Ayat
Terjemahan Per Kata
وَلَقَدۡ
dan sesungguhnya
خَلَقۡنَٰكُمۡ
Kami telah menciptakan kamu
ثُمَّ
kemudian
صَوَّرۡنَٰكُمۡ
Kami membentuk rupa (tubuh)mu
ثُمَّ
kemudian
قُلۡنَا
Kami katakan
لِلۡمَلَٰٓئِكَةِ
kepada para malaikat
ٱسۡجُدُواْ
bersujudlah kamu
لِأٓدَمَ
kepada Adam
فَسَجَدُوٓاْ
maka mereka bersujud
إِلَّآ
kecuali
إِبۡلِيسَ
iblis
لَمۡ
tidak
يَكُن
dia ada
مِّنَ
dari/termasuk
ٱلسَّـٰجِدِينَ
orang-orang yang bersujud
وَلَقَدۡ
dan sesungguhnya
خَلَقۡنَٰكُمۡ
Kami telah menciptakan kamu
ثُمَّ
kemudian
صَوَّرۡنَٰكُمۡ
Kami membentuk rupa (tubuh)mu
ثُمَّ
kemudian
قُلۡنَا
Kami katakan
لِلۡمَلَٰٓئِكَةِ
kepada para malaikat
ٱسۡجُدُواْ
bersujudlah kamu
لِأٓدَمَ
kepada Adam
فَسَجَدُوٓاْ
maka mereka bersujud
إِلَّآ
kecuali
إِبۡلِيسَ
iblis
لَمۡ
tidak
يَكُن
dia ada
مِّنَ
dari/termasuk
ٱلسَّـٰجِدِينَ
orang-orang yang bersujud
Terjemahan
Sungguh, Kami benar-benar telah menciptakan kamu (Adam), kemudian Kami membentuk (tubuh)-mu. Lalu, Kami katakan kepada para malaikat, “Bersujudlah kamu kepada Adam.” Mereka pun sujud, tetapi Iblis (enggan). Ia (Iblis) tidak termasuk kelompok yang bersujud.
Tafsir
(Sesungguhnya Kami telah menciptakanmu) maksudnya ayah kamu yaitu Adam (lalu Kami bentuk tubuhmu) Kami membentuk tubuhnya sedangkan kamu masih berada di dalam sulbinya (kemudian Kami katakan kepada para malaikat, "Bersujudlah kamu kepada Adam,") sebagai penghormatan, yaitu dengan menundukkan punggung (maka mereka pun bersujud kecuali iblis) yaitu kakek moyang bangsa jin yang ada di antara malaikat (dia tidak termasuk mereka yang bersujud).
Tafsir Surat Al-A'raf: 11
Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), kemudian Kami membentuk tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada para malaikat, "Bersujudlah kamu kepada Adam," maka mereka pun bersujud kecuali iblis. Dia (Iblis) tidak termasuk mereka yang bersujud.
Ayat 11
Melalui ayat ini Allah ﷻ mengingatkan kepada Bani Adam (manusia) tentang kemuliaan bapak mereka, yaitu Adam. Allah menjelaskan kepada mereka tentang perlawanan musuh mereka (yaitu iblis) dan kedengkian yang tersimpan di dalam diri iblis terhadap mereka dan bapak mereka, supaya mereka bersikap waspada terhadapnya dan jangan mengikuti jalan iblis. Untuk itu Allah ﷻ berfirman:
“Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), kemudian Kami membentuk tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada para malaikat, ‘Bersujudlah kamu kepada Adam’, maka mereka pun bersujud. (Al-A'raf: 11)
Makna ayat ini semisal dengan ayat lain yang disebutkan melalui firman-Nya:
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka apabila Aku telah menyempurnakan (kejadian)nya, dan Aku telah meniupkan roh (ciptaan)-Ku ke dalamnya, maka tunduklah kalian kepadanya dengan bersujud.” (Al-Hijr: 28-29)
Yaitu ketika Allah ﷻ menciptakan Adam a.s. Dengan tangan kekuasaan-Nya dari tanah liat, lalu Allah membentuknya sebagai manusia yang sempurna dan meniupkan ke dalam tubuhnya sebagian dari roh (ciptaan)-Nya. Maka Allah memerintahkan kepada semua malaikat untuk bersujud kepada Adam sebagai penghormatan kepada keagungan Allah ﷻ. Semua malaikat mendengar dan menaati perintah itu kecuali iblis, ia tidak mau bersujud.
Dalam permulaan tafsir surat Al-Baqarah telah kami terangkan perihal iblis. Apa yang kami tetapkan di sini merupakan pendapat yang dipilih oleh Ibnu Jarir yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud adalah Adam a.s.
Sufyan Ats-Tsauri meriwayatkan dari Al-A'masy, dari Minhal ibnu Amr dan dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya:
“Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), kemudian Kami membentuk tubuhmu.” (Al-A'raf: 11)
Bahwa mereka diciptakan di dalam tulang punggung kaum laki-laki, lalu mereka dibentuk di dalam rahim-rahim wanita. Atsar ini diriwayatkan oleh Imam Hakim. Imam Hakim mengatakan bahwa atsar ini shahih dengan syarat Imam Bukhari dan Imam Muslim, tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.
Dikutip pula dari Ibnu Jarir, dari sebagian ulama Salaf, bahwa makna yang dimaksud ialah anak cucu Adam a.s. Ar-Rabi' ibnu Anas, As-Suddi, Qatadah, dan Adh-Dhahhak telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu, lalu Kami bentuk tubuhmu.” (Al-A'raf: 11)
Yakni Kami ciptakan Adam, kemudian Kami bentuk anak keturunannya. Tetapi pendapat ini masih perlu dipertimbangkan, mengingat sesudahnya disebutkan oleh firman-Nya:
“Kemudian Kami katakan kepada para malaikat, ‘Bersujudlah kalian kepada Adam’.” (Al-A'raf: 11)
Maka hal ini menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah Adam.
Sesungguhnya hal ini diungkapkan dalam bentuk jamak, mengingat Adam adalah bapak umat manusia. Sebagaimana firman Allah ﷻ yang ditujukan kepada kaum Bani Israil yang ada di masa Nabi ﷺ melalui ayat berikut:
“Dan Kami naungi kalian dengan awan, dan Kami turunkan kepada kalian manna dan salwa.” (Al-Baqarah: 57)
Makna yang dimaksud adalah bapak moyang mereka yang hidup di masa Nabi Musa a.s. Tetapi mengingat hal tersebut merupakan karunia Allah yang telah diberikan kepada bapak moyang mereka yang merupakan asal mereka, maka seakan-akan hal tersebut terjadi pada anak-anak mereka.
Hal ini berbeda dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.” (Al-Muminun: 12)
Makna yang dimaksud ialah bahwa Adam diciptakan dari saripati tanah, sedangkan anak cucunya diciptakan dari nutfah (air mani). Pengertian ini dibenarkan, mengingat makna yang dimaksud dengan insan diartikan sebagai jenisnya tanpa spesifikasi tertentu.
Dan sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari ketiadaan, yaitu Nabi Adam dari tanah liat yang menjadi asal kejadian manusia di dunia, dengan mengukur dan memperkirakan semua bagian dengan tepat. Kemudian Kami membentuk tubuh-mu dengan sebaik-baik bentuk sesuai dengan kehendak Kami, seperti tinggi-pendek dan bentuk masingmasing anggota tubuh. Kemudian Kami berfirman kepada para malaikat, Bersujudlah kamu kepada Adam sebagai bentuk penghormatan kepadanya karena kemampuannya menyebutkan nama-nama benda yang tidak mampu sebutkan, sehingga ia berhak menjadi khalifah di dunia. Maka mereka, para malaikat, pun sujud sebagai penghormatan, bukan sujud ibadah, kecuali Iblis, satuan dari jin yang terbuat dari api. Ia, Iblis, tidak termasuk mereka yang bersujud. Allah mempertanyakan alasan penolakan Iblis untuk sujud kepada Adam. Dia berfirman, Apakah yang menghalangimu untuk menghormati Adam sehingga kamu tidak bersujud kepadanya ketika Aku menyuruhmu' Dengan penuh angkuh dan sombong, Iblis menjawab, Aku tidak pantas bersujud kepadanya karena aku lebih baik daripada dia sehingga aku tidak wajar bersujud kepadanya. Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah, dan api lebih baik daripada tanah.
Pada ayat ini diterangkan bahwa Allah telah menciptakan Adam a.s. yang akan disusul oleh keturunannya. Tentang penciptaan manusia, Al-Qur'an telah menceritakan secara rinci, baik penciptaan manusia pertama, yaitu Adam, maupun penciptaan keturunannya. Tentang penciptaan Adam, Al-Qur'an telah menginformasikan bahwa Nabi Adam diciptakan melalui empat tahapan sebelum tahapan penghembusan roh. Keempat tahapan tersebut ialah: a. Fase Turab, b. Fase thin, c. Fase hama' Masnun, dan d. Fase shalshal. Berikut penjelasannya.
Fase Pertama: Fase Tanah yang belum bercampur air (turab)
Ada beberapa ayat yang menjelaskan tentang fase ini sebagaimana yang terdapat pada Surah al-Kahf/18: 37, al-hajj/22: 5, ar-Rum/30: 20, Fajir/35: 11, Gafir/40: 67, dan Ali 'Imran/3: 59. Dua dari enam tempat tersebut berada pada surah Madaniyah, yaitu Ali 'Imran/3 dan al-hajj/22, selebihnya adalah pada surah-surah Makiyah.
Salah satu di antara ayat-ayat tersebut adalah:
Sesungguhnya perumpamaan (penciptaan) Isa bagi Allah, seperti (penciptaan) Adam. Dia menciptakannya dari tanah, kemudian Dia berkata kepadanya, "Jadilah!" Maka jadilah sesuatu itu. (Ali 'Imran/3: 59).
Dalam salah satu hadis yang diriwayatkan dari Abu Daud dan at-Tirmidzi disebutkan bahwa tanah yang menjadi bahan pokok untuk menciptakan Adam adalah diambil dari berbagai macam dan warna tanah yang terdapat pada seluruh lapisan tanah.
Dalam hadis tersebut disebutkan:
Allah menciptakan Adam dari satu genggaman (tanah) yang diambil dari seluruh penjuru bumi. Oleh karena itu, keturunan Adam sesuai dengan (warna) bumi. Di antara mereka ada yang berwarna merah, putih dan hitam (al-Khazin II: 118). Watak manusia juga berbeda, ada yang lemah lembut dan adapula yang keras.
Bermacam warna kulit manusia ditegaskan pada Surah ar-Rum/30: 22 yang berbunyi:
Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah penciptaan langit dan bumi, perbedaan bahasamu dan warna kulitmu. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui. (ar-Rum/30: 22)
Fase Kedua: Fase Tanah yang bercampur air (thin)
Fase kedua ini terdapat pada 8 tempat di 7 surah, yaitu: al-An'am/6: 2, al-A'raf/7: 12, al-Mu'minun/23: 12, as-Sajdah/32: 7, ash-shaffat/37: 11, shad/38: 71, 76, dan al-Isra'/17: 61. Seluruhnya adalah surah-surah Makiyah.
Salah satu di antara ayat-ayat tersebut ialah:
Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian Dia menetapkan ajal (kematianmu)? (al-An'am/6: 2)
Fase thin atau tanah liat adalah fase dimana setelah tanah dicampur dengan air. Karena air adalah prasyarat bagi semua makhluk yang hidup.
Fase Ketiga: Fase Lumpur hitam (hama' Masnun)
Fase ini terjadi setelah fase kedua berlangsung lama sehingga menjadi Lumpur hitam yang berbau dan berubah bentuk.
Fase ini disebutkan tiga kali dalam Surah al-hijr/15, yaitu pada ayat 26, 28 dan 33. Ayat 26 berbunyi:
Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering dari lumpur hitam yang diberi bentuk. (al-hijr/15: 26)
Fase Keempat: Fase Tembikar (shalshal kal Fakhkhar)
Fase ini diceritakan oleh Al-Qur'an pada empat tempat. Tiga tempat pada Surah al-hijr yang bersamaan dengan fase ketiga. Sedangkan yang keempat terdapat pada Surah ar-Rahman/55: 14.
Dalam surah ini, Allah berfirman:
Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar. (ar-Rahman/55: 14)
Lumpur hitam (hama' masnun) seperti pada fase ketiga, lalu diberi bentuk sebagaimana manusia dalam keadaan berlubang atau kosong.
Bentuk manusia yang diciptakan Allah adalah bentuk yang terbaik dari hewan-hewan yang ada. Dalam Surah At-Tin/95: 4, Allah berfirman:
Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.(at-Tin/95: 4)
Keadaan ini (calon manusia yang sudah dibentuk) jika kering karena panas matahari misalnya, dinamakan shalshal. Dinamakan demikian karena benda ini jika tertiup angin akan bersuara (shalshalah).
Setelah fase ini, barulah masuk fase berikutnya, yaitu fase penghembusan roh dimana "orang-orangan" dari tanah liat itu, atas izin Allah, akhirnya menjadi manusia yang hidup dan bisa bergerak yang disebut dengan "basyar" (al-Khazin III: 64, al-Maragi XIV: 21).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Setelah menerangkan bahwa Allah telah banyak membinasakan negeri atau desa karena tidak peduli akan petunjuk yang dibawakan oleh rasul, dan sampai kepada pertimbangan yang adil kelak di akhirat, datanglah sambungan ayat Allah, yang meninggalkan kesan dalam jiwa orang yang beriman tentang patut atau tidaknya makhluk durhaka kepada Allah.
Ayat 10
“Dan sesungguhnya telah kami tetapkan kamu di bumi dan telah Kami jadikan untuk kamu di dalamnya berbagai penghidupan."
Mendengar bunyi ayat ini, timbullah pertanyaan dalam hati manusia yang berpikir: adakah patut dia mendurhaka kepada Allah, padahal dia sebagai manusia telah diberi ketetapan hidup dalam bumi ini? Orang-orang yang lebih ahli dan telah menyelidiki lebih dalam betapa asal mula manusia diberi ketetapan hidup dalam bumi ini akan kagum mendengar ketentuan ayat ini. Dengan ukuran lebih tertentu dari matahari dan bulan, bisalah manusia mendiami bumi ini tempat hidup.
Menurut penyelidikan ahli-ahli dan penyelidikan mereka, yang baru diketahui sekarang hanyalah bintang yang bernama bumi ini saja yang menyediakan hidup bagi manusia. Manusia tidak dapat hidup dalam matahari atau di bulan atau di bintang lain. Di bumi inilah manusia mendapat ketetapan hidup. Kemudian, dijadikan pula di dalam bumi itu berbagai ragam mata penghidupan. Di dalam surah al-Baqarah (ayat 29) dijelaskan bahwa Dia telah menjadikan untukmu apa yang ada di atas bumi ini semuanya. Namun, sebagaimana yang telah diriyatakan pada ayat ketiga tersebut,
“Sedikitlah kamu yang berterima kasih."
Tidaklah terhitung betapa banyak nikmat yang diberikan Allah kepada manusia sehingga dia bisa menetap hidup dalam bumi ini. Matahari tetap bersinar, tidak terlalu dekat sehingga manusia mati kepanasan dan tidak terlalu jauh sehingga manusia mati kediriginan dan tetap pembagian siang dan malam sehingga hidup manusia tidak kacau. Air tetap ada untuk makanan dari hasil bumi selalu keluar sehingga tidak mati kelaparan.
Namun sayang, karena terlalu banyak mendapat nikmat yang teratur itu, terlalu sedikit manusia yang insaf dan berterima kasih kepada Allah dan terlalu banyak yang lupa sehingga menempuh jalan yang salah. Sebab yang terutama ialah karena mereka tidak mau mengenal siapa dirinya, dari mana asal datangnya, mengapa dia sampai diberi ketetapan hidup di bumi. Kalau dia sadar akan hal itu, niscaya manusia akan berterima kasih kepada Allah.
Ayat 11
“Dan sesungguhnya telah Kami jadikan kamu dan telah Kami beri kamu rupa"
Ingatlah itu supaya kamu insaf dan berterima kasih kepada Allah. Bahwa Allah telah menjadikan kamu sebagai insan, asalnya ialah dari tanah liat atau dari setetes mani (maa-in laazibiri). Baik kejadian nenek moyangmu sebagai manusia pertama atau kejadian dirimu sendiri sekarang ini, semuanya adalah dari tanah. Kemudian, tanah itulah yang melalui berbagai proses sehingga jadi mani, jadi segumpalan air (nuthfah), kemudian jadi segumpal darah (alaqah), kemudian menjadi segumpalan daging (mudhghah), terus dijadikan tulang, terus diselimuti dengan daging, terus diberi bentuk rupa atau wajah yang elok ini. Demikianlah manusia sekalian. Dan dari tanah pula nenek moyang kita dahulu, yaitu Adam a.s. diciptakan sampai menjadi tubuh, diberi rupa dan diberi nyawa.
“Kemudian itu telah Kami katakan kepada malaikat, ‘Sujudlah kepada Adam!' Maka sujudlah mereka kecuali iblis. Tidaklah ada dia dari mereka yang sujud."
Ayat 12
“Dia berfirman, ‘Apakah yang menghambat engkau sampai tidak sujud ketika Aku perintahkan engkau?"
Bunyi pertanyaan Allah ini amat dalam bust diperhatikan. Apa yang menghambat engkau sampai tidak mau sujud. Adakah perintah atau larangan lain yang lebih tinggi dari perintah atau larangan Allah sehingga perintah Allah sendiri tidak engkau jalankan?
“Dia menjawab, ‘Aku lebih baik dari dia. Engkau telah menjadikan daku dari api dan Engkau telah menjadikannya dari tanah.'"
Dalam jawaban ini sudah nyata bahwa iblis masih tetap memandang bahwa tidak ada Tuhan yang selain Allah yang menyuruh menentang perintah Allah, melainkan dirinya sendirilah yang merasa keberatan, bukan atas desakan yang lain. Sebab, dia merasa dia lebih mulia. Allah menjadikannya dari api, sedangkan manusia dia jadikan dari tanah. Menurut anggapan iblis, api lebih mulia daripada tanah. Oleh sebab itu, dia lebih mulia dari manusia. Yang lebih mulia tidak patut bersujud kepada yang kurang mulia.
Di sini, tampak bukan lagi perintah Allah yang penting bagi iblis, melainkan kedudukan diri sendiri. Kalau kita perdalam lagi, Allah menyuruh sujud itu bukanlah karena soal mana yang lebih mulia dan mana yang kurang mulia. Soalnya ialah perintah dari Allah sendiri. Api dan tanah adalah sama-sama makhluk Allah. Makhluk hendaklah taat kepada perintah Khaliqnya, Malaikat semuanya mengerti soal itu, hanya iblis yang tidak. Bukan dia tidak mengerti, tetapi dia membesarkan diri. Dengan sebab tidak sujud, dia telah melanggar apa yang diperintahkan oleh Allah.
Tentang hal ini menulislah Ibnu Katsir di dalam tafsirnya, “Dan perkataan iblis yang dikutuk Allah itu bahwa aku lebih baik daripadanya, adalah suatu pengelakan diri yang lebih besar daripada dosa. Seakan-akan dia tidak mau tunduk taat kepada perintah Allah karena merasa dirinya lebih mulia dan yang lebih mulia tidaklah layak bersujud kepada yang kurang mulia. ‘Saya lebih mulia daripadanya, bagaimana Engkau suruh sujud aku kepadanya?' Kemudian, dikatakannya bahwa dia lebih mulia, sebab dia dijadikan dari api dan api lebih mulia daripada tanah. Si iblis terkutuk itu lebih melihat pada unsur asal kejadian, tidak memandang pada kemuliaan Mahabesar yang lebih dari semua dan ruh-Nya sendiri pula yang ditiupkan kepada tubuh itu sehingga dia bernyawa. Oleh sebab itu, iblis telah membuat suatu perbandirigan yang salah." Kata Ibnu Katsir selanjutnya, “Dia menyangka api lebih mulia daripada tanah, padahal tanah adalah tenang, pemaaf, sabar, dan teguh. Tanah adalah tempat bertumbuh dan berkembang dan bertambah dan perbaikan, sedangkan api tabiatnya hanya membakar, merusak dan selalu terburu-buru. Oleh karena itu, iblis telah mengkhianati unsur kejadiannya dan Adam telah mengambil manfaat pula dari unsur kejadiannya, dengan kembali, tenang, dan patuh dan menyerah kepada Allah, sudi mengakui dosa lalu meminta ampun." Sekian Ibnu Katsir.
Tersebut pula di dalam sebuah hadits yang dirawikan oleh Muslim di dalam Shahih-nya, daripada Aisyah Ummul Mu'minin:
“Berkata Aisyah, ‘Berkata Rasulullah, malaikat itu dijadikan daripada nur (cahaya) dan dijadikan iblis daripada nyala api dan dijadikan
Adam daripada apa yang telah diriyatakan sifatnya kepada kamu.'" (HR Muslim dari Aisyah)
Di dalam surah al-Kahf ayat 50 dijelaskanlah ketika mengisahkan pula perihal kedurhakaan iblis yang tidak mau sujud kepada Adam ketika diperintahkan Allah itu bahwa iblis itu adalah dari jin dan di dalam surah ar-Rahmaan ayat 15 telah dijelaskan pula bahwa Jin itu terjadi dari nyala api.
Niscaya pendurhakaan yang demikian besar telah menyebabkan murka Allah kepada iblis. Sebab kemurkaan pada tempat yang patut murka adalah salah satu tanda kebesaran Allah. Dan kalau Allah tidak murka pada tempat yang patut dimurkai, niscaya kuranglah kebesaran Allah. Mustahil kurang kebesaran Allah itu.
Ayat 13
“Berfirman Dia, Turunlah engkau daripadanya karena tidaklah patut engkau menyombong padanya."
Di dalam bahasa Arab dalam ayat ialah ihbith, artinya kita pilih “turunlah engkau". Kalimat habatha berarti “turun" dan berarti juga “jatuhlah engkau daripadanya" atau “meluncurlah engkau daripadanya". Tandanya adalah bahwa tempat itu adalah tempat yang mulia. Tempatyangmuliatidakusahdipikirkan terletak di langit. Orang yang tinggal di tempat datar, bisa juga jatuh karena dijatuhkan pangkatnya. Sejak si iblis merasa sombong dan lebih mulia, turunlah martabatnya, tidaklah dia berhak lagi menempati tempat yang mulia itu, dia diperintahkan merosot turun. Sebab, apabila orang telah mulai menyombong mulailah dia jatuh. Apalagi kesombongan itu telah dibuktikan dengan keengganan menjalankan perintah. Lanjutan ayat memperjelas lagi bagaimana jatuh hina iblis yang sombong itu.
“Maka keluarlah engkau! Sesungguhnya engkau adalah daripada golongan orang yang kecil."
Di sini tampak bahwasanya orang yang mulia merasa dirinya besar karena sombong, merosot turun menjadi kecil, tak ada harganya lagi. Hamba Allah sejati ialah yang merasa kecil dirinya di hadapan Allah dan taat akan perintah-Nya, itulah orang yang tinggi. Namun, bila telah merasa diri besar lalu menyombong, turunlah dia menjadi kecil dan diusir, tidak layak lagi duduk di tempat yang mulia.
Rupanya pengusiran bukan memberi kesadaran kepada iblis, melainkan menambah kesombongan dengan dendam. Oleh sebab itu,
Ayat 14
“Dia berkata, ‘Beri kesempatanlah aku, sampai kepada hari mereka akan dibangkitkan.'"
Di dalam ayat ini diriyatakan bahwa iblis memohon kepada Allah agar kepadanya diberi kesempatan menghadapi Adam dengan segala keturunannya itu, sejak dia disuruh keluar itu sampai kepada masa kebangkitan kelak, yaitu sampai berbangkit di hari Kiamat. Permohonannya itu dikabulkan oleh Allah.
Ayat 15
“Dia berfirman, ‘Sesungguhnya engkau daripada orang-orang yang diberi kesempatan.'"
Artinya bahwa permintaan engkau itu dikabulkan. Diberi kepada engkau kesempatan yang seluas-luasnya, sebagai engkau minta itu, sampai hari tertentu. Di dalam surah al-Hijr ayat 38, kita diberi penjelasan lagi bahwa permohonan iblis yang meminta diberi kesempatan hidup sampai manusia dibangkitkan itu, telah dikabulkan oleh Allah bahwa iblis diberi kesempatan sampai suatu waktu yang telah ditentukan. Artinya tidak terkabul permohonannya yang terlalu rakus itu, sampai manusia dibangkitkan. Sebab dengan permintaan itu dia mencoba meminta hendak mengelakkan maut. Menurut tafsir Ibnu Abbas waktu yang ditentukan itu ialah tiupan Sangkakald yang pertama, yang pada saat itulah semua yang bernyawa mati serentak, termasuk iblis. Tiupan Sangkakala yang kedua kali ialah tiupan menyuruh semua yang telah mati bangkit kembali. Tentang tiupan Sangkakala dua kali itu dapat dibaca di surah az-Zumar.
Ayat 16
“Dia berkata, ‘Demi sebab Engkau telah menyesatkan daku maka sungguh akan aku halangi mereka dari jalan Engkau yang lurus itu.'"
Allah telah menghukum dia termasuk golongan yang sesat, martabatnya telah dijatuhkan dari kedudukan yang mulia pada kehinaan, sesudah dianggap orang besar, sekarang sudah jatuh jadi kecil karena sombongnya. Dalam ayat ini diterangkan, dia tidak menyesal atas hukuman yang demikian, malahan sebagai pepatah bangsa kita dia telah bersikap: “Kepalang mandi, lebih baik basah kuyup". Jangan tanggung-tanggung. Oleh sebab itu, dia nyatakanlah maksudnya, yaitu kesempatan luas panjang yang diberikan kepadanya itu akan dipergunakannya menghalangi manusia itu dari jalan Allah yang lurus.
Ayat 17
“Kemudian itu."
Artinya setelah keinginan itu diberikan kepadanya, menghalangi manusia di dalam menempuh jalan Allah yang lurus, Ash-Shi-rathal Mustaqim, iblis menyatakan rencananya kepada Allah: “Aku akan mendatangi mereka dari hadapan mereka dan dari belakang mereka dan dari kanan mereka dan dari kiri mereka." Artinya, dari segala pelosok aku akan datang menghalangi jalan mereka itu dari muka belakang dari kanan dan dari kiri sehingga tidaklah mereka akan aku biarkan berjalan di atas jalan itu dengan mudah.
“Dan tidaklah akan Engkau dapati kebanyakan mereka itu berterima kasih."
Inilah yang dibayangkan Allah pada ayat 10 sebelumnya. Yaitu bahwasanya manusia telah diberi ketetapan buat hidup di atas bumi dan telah diberi berbagai ragam mata penghidupan, tetapi amat sedikitlah mereka yang berterima kasih kepada Allah atas rahmat yang dilimpahkan Allah kepada manusia. Dengan ujung ayat 17 ini Allah memberi peringatan kepada kita bahwa sebab yang terbesar makanya manusia tidak berterima kasih ialah karena mereka telah kena oleh rencana per-dayaan setan dan iblis! Telah kena subversi dengan berbagai gangguan dari setan dan iblis.
Ayat 18
“Dia berfirman, ‘Keluarlah engkau daripadanya dalam keadaan terhina dan …"
Kemurkaan Allah ini telah ditegaskan karena si iblis benar-benar telah menyatakan maksud jahatnya. Dan dia tidak dihalangi buat melangsungkan maksudnya itu. Namun, Allah memberikan ketegasan,
“Sesungguhnya barangsiapa yang mengikuti engkau dari mereka, sesungguhnya akan Aku penuhkan Jahan-nam dengan kamu sekalian."
Dapat kita simpulkan bunyi ayat bahwa dengan murka Allah, iblis diusir dengan hina dari tempat yang mulia itu. Dia boleh menjalankan rencananya yang jahat itu. Namun, awaslah karena barangsiapa yang memasuki tipu daya iblis itu akan dimasukkan ke dalam jahannam bersama-sama si iblis. Dengan ini, si iblis diancam dan orang-orang yang mengikutinya itu pun diancam. Keduanya kelak akan menjadi isi neraka.
Kisah dari Adam dan Iblis ini diulang-ulangi Allah di dalam beberapa surah. Sejak surah al-Baqarah, al~A'raaf, al-Hijr, al-lsraa', al-Kahf, dan Thaahaa, semuanya yang satu melengkapkan yang lain. Di dalam surah al-Hijr ayat 42 dan di dalam surah al-lsraa1 ayat
65, disebutkan sambutan Allah kepada iblis ketika dia meminta kesempatan hendak mem-perdayakan manusia itu bahwa Allah dengan tegas menjawab, bahwa hamba-hamba-Ku atau orang-orang yang menghambakan dirinya kepada-Ku tidaklah dapat engkau kuasai. Dan dahulu di dalam surah al-Baqarah ayat 38 pun ditegaskan pada pesanan Allah ketika Adam dan Hawa disuruh keluar dari dalam surga itu bahwa barangsiapa yang mengikuti akan petunjuk-Ku tidaklah dia ketakutan atas mereka dan tidak pula akan ada duka cita! Artinya usah gentar gangguan iblis!