Ayat
Terjemahan Per Kata
حَقِيقٌ
sebenarnya
عَلَىٰٓ
atas
أَن
bahwa
لَّآ
tidak
أَقُولَ
mengatakan
عَلَى
atas/terhadap
ٱللَّهِ
Allah
إِلَّا
kecuali
ٱلۡحَقَّۚ
benar
قَدۡ
sesungguhnya
جِئۡتُكُم
aku datang kepadamu
بِبَيِّنَةٖ
dengan bukti-bukti nyata
مِّن
dari
رَّبِّكُمۡ
Tuhan kalian
فَأَرۡسِلۡ
maka lepaskanlah
مَعِيَ
bersama aku
بَنِيٓ
orang-orang
إِسۡرَٰٓءِيلَ
Israil
حَقِيقٌ
sebenarnya
عَلَىٰٓ
atas
أَن
bahwa
لَّآ
tidak
أَقُولَ
mengatakan
عَلَى
atas/terhadap
ٱللَّهِ
Allah
إِلَّا
kecuali
ٱلۡحَقَّۚ
benar
قَدۡ
sesungguhnya
جِئۡتُكُم
aku datang kepadamu
بِبَيِّنَةٖ
dengan bukti-bukti nyata
مِّن
dari
رَّبِّكُمۡ
Tuhan kalian
فَأَرۡسِلۡ
maka lepaskanlah
مَعِيَ
bersama aku
بَنِيٓ
orang-orang
إِسۡرَٰٓءِيلَ
Israil
Terjemahan
Wajib atasku tidak mengatakan (sesuatu) terhadap Allah, kecuali yang hak (benar). Sungguh, aku datang kepadamu dengan membawa bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka, lepaskanlah Bani Israil (pergi) bersamaku.”
Tafsir
("Aku lebih berhak) lebih pantas (untuk) agar (tidak mengatakan sesuatu terhadap Allah kecuali yang hak) menurut suatu qiraat dibaca tasydid ya-nya; haqiiqun adalah mubtada sedangkan khabarnya adalah an dan kalimat sesudahnya (Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa bukti yang nyata dari Tuhanmu, maka lepaskanlah pergi bersamaku) menuju ke negeri Syam (Bani Israel.") kaum Bani Israel itu selalu ditindas oleh Firaun.
Tafsir Surat Al-A'raf: 104-106
Dan Musa berkata, "Wahai Fir'aun, sesungguhnya aku ini adalah seorang utusan dari Tuhan semesta alam,
aku wajib mengatakan yang sebenarnya tentang Allah. Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa bukti yang nyata dari Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil (pergi) bersamaku."
Dia (Firaun) menjawab, "Jika benar kamu membawa suatu bukti, maka tunjukkanlah bukti itu jika (betul) kamu termasuk orang-orang yang benar."
Ayat 104
Allah ﷻ menceritakan perdebatan Musa terhadap Fir'aun dan tekanannya terhadap Fir'aun dengan hujjah yang disampaikan kepadanya dengan jelas. Hal ini dilakukannya di hadapan Fir'aun dan kaumnya dari bangsa Qibti penghuni negeri Mesir, dimana Allah ﷻ berfirman:
“Dan Musa berkata, ‘Wahai Fir'aun, sesungguhnya aku ini adalah seorang utusan dari Tuhan semesta alam’.” (Al-A'raf: 104)
Maksudnya, Tuhan yang telah menciptakan segala sesuatu telah mengutusku menjadi seorang rasul, Dia adalah Pemilik dan Penguasa segala sesuatu.
Ayat 105
“Aku wajib mengatakan yang sebenarnya tentang Allah.” (Al-A'raf: 105)
Menurut sebagian ulama tafsir, makna ayat ini ialah suatu keharusan bagiku untuk mengatakan sesuatu hal yang benar tentang Allah. Dengan kata lain, hal itu merupakan suatu hal yang pantas dan wajib bagiku untuk mengucapkan sesuatu yang benar tentang Allah.
Mereka mengatakan bahwa huruf ba dan 'ala mempunyai makna-makna yang satu sama lainnya dapat dipertukarkan bila dikatakan “ramaitu bil qausi” dan “ramaitu 'alal qausi”, maknanya sama, yaitu 'saya melepaskan anak panah dari busurnya. Dikatakan pula “ja-a 'ala halin hasanah” atau “bihalin hasanah,” artinya sama, yaitu 'saya datang dengan keadaan yang baik'.
Sebagian ulama tafsir ada yang mengatakan bahwa makna ayat ini ialah sudah selayaknya bagiku untuk tidak mengatakan sesuatu tentang Allah kecuali perkataan yang benar. Ulama tafsir lainnya dari kalangan penduduk Madinah membaca ayat ini dengan pengertian 'sudah seharusnya dan sudah sewajibnya bagiku hal tersebut'. Dengan kata lain, sudah seharusnya bagiku untuk menyampaikan dari-Nya menurut apa yang dibenarkan dan yang sesuai dengan apa yang aku terima dari-Nya.
“Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa bukti yang nyata dari Tuhanmu.” (Al-A'raf: 105)
Maksudnya, hujjah yang pasti dari Allah yang telah diberikan-Nya kepadaku sebagai bukti akan kebenaran terhadap apa yang aku sampaikan kepada kalian.
“Maka lepaskanlah Bani Israil (pergi) bersamaku.” (Al-A'raf: 105)
Maksudnya, lepaskanlah mereka dari tahanan dan kekuasaanmu, dan biarkanlah mereka menyembah Tuhanmu dan Tuhan mereka (yakni Allah), karena sesungguhnya mereka berasal dari keturunan seorang nabi yang mulia yaitu Israil atau Nabi Ya'qub ibnu Ishaq ibnu Ibrahim, kekasih Allah Yang Maha Pemurah.
Ayat 106
“Dia (Firaun) menjawab, ‘Jika benar kamu membawa suatu bukti, maka tunjukkanlah bukti itu jika (betul) kamu termasuk orang-orang yang benar’." (Al-A'raf: 106)
Yakni Fir'aun berkata, "Saya tidak akan percaya kepadamu tentang semua yang kamu katakan, dan tidak akan menuruti apa yang kamu minta. Dan jika engkau membawa suatu bukti, maka buktikanlah agar kami dapat melihatnya jika engkau benar dalam pengakuanmu itu.”
Sebagai seorang nabi dan rasul yang bertugas menyampaikan pesan Allah, aku wajib mengatakan yang sebenarnya tentang Allah. Sungguh, untuk memperkuat kebenaran yang kubawa ini, aku datang kepadamu dengan membawa bukti yang nyata, berupa aneka mukjizat yang bersumber dari Tuhanmu. Karena itu, maka lepaskanlah Bani Israil. Biarkan mereka pergi bersamaku ke Baitulmakdis, negeri nenek moyang kami. Bebaskanlah mereka dari perbudakanmu dan biarkanlah mereka keluar ke wilayah yang bukan wilayahmu, agar mereka dapat menyembah Tuhan mereka dan Tuhanmu. Mendengar ucapan Nabi Musa itu dan pernyataannya bahwa beliau membawa serta bukti kebenaran, maka dia, yakni Fir'aun menjawab, Jika benar engkau datang dengan membawa sesuatu bukti pendukung dari Tuhanmu, sebagaimana pengakuanmu, maka tunjukkanlah bukti itu kepadaku, kalau kamu termasuk orang-orang yang benar dalam pengakuan dan tindakanmu lagi dapat dipercaya.
Dalam ayat ini dikisahkan ucapan Musa yang pertama kali disampaikan kepada Firaun setelah Allah mengangkatnya sebagai Rasul. Nabi Musa memberitahukan kepada Firaun, bahwa dia adalah utusan Allah, Tuhan semesta alam. Pemberitahuan ini berarti bahwa: Musa telah menjalankan tugasnya sebagai nabi Allah, Pencipta dan Penguasa seluruh alam. Karena itu hendaknya Firaun menerima keterangan Nabi Musa tersebut dan tidak akan menghalang-halangi tugasnya sebagai Rasul.
Selanjutnya Nabi Musa menambahkan keterangannya, bahwa dia mengatakan yang hak mengenai Allah. Artinya: apa yang dikatakannya bahwa Allah adalah Tuhan Semesta Alam, dan bahwa Dia telah mengutusnya sebagai Rasul adalah hal yang sebenarnya. Ia tidak mengatakan sesuatu yang tidak benar, karena mustahil Allah mengutus orang yang suka berdusta.
Kemudian ditegaskan lagi, bahwa Musa membawa bukti-bukti yang dikaruniakan Allah kepadanya, untuk membuktikan kebenarannya dalam dakwahnya. Dalam ucapan itu, Nabi Musa memakai ungkapan: "Sesungguhnya aku datang kepadamu membawa bukti dari Tuhanmu". Ini adalah untuk menunjukkan bahwa Firaun bukanlah Tuhan, melainkan hanya sekedar hamba Tuhan. Sedang Tuhan yang sebenarnya adalah Allah ﷻ
Keterangan ini sangat penting artinya, karena Firaun yang angkuh itu telah mengaku sebagai Tuhan dan menyuruh rakyatnya menyembah kepadanya. Maka penegasan Nabi Musa ini telah menyangkal kebohongan dan kesombongan Firaun, yang telah memposisikan dirinya sebagai Tuhan. selain itu, ungkapan Nabi Musa, juga mengandung arti, bahwa bukti-bukti yang dibawanya adalah karunia Allah bukan dari dirinya sendiri.
Pada akhir ayat ini disebutkan, bahwa setelah mengemukakan keterangan-keterangan tersebut di atas, dan setelah melalui perjuangan yang melelahkan Musa as menuntut kepada Firaun agar ia membebaskan Bani Israil dari cengkeraman kekuasaan dan perbudakannya, dan membiarkan mereka pergi bersama Nabi Musa meninggalkan negeri Mesir, kembali ke tanah air mereka di Palestina, agar mereka bebas dan merdeka untuk menyembah Tuhan mereka dan melaksanakan ajarannya.
Tuntutan Nabi Musa tersebut mengandung arti bahwa perbudakan oleh manusia terhadap sesama manusia harus dilenyapkan dan seorang penguasa hendaklah memberikan kebebasan kepada orang-orang yang berada di bawah kekuasaannya, untuk memeluk agama serta melakukan ibadah menurut kepercayaan masing-masing. Oleh sebab itu, kalau Firaun tidak mau beriman kepada Allah janganlah ia menghalangi orang lain untuk beriman dan beribadah menurut keyakinan mereka.
Adalah menarik untuk diperhatikan bahwa ucapan pertama kali dari Nabi Musa as dalam rangka menjalankan tugasnya sebagai Rasul adalah berbeda dengan ucapan Nabi dan Rasul-rasul sebelumnya, ketika mereka mulai berdakwah, misalnya:
a. Ucapan pertama dari Nabi Nuh as kepada kaumnya adalah sebagai berikut:
"Sungguh, Kami benar-benar telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu dia berkata, "Wahai kaumku! Sembahlah Allah! Tidak ada tuhan (sembahan) bagimu selain Dia". Sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang dahsyat (kiamat). (al-Araf/7:59)
b. Ucapan Nabi Hud kepada kaum ad adalah :
"Dan kepada kaum Ad (Kami utus) Hud, saudara mereka. Dia berkata, "Wahai kaumku! Sembahlah Allah! Tidak ada tuhan (sembahan) bagimu selain Dia. Maka mengapa kamu tidak bertakwa?" (al-Araf/7: 65)
Dan ucapan Nabi Saleh kepada kaum samud adalah:
"Dan kepada kaum Samud (Kami utus) saudara mereka Saleh. Dia berkata, "Wahai kaumku! Sembahlah Allah! Tidak ada tuhan (sembahan) bagimu selain Dia. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Ini (seekor) unta betina dari Allah sebagai tanda untukmu. Biarkan ia makan di bumi Allah, janganlah disakiti, nanti akibatnya kamu akan mendapatkan siksaan yang pedih". ( al-Araf/7: 73)
c. ucapan Nabi Syuaib kepada kaumnya, penduduk Madyan, adalah:
"Dan kepada penduduk Madyan, (Kami utus) Syuaib, saudara mereka sendiri. Dia berkata," "Wahai kaumku! Sembahlah Allah! Tidak ada tuhan (sembahan) bagimu selain Dia. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Sempurnakanlah takaran dan timbangan, dan janganlah kamu merugikan sedikit pun. Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Itulah yang lebih baik bagimu jika kamu orang beriman". ( al-Araf/7: 85)
Sedang ucapan pertama dari Nabi Musa yang ditujukan kepada Firaun adalah:
"Wahai Firaun! Sungguh, aku adalah seorang utusan dari Tuhan seluruh alam." (al-Araf/7: 104)
Bila kita bandingkan antara ayat-ayat tersebut nampak perbedaan diantaranya yaitu bahwa: ucapan pertama dari Rasul-rasul sebelum Nabi Musa as yang ditujukan kepada kaum mereka masing-masing adalah berisi seruan kepada agama tauhid, yaitu menyembah Allah semata, dengan alasan bahwa tidak ada tuhan bagi manusia selain Allah. Sedang ucapan pertama dari Nabi Musa yang ditujukan kepada Firaun adalah berisi pemberitahuan kepadanya bahwa Musa adalah utusan Allah. Dengan demikian, dalam ucapan itu tidak ada seruan yang nyata kepada Firaun agar ia menyembah Allah.
Dari sini, dapat diambil kesimpulan atau pengertian sebagai berikut:
a. Obyek (sasaran) yang utama dari dakwah Musa bukan hanya Firaun tetapi termasuk kaumnya sendiri, yaitu Bani Israil. Musa bertugas untuk melepaskan Bani Israil dari perbudakan Firaun dan membimbing kaumnya kepada agama yang benar.
b. Nabi Musa mengenal watak dan kelakuan Firaun, Firaun tidak saja ingkar kepada Allah, bahkan juga ia menganggap dirinya sebagai tuhan dan menyuruh orang lain untuk menyembahnya. Oleh sebab itu Firaun hanya diberi peringatan bahwa tuhan yang sebenarnya bukanlah dia, melainkan Allah Pencipta alam semesta. Karena tidak ada faedahnya untuk mengajak Firaun menyembah Allah, ajakan ini pasti tidak akan dihiraukan dan tidak akan diindahkannya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
PERJUANGAN MUSA A.S.
Ayat 103
“Kemudian, Kami bangkitkan sesudah mereka itu Musa dengan ayat-ayat Kami kepada fir'aun dan orang-orang besarnya."
Sesudah Allah mengisahkan perjuangan nabi-nabi itu; Nuh, Hud, Shalih, Luth, dan Syu'aib, dan sesudah Allah memberikan ilmu tentang keadaan mulai mengisahkan tentang Dia membangkitkan atau menimbulkan seorang rasul lagi, yaitu Musa menghadapi Fir'aun.
Kisah Musa di dalam Al-Qur'an adalah kisah yang selalu diulang-ulangkan. Sebab, perjuangan sekalian rasul sejak Nabi Nuh a.s. sampai kepada Nabi Isa a.s., jika diperbandingkan dengan kisah Musa, adalah kisah perjuangan beliau ini yang paling hebat berbelit-belit. Tujuan perutusan beliau adalah memerdekakan Bani Israil dari perbudakan dan penindasan Fir'aun. Untuk mencapai tujuan itu, beliau terlebih dahulu wajib menghadapi Fir'aun itu sendiri dan kekuasaan orang-orang besar yang mengelilingi Fir'aun. Sebab, kejahatan seorang diktator kebanyakan adalah bisikan-bisikan orang-orang besar pengambil muka yang mengelilinginya. Oleh sebab itu, perjuangan beliau hampir menyerupai perjuangan Muhammad ﷺ. Sebab, kedatangan Musa sama dengan kedatangan Muhammad ﷺ, yaitu membawa ajaran agama dan membentuk suatu umat yang akan menampung agama itu dan menegakkan kekuasaan. Sebab itu, dapatlah dipahami kalau kisah Musa selalu diulang-ulangkan, baik pada surah-surah yang diturunkan di Mekah ataupun setelah berada di Madinah. Setelah itu pula maka Nabi yang paling banyak nama beliau tersebut dalam Al-Qur'an, ialah Nabi Musa. Tidak kurang dari 135 kali. Tidak ada nabi lain yang sebanyak itu namanya tersebut dalam Al-Qur'an. Kisah beliau yang panjang ada dalam surah al-A raaf ini dan ada dalam surah Thaahaa, surah asy-Syu'araa', surah al-Qashash, surah Yuunus, surah Hud, dan lain-lain, yang semuanya turun di Mekah dan tersebut pula dalam surah al-Baqarah (Madinah), ketika membicarakan kekufuran Bani Israil.
Di sini tersebut: ‘tsumma ba'atsna' (…) artinya, ‘Kemudian Kami bangkitkan'. Sedang nabi-nabi yang disebutkan terdahulu tadi disebut ‘arsalna' (…) artinya, ‘Kami utus'. Dapatlah kita pahamkan bahwa kata ‘Kami' bangkitkan lebih berat daripada kata ‘Kami' utus.
Nama Musa itu sendiri adalah bahasa Kopti tua, gabungan di antara dua kalimat yaitu “Mu" dan “Sa". “Mu" artinya air dan “Sa" artinya pohon, jadi, Pohon Air. Demikian menurut riwayat Abusy-Syaikh dari Ibnu Abbas. Dinamai demikian sebab dia di waktu kecil dilemparkan ibunya ke dalam sungai Nil, diletakkan di dalam sebuah peti kayu lalu dipungut oleh putri Fir'aun, kemudian dipelihara sebagai anak yang didapat di dalam air dalam peti kayu.
Adapun Fir'aun ialah gelar kebesaran raja-raja Mesir, sebagai kaisar gelar kebesaran raja-raja Romawi, Negus (Najasyi) gelar kebesaran raja-raja besar Habsyi dan Kisra gelar kebesaran raja-raja Iran di zaman purbakala. Sebagai juga raja-raja besar Mongol memakai gelar Khan dan raja-raja Iran sesudah Islam memakai gelar Syah.
Orang Eropa menyebutkan Fir'aun itu Pharaoh. Sama juga menyebut Nerum juga Nero, Alathun jadi Plato. Ibnu Sina jadi Avy Siena, Syirun jadi Cicero, dan sebagainya. Pakai “n" di ujung menurut Arab dan pakai “o" saja menurut ejaan Yunani.
Maka, disebutlah di ayat ini bahwa Musa telah dibangkitkan untuk diutus kepada Fir'aun dan orang-orang besarnya, tiang-tiang kerajaannya. Sebab, seorang raja besar yang berkuasa tidak terbatas itu tidak mungkin naik kalau di kiri kanannya tidak ada orang-orang besar yang mengurbankan seluruh peribadinya buat menggalang kebesaran dan titah raja itu; kedua pihak perlu-memerlukan, naik-menaik-kan, angkat-mengangkat. Diterangkan dalam ayat ini bahwa Nabi Musa datang membawa ayat-ayat, yaitu tanda-tanda kebesaran Allah, mukjizat yang mengatasi seluruh kekusaan Fir'aun itu sebagaimana akan diuraikan ayat itu satu demi satu kelak. “Namun, mereka telah berlaku zalim terhadap ayat-ayat itu." Artinya, sebagaimana Musa memperlihatkan beberapa ayat-ayat itu, tetapi mereka tidak mau percaya, tetap tidak mau tunduk dan tetap berkeras pada kemegahan mereka.
“Maka, pandanglah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan."
Inilah permulaan ayat tentang perjuangan Nabi Musa dengan Fir'aun dan orang besar-besarnya itu di dalam surah al-A'raaf ini menerangkan Musa telah dibangkitkan membawa ayat-ayat tanda kebesaran Allah Yang Maha Esa, tetapi mereka tidak mau menerima. Lalu, diingatkan kepada mereka betapa akibat orang-orang yang menempuh jalan kerusakan itu. Lalu, ayat ini dituruti oleh beberapa ayat yang lain, sebagai uraian daripada pertentangan dari maksud suci Musa mencari penyelesaian dengan maksud Fir'aun
dan orang besar-besarnya mempertahankan kekusutan. Dan, di akliir nanti akan didapati akibat-akibatnya.
Ayat 104
“Dan, berkata Musa, ‘Wahai Fir'aun!Sesungguhnya aku ini adalah utusan dari Tuhan Pemelihara seluruh alam.'"
Dalam ayat ini diperlihatkan betapa gagah perkasanya utusan Allah Musa itu, yang datang ke dalam istana Fir'aun menyatakan siapa dirinya dan apa tugasnya. Untuk meresapkan betapa besar ayat yang satu ini, pertalikanlah membacanya dengan ayat-ayat yang lain pada surah-surah yang lain. Bahwa Musa itu dibesarkan dalam istana Fir'aun, benar-benar anak pungut yang dipungut hanyut kemudian setelah besar dia lari ke negeri Madyan, sebab tangannya telah terlanjur membunuh seorang Kopti, orang golongan Raja. Sekarang dia datang kembali, membawa suara bahwa dia utusan Allah padahal di masa itu Fir'aunlah yang dipandang orang sebagai Tuhan Yang Mahakuasa dan Fir'aun itu sendiri pun merasa pula demikian. Dia katakan bahwa dia utusan dari rabbul ‘alamin, Tuhan Pemelihara dari seluruh alam dan Fir'aun itu pun termasuk alam juga. Kemudian dia teruskan pula:
Ayat 105
“Betul-betul aku tidak mengatakan melainkan yang benar."
Apa yang aku katakan ini bukanlah ucapan main-main. Betul-betul Allah itu yang meng-utusku dan tidak ada Tuhan yang menguasai seluruh alam ini kecuali Dia. “Sesungguhnya aku datang kepada kamu dengan keterangan dari Tuhan kamu." Di sini Musa menegaskan bahwa Tuhan yang mengutus aku itu adalah Tuhan kamu juga karena betapa pun kuasamu, tetapi tidaklah kuasa itu melebihi apa yang telah ditentukan oleh Allah. Kamu mengaku ataupun ingkar, tetapi Allah tetaplah Yang Esa itu juga. Maka, keterangan-keterangan yang
aku sampaikan ini semuanya adalah datang dari Dia, bukan buatanku sendiri saja. Aku ber-cakap yang benar. Dan, disebutkannya sekali lagi maksud kedatangannya yang terutama,
“Maka, biarkanlah bersama aku Bani israil itu."
Artinya, lepaskanlah Bani Israil itu dari perbudakan kamu, supaya mereka hidup bebas merdeka. Bebas merdeka melakukan keyakinan agama mereka menyembah Allah Yang Maha Esa, agama ajaran asli dari nenek moyang mereka Ibrahim. Aku datang ke mari menjemput mereka dan hendak membawa mereka ke suatu tempat yang di sana mereka bebas mengerjakan agamanya.
Itulah kedatangan Musa yang pertama menghadap Fir'aun. Dan, dia dengan tegas telah menyatakan bahwa dia bercakap sungguh-sungguh, bukan main-main. Maka, kedatangannya yang pertama itu rupanya masih dipandang enteng oleh Fir'aun. Soal jawab lebih panjang telah dikisahkan pula dalam surah asy-Syu'araa'. Sekarang Fir'aun minta bukti.
Ayat 106
“Dia berkata, ‘Jika adalah kedatangan engkau ini dengan suatu ayat maka datangkanlah dia jika adalah engkau dari orang-orang yang benar.
Artinya, jika tadi engkau mengatakan bahwa engkau ini bercakap yang benar, tidak main-main, bahwa engkau utusan dari Allah, kalau engkau dapat menunjukkan suatu ayat atau suatu bukti, cobalah datangkan atau cobalah buktikan, aku mau melihat.
Ayat 107
“Maka, dilemparkannyalah tongkatnya lalu tiba-tiba dia menjadi satu ular yang nyata."
Ayat 108
“Dan, dia kembangkan tangannya lalu tiba-tiba dia putih kelihatannya bagi orang-orang yang melihat."
Beliau tunjukkanlah bukti bahwa memang dia Rasul Allah. Dilemparkannya tongkatnya ke atas lantai istana itu, tiba-tiba tongkat itu menjelma menjadi seekor ular. Disebut ular yang nyata, artinya bukan hanya karena dipandang sepintas lalu serupa ular, tetapi benar-benar ular!
Niscaya kagum tercenganglah Fir'aun dan orang-orang besarnya yang hadir itu. Setelah itu beliau ambil tongkat itu kembali. Baru saja tercecah tangannya, dia pun kembali kepada keadaannya yang asal, tongkat kayu. Dalam Fir'aun dan orang besar-besar itu tercengang dan terpesona, beliau kembangkan pula tangannya.
Di dalam surah Thaahaa diterangkan bahwa mulanya tangan itu dimasukkannya ke dalam ketiaknya, baru diangkatnya kembali, tiba-tiba timbullah cahaya benderang, putih bersih dari tangan itu.
Di dalam surah Thaahaa ayat 22 dijelaskan lagi bahwa cahaya putih yang keluar dari tangannya itu bukannya suatu penyakit, bukan penyakit balak (sopak), tetapi suatu mukjizat yang memang ganjil. Dan, kedua kejadian itu disaksikan bukan oleh Fir'aun saja, tetapi oleh seluruh orang yang berada di dalam istana pada waktu itu.
Melihat kedua hal yang ajaib ini, timbullah dua kesan pada hati orang besar-besar Fir'aun yang hadir itu.
Ayat 109
“Berkata pemuka-pemuka dari kaum Ri ‘aun itu, ‘Sesungguhnya dia ini adalah semang ahli sihir yang berpengetahuan/"
Ayat 110
“Dia hendak mengeluarkan kamu dari bumi kamu, apakah yang akan kamu perintahkan?"
Ayat 111
“Mereka berkata, ‘Berilah dia dan saudaranya kesempatan dan kirimlah (utusan-utusan) ke kota-kota buat mengumpulkan orang.'"
Ayat 112
“Nanti mereka akan datang kepada engkau dengan tiap-tiap ahli sihir yang berpengetahuan. “
Keputusan musyawarah seperti ini telah memberikan bayangan kepada kita bahwa orang besar-besar Fir'aun itu memanglah ahli-ahli musyawarah dan ahli-ahli siasat yang piawai. Dan, menunjukkan pula kepada kita bahwa kerajaan mereka teratur. Fir'aun tidak boleh tergesa-gesa mengambil sikap. Biarkan Musa dan Harun bebas, jangan diganggu, tetapi kelak niscaya pengaruh mereka akan hiiang. Setelah pengaruh mereka hilang dan kebencian orang banyak telah timbul, pada waktu itu jika Fir'aun mengambil keputusan menangkap, menghukum atau membunuhnya tidak akan ada bantahan orang banyak lagi.