Ayat
Terjemahan Per Kata
إِنَّا
sesungguhnya Kami
بَلَوۡنَٰهُمۡ
Kami telah menguji mereka
كَمَا
sebagaimana
بَلَوۡنَآ
Kami telah menguji
أَصۡحَٰبَ
penghuni/pemilik
ٱلۡجَنَّةِ
surga
إِذۡ
ketika
أَقۡسَمُواْ
mereka bersumpah
لَيَصۡرِمُنَّهَا
sungguh mereka akan mematikannya
مُصۡبِحِينَ
di pagi hari
إِنَّا
sesungguhnya Kami
بَلَوۡنَٰهُمۡ
Kami telah menguji mereka
كَمَا
sebagaimana
بَلَوۡنَآ
Kami telah menguji
أَصۡحَٰبَ
penghuni/pemilik
ٱلۡجَنَّةِ
surga
إِذۡ
ketika
أَقۡسَمُواْ
mereka bersumpah
لَيَصۡرِمُنَّهَا
sungguh mereka akan mematikannya
مُصۡبِحِينَ
di pagi hari
Terjemahan
Sesungguhnya Kami telah menguji mereka (orang musyrik Makkah) sebagaimana Kami telah menguji pemilik-pemilik kebun ketika mereka bersumpah bahwa mereka pasti akan memetik (hasil)-nya pada pagi hari,
Tafsir
(Sesungguhnya Kami telah mencoba mereka) Kami telah menguji orang-orang musyrik Mekah dengan paceklik dan kelaparan (sebagaimana Kami telah mencoba pemilik-pemilik kebun) atau ladang (ketika mereka bersumpah bahwa mereka sungguh-sungguh akan memetik hasilnya) akan memetik buahnya (di pagi hari) di pagi buta, supaya orang-orang miskin tidak mengetahuinya. Maka orang-orang yang memiliki kebun itu mempunyai alasan bila mereka tidak memberikan sedekah kepada mereka; tidak sebagaimana bapak-bapak mereka yang selalu memberikan sebagian dari hasilnya buat orang-orang miskin sebagai sedekahnya.
Tafsir Surat Al-Qalam: 17-33
Sesungguhnya Kami telah menguji mereka- (musyrikin Mekah) sebagaimana Kami telah menguji pemilik-pemilik kebun, ketika mereka bersumpah bahwa mereka sungguh-sungguh akan memetik (hasil)nya di pagi hari dan mereka tidak mengucapkan, "Insya Allah, lalu kebun itu diliputi malapelaka (yang datang) dari Tuhanmu ketika mereka sedang tidur, maka jadilah kebun itu hitam seperti malam yang gelap gulita, lalu mereka panggil-memanggil di pagi hari, "Pergilah di waktu pagi (ini) ke kebunmu jika kamu hendak memetik buahnya. Maka pergilah mereka saling berbisik-bisikan, "Pada hari ini janganlah ada seorang miskin pun masuk ke dalam kebunmu.
Dan berangkatlah mereka di pagi hari dengan niat menghalangi (orang-orang miskin), padahal mereka mampu (menolongnya). Tatkala mereka melihat kebun itu, mereka berkata, "Sesungguhnya kita benar-benar orang yang sesat (jalan), bahkan kita dihalangi (dari memperoleh hasilnya)." Berkatalah seorang yang paling baik pikirannya di antara mereka, "Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, mengapa kamu tidak bertasbih (kepada Tuhanmu)? Mereka mengucapkan, "Mahasuci Tuhan kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim. Lalu sebagian mereka menghadapi sebagian yang lain seraya cela-mencela. Mereka berkata, "Aduhai, celakalah kita; sesungguhnya kita ini adalah orang-orang yang melampui batas.
Mudah-mudahan Tuhan kita memberikan ganti kepada kita dengan (kebun) yang lebih baik daripada itu, sesungguhnya kita mengharapkan ampunan dari Tuhan kita. Seperti itulah azab (dunia). Dan sesungguhnya azab akhirat lebih besar jika mereka mengetahui. Ini merupakan perumpamaan yang dibuat oleh Allah subhanahu wa ta’ala untuk menggambarkan perihal orang-orang kafir Quraisy yang telah diberi anugerah oleh Allah kepada mereka berupa rahmat yang besar, dan Allah telah memberi mereka nikmat yang tak terperikan besarnya, yaitu dengan diutus-Nya Nabi Muhammad ﷺ kepada mereka. Tetapi mereka membalas semuanya itu dengan mendustakan dia, menolaknya, dan memeranginya. Untuk itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Sesungguhnya Kami telah menguji mereka. (Al-Qalam: 17) Yakni kaum musyrik Mekah, Kami uji mereka. sebagaimana Kami telah menguji pemilik-pemilik kebun. (Al-Qalam: 17) Yaitu kebun-kebun yang mempunyai berbagai macam pohon-pohon yang berbuah, yang darinya dihasilkan berbagai macam jenis buah-buahan.
ketika mereka bersumpah bahwa mereka sungguh-sungguh akan memetik (hasil)nya di pagi hari. (Al-Qalam: 17) Mereka telah bersumpah di antara sesamanya, bahwa mereka benar-benar akan memetik (memanen) buahnya di malam hari agar tiada seorang fakir pun mengetahuinya dan tiada seorang pun yang meminta-mintanya. Dengan demikian, maka hasilnya bertambah berlimpah bagi mereka, dan mereka tidak mau menyedekahkan sebagian darinya barang sedikit pun. dan mereka tidak mengucapkan, "Insya Allah, " (Al-Qalam: 18) Yakni dalam sumpah mereka tidak disebutkan kata pengecualian yang dikembalikan kepada kehendak Allah, yaitu kalimat 'Insya Allah.
'Karena itulah maka Allah tidak memperkenankan sumpah mereka; untuk itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam ayat berikutnya: lalu kebun itu diliputi malapetaka (yang datang) dari Tuhanmu ketika mereka sedang tidur. (Al-Qalam: 19) Artinya, kebun mereka ditimpa oleh wabah dan bencana dari langit. maka jadilah kebun itu hitam seperti malam yang gelap gulita. (Al-Qalam: 20) Ibnu Abbas mengatakan bahwa kebun itu menjadi hitam legam bagaikan malam yang gelap gulita. As Sauri dan As-Suddi mengatakan bahwa semisal dengan sawah yang telah dituai, yakni tinggal dedaunan dan bulir-bulirnya yang kering kerontang.
Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan dari Ahmad ibnus Sabah, bahwa telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Zazan, dari Umar ibn uSabih, dari Lais ibnu Abu Sulaim, dari Abdur Rahman ibnu Sabit, dari Ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: Jauhilah olehmu perbuatan-perbuatan maksiat, karena sesungguhnya seseorang hamba melakukan perbuatan dosa, lalu ia benar-benar dihalangi dari rezeki yang telah disiapkan untuknya sebab perbuatan dosanya itu. Kemudian Rasulullah ﷺ membaca firman-Nya: lalu kebun itu diliputi malapetaka (yang datang) dari Tuhanmu ketika mereka sedang tidur. maka jadilah kebun itu hitam seperti malam yang gelap gulita. (Al-Qalam: 19-20) Mereka telah dihalangi dari kebaikan yang dihasilkan dari kebun mereka disebabkan dosa mereka.
lalu mereka panggil-memanggil di pagi hari. (Al-Qalam: 21) Yakni ketika fajar telah menyingsing, sebagian dari mereka memanggil sebagian yang lainnya untuk pergi guna memanen hasil kebun mereka. "Pergilah di waktu pagi (ini) ke kebunmu jika kamu hendak memetik buahnya. (Al-Qalam: 22) Maksudnya, jika kalian hendak memanen buahnya. Mujahid mengatakan bahwa pohon yang ditanam oleh mereka adalah buah anggur. Maka pergilah mereka saling berbisik-bisikan. (Al-Qalam: 23) Yaitu dengan saling berbicara di antara sesama mereka dengan suara yang pelan-pelan agar pembicaraan mereka tidak terdengar oleh orang lain.
Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala Yang Mengetahui semua rahasia dan apa yang dibisikkan oleh mereka dengan sesamanya menjelaskan apa yang mereka perbincangkan dalam pembicaraan mereka yang berbisik-bisik itu, melalui firman berikutnya: Maka pergilah mereka saling berbisik-bisikan, "Pada hari ini janganlah ada seorang miskin pun masuk ke dalam kebunmu. (Al-Qalam: 23-24) Sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain, bahwa jangan kamu biarkan hari ini seorang miskin pun masuk ke dalam kebunmu. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, menceritakan keberangkatan mereka: Dan berangkatlah mereka di pagi hari dengan niat menghalangi (orang-orang miskin), padahal mereka mampu (menolongnya). (Al-Qalam: 25) Yakni mereka pergi dengan langkah yang tegap dan cepat. Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan berangkatlah mereka di pagi hari dengan niat menghalangi (orang-orang miskin). (Al-Qalam: 25) Mereka berangkat dengan langkah penuh keyakinan dan kesungguhan.
Menurut Ikrimah, dengan langkah yang disertai dengan rasa kemarahan. Asy-Sya'bi mengatakan bahwa makna firman-Nya: dengan niat menghalangi. (Al-Qalam: 25) Yaitu agar tidak diketahui oleh orang-orang miskin. Menurut As-Suddi, Hard adalah nama kota tempat tinggal mereka, tetapi tafsiran As-Suddi ini terlalu jauh menyimpang. padahal mereka mampu (menolong orang-orang miskin itu). (Al-Qalam: 25) Yakni mampu untuk memanen hasil kebunnya menurut dugaan dan sangkaan mereka. Tatkala mereka melihat kebun itu, mereka berkata, "Sesungguhnya kita benar-benar orang-orang yang sesat (jalan). (Al-Qalam: 26) Ketika mereka sampai di kebun mereka dan telah menyaksikannya dengan mata kepala mereka sendiri dalam keadaan seperti -apa yang telah digambarkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala sebelumnya.
Yaitu kebun yang tadinya tampak hijau, subur, lagi banyak buah-buahannya, kini telah menjadi hitam legam seperti malam yang gelap gulita, tiada sesuatu pun yang dapat diambil manfaatnya dari kebun itu. Maka mereka berkeyakinan bahwa jalan yang mereka tempuh itu sesat, dan bukan jalan menuju kebun mereka. Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya: Sesungguhnya kita benar-benar orang-orang yang sesat (jalan) (Al-Qalam: 26) Yakni kita telah menempuh jalan yang keliru, bukan menempuh jalan yang menuju ke arah kebun kita.
Demikianlah menurut Ibnu Abbas dan lain-lainnya. Kemudian mereka menyadari akan kekeliruan dugaan mereka dan mereka merasa yakin bahwa itu adalah kebun mereka sendiri. Karena itulah mereka mengatakan: bahkan kita dihalangi (dari memperoleh hasilnya).(Al-Qalam: 27) bahkan memang inilah kebun kita, tetapi kita tidak beruntung dan tidak mendapatkan hasil apa pun darinya. Berkatalah seorang yang paling baik pikirannya di antara mereka. (Al-Qalam: 28) Ibnu Abbas, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Ikrimah, Muhammad ibnu Ka'b, Ar-Rabi' ibnu Anas, Adh-Dhahhak, dan Qatadah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah seorang yang paling bijaksana dan paling baik dari mereka.
Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, mengapa kamu tidak bertasbih (kepada Tuhanmu)? (Al-Qalam: 28) Mujahid, As-Suddi, dan Ibnu Juraij mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: mengapa kamu tidak bertasbih (kepada Tuhanmu)? (Al-Qalam: 28) Yakni mengapa kalian tidak mengucapkan insya Allah sebelumnya? As-Suddi mengatakan bahwa istisna mereka di masa itu berupa tasbih. Ibnu Jarir mengatakan bahwa yang dimaksud ialah ucapan seseorang insya Allah. Menurut pendapat yang lain, makna yang dimaksud ialah seseorang yang paling bijaksana dari mereka mengatakan, "Mengapa kalian tidak bertasbih kepada Allah dan bersyukur kepada-Nya atas nikmat yang telah Dia limpahkan dan Dia berikan kepada kalian?" Mereka mengucapkan, "Mahasuci Tuhan kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim. (Al-Qalam: 29) Maka barulah mereka menunaikan ketaatan di saat tiada gunanya lagi upaya mereka, kini mereka menyesali perbuatan mereka di saat nasi telah menjadi bubur.
Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya: "Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim. Lalu sebagian mereka menghadapi sebagian yang lain seraya cela-mencela. (Al-Qalam: 29-30) Yaitu sebagian dari mereka mencela sebagian yang lain atas sikap mereka yang bersikeras tidak mau memberi kaum fakir miskin dari hasil panen mereka. Maka tiadalah jawaban sebagian dari mereka kepada sebagian yang lain kecuali mengakui kesalahan dan dosa mereka sendiri.
Mereka berkata, "Aduhai, celakalah kita, sesungguhnya kita ini adalah orang-orang yang melampui batas." (Al-Qalam: 31) Yakni kami benar telah berbuat kesalahan, berbuat aniaya, dan melampaui batas sehingga kita tertimpa musibah ini. Mudah-mudahan Tuhan kita memberikan ganti kepada kita dengan (kebun) yang lebih baik daripada itu; sesungguhnya kita mengharapkan ampunan dari Tuhan kita. (Al-Qalam: 32) Menurut suatu pendapat, mereka menginginkan dengan kesadaran dan tobat mereka itu agar diberi ganti dengan kebun yang lebih baik di dunia ini.
Dan menurut pendapat yang lain, mereka mengharapkan pahala dari Allah di negeri akhirat. Hanya Allah-lah Yang lebih Mengetahui. Kemudian sebagian ulama Salaf menyebutkan bahwa mereka adalah penduduk negeri Yaman. Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa mereka dari suatu kota yang dikenal dengan nama Darwan, terletak enam mil dari kota Sana'. Menurut pendapat yang lainnya lagi, mereka adalah penduduk negeri Habsyah, dan bahwa bapak moyang mereka telah mewariskan kebun itu kepada mereka, dan mereka adalah dari golongan Ahli Kitab.
Di masa lalu bapak moyang mereka mempunyai perjalanan hidup yang baik dalam mengolah kebunnya. Dari hasilnya mereka mengembalikan sebagiannya untuk pengolahan kebun itu sendiri sesuai dengan keperluannya, dan sebagian yang lainnya mereka simpan buat makan setahun anak-anak mereka, sedangkan sisanya mereka sedekahkan. Ketika bapak mereka meninggal dunia, lalu kebun itu diwarisi oleh anak-anaknya. Maka berkatalah anak-anaknya, "Sesungguhnya bapak kita dahulu bodoh, karena dia telah membelanjakan sebagian dari hasil kebun ini untuk kaum fakir miskin.
Maka seandainya kita hentikan pembelanjaan itu, niscaya akan bertambah melimpahlah hasil yang kita peroleh nanti." Tatkala mereka bertekad untuk melaksanakan niatnya, maka dihukumlah mereka dengan kebalikan dari apa yang mereka perkirakan. Allah melenyapkan dari tangan mereka semua modal mereka, keuntungan dan sedekah yang biasanya dikeluarkan, semuanya ludes, tiada sesuatu pun yang tersisa bagi mereka. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Seperti itulah azab (di dunia). (Al-Qalam: 33) Yakni seperti itulah azab bagi orang yang menentang perintah Allah dan bersikap kikir terhadap apa yang diberikan Allah kepadanya dan apa yang telah Allah anugerahkan kepadanya, menghalangi hak kaum fakir miskin dan orang-orang yang memerlukan bantuannya, menukar nikmat Allah dengan kekafiran terhadap-Nya.
Dan sesungguhnya azab akhirat lebih besar jika mereka mengetahui. (Al-Qalam: 33) Artinya, itulah siksaan dunia sebagaimana yang kamu dengar, dan azab akhirat jauh lebih berat daripada itu. Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Hafidzh Al-Baihaqi melalui jalur Ja'far ibnu Muhammad ibnu Ali ibnul Husain ibnu Ali ibnu AbuTalib, dari ayahnya, dari kakeknya telah disebutkan: Bahwa Rasulullah ﷺ telah melarang memetik hasil buah di malam hari dan melakukan panen di malam hari."
17-18. Apa yang dialami oleh para pengingkar ayat-ayat Allah yaitu kaum musyrik Mekah itu memiliki kesamaan dengan kisah sekelompok pemilik kebun yang juga angkuh lagi kikir. Sungguh, Kami telah menguji mereka, yaitu orang musyrik Mekah, sebagaimana Kami telah menguji pemilik-pemilik kebun, ketika dua dari tiga di antara mereka itu bersumpah pasti akan memetik hasilnya pada pagi hari, agar fakir miskin tidak melihatnya, tetapi mereka tidak menyisihkan dengan mengucapkan, 'lnsya Allah'. 17-18. Apa yang dialami oleh para pengingkar ayat-ayat Allah yaitu kaum musyrik Mekah itu memiliki kesamaan dengan kisah sekelompok pemilik kebun yang juga angkuh lagi kikir. Sungguh, Kami telah menguji mereka, yaitu orang musyrik Mekah, sebagaimana Kami telah menguji pemilik-pemilik kebun, ketika dua dari tiga di antara mereka itu bersumpah pasti akan memetik hasilnya pada pagi hari, agar fakir miskin tidak melihatnya, tetapi mereka tidak menyisihkan dengan mengucapkan, 'lnsya Allah'.
Ayat ini menerangkan bahwa Allah telah memberi orang-orang musyrik Mekah nikmat yang banyak berupa kesenangan hidup di dunia dan kemewahan. Semua itu bertujuan untuk mengetahui apakah mereka mau mensyukuri nikmat lebih yang diberikan itu dengan mengeluarkan hak-hak orang miskin, memperkenankan seruan Nabi ﷺ untuk mengikuti jalan yang benar serta tunduk dan taat kepada Allah, atau dengan nikmat ini, mereka ingin menumpuk harta, menantang seruan Nabi, dan menyimpang dari jalan yang benar? Allah akan menimpakan azab yang pedih kepada mereka dan melenyapkan nikmat-nikmat itu seandainya mereka tetap ingkar, sebagaimana yang menimpa beberapa pemilik kebun.
Pemilik kebun itu semula adalah seorang laki-laki saleh, taat, dan patuh melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Ia mempunyai sebidang kebun sebagai sumber penghidupannya. Jika akan memetik hasil kebunnya, ia memberitahu orang-orang fakir dan miskin agar datang ke kebunnya, dan langsung memberikan hak-hak mereka yang terdapat dari hasil kebun itu. Setelah ia meninggal dunia, kebun itu diwarisi oleh anak-anak mereka. Pada waktu akan memetik hasilnya, mereka pun bermusyawarah apakah tetap melakukan seperti yang telah dilakukan ayah mereka atau membuat rencana baru. Salah seorang di antaranya mengusulkan agar tetap melakukan apa yang biasa dilakukan bapak mereka, yaitu memberitahu orang-orang fakir miskin agar datang pada waktu hari memetik.
Akan tetapi, usulan ini ditolak oleh saudara-saudaranya yang lain. Mereka tidak mau memberikan hasil kebun itu sedikit pun kepada fakir-miskin sebagaimana yang telah dilakukan bapaknya. Sekalipun telah diingatkan oleh saudara yang seorang itu akan bahaya yang mungkin menimpa, tetapi mereka tetap dengan keputusan untuk memetik hasil kebun itu tanpa memberitahu lebih dahulu kepada fakir-miskin, dan seluruh hasil kebun itu akan mereka miliki sendiri tanpa mengeluarkan hak-hak orang lain yang ada di dalamnya.
Para ahli waris pemilik kebun itu mengingkari ketentuan-ketentuan yang biasa dilakukan bapaknya ketika hidup, setelah melihat kesuburan tanamannya dan kelebatan buah yang akan dipetik. Mereka pun yakin bahwa semua itu pasti akan menjadi milik mereka. Oleh karena itu, mereka bersumpah akan memetiknya pagi-pagi benar agar tidak diketahui oleh seorang pun. Mereka juga sepakat untuk tidak akan memberikan hasil kebun itu kepada orang lain walaupun sedikit.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
NIAT JAHAT
Ayat 17
“Sesungguhnya telah Kami cobai mereka."
Yaitu orang-orang kafir musyrikin yang membenci dan menolak kebenaran yang dibawa oleh Rasulullah ﷺ itu, “Sebagaimana Kami telah mencobai pemilik-pemilik kebun itu," atau ladang — atau sawah yang ditanami tanaman muda seumpama gandum, beras dan jagung, yang hasilnya dapat lekas diambil (diketam), dituai atau disabit.
“Ketika mereka bersumpah bahwa mereka akan mengetamnya berpagi-pagi."
Disebutkan di sini bahwa mereka bersumpah, artinya mereka bertekad, bermaksud sungguh-sungguh akan segera memetik buah atau mengetamnya, karena waktunya sudah sangat dekat dan mendesak. Gandum, padi, jagung atau kurma sebagai makanan pokok, apabila telah masak tidaklah boleh dibiarkan lama. Dia mesti segera dipetik atau diketam. Masa yang sebaik-baiknya ialah sebelum matahari naik, pagi-pagi benar.
Ayat 18
“Dan tidak hendak mereka sisihkan."
Maksudnya ialah bahwa mereka tidak ada maksud buat menyisihkan sebagian untuk diberikan sebagai pertolongan kepada orang yang patut ditolong. Mereka anggap bahwa hasil ladang, sawah atau kebun itu adalah hak milik mereka sendiri yang tidak perlu diberi sebagian hasilnya kepada orang yang melarat.
Ayat 19
“Maka meliputilah suatu bahaya daripada Tuhan engkau, sedang mereka di waktu itu tengah tidur."
Dengan urutan ketiga ayat ini dapat kita membayangkan apa yang telah kejadian. Rupanya beberapa hari terlebih dahulu mereka telah mengadakan pemeriksaan ke kebun atau ladang mereka. Rupanya ibarat padi, sudahlah masak. Dia sudah segera mesti diketam, tidak boleh diundurkan lagi. Dan itu akan dikerjakan bersama-sama besok pagi-pagi sekali. Melihat bagaimana suburnya yang ditanam dan besarnya hasil, karena loba dan tamak timbullah niat buruk. Yaitu tidak akan disisihkan agak sebagian untuk fakir miskin. Pagi-pagi harus segera berangkat ke kebun itu dengan diam-diam, lekas ambil hasilnya dan lekas bawa pulang, Dengan janji yang demikian mereka pun pulanglah ke rumah masing-masing. Tetapi sedang mereka enak tidur malam itu, terjadilah hal yang tidak mereka sangka-sangka. Suatu malapetaka besar menimpa kebun itu. Ayat tidaklah menerangkan apakah macam bahaya malapetaka yang menimpa, karena bagi Allah adalah soal mudah saja buat menimpakan suatu bahaya. Mungkin terjadi hujan besar yang agak lama, lalu timbul banjir besar. Habis terendamlah segala hasil kebun yang ditunggu- tunggu itu, terbenam di dalam air yang tergenang melebihi tinggi manusia, sehingga hasil itu tidak dapat diambil lagi. Mungkin juga angin besar puting beliung melanda unggun api yang ada tadi siang yang lupa memadamkannya ketika orang akan pulang. Kita di zaman modern ini pun mengetahui betapa besar malapetaka yang menimpa jika suatu rimba atau hutan habis terbakar, sampai berbulan-bulan api memusnahkan apa yang ada.
Ayat 20
“Maka jadilah kebun itu laksana malam yang gelap gulita."
“Ash-Sharim" diartikan oleh Ibnu Abbas laksana malam yang gelap gulita. Mungkin karena hitam jadi bara karena terbakar. Tegasnya lagi ialah bahwa apa yang mereka harap akan diketam atau dipetik hasilnya pagi-pagi itu, pada malam sebelum diketam sudah tidak ada artinya lagi.
Ayat 21
“Lalu mereka pun himbau-menghimbau di pagi hari."
Maka setelah hari pagi, lekaslah mereka bangun dari tidur. Tidak seorang jua pun yang tahu apa yang telah kejadian dengan kebun mereka tadi malam. Dengan riang gembira dan dengan alat penyabit dan pengetam dalam tangan masingmasing mereka keluar rumah hendak menuju kebun, ladang atau sawah. Di setiap halaman rumah kawan sekampung mereka himbau-menghimbau, “Hai kawan, bangun! Bangun! Mari kita segera berangkat, supaya kerja kita lekas selesai! Mari kawan, mari!" Lalu mereka pun pergi di remang pagi menuju kebun mereka.
Ayat 22
“Supaya agak pagilah pergi ke kebun kamu, jika kamu hendak memetik."
Jangan sampai kesiangan. Karena kalau kita kesiangan, orang-orang miskin yang tahunya hanya meminta akan datang berkerumun membuat bosan kita!
Ayat 23
“Maka berangkatlah mereka, dan mereka pun berbisik-bisik."
Yang jadi buah bisik ialah,
Ayat 24
“Bahwa sekali-kali janganlah ada yang masuk ke dalamnya pada hari ini kepada kamu orang yang miskin."
Dengan kedua ayat ini nyata sekali terbayang bagaimana niat buruk pada peladang-peladang kaya itu. Mereka belum mengetahui apa yang akan mereka dapati pada kebun mereka, namun keinginan pertama ialah mengeluarkan orang miskin dari daftar pertolongan.
Ayat 25
“Maka berangkatlah mereka di pagi itu."
Bersama-sama, beramai-ramai pergi ke ladang, “Dengan keinginan menghalangi," dengan badan sehat dan segar, baik karena hari masih pagi atau ditambah lagi dengan kegembiraan akan mengambil hasil,
“Padahal mereka adalah orang-orang yang mampu"
Ayat-ayat ini menunjukkan bagaimana setengah manusia berubah perangai, hilang sifat belas kasihan apabila dia telah dipengaruhi oleh kelobaan harta.