Ayat
Terjemahan Per Kata
لَأُقَطِّعَنَّ
sungguh aku akan memotong
أَيۡدِيَكُمۡ
tanganmu
وَأَرۡجُلَكُم
dan kakimu
مِّنۡ
dari
خِلَٰفٖ
berlainan
ثُمَّ
kemudian
لَأُصَلِّبَنَّكُمۡ
sungguh aku akan menyalibmu
أَجۡمَعِينَ
semuanya
لَأُقَطِّعَنَّ
sungguh aku akan memotong
أَيۡدِيَكُمۡ
tanganmu
وَأَرۡجُلَكُم
dan kakimu
مِّنۡ
dari
خِلَٰفٖ
berlainan
ثُمَّ
kemudian
لَأُصَلِّبَنَّكُمۡ
sungguh aku akan menyalibmu
أَجۡمَعِينَ
semuanya
Terjemahan
Pasti akan aku potong tangan dan kakimu dengan bersilang (tangan kanan dan kaki kiri atau sebaliknya) kemudian sungguh akan aku salib kamu semua.”
Tafsir
(Demi sesungguhnya aku akan memotong tangan dan kakimu dengan bersilang secara timbal balik) yakni tangan kanan setiap orang akan dipotong berikut kaki sebelah kirinya (kemudian sungguh-sungguh aku akan menyalibmu semuanya.").
Tafsir Surat Al-A'raf: 123-126
Fir'aun berkata, "Mengapa kamu beriman kepadanya sebelum aku memberi izin kepadamu? Sesungguhnya ini benar-benar tipu muslihat yang telah kamu rencanakan di kota ini, untuk mengusir penduduknya. Maka kelak kalian akan mengetahui (akibat perbuatan kalian ini).
Sesungguhnya akan aku potong tangan dan kakimu dengan bersilang (tangan kanan dan kaki kiri atau sebaliknya), kemudian sungguh aku akan menyalib kalian semuanya.”
Mereka (para penyihir) menjawab, “Sesungguhnya kami hanya akan kembali kepada Tuhan kami,
dan kamu tidak membalas dendam kepada kami, melainkan karena kami telah beriman kepada ayat-ayat Tuhan kami ketika ayat-ayat itu datang kepada kami." (Mereka berdoa), "Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan matikanlah kami dalam keadaan muslim (berserah diri kepada-Mu)."
Ayat 123
Allah ﷻ menceritakan tentang ancaman Fir'aun la'natullah terhadap para ahli sihirnya, ketika mereka beriman kepada Nabi Musa a.s. Juga menceritakan tentang apa yang ditampakkan oleh Fir'aun kepada khalayak ramai, yaitu berupa tipuan dan muslihatnya dalam memutarbalikkan kenyataan, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
“Sesungguhnya ini benar-benar tipu muslihat yang telah kamu rencanakan di kota ini, untuk mengusir penduduknya.” (Al-A'raf: 123)
Dengan kata lain, sesungguhnya kemenangan Musa di hari ini hanyalah sandiwara atas kesepakatan dan melalui persetujuan kalian sendiri. Karena itulah di dalam ayat lain disebutkan oleh firman-Nya:
“Sesungguhnya ia (Musa) adalah pemimpin kalian yang mengajarkan sihir Kepada kamu sekalian.” (Thaha 71)
Padahal dia dan semua orang yang mempunyai akal sehat mengetahui bahwa apa yang dikatakannya itu merupakan suatu yang kesalahan yang besar, karena sesungguhnya Nabi Musa a.s. begitu datang dari Madyan langsung mengajak Fir'aun untuk menyembah Allah. Lalu Musa memperlihatkan beberapa mukjizat yang jelas dan hujah-hujah yang mematahkan untuk membuktikan kebenaran dari apa yang disampaikannya.
Pada saat itu, Fir'aun langsung mengirimkan beberapa utusannya ke berbagai kota yang berada di bawah kekuasaannya untuk mengundang semua ahli sihir. Kemudian Fir'aun mengumpulkan semua ahli sihir dari berbagai negeri yang tunduk pada kekuasaannya di Mesir, mereka adalah ahli sihir pilihan hasil seleksi para pemimpin dari kaum Fir'aun. Lalu semuanya dihadapkan kepada Fir'aun, dan Fir'aun menjanjikan hadiah yang besar dan harta yang berlimpah kepada mereka.
Karena itulah para ahli sihir terdorong untuk memenangkan pertandingan tersebut di hadapan Raja Fir'aun. Nabi Musa a.s. sama sekali tidak mengenal seorang pun dari mereka, tidak pernah pula melihatnya, dan sama sekali tidak pernah bertemu dengan mereka. Fir'aun sendiri mengetahui hal tersebut. Maka sesungguhnya apa yang dikatakan oleh Fir'aun setelah semua utusannya kalah hanyalah semata-mata sebagai sikap untuk menutupi kelemahan dan kekalahannya di mata rakyatnya dan orang-orang yang tidak mengerti dari kalangan kaumnya.
Hal ini disebutkan oleh Allah ﷻ melalui Firman-Nya:
“Maka Firaun mempengaruhi kaumnya dengan perkataan itu), lalu mereka patuh kepadanya.” (Az-Zukhruf: 54)
Karena sesungguhnya di antara kaumnya terdapat orang-orang yang percaya kepada kata-kata Fir'aun yang disebutkan oleh firman-Nya:
“Akulah tuhan kalian yang paling tinggi.” (An-Naziat: 24)
Sesungguhnya orang-orang tersebut adalah makhluk Allah yang paling bodoh dan paling sesat.
As-Suddi mengatakan sehubungan dengan tafsirnya dalam suatu riwayatnya yang terkenal, bersumber dari Ibnu Mas'ud dan Ibnu Abbas serta sahabat lainnya mengenai makna firman-Nya:
“Sesungguhnya ini benar-benar tipu muslihat yang telah kamu rencanakan di kota ini.” (Al-A'raf: 123)
Musa a.s. berhadapan dengan para ahli sihir dan berkata kepadanya, "Bagaimanakah pendapatmu jika aku dapat mengalahkanmu, apakah kamu mau beriman kepadaku dan bersaksi bahwa apa yang aku sampaikan adalah benar?" Pemimpin ahli sihir itu menjawab, "Sungguh besok aku akan menggunakan sihir yang tidak dapat dikalahkan oleh sihir apa pun. Demi Allah, jika engkau dapat mengalahkan aku, maka saya sungguh akan beriman kepadamu dan benar-benar akan bersaksi bahwa engkau adalah benar," sedangkan Raja Fir'aun memandang keduanya.
Menurut para ulama tafsir, karena itulah Fir'aun mengatakan apa yang telah dikatakannya itu. Firman Allah ﷻ:
“Untuk mengusir penduduknya.” (Al-A'raf: 123)
Artinya kalian dan dia (Musa) telah sepakat-sehingga akhirnya negara dan kekuasaan dapat kalian rebut, kemudian kalian usir para pembesar dan para pemimpin dari negeri tersebut. Dengan demikian, kelak kekuasaan dan wewenang berada di tangan kalian.
“Maka kelak kalian akan mengetahui (akibat perbuatan kalian ini).” (Al-A'raf: 123)
Maksudnya, kelak kalian akan mengetahui apa yang akan aku lakukan terhadap kalian.
Ayat 124
Kemudian ancaman ini dijelaskan oleh firman selanjutnya:
“Sesungguhnya akan aku potong tangan dan kakimu dengan bersilang (tangan kanan dan kaki kiri atau sebaliknya).” (Al-A'raf: 124)
Yakni kaki kanan dipotong bersama tangan kiri, atau sebaliknya.
“Kemudian sungguh aku akan menyalib kalian semuanya.” (Al-A'raf: 124)
Di dalam ayat yang lain disebutkan melalui firman-Nya:
“Pada pangkal pohon kurma.” (Thaha: 71)
Yaitu disalib pada batang pohon kurma. Ibnu Abbas mengatakan bahwa orang yang mula-mula memberlakukan hukuman salib dan memotong kaki dan tangan secara bersilang adalah Raja Fir'aun.
Ayat 125
Para ahli sihir menjawab seperti yang terdapat dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya kami hanya akan kembali kepada Tuhan kami.” (Al-A'raf: 125)
Artinya, kami telah yakin bahwa sesungguhnya kepada-Nya-lah kami kembali, azab-Nya lebih keras daripada siksaanmu dan pembalasan-Nya lebih hebat daripada apa yang engkau ancamkan kepada kami hari ini. Dan ilmu sihir yang engkau paksakan kami melakukannya lebih besar dosanya ketimbang pembalasanmu. Maka sungguh kami akan bersabar hari ini dalam menghadapi siksaanmu, agar kami terbebaskan dari azab Allah.
Ayat 126
Karena itulah mereka mengatakan seperti yang disebutkan dalam Firman-Nya:
“Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami (Al-A'raf: 126)
Yakni curahkanlah kepada kami kesabaran dalam membela agama-Mu, dan teguhkanlah hati kami padanya.
“Dan matikanlah kami dalam keadaan muslim (berserah diri kepada-Mu)." (Al-A'raf: 126)
Maksudnya dalam keadaan mengikuti Nabi-Mu, yaitu Musa a.s.
Dan mereka mengatakan kepada Fir'aun, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
“‘Maka putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan. Sesungguhnya kamu hanya akan dapat memutuskan pada kehidupan di dunia ini saja. Sesungguhnya kami telah beriman kepada Tuhan kami, agar Dia mengampuni kesalahan-kesalahan kami dan sihir yang telah kamu paksakan kepada kami untuk melakukannya. Dan Allah lebih baik (pahala-Nya) dan lebih kekal (azab-Nya)’. Sesungguhnya barang siapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan berdosa, maka sesungguhnya baginya neraka Jahannam. Ia tidak mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup (untuk dapat bertobat). Dan barang siapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan beriman, dan telah beramal saleh, maka mereka itulah orang-orang yang memperoleh tempat-tempat yang tinggi (mulia).” (Thaha 72-75)
Pada pagi harinya mereka masih sebagai ahli sihir, tetapi pada akhirnya di petang hari mereka adalah para syuhada yang berbakti.
Ibnu Abbas, Ubaid ibnu Umair, Qatadah, dan Ibnu Juraij mengatakan bahwa mereka pada permulaan siang hari sebagai ahli sihir, kemudian pada petang harinya menjadi para syuhada.
Melihat mereka tidak kembali dan tetap teguh dengan keimanan mereka, Fir'aun lanjut mengancam, Aku bersumpah demi kekuasaanku, pasti akan aku potong tangan dan kakimu dengan bersilang; tangan kanan dan kaki kiri atau sebaliknya, kemudian dengan keadaan yang menyeramkan ini, aku benar-benar akan menyalib kamu semua, tanpa terkecuali, dengan mengikat kaki dan tangan kamu di batang pohon kurma. Itu semua dilakukan agar menjadi peringatan bagi siapa yang hendak menipu dan melawan kekuasaan Fir'aun. Ancaman itu tidak membuat mereka gentar sedikit pun. Keimanan sudah sangat merasuk ke dalam kalbu mereka. Mereka para pesihir menjawab, Sesungguhnya kami hanya akan kembali kepada Tuhan Pemelihara kami, menemui-Nya dengan kematian, dalam naungan rahmat dan kenikmatan ganjaran-Nya. Demikianlah, orang beriman tidak akan merasa gentar menghadapi ancaman dan penderitaan apa pun.
Dalam ayat ini diceritakan bahwa Firaun melanjutkan ancamannya kepada mereka; Pasti aku akan memotong tangan dan kakimu secara bersilang, kemudian sungguh aku akan menyalib kamu semua.
Demikianlah Firaun memandang para pesihir itu bersalah, akibat mereka beriman kepada Allah tanpa meminta izinnya lebih dahulu. Oleh sebab itu, ia merasa berhak dan berkuasa untuk menjatuhkan hukuman yang berat kepada mereka, dengan memotong tangan kanan dan kaki kiri atau sebaliknya. Sesudah itu masing-masing mereka akan disalibnya. Hukuman tersebut dimaksudkan juga untuk menakut-nakuti orang-orang lain yang berniat pula untuk melakukan tipu daya semacam itu terhadapnya atau bermaksud untuk memberontak dan membebaskan diri dari kekuasaannya.
Firaun sangat khawatir kalau rakyatnya, bangsa Mesir mengikuti pula jejak para pesihir itu untuk beriman kepada Musa a.s, karena hal itu akan mengakibatkan keruntuhan bagi kerajaan dan kekuasaannya sebagai tuhan bagi rakyatnya yang selama ini telah dipaksa untuk menyembahnya sebagai Tuhan. Di samping itu, ia mencoba pula untuk berbuat seolah-olah ia membela kepentingan rakyatnya yaitu memelihara kemerdekaan mereka serta melindungi agama mereka. Oleh sebab itu ia mengatakan bahwa para pesihir telah berkomplot dengan Musa untuk merebut kekuasaan Mesir dari negeri mereka sendiri.
Demikianlah umumnya sikap penguasa yang zalim dan angkara murka. Ia sangat khawatir apabila rakyatnya memalingkan muka kepada pemimpin yang lain. Namun bangsa yang punya harga diri dan ingin memelihara hak-hak azasinya, pasti akan bersatu padu menentang kekuasaan yang zalim itu, betapa pun hebatnya sang penguasa.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
AHLI-AHLI SIHIR DIKUMPULKAN
Perintah Fir'aun telah disampailkan ke seluruh negeri, utusan-utusan sudah dikirim buat menjemput ahli-ahli sihir itu dan mereka pun telah berkumpul di ibukota kerajaan menghadap Fir'aun,
Ayat 113
“Dan, datanglah ahli-ahli sihir itu kepada Fir'aun dan mereka berkata, Sesungguhnya tentulah untuk kami ada upah jika adalah kami menang."
Mereka telah menentukan syarat terlebih dahulu pada Fir'aun bahwa kalau mereka menang, mereka akan diberi upah yang sepadan. Membaca ayat-ayat ini tampaklah oleh kita bahwa ahli-ahli sihir itu bukanlah orang yang merasa bahwa negeri itu adalah negerinya. Belum selesai pekerjaan, mereka telah minta upah. Mereka tahu bahwa raja mereka sedang terdesak. Mereka tahu bahwa mereka sangat diperlukan. Kata orang sekarang, mereka mengemukakan kondisi. Atau boleh jadi juga, selama ini mereka tidak dipandang ada harga buat kerajaan, jadi termasuk golongan yang dilupakan. Atau telah kerap kali tertipu oleh orang-orang kerajaan dengan janji-janji yang kosong. Dan, terbayang pula di sini bahwa mereka pun belum tahu apakah hakikat dari “sihir" Musa itu sehingga mereka yakin saja bahwa mereka akan menang. Lantaran itu me
reka telah mengemukakan minta upah dan meyakinkan akan menang itu, Fir'aun pun dengan tidak ragu-ragu menjawab:
Ayat 114
“Dia jawab, ‘Ya! Malahan kamu akan jadi orang-orang yang didekatkan.'"
Artinya, kalau pertandingan sihir mereka itu berhasil dengan kemenangan yang gilang-gemilang, mereka akan diberi upah yang sepadan. Bukan saja upah bahkan mereka akan dijadikan orang “yang dekat ke istana", boleh keluar masuk istana bila saja mereka merasa perlu atau diperlukan. Sebab, dengan datangnya Musa dan Harun membawa sihir baru ini, istana sudah sangat memerlukan adanya suatu “badan" yang khusus mengatur dan mengolah soal-soal yang berkenaan dengan sihir sehingga rakyat bertambah tunduk kepada kerajaan.
Setelah terdapat persetujuan di antara tukang-tukang sihir dengan upah dan janji bahwa mereka akan dijadikan orang-orang terdekat ke istana itu, diadakanlah pertemuan pertandingan sihir itu. Di dalam surah Thaahaa ayat 58-59 dan seterusnya, dijelaskan bahwa pertandingan besar ini diadakan ialah atas persetujuan kedua belah pihak, Fir'aun dan Musa, Diadakan pada hari raya besar, hari orang berhias-hias dan kota pun dihiasi pula dan waktunya pun ditentukan menjelang tengah hari sedang orang sangat ramai karena disuruh berkumpul, berdatangan dari mana-mana. Ketika itulah mulai berhadapan di antara sihir itu dengan Musa.
Ayat 115
“Mereka berkata, ‘Hai, Musa! Engkaukah yang akan melemparkan (lebih dahulu) atau kamikah yang akan terlebih dahulu melemparkan?'"
Tersebut di sini perkataan melemparkan. Sebab, sejak pertemuan di istana dahulu itu, yang di sana Musa melemparkan tongkat dan mereka pun bersedia akan melemparkan sihir mereka pula yang terdiri daripada tongkat-tongkat dan bergulung-gulung tali.
Tantangan mereka, siapa kita yang dahulu apakah engkau atau kami, membuktikan bahwa mereka masih yakin bahwa sihir merekalah yang akan menang.
Ayat 116
“Dia jawab, ‘tempatkanlah!'"
Dengan jawaban begini Musa telah memberikan kesempatan kepada mereka, biar mereka yang terlebih dahulu melemparkan. Lalu, mereka lemparkan.
“Maka, tatkala telah mereka lemparkan, mereka sihirlah mata manusia dan mereka pertakut-takuti mereka dan datanglah mereka dengan sihir yang besar."
Di ayat ini sudah kelihatan kelemahan sihir itu dan bedanya dengan mukjizat. Yaitu bahwa keahlian mereka ialah menyihir mata manusia dan mempertakut-takuti, artinya tidak sebenarnya, hanya dari keahlian saja. Di dalam surah Thaahaa ayat 66 diterangkan bahwa mereka berusaha menimbulkan khayat, seakan-akan tongkat-tongkat dan tali-tali yang mereka lemparkan itu menjalar-jalar di atas bumi. Jadi bukan sebenarnya menjalar melainkan terbayang seakan-akan menjalar. Menurut Imam al-Jashshash dalam tafsirnya, Ahkam Al-Qu'ran, mereka celup atau cat tali-tali itu dengan cat air raksa sehingga berkilat-kilat dan kalau kena cahaya panas, dia kelihatan seakan-akan terangkat ke atas. Pendeknya dapatlah disimpulkan bahwa semuanya yang mereka kemukakan ini adalah permainan sulap belaka yang mengejutkan kalau terpandang dari jauh atau sepintas lalu. Di dalam surah Thaahaa diterangkan bahwa sepintas lalu cemas dan takut Musa melihat khayat itu. Bukan takut untuk dirinya melainkan takut orang banyak, terutama Bani Israil akan tertipu dan terpesona oleh sihir khayat itu. Dalam ayat ini, Al-Qur'an mengakui bahwa mereka telah mendatangkan sihir yang besar. Memang semuanya itu hanya sihir dan persangkaan orang besar-besar di istana terhadap tongkat dan tangan Musa pun
adalah sihir yang nyata juga. Mereka belum tahu perbedaan soal.
Niscaya semua pandangan mata ketika itu tertuju kepada Musa.
Ayat 117
“Dan, Kami wahyukantah kepada Musa, ‘tempatkanlah tongkatmu itu.'"
Setelah wahyu yang beliau tunggu-tunggu itu datang, tongkat pun beliau lemparkan. Tiba-tiba menjelmalah dia menjadi seekor ular besar.
“Tiba-tiba ditelannya apa yang mereka pertunjukkan itu."
Menurut ayat ini, ‘talqafu', artinya ditelannya. Setengah ahli tafsir menafsirkan menurut arti asli dari telan, yaitu bahwa tongkat-tongkat dan tali-tali yang terkhayat sebagai mejalar itu ditelan satu per satu oleh tongkat Musa itu sehingga habis masuk perutnya. Dan, tidak ada yang sempat lari, setelah habis ditelannya semua, dia kembali menjadi tongkat dan dipungut kembali oleh Nabi Musa. Sedang besarnya tidak bertambah dan beratnya begitu juga. Atau boleh juga kita artikan bahwa setelah tongkat Musa menjelma menjadi ular walaupun segala tali dan tongkat-tongkat itu tidak sampai benar-benar ditelannya, tetapi segala komidi, segala khayat tukang sihir, segala cara mempertakut-takuti orang itu, telah habis ditelan bersih oleh tongkat Musa itu. Sebab, orang yang melihat bukan lagi melihat khayat melainkan melihat yang sebenarnya. Bukan melihatnya seakan-akan menjalar, tetapi betul-betul menjalar.
Ayat 118
“Maka, tetaplah yang benar dan batallah segala apa yang mereka perbuat itu."
Yang benar ialah mukjizat atau tanda kebesaran Allah yang diperlihatkan dengan perantaraan tongkat Nabi Musa dan yang batal ialah khayat yang telah dikalahkan oleh hakikat atau yang terbayang-bayang telah dikalahkan oleh kenyataan.
Di dalam beberapa kitab tafsir pun bertemu “tambahan" cerita yang mengubah maksud inti sari Al-Qur'an dari satu pelajaran kepada suatu dongeng.
Ibnul lshaq menceritakan bahwa ahli sihir yang hadir 15.000 orang banyaknya dan tali-tali yang mereka bawa terkumpul setinggi gunung. As-Suddi mengatakan jumlah mereka lebih dari 30.000 orang. Al-Qassim bin Abu Buzzah menyatakan jumlahnya 70.000. Dan, ada lagi riwayat lain yang lebih dahsyat dari itu. Akan tetapi, di dalam Kitab Perjanjian Lama (Keluaran), hanya dikatakan bahwa ahli-ahli hikmah dan tukang sihir dipanggil oleh Fir'aun, disuruh melemparkan tongkat-tongkat mereka, tetapi tongkat-tongkat mereka itu ditelan oleh tongkat Musa. Sebagai juga di dalam Al-Qur'an, tidak disebut-sebut 15.000 atau 30.000 ataupun 70.000 orang itu.
Ayat 119
“Lantunan itu kalahlah mereka semua di sana dan berbaliklah mereka menjadi kecil."
Kalah mereka, khayat telah dikalahkan oleh hakikat. Sihir telah dipatahkan oleh mukjizat. Kegembiraan yang tadinya berkobar-kobar karena keyakinan akan menang karena mengharap upah “dekat" ke istana, berbalik menjadi perasaan jatuh, kecil harga diri. Dan, dengan sendirinya yang besar dalam pertandingan itu ialah Musa sebab dia yang menang. Kekecilan diri itu niscaya lebih terasa oleh ahli-ahli sihir itu, sebab mereka semuanya adalah saahirun alim, ahli sihir yang berpengetahuan. Terasalah dalam hati mereka, bahwa pengetahuan yang mereka banggakan selama ini tidak ada harganya sepersen pun di hadapan kenyataan mukjizat itu. Tahulah mereka bahwa yang mereka hadapi sekarang ini bukan sihir. Kalau sihir, pasti dapat mereka kalahkan. Besar sekali kemungkinan, karena negeri mereka jauh-jauh tidak ada orang yang
memberitahukan terlebih dahulu bagaimana kejadian yang pertama di istana itu. Oleh ka-rena sekarang mereka telah tahu benar karena mereka memang orang-orang yang berpengetahuan, bahwa yang dihadapi ini bukan sihir, tetapi kebesaran Allah, tunduklah mereka.
Ayat 120
“Dan, tunduklah sihir itu bersujud."
Ayat 121
“Mereka katakan, ‘Kami telah percaya kepada Tuhan Pemelihana sekalian alam,
Ayat 122
“(Yaitu) Tuhan Musa dan Harun."
Melihat tongkat menelan tali dan tongkat-tongkat lain atau menelan segala khayat buatan itu, mereka yang mengetahui hakikat sihir yang sebenarnya, yakinlah sudah bahwa yang mereka hadapi ini bukan sihir. Ini benar-benar kekuasaan Allah. Mereka adalah orang-orang yang jujur kepada ilmu. Memungkiri kenyataan ini adalah memungkiri suara hati mereka sendiri. Sebab, itu, apa yang akan terjadi walaupun upah tidak akan jadi diterima dan tidak pula akan jadi diangkat menjadi orang-orang yang dekat ke istana, di hadapan khalayak ramai, di hadapan Fir'aun dan orang-orang besarnya, dengan serempak mereka sujud. Mereka sujud tidak lagi menghadapi Fir'aun, tetapi menujukan hati ke hadirat Allah, penguasa seluruh alam, penguasa Fir'aun pun. Yaitu, Tuhan Musa dan Harun.
Dengan menyebut kata yang tegas itu, berarti mereka di hadapan khalayak ramai telah membebaskan diri, secara demonstratif dari menuhankan Fir'aun dan pulang kepada Allah Yang Maha Esa. Mereka tidak lagi memikirkan apa bahaya yang akan menimpa mereka, memberi malu Fir'aun di dalam pertemuan yang amat besar itu.
Ayat 123
“Berkata Fir'aun, ‘Kamu percaya kepadanya sebelum aku beri izin kepada kamu.'"
Padahal kamu semuanya adalah orang yang aku upah dan akan aku beri pangkat pula. Dan, di tempat seramai ini aku kamu beri malu? “Sesungguhnya ini adalah suatu tipu daya yang telah kamu pertipu dayakan dalam negeri ini untuk mengeluarkan penduduknya dari dalamnya."
Artinya, kamu rupanya telah sekongkol terlebih dahulu dengan Musa hendak melakukan suatu tipu daya yang jahat, memberiku malu di hadapan khalayak ramai dengan tujuan hendak merebut kekuasaan kami dan setelah beliau berkuasa kelak, kalian usir kami dari negeri ini.
“Lantunan itu kamu akan tahu sendiri!"
Tersebut di dalam surah Thaahaa ayat 71: Fir'aun malah menuduh Musa itulah guru me-reka. Itulah tuduhan yang ditimpakan Fir'aun kepada ahli-ahli sihirnya sendiri. Hal yang nyata telah diputar-balikkan, mereka telah dituduh berkhianat padahal duduk soal bukan demikian. Namun, karena dia yang berkuasa, tuduhannya itulah yang dianggap benar. “Kamu awas!" Aku pasti mengambil tindakan.
Lalu, Fir'aun dengan segera menentukan hukum bagi mereka. Dan, apabila hukum pasti dari Fir'aun telah jatuh, alat-alat kekuasaannya hanya tinggal menjalankan saja.
Ayat 124
“Sungguh akan aku potong tangan kamu dan kaki kamu cana berselang kemudian itu akan aku salibkan kamu semuanya."
Inilah keputusan Fir'aun, sebagai hukum kepada ahli-ahli sihir itu yang telah menyatakan iman kepada Allah, Tuhan sarwa sekalian alam di hadapan orang banyak. Mula-mula akan dipotong tangan kaki cara berselang, yaitu kalau dipotong tangan kanan, kaki yang dipotong ialah yang kiri.
Sudah begitu ngeri keputusan hukuman yang dijatuhkan kepada mereka bahwa sesudah tangan dari kaki dipotong secara berselang lalu akan disalibkan pula, yaitu di gantungkan di atas kayu palang atau disula, yang berarti hukuman mati. Fir'aun tentu menyangka bahwa mereka akan takut dan dengan demikian juga seluruh rakyat, terutama Bani Israil tentu akan takut buat memecahkan kesetiaan kepada Fir'aun walaupun sedikit. Namun, beliau telah berhadapan dengan iman. Ahli-ahli sihir itu telah bertemu dengan yang mereka cari selama hidup, yaitu Allah, Tuhan yang sebenarnya. Kalau yang demikian telah bertemu, tidak ada lagi suatu kekuatan pun dalam alam ini yang dapat membelenggu hati seseorang. Sebab, iman yang demikian itulah hakikat hidup yang sebenarnya. Oleh sebab itu, ketika Fir'aun menyatakan hukum itu, tidak seorang pun yang gentar dan takut, malahan:
Ayat 125
“Mereka menjawab, ‘Sesungguhnya kami akan pulang kepada Tuhan kami."
Ayat 126
“Dan, tidaklah engkau mendendam kepada kami melainkan karena kami telah percaya kepada ayat-ayat Tuhan kami."
Di ayat 125 itu mereka telah memberikan jawaban yang tegas bahwa mereka sedikit pun tidaklah gentar akan menerima hukuman yang amat kejam dan sadis itu. Sebab, keimanan kepada Allah itu, bukanlah semata-mata menimbulkan keberanian menghadapi hidup. Bahkan juga berani mati. Sebab, dengan mati itulah seorang Mukmin bertemu dengan kekasihnya, Tuhannya. Apalagi kalau mati itu syahid karena keyakinan kepada-Nya. Bagi seorang Mukmin, itulah mati yang paling-mulia. Apa yang akan ditakutkan kepada mati padahal segala makhluk mesti mati. Bahkan mati itupun menjadi kerinduan; kalau disalahkan orang karena hanya percaya kepada Allah.
Lalu, sebelum mereka menjalankan hukuman, mereka lepaskanlah kata-kata yang amat menusuk hati Fir'aun yang selama ini belum pernah dibantah oleh seorang jua pun. Bahwasanya mereka hendak dihukum begitu kejam, tidak lain karena dendam belaka. Dendam sebab mereka tidak percaya lagi kepadanya sebagai Tuhan, Mereka telah kembali kepada Tuhan yang sebenarnya yang tidak ada satu tuhan pun melainkan Dia. Setelah mereka melihat dengan nyata, dengan mata dan dengan ilmu yang ada pada mereka bahwa penjelmaan tongkat Musa menjadi ular itu, benar-benar di atas dari kekuasaan manusia. Sebab itu, hukuman yang akan dijatuhkan kepada mereka, bukanlah keadilan melainkan melepaskan dendam sakit hati. Kemudian mereka hadapkanlah lagi wajah dan hati mereka kepada Allah, Tuhan sarwa sekalian alam, yang mereka telah merasa berbahagia menerima maut karena iman kepada-Nya.
“Ya Tuhan kami! Lapangkanlah kami dalam keadaan sabar dan wafatkanlah kami di dalam Islam."
(ujung ayat 126)