Tuhanmu agar Dia melenyapkan kutu ini dari kami, maka kami akan beriman kepadamu dan melepaskan kaum Bani Israil pergi bersamamu." Nabi Musa a.s. berdoa kepada Tuhannya, maka lenyaplah kutu itu dari mereka. Tetapi mereka menolak, tidak mau melepaskan kaum Bani Israil pergi bersama Musa. Ketika Musa a.s. sedang duduk di hadapan Raja Fir'aun, tiba-tiba terdengarlah suara katak.
Lalu Musa berkata kepada Fir'aun, "Apakah pendapat kamu dan kaummu tentang keberadaan katak ini?" Fir'aun berkata, "Mungkin ini hanya merupakan tipu muslihat yang lain." Maka tidak lama kemudian yakni pada petang harinya tidak ada yang bisa duduk karena seluruh negeri dipenuhi katak sampai ke dagu setiap orang. Bahkan setiap kali seseorang membuka mulutnya untuk berbicara, maka pasti ada katak yang masuk ke dalam mulutnya.
Kemudian mereka berkata, "Wahai Musa, doakanlah kepada Tuhanmu agar Dia melenyapkan katak-katak ini dari kami, niscaya kami akan beriman kepadamu dan melepaskan kaum Bani Israil bersamamu." Dan setelah katak lenyap, mereka tetap tidak juga mau beriman.
Lalu Allah mengirimkan darah kepada mereka, sehingga setiap kali mereka mencoba mengambil air minum dari sungai atau sumur, air itu berubah menjadi merah seperti darah segar di dalam wadahnya.
Lalu mereka mengadu kepada Fir'aun, "Sesungguhnya kami telah dicoba dengan darah, dan kami tidak lagi mempunyai air minum." Fir'aun berkata, "Sesungguhnya dia (Musa) telah menyihir kalian." Mereka berkata, "Mana mungkin dia menyihir kami, ketika mengambil air dalam wadah-wadah kami, air itu berubah menjadi darah yang segar.” Mereka datang kepada Musa dan berkata kepadanya, "Wahai Musa, doakanlah kepada Tuhanmu agar Dia melenyapkan darah ini dari kami, niscaya kami akan beriman kepadamu dan kami akan melepaskan kaum Bani Israil pergi bersamamu." Musa berdoa kepada Tuhannya, maka Allah melenyapkan darah itu dari mereka, tetapi mereka tetap tidak mau beriman, tidak mau pula melepaskan kaum Bani Israil pergi bersamanya. Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, As-Suddi, Qatadah, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf, bahwa masing-masing telah menceritakan hal tersebut.
Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar telah mengatakan bahwa musuh Allah yaitu Fir'aun, kembali kepada kekufurannya ketika para ahli sihirnya telah beriman dalam keadaan kalah dan terhina. Ia tetap tidak mau beriman, melainkan tetap dalam kekufurannya dan tenggelam dalam kejahatannya.
Maka Allah mengirimkan berbagai tanda (mukjizat-mukjizat) kepada Fir'aun. Maka pada awal mulanya Fir'aun dan kaumnya mengalami musim paceklik yang panjang, kemudian menyusul topan, lalu belalang, kutu, katak, dan darah serta berbagai mukjizat lainnya yang terinci. Allah mengirimkan topan dalam bentuk air bah yang memenuhi semua permukaan tanah, sehingga mereka tidak dapat lagi bercocok tanam, juga tidak dapat berbuat sesuatu pun hingga mereka kelaparan.
Ayat 134
Ketika keadaan mereka sangat kritis, maka disebutkan oleh firman-Nya:
“Mereka berkata, ‘Wahai Musa, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu sesuai dengan janji-Nya kepadamu. Sesungguhnya jika kamu dapat menghilangkan azab itu dari kami, pasti kami akan beriman kepadamu, dan akan kami biarkan Bani Israil pergi bersamamu’.” (Al-A'raf: 134)
Maka Musa a.s. berdoa kepada Tuhannya, dan Allah melenyapkan azab itu dari mereka, tetapi mereka tidak memenuhi apa yang telah mereka janjikan.
Ayat 135
“Maka setelah Kami hilangkan azab itu dari mereka hingga batas waktu yang harus mereka penuhi, ternyata mereka ingkar janji.” (Al-A'raf: 135)
Ketika Allah melenyapkan azab itu dari mereka, mereka tidak memenuhi apa yang telah mereka janjikan. Karena itu, Allah mengirimkan belalang kepada mereka. Menurut berita yang disampaikan kepadaku, belalang itu memakan semua pepohonan, hingga memakan pula semua paku pintu-pintu dan kusen-kusen rumah mereka, padahal paku-paku tersebut terbuat dari besi. Pada akhirnya rumah dan tempat tinggal mereka ambruk semua. Maka mereka mengatakan pula kepada Musa seperti apa yang disebutkan di dalam ayat di atas. Nabi Musa berdoa kepada Tuhannya agar melenyapkan azab itu dari mereka. Tetapi setelah azab dilenyapkan, mereka tidak memenuhi apa yang telah mereka janjikan.
Lalu Allah mengirimkan kutu kepada mereka. Menurut kisah yang sampai kepadaku, Nabi Musa a.s. diperintahkan oleh Allah untuk berjalan menuju sebuah bukit pasir, lalu memukulnya dengan tongkatnya. Kemudian Nabi Musa a.s. berjalan menuju bukit pasir Uhail yang sangat besar, lalu ia memukulnya dengan tongkatnya, maka berhamburanlah kutu-kutu itu menuju mereka, hingga memenuhi rumah-rumah dan makanan mereka. Mereka tidak dapat tidur dan tidak dapat tinggal dengan tenang. Ketika keadaan mereka sangat kritis, maka mereka mengatakan kepada Musa seperti apa yang mereka katakan semula. Musa a.s. berdoa kepada Tuhannya, memohon agar bencana itu dilenyapkan. Maka Allah melenyapkan azab itu dari mereka, tetapi mereka tidak memenuhi apa yang telah mereka janjikan sebelumnya.
Kemudian Allah mengirimkan katak kepada mereka, akhirnya katak memenuhi rumah, makanan, dan semua wadah milik mereka. Sehingga jika seseorang membuka tempat pakaian dan makanan pasti ia menjumpai katak. Ketika hal tersebut membuat mereka benar-benar dalam keadaan kritis, lalu mereka mengatakan kepada Musa a.s. seperti perkataan mereka sebelumnya. Maka Musa a.s. memohon kepada Tuhannya, dan Allah melenyapkan azab dari mereka, tetapi ternyata mereka tidak memenuhi apa yang telah mereka janjikan itu.
Maka Allah mengirimkan darah kepada mereka, sehingga semua air keluarga Fir'aun berubah menjadi darah. Mereka tidak dapat minum baik dari sungai ataupun dari sumur, dan jika mereka menciduk air dari tempatnya maka air itu berubah menjadi darah segar.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Mansur Al-Marwazi, telah menceritakan kepada kami An-Nadr, telah menceritakan kepada kami Israil, telah menceritakan kepada kami Jabir ibnu Yazid, dari Ikrimah, dari Ubaidillah ibnu Amr yang mengatakan, "Janganlah kalian membunuh katak, karena sesungguhnya ketika katak dikirimkan kepada kaum Fir'aun, maka ada seekor katak darinya yang menjatuhkan diri ke dalam pemanggangan roti yang ada apinya. Katak itu melakukan demikian demi memperoleh rida Allah. Maka Allah menggantikan panasnya api itu dengan kesejukan yang lebih daripada kesejukan air yang pernah ia rasakan, dan Allah menjadikan suaranya sebagai tasbih." Telah diriwayatkan pula melalui jalur Ikrimah, dari Ibnu Abbas, hal yang semisal.
Zaid ibnu Aslam mengatakan, yang dimaksud dengan darah ialah seperti darah mimisan. Demikian menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
Karena asumsi yang salah seperti inilah mereka tetap mempertahankan kemungkaran. Dan tidak saja menuduh Nabi Musa sebagai penyebab kesulitan yang mereka hadapi, mereka kaum Fir'aun juga berkata kepada Nabi Musa, Bukti apa pun yang engkau bawa kepada kami berupa mukjizat atau bukti kebenaranmu untuk menyihir atau mengelabui kami dengannya, agar kami meninggalkan seruan Fir'aun. Kami tidak akan meninggalkan keyakinan kami dan kami tidak akan beriman kepadamu. Disebabkan kedurhakaan Fir'aun dan kaumnya yang telah melampaui batas maka sebagai bentuk azab untuk mereka Kami kirimkan kepada mereka siksa berupa topan yang menyebabkan banjir besar yang menenggelamkan tanaman mereka, belalang yang memakan tanaman, hasil pertanian, rumah, atap, dan pakaian mereka, kutu berupa serangan hama dan kuman yang merusak buah-buahan, tanaman, dan hewan ternak, katak yang memenuhi bejana minuman, makanan, dan tempat tidur mereka, dan darah dengan menjadikan air sungai dan sumur mereka tidak layak digunakan, sebagai bukti-bukti yang jelas agar mereka beriman. Tetapi watak mereka memang keras dan hati mereka pun membatu, sehingga mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum pendurhaka yang selalu berdosa.
.
Pada ayat ini dijelaskan keingkaran mereka walaupun Nabi Musa telah memberikan berbagai keterangan dan bukti yang jelas tentang kerasulannya. Mereka berkata kepada Nabi Musa: "Bagaimana pun kamu telah mendatangkan berbagai keterangan itu, namun kami sekali-kali tidak akan beriman kepada kamu."
Semua keterangan-keterangan yang telah dikemukakan Nabi Musa kepada mereka yang membuktikan kerasulannya, mereka anggap sebagai sihir untuk mempengaruhi mereka, agar meninggalkan agama nenek moyang mereka. Kemudian mereka menegaskan bahwa mereka sekali-kali tidak akan membenarkan semua keterangan dan bukti-bukti tersebut. Ini berarti bahwa mereka tidak akan menerima agama Allah yang disampaikan kepada Nabi Musa untuk mereka semuanya. Tetapi mereka tetap melakukan kezaliman terhadap Bani Israil dan Nabi Musa.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
MUSA DAN FIR'AUN
Ayat 127
“Dan, berkata pemuka-pemuka dari kaum Fir'aun itu, ‘Apakah akan engkau biarkan Musa dan kaumnya membuat kerusakan di bumi dan dia tinggalkan engkau dan tuhan-tuhan engkau?"
Artinya, akan engkau biarkan sajakah Musa dan kaumnya itu leluasa sehingga kian lama kian menjalar pengaruh ajarannya kepada rakyat yang kelak mengakibatkan mereka tidak tunduk lagi kepada engkau sehingga kekuasaan yang ada pada engkau kian lama kian habis dan berpindah tangan kepada Musa? Kalau demikian tentang kerusakan dan ke-kacauanlah yang akan timbul dalam bumi negeri Mesir ini. Orang tidak lagi akan memedulikan engkau dan tuhan-tuhan atau dewa-dewa yang engkau puja tidak lagi akan dimuliakan orang.
Sebagaimana diketahui dalam sejarah, orang Mesir kuno itu memuja berbagai macam tuhan dan dewa. Puncak tertinggi dari seluruh dewa itu ialah dewa matahari yang mereka namai Ra.
Menurut kepercayaan mereka, Fir'aun sendiri adalah keturunan dari dewa matahari yang dikirim untuk memerintah bumi. Dan, pusat bumi itu ialah Mesir. Serupa kepercayaan mereka dengan kepercayaan orang Jepang terhadap matahari yang mereka namai Ameterasu Omikami dan mengutus putranya Tenno turun ke bumi untuk membangun kepulauan Jepang. Maka, orang-orang besar kerajaan Fir'aun memberi ingat kepada Fir'aun, kalau tidak lekas bertindak, suatu kerusakan besar akan terjadi di Mesir, dia sebagai raja tidak lagi akan dipuja orang.
“Dia berkata, ‘Akan kita bunuh anak-anak laki-laki mereka dan kita biarkan hidup perempuan-perempuan mereka karena sesungguhnya kita atas mereka adalah sangat berkuasa."
Demikianlah jawaban Fir'aun yang diujud-kan sebagai perintah terhadap usul meminta perhatian yang dikemukakan oleh beberapa orang-orang besarnya itu. Yaitu, akan dilakukan permusnahan yang berlarut-larut kepada Bani Israil itu dengan cara membunuh anak laki -lakinya dan membiarkan hidup perempuan-perempuan. Dengan demikian, tentu mereka tidak akan mendapat keturunan lagi dan ditimpa oleh krisis masyarakat yang paling hebat karena banyaknya orang perempuan padahal hidup mereka melarat pula. Di dalam kitab Keluaran (Perjanjian Lama) disebutkan bahwa bidan-bidan penyambut perempuan melahirkan anak sudah diperintahkan, ka-lau mereka menolong perempuan Bani Israil, kebetulan anaknya laki-laki, bunuh saja dengan secara halus dan secara diam-diam. Akan tetapi, bidan-bidan itu tidak pula semuanya setia menjalankan perintah itu.
Niscaya sampailah kepada Bani Israil keputusan kejam dari Fir'aun ini sehingga timbullah cemas dan takut yang amat sangat.
Ayat 128
“Berkata Musa kepada kaumnya, ‘Bermohon pertolonganlah kepada Allah dan bersabarlah. Sesungguhnya bumi ini adalah kepunyaan Allah. Dia wariskan kepada siapa yang Dia kehendaki daripada hamba-hamba-Nya. “
Inilah nasihat Musa kepada kaumnya yang telah cemas itu. Mereka mesti memperkuat benteng iman kepada Allah, memperteguh kepercayaan, sabar dan tenang, jangan lekas cemas mendengar berita seperti demikian. Karena meskipun Fir'aun telah mengatakan bahwa sangat berkuasa melakukan apa yang dia ingini terhadap Bani Israil, tetapi yang mempunyai bumi ini yang sebenarnya bukanlah Fir'aun, tetapi Allah. Di atas kekuasaan Fir'aun ada kekuasaan Allah. Sebab itu, hendaklah kamu sekalian membulatkan ketun-dukan kepada Allah itu sendiri. Dan, beliau katakan pula, “
“Dan akibat kebaikan terakhir adalah bagi orang-orang yang bertakwa."
Bumi akan diwariskan Allah kepada barangsiapa yang Dia kehendaki. Inilah keyakinan pertama yang wajib ditanamkan. Keyakinan kedua ialah bahwa akibat atau kemenangan terakhir akan diberikan Allah kepada orang yang bertakwa. Yaitu takwa dengan arti seluas-luas. Sebab, takwa itulah yang akan membuat jiwa menjadi lebih kebal menghadapi segala kesulitan. Yaitu takwa dengan menjaga segala sunnah dan peraturan Allah, termasuk kehati-hatian, ketenangan, jangan lekas putus asa dan jangan lekas cemas, dan tunduk kepada pimpinan, jangan bertindak sendiri-sendiri. Berpegang teguh pada kebenaran, mencintai keadilan, sabar menderita, terutama di saat-saat yang sulit. Apabila takwa ini telah dijadikan pakaian jiwa, mudah-mudahan kelak akan diterima waris bumi itu dari Allah.
Sungguhpun begitu, Bani Israil yang telah lama menderita itu masih saja mengeluh.
Ayat 129
“Mereka benkata, Telah disakiti kami sebelum engkau datang kepada kami dan sesudah engkau mendatangi kami."
Dahulu sebelum engaku datang, bukan main banyaknya penderitaan yang mereka timpakan kepada kami, diinjak-injak, ditindas, dan diperbudak. Namun, waktu itu semuanya kami tahankan dengan sabar, sebab kami percaya akan datang seorang pemimpin membebaskan kami dari kehinaan ini. Sekarang engkau telah datang, tetapi penderitaan itu tidak juga berkurang malahan sudah keluar perintah baru akan membunuhi anak-anak laki-laki kami. Keluhan ini rupanya sudah sampai di puncak dan sudah mendekati kepada putus asa.
Keluhan itu dijawab tegas oleh Musa,
“Dia berkata, ‘Mudah-mudahan Tuhan kamu akan membinasakan musuh kamu dan akan menjadikan kamu khalifah di bumi. Akan tetapi Dia akan melihat bagaimana kamu bekerja.'"
Perkataan Musa yang seperti ini adalah satu pimpinan yang tegas, suatu bimbingan yang menumbuhkan pengharapan. Bahwa bagaimana pun besarnya kekuasaan Fir'aun itu sekarang, satu waktu dia pasti tumbang. Satu waktu mudah saja bagi Allah meruntuhkan kekuasaan itu dan di atas runtuhannya Dia menaikkan kamu jadi khalifah, yaitu pengganti kekuasaan itu. Sebab, Maha Kekuasaan ialah kekuasaan Allah. Adapun kekuasaan Fir'aun tidak ada artinya. Dia hanya sejemput kecil kekuasaan yang dipinjamkan Allah kepadanya sementara. Meskipun begini nasibmu sekarang, mudah saja bagi Allah menaikkan kamu dan menjatuhkan mereka. Akan tetapi, untuk menampung perubahan itu, kamu sendiri yang terlebih dahulu mempersiapkan jiwamu dengan alat-alat yang dikatakan tadi, yaitu bermohon kepada Allah disertai dengan sabar dan dipatrikan dengan takwa. Terutama jiwa rendah, merasa diri kecil dan putus asa itu; itulah yang wajib kamu kikis terlebih dahulu. Maka, segala usahamu membentuk jiwamu itu akan dilihat oleh Allah. Sebagaimana ungkapan kita zaman sekarang, Fir'aun sendiri tidak akan bersedia memberikan kemerdekaan kepada kamu. Dan, Allah pun tidak pula akan mengantarkan perbaikan nasib kepada kamu dengan “talam emas". Kamu sendiri yang terlebih dahulu harus bersedia menumpahkan usaha, ikhtiar, darah, dan air mata untuk itu.
Inilah pokok nasihat dari Musa untuk menghilangkan keluhan dan putus asa kaumnya. Dan, mulailah mereka jalankan dengan segenap upaya.
Ayat 130
“Dan, sesungguhnya telah Kami limpakan kepada keluanga Fir'aun itu kekeringan dan kekurangan hasil buah-buahan, supaya maulah mereka ingat."
Fir'aun ketika menjatuhkan perintah membunuhi anak laki-laki Bani Israil dan membiarkan anak perempuan-perempuan mereka tinggal hidup tadi, mengatakan bahwa kita mempunyai kekuasaan yang penuh berbuat apa yang kita rasai patut. Kita berkuasa. Namun, bertemulah mereka dengan dua bahaya yang mereka tidak mempunyai kekuasaan sedikit juga buat mengatasinya, yaitu kekeringan atau kemarau panjang. Hujan tidak turun pada waktunya, Sungai Nil tidak besar buih airnya sebagaimana yang diharapkan pada tiap-tiap tahun. Lantaran itu tanah menjadi kering dan hasil buah-buahan atau pertahunan menjadi rusak. Bila tiba saat yang demikian, patutlah mereka insaf bahwa ada lagi kekuasaan yang, lebih tinggi, yaitu kekuasaan mutlak Allah. Kalau Fir'aun mengatakan dirinya anak matahari, anak Dewa Ra, cobalah pakai kekuasaan itu, minta kepada bapaknya, sang Matahari, untuk menurunkan hujan. Meskipun diminta, matahari akan tetap membisu. Akan tetapi, bila tiba cobaan-cobaan semacam itu, mereka tidak juga mau insaf. Di ayat selanjutnya diterangkan lagi sikap angkuh mereka:
Ayat 131
“Maka, apabila datang kepada mereka suatu kebaikan, mereka berkata, Untuk kitalah ini!'"
Bila kemarau telah habis, hujan pun turun dengan teratur, Sungai Nil membawa buih bunga tanah dari hulu sehingga tanam-tanaman berbuah dan berhasil baik, mereka bergembira dan berkata bahwa semuanya ini adalah buat kita! Namun, mereka tidak mau mengingat sampai jauh, dari mana datangnya kebaikan itu. Mereka hanya mengingat satu perkara, yaitu hasil yang baik itu ialah buat mereka, sebab mereka berkuasa atas seluruh bumi Mesir dan negeri-negeri sekelilingnya. “Dan, jika menimpa kepada mereka suatu kesukaran, mereka pun mempersialkan Musa dan orang-orang yang serta dengan dia." Kalau ada jalan yang buntu, Musa dan Bani Israillah yang salah. Kalau buah-buahan tidak menjadi, Musa dan Bani Israillah yang pangkal sial. Maka, segala apa saja kesukaran, sekali-kali mereka tidak menyelidiki kekurangan yang ada pada pemerintahan mereka, sebab sudah ada buat menumpukkan segala kesalahan, yaitu Musa dan segala orang yang telah beriman kepadanya. Ditanamkanlah pada seluruh negeri, pada seluruh rakyat bahwa pangkal dari segala kesialan ialah Musa dan orang-orang yang percaya kepada Musa. “Ketahuilah! Tidak lain kesialan mereka itu hanyalah dari sisi Allah." Bukan dari kesalahan Musa. Bukan karena Musa tidak mau tunduk kepada kekuasaan Fir'aun, melainkan Fir'aun sendirilah yang tidak mau tunduk kepada kekuasaan Allah. Sebab itu, kesialan bukan datang dari Musa, melainkan ditimpakan oleh Allah kepada mereka.
“Namun, kebanyakan mereka tidak mau tahu."
Mereka tidak tahu atau tidak mau tahu segala kesukaran itu tidak ada sangkut-pautnya dengan Musa, seorang manusia yang tidak mempunyai daya apa-apa. Mereka tidak tahu atau tidak mau tahu bahwa segala yang kejadian, baik kesuburan bumi atau kemarau adalah termasuk hukum-hukum alam yang telah ditadbirkan dan diatur oleh Allah. Seharusnya, kalau mereka mau selamat dan tenteram, mereka kembalikanlah kepercayaan mereka kepada Allah sehingga Allah memberi hidayah dan petunjuk di dalam menghadapi berbagai kesulitan serta diberi ketenangan ketika diberi kebaikan.
Ayat 132
“Dan, mereka berkata, ‘Apa jua pun ketenangan yang engkau bawakan kepada kami, untuk menyihir kami dengan dia, tetapi kami tidaklah percaya kepada engkau.'"
Apa saja keterangan walaupun keterangan itu benar, mereka sudah memutuskan tidak mau percaya. Sebab, bagi mereka bukanlah kebenaran yang penting melainkan kekuasaan. Mereka berkuasa, mau apa? Kalau diberikan keterangan yang jelas, mereka katakan bahwa keterangan itu adalah sihir saja. Tongkat jadi ular, sihir! Tangan bercahaya putih adalah sihir. Allah tidak berkuasa. Yang berkuasa hanya kami, Fir'aun dan orang-orang besarnya. Dan, engkau wahai Musa adalah perusak, penghasut Bani Israil yang selama ini adalah rakyat kami yang patuh mengikut segala perintah kami, memikul yang berat-berat, menjemput yang jauh-jauh. Pendek kata, kami tidak percaya kepada engkau. Engkau adalah pangkal dari segala kesialan dalam negeri ini!