Ayat
Terjemahan Per Kata
فَلَا
maka jangan
تُطِعِ
kamu taati
ٱلۡمُكَذِّبِينَ
orang-orang yang mendustakan
فَلَا
maka jangan
تُطِعِ
kamu taati
ٱلۡمُكَذِّبِينَ
orang-orang yang mendustakan
Terjemahan
Maka, janganlah engkau patuhi orang-orang yang mendustakan (ayat-ayat Allah).
Tafsir
(Maka janganlah kamu ikuti orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah.).
Tafsir Surat Al-Qalam: 8-16
Maka janganlah kamu ikuti orang-orang yang mendustakan (ayat-ayat Allah). Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak, lalu mereka lunak (pula kepadamu). Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah, yang sangat enggan berbuat baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa, yang kaku kasar, selain itu juga terkenal kejahatannya, karena dia mempunyai (banyak) harta dan anak Apabila ayat-ayat Kami dibacakan kepadanya, ia berkata, "(Ini adalah) dongeng-dongeng orang-orang dahulu kala.
Kelak akan Kami beri tanda dia di belalai (nya). Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, bahwa sebagaimana Kami telah berikan nikmat kepadamu dan Kami berikan kepadamu syariat yang lurus dan akhlak yang agung, Maka janganlah kamu ikuti orang-orang yang mendustakan (ayat-ayat Allah). Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak, lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu). (Al-Qalam: 8-9) Menurut Ibnu Abbas, mereka menginginkan agar kamu bersikap lunak kepada mereka dan mereka akan membalasnya dengan sikap lunak pula kepadamu. Menurut Mujahid, makna firman-Nya: Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak. (Al-Qalam: 9) Yakni agar kamu tunduk patuh kepada sembahan-sembahan mereka dan kamu tinggalkan perkara hak yang menjadi peganganmu.
Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina. (Al-Qalam: 10) Demikian itu karena seorang pendusta, mengingat kelemahan dan kehinaannya, dia hanya melindungi dirinya dengan sumpah-sumpah yang dusta yang justru mengotori asma-asma Allah yang mereka gunakan. Mereka dengan beraninya menggunakannya di setiap waktu dalam sumpah mereka yang bukan pada tempatnya. Ibnu Abbas mengatakan bahwa makna al-muhin ialah al-kazib alias pendusta. Menurut Mujahid, artinya lemah hatinya. Menurut Al-Hasan, makna ayat ialah setiap orang yang banyak mengutapkan sumpah sombong lagi lemah keyakinannya.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: yang banyak mencela. (Al-Qalam: 11) Menurut Ibnu Abbas dan Qatadah, artinya suka mengumpat. yang kian kemari menghambur fitnah. (Al-Qalam: 11) Yakni orang yang berjalan di antara manusia kian kemari menghambur fitnah dan mengadu domba di antara mereka, dan menebarkan hasutan di antara orang-orang yang sedang bersitegang (bermusuhan). Perbuatan ini dinamakan dengan sebutan al-haliqah, yakni yang mencukur habis amal kebaikan. Di dalam kitab Shahihain disebutkan melalui hadits Mujahid, dari Tawus, dari Ibnu Abbas yang mengatakan: bahwa Rasulullah ﷺ melewati dua buah kuburan, lalu bersabda: Sesungguhnya penghuni kedua kuburan ini benar-benar sedang diazab, dan keduanya diazab bukanlah karena mengerjakan dosa besar.
Salah seorangnya mempunyai kebiasaan tidak pernah bersuci sehabis buang air kecilnya, sedangkan yang lainnya mempunyai kebiasaan berjalan kian kemari menghambur hasutan (mengadu domba). Jamaah selain keduanya telah mengetengahkan hadits ini dalam kitabnya masing-masing melalui berbagai jalur dari Mujahid dengan sanad yang sama. ". Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepacia kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Ibrahim, dari Hammam, bahwa Huzaifah pernah mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Tidak dapat masuk surga orang yang banyak mengadu domba.
Jamaah telah meriwayatkannya di dalam kitab masing-masing kecuali Ibnu Majah melalui berbagai jalur dari Ibrahim dengan sanad yang sama. Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ats-Tsauri, dari Mansur, dari Ibrahim, dari Hammam, dari Huzaifah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: Tidak dapat masuk surga orang yang banyak mangadu domba. -: -: Juga telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Said Al-Qattan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Ahwal, dari AL-Amasy, telah menceritakan kepadaku Ibrahim enam puluh tahun yang silam, dari Hammam ibnul Haris yang mengatakan bahwa seorang lelaki berlalu di hadapan Huzaifah, lalu dikatakan kepada Huzaifah bahwa sesungguhnya lelaki ini suka melaporkan pembicaraan kepada para amir (penguasa).
Maka Huzaifah mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda; Tidak dapat masuk surga orang yang banyak mangadu domba (menghasut). Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Hisyam, telah menceritakan kepada kami Mahdi, dari Wasil Al-Ahdab, dari Abu Wa'il yang mengatakan bahwa disampaikan kepada Huzaifah perihal seorang lelaki yang suka mengadu domba. Maka Huzaifah mengatakan, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: Tidak dapat masuk surga orang yang banyak mangadu domba. Dan Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Ibnu Khaisam, dari Syahr ibnu Abu Hausyab, dari Asma binti Yazid ibnus Sakan, bahwa Nabi ﷺ bersabda, "Maukah aku beritakan kepada kalian tentang orang yang paling baik dari kalian?" Mereka menjawab, "Tentu kami mau, ya Rasulullah." Rasulullah ﷺ bersabda: (Yaitu) orang-orang yang apabila terselip rasa ria, maka ia segera ingat kepada Allah subhanahu wa ta’ala Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda: Maukah aku beri tahukan kalian tentang orang yang paling buruk di antara kalian. (Yaitu) orang-orang yang suka berjalan kian kemari menghambur hasutan (mengadu domba) dan yang membuat kerusakan di antara orang-orang yang menjalin kasih sayang lagi selalu mengharapkan terjadinya masalah di kalangan orang-orang yang tidak berdosa.
Ibnu Majah meriwayatkannya dari Suwaid ibnu Sa'id, dari Yahya ibnu Sulaim, dari Ibnu Khaisam dengan sanad yang sama. Imam Ahmad telah mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Ibnu Abu Husain, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Abdur Rahman ibnu Ganam yang menyampaikannya kepada Nabi ﷺ: Hamba-hamba Allah yang pilihan ialah orang-orang yang apabila dalam hatinya terselip rasa ria, maka ia segera ingat kepada Allah.
Dan hamba-hamba Allah yang paling buruk ialah orang-orang yang berjalan ke sana kemari menebar hasutan (mengadu domba), yang memecah belah di antara orang-orang yang menjalin kasih sayang lagi selalu menginginkan terjadinya kesulitan di kalangan orang-orang yang tidak berdosa. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: yang enggan berbuat baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa. (Al-Qalam: 12) Yakni tidak mau berbuat baik, padahal dia mampu melakukannya, lagi melampaui batas garis yang telah dihalalkan oleh Allah baginya dan menyimpang jauh dari batasan hukum syariat, lagi suka berbuat dosa, yakni gemar mengerjakan hal-hal yang diharamkan.
Firman Allah Swt: yang kaku kasar, selain itu juga yang terkenal kejahatannya. (Al-Qalam: 13) Al-'utullu artinya kaku, kasar, tamak, lagi kikir. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki' dan Abdur Rahman, dari Sufyan, dari Sa'id ibnu Khalid, dari Harisah ibnu Wahb yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Maukah aku ceritakan kepadamu tentang calon penghuni surga? Yaitu setiap orang yang lemah lagi merendahkan dirinya, sekiranya dia memohon kepada Allah, niscaya Allah mengabulkannya.
Maukah aku ceritakan kepadamu tentang calon penghuni neraka? Yaitu setiap orang yang kaku kasar, angkuh, lagi sombong. Waki' mengatakan, "Setiap orang yang angkuh, buruk perangai, lagi sombong." Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya di dalam kitab shahih masing-masing, begitu pula Jamaah lainnyakecuali Imam Abu Dawud melalui hadits Sufyan Ats-Tsauri dan Syu'bah, keduanya dari Sa'id ibnu Khalid dengan sanad yang sama.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ali yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar ayahnya menceritakan dari Abdullah ibnu Amr ibnul As, bahwa Nabi ﷺ bersabda sehubungan dengan calon penghuni neraka: Setiap orang yang buruk perangai, angkuh, sombong, tamak, lagi kikir. Imam Ahmad meriwayatkan hadits ini secara tunggal. Ahli bahasa mengatakan bahwa ja'zari artinya kaku kasar (buruk perangai), dan al-jawwaz artinya tamak lagi kikir. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Abdur Rahman ibnu Ganam yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah ditanya tentang makna al-utuluz zanim.
Maka beliau bersabda: Orang yang kaku perangainya, kasar, banyak makan dan minumnya, lagi rakus dalam makan dan minum, dan banyak berbuat aniaya terhadap orang lain, serta berperut besar. Dalam sanad yang sama disebutkan pula bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: Tidak dapat masuk surga orang yang angkuh, buruk perangai, kaku, kasar, lagi terkenal kejahatannya. Hadits ini diriwayatkan pula oleh bukan hanya seorang dari kalangan tabi'in secara mursal. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Abu Saur, dari Ma'mar, dari Zaid ibnu Aslam yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Langit menangis karena seorang hamba yang tubuhnya dianugerahi kesehatan oleh Allah, perutnya dibesarkan, dan diberi-Nya harta benda sesuai dengan ketamakannya, tetapi dia suka berbuat aniaya terhadap orang lain.
Lalu Rasulullah Saw, bersabda, bahwa orang yang berperangai demikian disebut orang yang kaku, kasar, lagi terkenal kejahatannya. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim melalui dua jalur yang mursal. Dan telah diakui oleh bukan hanya seorang dari ulama Salaf, antara lain Mujahid, Ikrimah, Al-Hasan, Qatadah, dan lain-lainnya, bahwa makna al-'utullu artinya orang yang kaku, kasar, lagi sangat kuat dalam hal makan, minum dan bersetubuh serta hal-hal lainnya.
Adapun mengenai makna zanim Imam Bukhari mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Mahmud, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah, dari Israil, dari Abu Husain, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: yang kaku kasar, selain itu juga terkenal kejahatannya. (Al-Qalam: 13) Seorang lelaki dari kalangan Quraisy berkata kepadanya bahwa makna yang dimaksud ialah orang yang mempunyai ciri (tanda) khusus yang dikenai melaluinya, seperti tanda yang ada pada kambing.
Makna yang dimaksud ialah bahwa orang tersebut terkenal dengan kejahatannya, sebagaimana terkenalnya kambing yang mempunyai tanda khusus di antara kambing-kambing lainnya. Sesungguhnya makna zanim dalam bahasa Arab tiada lain seseorang yang mengaku-aku berasal dari suatu kaum, padahal dia bukan berasal dari mereka. Demikianlah menurut Ibnu Jarir dan para imam lainnya. Hassan Ibnu Sabit sehubungan dengan pengertian ini mengatakan dalam sya'ir gubahannya yang berkenaan dengan mencela sebagian orang kafir Quraisy:
Engkau adalah seorang yang asing, lalu dikaitkan dengan keluarga Bani Hasyim, sebagaimana sebuah wadah tunggal yang dikaitkan dengan bagian belakang pelana pengendara. Penyair lainnya mengatakan:
Dia adalah orang asing yang tidak dikenal siapa bapaknya, ibunya yang tercela perangainya telah berbuat zina. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ammar ibnu Khalid Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Asbat, dari Hisyam, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: yang terkenal kejahatannya. (Al-Qalam: 13) Kemudian Ibnu Abbas mengutip ucapan seorang penyair:
Dia orang pendatang, dikenal di kalangan kaum lelaki sebagai seorang yang mendompleng (pada mereka), sebagaimana ditambahkan kepada kulit kambing yang lebar, kulit kaki (kikil)nya. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna zanim, bahwa makna yang dimaksud ialah seorang yang mengaku-aku dari suatu kaum, padahal dia bukan berasal dari mereka. Dikatakan pula bahwa zanim artinya seorang lelaki yang mempunyai ciri khusus yang melaluinya ia dikenal.
Menurut suatu pendapat, orang tersebut adalah Al-Akhnas ibnu Syuraiq As-Saqafi, teman sepakta Bani Zahrah. Dan sebagian orang dari Bani Zahrah mengatakan bahwa zanim adalah Al-Aswad ibnu Abdu Yagus Az-Zuhri, padahal dia bukan berasal dari Bani Zahrah. Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid, dari Ibnu Abbas; ia pernah mengatakan bahwa az-zanim artinya seseorang yang mengaku-aku berasal dari keturunan anu, padahal bukan berasal darinya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Sulaiman ibnu Bilal, dari Abdur Rahman ibnu Harmalah, dari Sa'id ibnul Musayyab, bahwa Ibnu Harmalah pernah mendengar Sa'id ibnul Musayyab mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang kaku kasar, selain itu juga terkenal kejahatannya. (Al-Qalam: 13) Bahwa yang dimaksud adalah seseorang yang mendompleng pada suatu kaum, dan dia bukan berasal dari kalangan mereka.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Uqbah ibnu Khalid, dari Amir ibnu Qudamah yang mengatakan bahwa Ikrimah pernah ditanya mengenai makna zanim. Maka ia menjawab bahwa artinya ialah anak zina. Al-Hakam ibnu Aban telah meriwayatkan dari Ikrimah sehubungan dengan makna firman-Nya: yang kaku kasar; selain itu juga terkenal kejahatannya. (Al-Qalam: 13) Bahwa orang mukmin dapat dibedakan dari orang kafir, sebagaimana kambing yang mempunyai ciri khusus di antara kambing lainnya.
Dikatakan kambing zanma artinya kambing yang pada lehernya terdapat dua buah daging tumbuh yang bergantung pada tenggorokannya. Ats-Tsauri telah meriwayatkan dari Jabir, dari Al-Hasan, dari Sa'id ibnu Jubair yang mengatakan bahwa zanim adalah seorang yang terkenal dengan kejahatannya, sebagaimana seekor kambing dikenal dengan tanda khususnya. Dan zanim artinya yang menempel. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
Ibnu Jarir telah meriwayatkan pula melalui jalur Daud ibnu Abu Hindun, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang telah mengatakan sehubungan dengan makna zanim, bahwa zanim adalah suatu tanda yang menjadi ciri khas sehingga yang bersangkutan dikenal melaluinya. Ibnu Jarir mengatakan bahwa orang itu mempunyai tanda khusus pada lehernya yang menjadi ciri khasnya. ibnu Jarir mengatakan bahwa menurut lainnya, zanim artinya orang yang mengaku-aku.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Ibnu Idris, dari ayahnya, dari para penulis kitab tafsir yang mengatakan bahwa zanim adalah orang yang mempunyai tanda khusus seperti tanda khusus yang biasa dimiliki oleh kambing. Adh-Dhahhak mengatakan bahwa yang dimaksud dengan zanim adalah seseorang yang mempunyai tanda khusus pada pangkal telinganya.
Dan menurut pendapat yang lainnya lagi, zanim artinya orang yang tercela yang menempel pada nasab orang lain. Abu Ishaq alias Sa'id ibnu Jubair telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa zanim adalah orang yang terkenal dengan kejahatannya. Mujahid mengatakan bahwa zanim adalah orang yang dikenal dengan ciri khas ini, sebagaimana yang dikenal pada kambing. Abu Razin mengatakan bahwa zanim adalah alamat kekafiran.
Ikrimah mengatakan, zanim ialah orang yang terkenal tercela sebagaimana seekor kambing terkenal dengan tanda khususnya. Pendapat mengenai makna zanim ini cukup banyak, tetapi pada garis besarnya kembali kepada pendapat yang telah kami katakan sebelumnya, bahwa zanim adalah seorang yang terkenal dengan kejahatannya di antara orang-orang, dan kebanyakan dia adalah seorang yang mendompleng pada suatu kaum (nasab suatu kaum), lagi merupakan anak zina.
Karena sesungguhnya pada umumnya anak zina mudah dikuasai oleh setan dengan penguasaan yang jauh lebih kuat daripada terhadap selainnya, sebagaimana yang disebutkan di dalam sebuah hadits: Tidak dapat masuk surga anak zina. Di dalam hadits yang lain disebutkan: Anak zina adalah orang ketiga yang terburuk bila ia melakukan perbuatan seperti kedua orang tuanya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: karena dia mempunyai (banyak) harta dan anak.
Apabila ayat-ayat Kami dibacakan kepadanya, ia berkata, "(Ini adalah) dongeng-dongeng orang-orang dahulu kala." (Al-Qalam: 14-15) Allah subhanahu wa ta’ala berfirman bahwa inilah balasan dari harta benda dan anak-anak yang telah diberikan oleh Allah kepadanya, nikmat Allah dia balas dengan kekafirannya terhadap ayat-ayat Allah; dia berpaling dari ayat-ayat Allah dan menuduhnya sebagai kedustaan yang diambil dari dongengan-dongengan orang-orang dahulu. Ayai ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian.
Dan Aku jadikan baginya harta benda yang banyak, dan anak-anak yang selalu bersama dia, dan Kulapangkan baginya (rezeki dan kekuasaan) dengan selapang-lapangnya, kemudian dia ingin sekali supaya Aku menambahnya. Sekali-kali tidak (akan Aku tambahkan), karena sesungguhnya dia menentang ayat-ayat Kami (Al-Qur'an). Aku akan membebaninya mendaki pendakian yang memayahkan. Sesungguhnya dia telah meniikirkan dan menetapkan (apa yang ditetapkannya), maka celakalah dia! Bagaimana dia menetapkan? Kemudian celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan? Kemudian dia memikirkan, sesudah itu dia bermasam muka dan merengut, kemudian dia berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri, lalu dia berkata, "(Al-Qur'an) ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu), ini tidak lain hanyalah perkataan manusia.
Aku akan memasukkannya ke dalam (neraka) Saqar, Tahukah kamu apa (neraka) Saqar itu. Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan. (Neraka Saqar) adalah pembakar kulit manusia. Di atasnya ada sembilan belas (malaikat penjaga). (Al-Muddatstsir: 11-30) Dan dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya: Kelak akan Kami beri tanda dia di belalai (nya). (Al-Qalam: 16) Menurut Ibnu Jarir, disebutkan bahwa Kami akan menerangkan perkaranya dengan keterangan yang jelas hingga mereka (semua makhluk) mengenalnya dan tiada yang tersembunyi dari mereka mengenai perkaranya, sebagaimana tidak dapat disembunyikan dari mereka tanda yang ada pada belalainya. Hal yang sama dikatakan oleh Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Kelak akan Kami beri tanda dia di belalai (nya). (Al-Qalam: 16) Yakni tanda keburukan yang tidak dapat terhapuskan darinya selamanya.
Di dalam riwayat lain yang bersumber darinya disebutkan bahwa tanda itu dicapkan pada hidungnya. Hal yang sama telah dikatakan oleh As-Suddi. Dan Al-Audi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Kelak akan Kami beri tanda dia di belalai (nya). (Al-Qalam: 16), Yaitu dia berperang dalam Perang Badar, lalu dipotong hidungnya dalam perang itu. Ulama lainnya mengatakan bahwa makna firman-Nya: Kelak akan Kami beri tanda dia. (Al-Qalam: 16) Maksudnya, tanda ahli neraka, yaitu Kami hitamkan wajahnya kelak di hari kiamat, dan pengertian wajah di sini diungkapkan dengan kata hidung (belalai).
Semua pendapat di atas diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Dan Ibnu Jarir cenderung dengan pendapat yang mengatakan bahwa tiada halangan bila semuanya itu terhimpunkan padanya, baik di dunia maupun di akhirat; dan pendapatnya ini cukup beralasan. Karena sesungguhnya Ibnu Abu Hatim telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Tentang apakah mereka saling bertanya-tanya? (An-Naba': 1) Bahwa telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Saleh juru tulis Al-Lais, telah menceritakan kepadaku Al-Lais, telah menceritakan kepadakii Khalid ibnu Sa'id, dari Abdul Malik ibnu Abdullah, dari Isa ibnu Hilal As-Sadfi, dari Abdullah ibnu Amr ibnul As, dari Rasulullah ﷺ yang telah bersabda: Sesungguhnya seorang hamba dicatat sebagai orang mukmin selama beberapa masa, lalu beberapa masa lainnya lagi, kemudian ia mati, sedangkan Allah dalam keadaan murka terhadapnya Dan sesungguhnya seseorang hamba dicatat sebagai orang kafir selama beberapa masa, kemudian beberapa masa lainnya, lalu ia meninggal dunia, sedangkan Allah dalam keadaan rida kepadanya.
Dan barang siapa yang mati sebagai seorang yang dikenal di kalangan orang banyak sebagai seorang yang banyak mencela lagi banyak mengnmpat, maka alamatnya di hari kiamat ialah Allah memberinya tanda berupa belalai pada kedua bibirnya."
8-9. Karena sudah jelas siapa yang sesat dan siapa yang lurus, Maka janganlah engkau patuhi orang-orang kafir yang menuduhmu gila, yaitu orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah. Mereka sangat menginginkan dengan keinginan yang kuat agar engkau bersikap lunak terhadap tuhan-tuhan mereka, maka dengan sikap lunakmu itu mereka akan bersikap lunak pula kepadamu. 8-9. Karena sudah jelas siapa yang sesat dan siapa yang lurus, Maka janganlah engkau patuhi orang-orang kafir yang menuduhmu gila, yaitu orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah. Mereka sangat menginginkan dengan keinginan yang kuat agar engkau bersikap lunak terhadap tuhan-tuhan mereka, maka dengan sikap lunakmu itu mereka akan bersikap lunak pula kepadamu.
Ayat ini memerintahkan Rasulullah ﷺ agar tetap menolak segala macam tawaran, ajakan, dan keinginan orang-orang musyrik Mekah yang tidak mau mendengarkan ayat-ayat Allah, bahkan mereka mendustakannya. Rasulullah dilarang mengikuti mereka, karena mereka berada di jalan yang sesat sedang beliau telah berada di jalan yang lurus.
Pada ayat lain, Allah berfirman:
Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang di bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Yang mereka ikuti hanya persangkaan belaka dan mereka hanyalah membuat kebohongan. (al-An'am/6: 116).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
JANGAN SALAH PERTIMBANGAN
Ayat 8
“Maka janganlah engkau ikut orang-orang yang mendustakan itu."
Oleh karena serangan terhadap kemusyrikan itu telah bertambah hebat, sedangkan pertahanan kaum musyrikin tidak ada, karena memang pegangan mereka adalah rapuh, timbullah dalam kalangan kaum musyrikin keinginan hendak berunding. Kadang-kadang perundingan itu hendak mendamaikan dari hal pokok keyakinan. Misalnya pernah mereka menyatakan bahwa mereka mau berdamai, dengan bersedia mengakui bahwa Allah itu memang Esa adanya, tetapi mereka berharap agar Muhammad jangan menyebut-nyebut berhala mereka, dan sekali-sekali patut juga Muhammad menunjukkan simpatinya kepada persembahan mereka.
Asal-usul atau sebab turunnya surah al-Kaafiirun ialah karena usul orang musyrikin agar berdamai sama-sama mengakui Tuhan masing-masing. Padahal yang hak tidaklah dapat diperdamaikan dengan yang batil. Persamaan yang hak dengan yang batil artinya ialah memberikan kemenangan kepada yang batil itu sendiri.
Ayat 9
“Mereka itu ingin kalau engkau berminyakan."
Kalimat tudhinu kita artikan ke dalam ungkapan yang cocok dan terpakai dalam bahasa Melayu Indonesia, yaitu “berminyak air". Orang yang bermuka manis, berpura-pura dalam ungkapan Indonesia dikatakan berminyak air. Pokok asal kata memang ad-duhn yang artinya memang minyak. Kursi meja yang terbikin dari kayu atau alat-alat rumah tangga yang lain, supaya kelihatan lebih indah biasa dipulitur digosoki minyak. Maka dalam ayat ini dikatakan bahwa kaum yang mendustakan itu ingin sekali supaya Nabi Muhammad ﷺ bermuka manis, atau bermulut manis kepada mereka,
“Maka mereka pun akan berminyak air pula."
Mereka ingin misalnya ketika Nabi ﷺ thawaf keliling Ka'bah, yang di waktu itu masih dihiasi dengan tidak kurang daripada 360 berhala, supaya sekali-sekali Nabi Muhammad melihat saja, menengok saja, sedikit pun jadilah kepada berhala itu. Melihat dengan muka senang, jangan dengan muka menentang, jangan dengan muka benci. Kalau Nabi Muhammad suka berbuat demikian, mereka pun akan sudi pula berbuat demikian. Mereka pun akan mengubah sikapnya kepada Nabi, tidak lagi dengan menuduh Nabi gila, Nabi terganggu pikiran. Nabi tukang sihir atau kahin (tukang tenung).
Itu tidak bisa! Tidak mungkin! Yang ditantang adalah berhala itu sendiri. Dia adalah lambang dari kebodohan dan pendirian yang bodoh (jahiliyyah). Nabi Muhammad tidak bisa berkompromi, walaupun dalam soal berminyak air. Sebab yang ditantang adalah perbuatan itu sendiri. Kalau Nabi Muhammad bermuka jernih terhadapnya, niscaya akan jalan propaganda mereka bahwa Muhammad telah tunduk! Muhammad telah rujuk, telah kembali dari pendiriannya yang salah. Sebab apa? Sebab dia berhadapan dengan orang- orang yang sudah sangat rendah budinya. Pada ayat-ayat berikutnya dijelaskan,
Ayat 10
“Dan janganlah engkau ikut tiap-tiap orang yang suka bersumpah."
Sedikit-sedikit bercakap terus menguatkan percakapannya dengan sumpah. Karena telah tumbuh perasaan dalam hatinya sendiri bahwa orang tidak percaya lagi akan perkataannya. Sebab itu selalu dikuatkannya dengan sumpah. Harga nama Tuhan telah jatuh, ibarat uang telah inflasi bagi mereka, Sedikit-sedikit Wallah demi Allah! Berbeda dengan orang beriman. Karena orang beriman, jangankan bersumpah, mendengar nama Allah saja disebut orang, hatinya sudah tunduk.
“Lagi hina."
Mempelajari inti sari dari ayat ini, seakan-akan kita telah diperkenalkan dengan ilmu jiwa. Disebut di sini orang yang suka bersumpah, sedikit-sedikit bersumpah, sebab dia sendiri pun tidak percaya lagi pada dirinya, tidak percaya lagi bahwa orang akan percaya apa yang dikatakannya. Maka dikenallah dia di mana-mana sebagai orang yang suka bersumpah, karena tidak percaya akan dirinya, karena hati kecilnya tahu bahwa orang lain tahu bahwa dia pendusta, bahwa dia besar mulut. Kalau dia bercakap sepuluh, yang delapan buang, sebab itu bohong semua. Yang dua ambil buat ditimbang-timbang lebih dahulu. Orang yang sudah sampai seperti itu penilaian manusia terhadap dirinya, itulah orang yang telah hina. Orang yang tidak berharga.
Ayat 11
“Suka mencela-cela, kian kemari menyebar hasutan."
Ini pun perangai setengah dari orang yang suka mendustakan kebenaran itu.
Kerjanya hanya mencela, melihat dan membuka aib dan cela orang lain. Tidak ada manusia yang lepas dari celaannya. Dia melihat orang hanya dari segi buruknya. Walaupun ada yang baik, namun dia tidak mau memerhatikan yang baik itu. Sebab jantungnya penuh dengan rasa kebencian dan dengki. Dia berjalan kian kemari, dia bertandang kepada teman-temannya yang lama pendirian, dia mengobrol di tempat-tempat berkumpul. Kerjanya hanya memburukkan si anu mencela si fulan. Lalu menghasut-hasut, menimbulkan kebencian di antara seseorang dengan seorang yang lain. Sehingga putus silaturahim orang dibuatnya, hingga timbullah permusuhan.
Ayat 12
“Penghalang bagi kebaikan."
Artinya, tidak menyukai perubahan kepada yang baik, senang dalam kebobrokan dan bertahan dalam yang salah. Segala usaha untuk kemajuan selalu dihalang-halanginya. Inilah yang di zaman sekarang disebut reaksioner. Pelampau artinya, melampaui batas, pelanggar aturan, mau hidup menurut kehendak sendiri saja. Asal yang akan menguntungkan dirinya dia lekas menerima, walaupun merugikan orang lain.
“Lagi banyak dosa."
Karena yang dipentingkan hanya diri sendiri, tidak dipedulikannya apakah dia merugikan orang lain. Sebab itu banyaklah dia melanggar hak orang lain di samping tidak memedulikan hak Allah yang disia-siakannya.
Ayat 13
“yang kaku kasar."
Karena hatinya yang tidak pernah terbuka buat menyambut orang lain, dan karena hanya berpikir di sekeliling diri sendiri, maka penyelenggaraannya kepada orang lain pada umumnya adalah kaku, sukar dihubungi. Dia tidak sanggup menyembunyikan rasa benci dan cemooh. Kalau dia tersenyum nyata saja senyuman palsu. Karena berhadapan mulutnya manis, balik belakang lain bicara,
“Sesudah itu pembohong besar"
Terkenal jahat ialah arti yang kita pakai untuk kalimat zanim. Artinya yang biasa ialah seorang yang hidupnya itu seluruhnya didinding dengan bohong. Dipakainya pakaian yang gagah, padahal jiwa kosong dari ilmu. Kaya raya pada lahir, padahal batin miskin dari budi.
Menurut satu penafsiran lagi kalimat zanim itu ialah anak di luar nikah, atau anak zina. Anak dari perempuan yang telah disetubuhi terlebih dahulu sebelum nikah, kemudian sebelum kentara hamilnya lekas- lekas dikawinkan untuk menutup malu. Maka oleh laki-laki yang mengawini itu, baik laki-laki yang lain yang bukan mencintai ibunya, lalu menikahinya, atau oleh laki-laki yang menzinai itu sendiri, yang menikahi ibunya guna menutup malunya, setelah anak itu lahir diakuinya sebagai anaknya. Anak itu dinamai orang zanim.
Walid bin Mughirah dari Bani Makhzum adalah seorang di antara pemuka Quraisy yang sangat benci kepada Nabi ﷺ ketika beliau memulai dakwahnya, dan dia pun turut memburuk-burukkan Nabi dan menuduh gila. Menurut berita orang-orang Quraisy, Walid bin Mughirah itu bukanlah anak sah dari al-Mughirah. Dia baru diakui anak oleh al-Mughirah setelah berumur 18 tahun.
Ayat 14
“Mentang-mentang dia mempunyai harta dan banyak anak."
Menyebabkan dia jadi sombong, mengangkat diri, tamak dan memandang enteng orang lain. Sebab harta bendanya banyak, orang disangkanya sampah saja semua. Anaknya pun banyak, lalu dia membangga ke sana kemari. Walid bin Mughirah itu kaya raya dan anak laki-lakinya yang jadi kebanggaan di masa itu sepuluh orang banyaknya.
Ayat 15
“Apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami mereka berkata, “Dongeng-dongeng purbakala."
Tidak mau mereka memerhatikan isi ayat atau pengajaran yang terkandung di dalamnya, malahan mereka cap saja bahwa semuanya itu dongeng, cerita khayal, omong kosong, tidak ada sangkut pautnya dengan kejadian yang dihadapi sekarang.
Lalu Allah mengatakan akibat yang akan ditimpakan Allah kepada orang-orang semacam itu,
Ayat 16
“Akan Kami beri tanda atas belalainya."
Yang disebut belalai hanyalah yang ada pada gajah. Bahasa Arabnya yang tersebut di ujung ayat ialah al-Khurthum. Untuk manusia dan binatang-binatang selain gajah disebut hidung saja. Hidung terletak di tengah-tengah muka, menentukan bentuk muka. Orang yang hidungnya terlalu besar dianggap cacat.