Ayat
Terjemahan Per Kata
وَمَا
dan tidaklah
هُوَ
ia (Al Qur'an)
بِقَوۡلِ
dengan perkataan
شَاعِرٖۚ
seorang penyair
قَلِيلٗا
sedikit
مَّا
tidak
تُؤۡمِنُونَ
kamu beriman
وَمَا
dan tidaklah
هُوَ
ia (Al Qur'an)
بِقَوۡلِ
dengan perkataan
شَاعِرٖۚ
seorang penyair
قَلِيلٗا
sedikit
مَّا
tidak
تُؤۡمِنُونَ
kamu beriman
Terjemahan
Ia (Al-Qur’an) bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kamu beriman (kepadanya).
Tafsir
(Dan Al-Qur'an itu bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kalian beriman kepadanya.).
Tafsir Surat Al-Haqqah: 38-43
Maka Aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat. Dan dengan apa yang tidak kamu lihat. Sesungguhnya Al-Qur'an itu adalah benar-benar wahyu (Allah yang diturunkan kepada) Rasul yang mulia, dan Al-Qur'an itu bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kamu beriman kepadanya. Dan bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran darinya. Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan semesta alam.
Allah subhanahu wa ta’ala bersumpah kepada makhluk-Nya dengan menyebut segala sesuatu yang disaksikan oleh mereka, yaitu tanda-tanda kekuasaan-Nya yang terdapat pada semua makhluk-Nya, yang menunjukkan kesempurnaan-Nya dalam asma-asma dan sifat-sifat-Nya. Dia juga bersumpah kepada mereka dengan menyebut semua perkara gaib yang tidak dapat dilihat oleh mereka, bahwa sesungguhnya AL-Qur'an ini adalah kalam-Nya dan wahyu-Nya yang diturunkan-Nya kepada hamba dan rasul-Nya yang telah Dia pilih untuk menyampaikan risalah dan menunaikan amanat-Nya. Untuk itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Maka Aku, bersumpah dengan apa yang kamu lihat. Dan dengan apa yang tidak kamu lihat.
Sesungguhnya Al-Qur'an itu adalah benar-benar wahyu (Allah yang diturunkan kepada) Rasul yang mulia. (Al-Haqqah: 38-40) Yakni Nabi Muhammad ﷺ, lalu di-mudaf-kan kepadanya dengan mengandung makna tablig (menyampaikan), karena sesungguhnya tugas rasul itu ialah menyampaikan apa yang dititipkan kepadanya. Untuk itulah maka di-mudaf-kan pula makna ini kepada malaikat yang dipercaya untuk menyampaikannya, sebagaimana yang terdapat di dalam surat At-Takwir, yaitu: Sesungguhnya Al-Qur'an itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril), yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi disisi Allah yang mempunyai 'Arasy yang ditaati di sana (di alam malaikat) lagi dipercaya. (At-Takwir: 19-21) Yang ini adalah malaikat yang menyampaikannya dari Allah kepada Nabi ﷺ yaitu Jibril a.s.
Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya: Dan temanmu (Muhammad) itu bukanlah sekali-kali orang yang gila. (At-Takwir: 22) Yaitu temanmu Muhammad ﷺ Dan sesungguhnya Muhammad itu meIihat Jibril di ufuk yang terang. (At-Takwir: 23) Yakni Nabi Muhammad ﷺ melihat rupa asli Malaikat Jibril a.s. Dan dia (Muhammad) bukanlah seorang yang bakhil untuk menerangkan yang gaib. (At-Takwir: 24) Maksudnya, dia bukanlah orang yang menerka-nerka yang gaib. Dan Al-Qur'an itu bukanlah perkataan setan yang terkutuk. (At-Takwir: 25) Maka demikian pula yang disebutkan dalam surat ini melalui firman-Nya: Dan Al-Qur'an itu bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kamu beriman kepadanya. Dan bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran darinya. (Al-Haqqah: 41-42) Terkadang Allah meng-idafah-kan kepada malaikat yang diutus-Nya, terkadang meng-idafah-kannya (mengaitkan Al-Qur'an) kepada manusia yang diutus-Nya, karena masing-masing dari keduanya bertugas menyampaikan wahyu dan kalam-Nya yang dipercayakan kepadanya.
Karena itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya: Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan semesta alam. (Al-Haqqah: 43) Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Safwan, telah menceritakan kepada kami Syuraih ibnu Ubaid yang mengatakan bahwa Umar ibnul Khattab pernah mengatakan bahwa sebelum masuk Islam, ia pernah keluar untuk menghadang Rasulullah ﷺ Ternyata ia menjumpai beliau telah mendahuluinya berada di masjid. Lalu ia berdiri di belakang beliau, maka beliau membaca surat Al-Haqqah, dan ia merasa kagum dengan susunan kata-kata Al-Qur'an.
Ia berkata dalam hatinya, "Dia, demi Allah, adalah seorang penyair seperti yang dikatakan oleh orang-orang Quraisy." Maka beliau membaca firman-Nya: Sesungguhnya Al-Qur'an itu adalah benar-benar wahyu (Allah yang diturunkan kepada) Rasul yang mulia, dan Al-Qur'an itu bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kamu beriman kepadanya. (Al-Haqqah: 40-41); Kemudian aku (Umar) berkata, "Dia adalah seorang tukang tenung." Maka Nabi ﷺ membaca firman selanjutnya: Dan bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran darinya. Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan semesta alam. Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) Kami, niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya.
Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. Maka sekali-kali tidak ada seorang pun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami) dari pemotongan urat nadi itu. (Al-Haqqah: 42-47), hingga akhir surat. Selanjutnya Umar mengatakan bahwa lalu sejak saat itu Islam mulai meresap dan menimbulkan kesan yang mendalam di dalam hatiku. Ini merupakan salah satu dari penyebab yang dijadikan oleh Allah untuk memberikan hidayah kepada Umar ibnul Khattab.
Sebagaimana yang telah kami kemukakan dalam karya tulis yang terpisah mengenai Sirah perjalanan hidupnya, yang di dalamnya dijelaskan bagaimana keadaannya ketika mula-mula masuk Islam."
41-43. Dania Al-Qur'an itu bukanlah perkataan seorang penyair yang biasanya menghias kata dan kalimat dengan indah tanpa menghiraukan kandungannya. Sedikit sekali kamu beriman kepadanya. Dan Al-Qur'an itu bukan pula perkataan tukang tenung yang sering merasa mengetahui hal-hal yang gaib. Sedikit sekali kamu berpikir untuk memahami perbedaan antara keduanya dan mengambil pelajaran darinya. Ia, Al-Qur'an, adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan seluruh alam. Diturunkan sebagai bentuk kasih sayang-Nya kepada seluruh alam. 41-43. Dania Al-Qur'an itu bukanlah perkataan seorang penyair yang biasanya menghias kata dan kalimat dengan indah tanpa menghiraukan kandungannya. Sedikit sekali kamu beriman kepadanya. Dan Al-Qur'an itu bukan pula perkataan tukang tenung yang sering merasa mengetahui hal-hal yang gaib. Sedikit sekali kamu berpikir untuk memahami perbedaan antara keduanya dan mengambil pelajaran darinya. Ia, Al-Qur'an, adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan seluruh alam. Diturunkan sebagai bentuk kasih sayang-Nya kepada seluruh alam.
Al-Qur'an bukan syair seperti yang biasa diucapkan penyair-penyair mereka, karena Al-Qur'an di samping indah susunan gaya bahasanya juga mempunyai isi yang dalam. Syair-syair yang diucapkan para penyair mereka tidak memiliki susunan gaya bahasa seindah susunan dan gaya bahasa Al-Qur'an dan tidak mempunyai arti yang tinggi. Banyak terdapat ayat Al-Qur'an yang menantang orang musyrik agar membuat yang serupa atau sebanding dengan Al-Qur'an, tetapi mereka tidak sanggup melakukannya.
Dan jika kamu meragukan (Al-Qur'an) yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surah semisal dengannya dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. Jika kamu tidak mampu membuatnya, dan (pasti) tidak akan mampu, maka takutlah kamu akan api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir. (al-Baqarah/2: 23-24)
Ditegaskan pula bahwa Al-Qur'an itu juga bukan berasal dari perkataan tukang tenung. Biasanya tukang tenung teman setan karena mereka menenung itu semata-mata mencari-cari bisikan setan. Padahal Al-Qur'an mencela perbuatan setan, sehingga dengan demikian, ia bukan bisikan setan dan bukan pula hasil tukang tenung. Sehubungan dengan itu, ayat ini menyanggah orang-orang musyrik agar tidak buru-buru berkesimpulan bahwa Al-Qur'an itu adalah tenung hanya karena belum atau tidak mengetahui isi Al-Qur'an. Sangat sedikit di antara mereka yang mau beriman kepada Al-Qur'an ketika itu, dan mau mengambil pelajaran dari isinya. Mukjizat Qur'an terletak pada isi. Makin tinggi ilmu pengetahuan seseorang, akan makin mudah mencerna maksudnya, di samping nilai bahasanya.
Umat Islam Indonesia pada umumnya kesulitan membuktikan dan mengetahui letak kemukjizatan Al-Qur'an dari segi bahasa, karena untuk mengetahui ketinggian susunan kata-kata haruslah dapat merasakan keindahan gaya dan bahasa itu sendiri. Oleh karena itu, untuk mengetahui ketinggian Al-Qur'an, cukup dengan mengetahui pendapat dan sikap para sastrawan Arab penantang Islam terhadap Al-Qur'an itu. Di antaranya adalah Abu al-Walid, yaitu seorang pemimpin dan sastrawan Arab yang terkenal pada masa itu. Ia pernah diutus kaumnya kepada Nabi ﷺ untuk meminta beliau menghentikan dakwahnya. Mendengar permintaan Abu al-Walid itu, Nabi ﷺ membaca Surah Fussilat/41 dari ayat pertama hingga akhir ayat 14. Abu al-Walid terpesona mendengar ayat-ayat itu, sehingga ia termenung memikirkan keindahan gaya bahasanya. Lalu ia langsung kembali kepada kaumnya. Ketika ditanya tentang hasil pertemuan itu, ia mengatakan kepada kaumnya, "Aku belum pernah mendengar kata-kata yang seindah itu. Apa yang dibaca itu bukanlah syair, sihir, atau kata-kata ahli tenung. Mendengar jawaban Abu al-Walid, mereka menuduh bahwa ia telah terkena sihir oleh Muhammad dan berkhianat kepada agama nenek moyang mereka. Di antara pemuka dan sesepuh Quraisy adalah al-Walid bin al-Mugirah. Orang ini pernah mendengar ayat-ayat Al-Qur'an yang dibacakan Nabi. Maka ia berkata kepada kaumnya (Bani Makhzum), "Baru-baru ini aku mendengar dari Muhammad suatu ucapan yang menurutku bukanlah perkataan manusia atau jin. Ucapan itu enak didengar, bagus disimak, laksana sebatang pohon, yang atasnya berbuah, dan bawahnya terhunjam ke tanah. Dia benar-benar unggul dan tidak akan dapat diungguli. Di samping dua orang tersebut, banyak juga sastrawan Arab pada waktu itu yang mencoba membuat yang serupa ayat-ayat Al-Qur'an , tetapi tidak seorang pun yang sanggup melakukannya.
Dari kedua ayat ini dapat dipahami bahwa sangat sedikit di antara kaum musyrik Mekah yang mengakui bahwa Al-Qur'an adalah kitab yang diturunkan Allah kepada Muhammad, begitu juga yang mengambil pelajaran dari isinya. Yang demikian itu adalah karena:
1. Mereka takut dikucilkan oleh kaumnya dengan mempelajari Al-Qur'an, walaupun hati dan pikiran mereka telah mengakuinya, seperti halnya pada Abu al-Walid dan al-Walid bin al-Mugirah.
2. Sebahagian mereka tidak mengetahui isinya karena tidak mau mempelajarinya dengan sungguh-sungguh. Mereka lebih dahulu mendustakannya.
.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
LAA UQSIMU
Ayat-ayat yang dimulai dengan laa uqsimu di dalam Al-Qur'an adalah delapan banyaknya, semuanya diturunkan di Mekah.
1. Ayat 75 dari surah al-Waaqf ah.
2. Ayat ini (ayat 38) dari surah al-Haaqqah.
3. Ayat 40 dari surah al-Maa'arij.
4. Ayat 1 dari surah al-Qiyaamah.
5. Ayat 2 dari surah al-Qiyaamah.
6. Ayat 15 dari surah at-Takwiir.
7. Ayat 16 dari surah al-Insyiqaaq.
8. Ayat 1 dari surah al-Balad.
Maksudnya ialah bersumpah. Tetapi susun kata adalah dua, yaitu laa dan uqsimu. Yang tentu saja arti lurusnya, “Tidak Aku Bersumpah."
Maka sepakatlah seluruh ulama ahli tafsir menyatakan bahwa jumlah kedua kalimat itu ialah bahwa Allah bersumpah. Tetapi cara mengartikan ada tiga macam.
1. Aku bersumpah.
2. Tidak, aku bersumpah. Yaitu ada jumlah pikiran lain yang dibantah sedang perkataan itu telah melekat dalam pikiran. Sesudah hal itu dinafikan dengan laa nafiyah, barulah Allah bersumpah.
3. Al-Qurthubi menyalinkan dalam tafsirnya satu pendapat tentang arti laa uqsimu ini demikian: “Laa di sini adalah menafikan sumpah itu sendiri. Artinya bahwa hal ini jelas sekali, sehingga tidak perlu untuk dikuatkan lagi sumpah. Lantaran itu maka jawabnya sama dengan jawab sumpah."
Dengan demikian bilamana peminat arti Al-Qur'an bertemu dengan ayat yang memakai laa uqsimu itu sudah dapatlah kiranya menyadari maksudnya, yaitu sumpah. Adapun cara mengartikan terserahlah kepada kita memilih mana yang cocok dengan jalan pembahasan yang kita pakai.
Di dalam ayat ini penulis Tafsir al-Azhar memakai,
Ayat 38
“Maka tidak, Aku akan bersumpah dengan apa yang kamu lihat.`
Artinya bahwa persangkaan kamu yang salah terhadap Rasul-Ku itu Aku bantah sekeras-kerasnya. Persangkaanmu itu adalah salah. Sekarang Aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat itu sendiri.
Ayat 39
“Dan dengan apa yang tidak kamu lihat."
Bahwa yang ditarik jadi sumpah oleh Allah, demi yang kamu lihat dan demi yang tidak kamu lihat ialah melewati seumumnya segala yang tampak dan tidak tampak, yang nyata dan yang gaib, yang dijadikan (kelihatan) dan Yang Menjadikan (tidak kelihatan), dunia (kelihatan) dan akhirat (tidak kelihatan), tubuh dan ruh, manusia dan jin, nikmat lahir dan nikmat batin. Tetapi beliau pun menyalinkan juga dalam tafsirnya bahwa banyak pula yang berpendapat bahwa yang kelihatan itu ialah Rasul Tuhan Yang Amin bernama Muhammad dan yang tidak kelihatan ialah Rasul Tuhan Yang Amin satu lagi, yaitu Jibril. Allah ambil keduanya itu jadi sumpah untuk sama diperhatikan dan jangan hanya melihat yang lahir saja. Lalu Allah sebutlah apa yang Allah kuatkan dengan sumpah itu.
Ayat 40
“Sesungguhnya dia."
Yaitu wahyu-wahyu yang turun kepada Muhammad dan yang dinamai Al-Qur'an itu.
“Adalah kata-kata dari Utusan yang mulia."
Keluar dari mulut seorang Utusan yang mulia, yang terhormat dan yang dipercaya. Sebab selama ini banyaklah kaum musyrikin itu yang menuduh bahwa wahyu yang diucapkan Muhammad itu bukan wahyu, melainkan kata-kata seorang penyair. Sebab itu maka Al-Qur'an itu adalah syair saja, mencoba menandingi syair-syair yang telah ada selama ini, sampai ada yang digantungkan di Ka'bah karena terpilih jadi syair terbaik. Maka dibantahlah persangkaan ini dengan ayat seterusnya,
Ayat 41
“Dan tidaklah dia kata-kata seorang penyain."
Cobalah kamu perhatikan dengan saksama syair-syair yang kamu kenal selama ini, kamu pusakai dari nenek moyangmu sebagai bangsa peminat syair. Termasuk bahar (timbangan syi'ir) apa kata Muhammad itu? Thawil-kah atau basith? Kamil-kah atau wafir? Dan seterusnya? Dan perhatikan pula isinya, “Adakah dia mengandung pelajaran dan hikmah mendalam tentang ajaran hidup dan ketuhanan atau semata-mata menumpahkan perasaan si penyair yang tergetar ilham syairnya karena suatu kejadian? Dan pernahkah kamu mengenal Muhammad sebagai penyair sejak dia masih muda belia? Mengapa maka sekarang, setelah usianya lebih dari empat puluh tahun, baru dia akan jadi penyair?
“Sedikit saja kamu yang beriman."
Hanya sedikit yang ada perhatian kepada isi kata-kata yang disampaikan oleh Utusan Allah yang mulia itu, yang banyak adalah bercakap asal bercakap saja. Bercakap tidak dengan ilmu dan basil penyelidikan, karena keras kepala belaka.
Ayat 42
“Dan tidaklah dia kata-kata seorang tukang tenung."
Tukang tenung atau dukun, yang katanya dia ada hubungan dengan “orang halus" entah setan, entah jin, entah siapa. Katanya tukang tenung itu dapat menerka apa yang akan kejadian di belakang hari. Hasil tenungnya itu dikeluarkan dengan perkataan tersusun seperti mantra. Seperti juga orang kesurupan, atau orang kena sijundai, dia bercakap-cakap seperti bernyanyi. Katanya dia membawa pesan dari si fulan yang telah mati.
Ada yang menuduh bahwa kata-kata yang keluar dart mulut Rasulullah ﷺ itu adalah kata-kata tukang tenung itu. Itulah pula yang dibantah oleh Allah dengan sumpahnya “laa uqsimu" (Tidak, saya bersumpah!). Dia bukan kata-kata ahli syair dan bukan kata-kata ahli tenung.
“Sedikit saja kamu yang mau mengambil peringatan."
Kata-kata beredar ke sana kemari, kata-kata Muhammad itu adalah membuktikan kata-kata tukang tenung. Menyelidiki lebih dalam tidak mau. Seperti juga sampai sekarang terdapat dalam masyarakat yang telah memilih suatu pendirian atau menegakkan suatu tuduhan kepada musuhnya, dibuatnya kabar fitnah dan dia tidak mau menyelidiki lagi. Sedikit saja yang mau mengambil peringatan, atau sedikit saja yang mau ingat, yang mau sadar. Yang sedikit itulah orang-orang pilihan yang langsung tertarik ke dalam Islam.
Allah membela Rasul-Nya, dengan firman- Nya selanjutnya.
Ayat 43
“Dia adalah diturunkan dari Tuhan sarwa sekalian alam."
Seakan-akan Allah mengambil masalah ini jadi tanggung jawab Allah sendiri. Seakan-akan Allah berfirman, “Apa yang diucapkan, atau kata-kata dari Muhammad itu adalah kata-Ku, datang daripada-Ku."